Anda di halaman 1dari 34

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA,

PEDOMAN DISIPLIN APOTEKER


INDONESIA BESERTA JABARANNYA.
Dra. Apt. Ag. Sawitri Sunandari, M Si.
 Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, mengamalkan keahliannya ,
seorang apoteker harus melaksanakan kode etik apoteker Indonesia.

KODE ETIK adalah kumpulan nilai-nilai/ prinsip yang harus diikuti oleh apoteker
sebagai pedoman dan petunjuk serta standar perilaku dalam bertindak dan
mengambil keputusan .
 KODE ETIK terdiri dari 5 BAB dan 15 pasal, dan mengatur 6 hal :
 1.Mukadimah : mengharapkan bimbingan Tuhan YME
 Sumpah / janji apoteker,
 2.BAB I : Kewajiban Umum apoteker.
 3.BAB II : Kewajiban apoteker terhadap pasien.
 4.BAB III: Kewajiban apoteker terhadap teman sejawat.
 5.BAB IV: Kewajiban apoteker terhadap sejawat petugas kesehatan lainnya.
 6.BAB V : Penutup.
LAFAL SUMPAH APOTEKER

 DEMI ALLAH saya bersumpah,


 1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan peri kemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan.
 2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai apoteker.
 3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan.
 4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan se baik2nya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian,
 5. dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan beriktiar dengan sungguh-
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan Keagamaan,
Kebangsaan, Kesukuan, Politik Kepartaian atau kedudukan Sosial.
 6. Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan penuh keinsafan.

 TUHAN YANG MAHA ESA MELINDUNGI SAYA.


 BAB I :Kewajiban umum:
 Pasal 1. Sumpah apoteker harus dihayati dan dijadikan landasan
 moral dalam tindakan dan perilaku.

 Beberapa hal yang diperhatikan terkait sumpah :


 a. melaksanakan asuhan kefarmasian.
 b. merahasiakan kondisi pasien, resep dan “ medication record”
 c. melaksanakan praktek profesi sesuai landasan praktek profesi, yai-
 tu ilmu, hukum dan etik.
 Pasal 2. Apoteker harus berusaha sungguh-sungguh menghayati dan
 mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

 Pedoman Pelaksanaan :
 kesungguhan ini dinilai dari ada dan tidak adanya laporan dari masyarakat,
sejawat apoteker dan tenaga kesehatan lain, atau dari dinas kesehatan.
 Bila ada laporan tidak mengamalkan kode etik, pemberian sanksi ditetapkan
dalam peraturan ,
 Pasal 3. Apoteker menjalankan profesinya sesuai standar kompetensi
Apoteker, mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip
kemanusiaan.
 Pedoman pelaksanaannya:
 1. Setiap Apoteker Indonesia harus mengerti,menghayati dan mengamalkan
kompetensi seusai dengan Standard Kompetensi Apoteker Indonesia.
Kompetensi yang dimaksud adalah : ketrampilan,sikap, dan perilaku yang
berdasarkan pada ilmu,hokum , dan etik.
 2. Ukuran kompetensi seorang Apoteker dinilai lewat uji kompetensi.
 3. Kepentingan kemanusiaan harus menjadi pertimbangan utama dalam setiap
tindakan dan keputusan seorang Apoteker Indonesia.
 4. Bilamana suatu saat seorang Apoteker dihadapkan kepada konflik tanggung
jawab professional, maka dari berbagai opsi yang ada seorang Apoteker harus
memilih resiko yang paling kecil dan paling tepat untuk kepentingan pasien
serta masyarakat.

 Pasal 4. Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang


kesehatan pada umumnya dan bidang farmasi pada
khususnya .
 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Seorang Apoteker hars mengembangkan pengetahuan dan ketrampilan
professionalnya secara terus menerus.
 2. Aktifitas seorang Apoteker dalam mengikuti perkembangan di bidang
kesehatan, diukur dari alat SKP yang diperoleh dari hasil uji kompetensi
 3. Jumlah SKP minimal yang harus diperoleh Apoteker ditetapkan dalam
peraturan organisasi.
 Pasal 5. Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi
luhur jabatan kefarmasian.

 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Seorang Apoteker dalam tindakan professionalnya harus menghindari diri dari perbuatan yang
akan merusak atau seseorang ataupun merugikan orang lain.
 2. Seorang Apoteker dalam menjalankan tugasnya dapat memperoleh imbalan dari pasien dan
masyarakat atas jasa yang diberikannya dengan tetap memegang teguh kepada prinsip
medahulukan kepentingan pasien.
 3. Besarnya jasa pelayanan ditetapkan dalam peraturan organisasi.
 Pasal 6. Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh baik
bagi orang lain.

 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Seorang Apoteker harus menjaga kepercayaan masyarakat atas profesi yang
disandangkan dengan jujur dan penuh integritas.
 2. Seorang Apoteker tidak akan menyalahgunakan kemampuan
professionalnya kepada orang lain.
 Pasal 7. Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan
profesinya.
 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Seorang Apoteker yang memberikan informasi kepada pasien /masyarakat
harus dengan cara yang mudah dimengerti dan yakin bahwa informasi
tersebut harus sesuai, relevan, dan “up to date”
 2. Sebelum memberikan informasi, Apoteker harus menggali informasi yang
dibutuhkan dari pasien ataupun orang yang datang menemui Apoteker
mengenai pasien serta penyakitnya.
 3. Seorang Apoteker harus mampu berbagi informasi mengenai pelayanan
pada pasien dengan tenaga profesi kesehatan yang terlibat
 4. Seorang Apoteker harus senantiasa meningkatkan pemahaman masyarakat
terhadap obat, dalam bentuk penyuluhan, memberikan infomasi secara jelas,
melakukan monitoring penggunaan obat dab sebagainya.
 5. Kegiatan penyuluhan ini mendapat nilai Satuan Kredit Profesi (SKP)

 Pasal 8. Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan


perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan
di bidang farmasi pada khususnya.
 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Tidak ada alasan bagi Apoteker tidak tahu peraturan perundangan yang
terkait dengan kefarmasian . Untuk itu setiap Apoteker harus selalu aktif
mengikuti perkembangan peraturan, sehingga setiap Apoteker dapat
menjalankan profesinya dengan tetap berada dalam koridor peraturan
perundangan yang berlaku.
 2. Apoteker harus membuat Standard Prosedur Operasional ( SPO ) sebagai
pedomana kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan
kefarmasian sesuai kewenangan atas dasar peraturan perundangan yang ada.
BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN

 Pasal 9. Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus mengutamakan kepentingan


masyarakat menghormati hak asasi pasien dan melindungi makhluk hidup
insani.

Pedoman Pelaksanaan :
1. Kepedulian kepada pasien adalah merupakan hal yang paling utama dari seorang Apoteker.
 2. Setiap tindakan dan keputusann professional dari Apoteker harus berpihak kepada
kepentingan pasien dan masyarakat.
 3. Seorang Apoteker harus mampu mendorong pasien untuk terlibat dalam keputusan
pengobatan mereka.
 4. Seorang Apoteker harus mengambil langkah-langkah untuk menjaga kesehatan pasien
khususnya janin, bayi, anak-anak serta orang yang dalam kondisi lemah.
 5. Seorang Apoteker harus yakin bahwa obat yang diserahkan kepada pasien
adalah obat yang terjamin mutu, keamanan, dan kahsiat dan cara pakai obat
yang tepat.
 6. Seorang Apoteker harus menjaga kerahasiaan pasien, rahasia kefarmasian,
dan rahasia kedokteran dengan baik.
 7. Seorang Apoteker harus menghormati keputusan profesi yang telah
ditetapkan oleh dokter dalam bentuk penulisan resep dan sebagainya.
 8. Dalam hal seorang Apoteker akan mengambil keputusan yang berbeda
dengan permintaan seorang dokter, maka Apoteker harus melakukan
komunikasi dengan dokter tersebut, kecuali peraturan perundangan
membolehkan Apoteker mengambil keputusan demi kepentingan dan atas
persetujuan pasien.
BAB III. KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN
SEJAWAT

 Pasal 10. Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana


ia sendiri ingin diperlakukan.

 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Setiap Apoteker harus menghargai teman sejawatnya termasuk rekan
kerjanya.
 2. Bilamana seorang Apoteker dihadapkan kepada suatu situasi yang
problematik, baik secara moral atau peraturan perundangan Yang berlaku,
tentang hubungannya dengan sejawatnya, maka komunikasi antar jerawat
harus dilakukan dengan baik dan santun.
 3. Apoteker harus berkoordinasi dengan IAI atau majelis Etik dan Disiplin
Apoteker Indonesia dalam menyelesaikan permasalahan dengan teman
sejawat.

 Pasal 11. Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling
menasehati untuk emmatuhi ketentuan ketentuan kode
etik.
 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Bilamana seorang Apoteker mengetahui sejawatnya melanggar kode etik,
dengan cara yang santun dia harus melakukan komunikasi dengan sejawatnya
tersebut untuk mengingatkan kekeliruan yang ada.
 2. Bilamana ternyata yang bersangkutan sulit menerima maka dia dapat
menyampaiakan kepada Pengurus Cabang dan atau MEDAI secara berjenjang.
 Pasal 12. Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk
meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di
dalam memelihara keluhuran martabat jabatan
kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di
dalam menunaikan tugasnya.

 Pedoman Pelaksanaan :
 1. Seorang Apoteker harus menjalin dan memelihara kerjasama dengan
sejawat Apoteker lainnya.
 2. Seorang Apoteker harus membantu teman sejawatnya delam menjalankan
pengabdian profesinya.
 3. Seorang Apoteker harus saling mempercayai teman sejawatnya dalam
menjalin/ memelihara kerjasama.
BAB IV. KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS
KESEHATAN LAIN

 Pasal 13. Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk


membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.
 Pedoman Pelakasanaan :
 Apoteker harus mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan tenaga
profesi kesehatan lainnya secara seimbang dan bermanfaat.

 Pasal 14 : Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau


perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya
kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.
 Pedoman Pelaksanaan :
 Bilamana seorang Apoteker menemui hal-hal yang kurang tepat dari
pelayanan profesi kesehatan lainnya, maka Apoteker tersebut harus mampu
mengkomunikasikannya dengan baik kepada profesi tersebut, tanpa yang
bersangkutan harus merasa dipermalukan.

 Pasal 15. Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan


Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas
kefarmasiannya sehari-hari.
BAB V. PENUTUP

 Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar
atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui
dan menerima sanksi dari pemerintah, organisasi profesi farmasi yang
menanganinya (IAI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang
Maha Esa.

 Pedoman Pelaksanaan :
 Apabila Apoteker melakukan pelanggaran Kode Etik Apoteker Indonesia yang
bersangkutan dikenakan sanksi organisasi. Sanksi dapat beruba pembinaan,
peringatan, pencabutan keanggotaan sementara atau pencabutan
keanggotaan tetap
 Kriteria palanggaran kode etik diatur dalam pertauran organisasi, dan sanksi
ditetapkan setelah melalui kajian yang mendalam dari MEDAI Daerah.
Selanjutnya MEDAI Daerah menyampaikan hasil telaahnya kepada Pegurus
cabang . Pengurus Daerah , dan MEDAI Pusat.
DISIPLIN APOTEKER

 Disiplin Apoteker : kesanggupan Apoteker untuk mentaati kewajibannya dan


menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan per-undang-undangan
dan /atau pertauran praktik yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi
hukuman displin.
DISIPLIN PEKERJAAN KEFARMASIAN

 1. Mematuhi aturan nilai dasar Apoteker : Sumpah Apoteker , Kode Etik


Apoteker Indonesia, Pedoman Disiplin Apoteker Indonesia.
 2. Mematuhi semua pertauran di bidang kefarmasian : UU, PP, PMK, AD.ART
IAI, PO IAI , dll
 3. Mematuhi semua SPO yang berkaitan dengan lingkungan pekerjaan sehari-
hari.
 4. Pertanggung-jawaban dan Evaluasi terhadap pekerjaan kefarmasian.
PELANGGARAN DISPLIN

 Pelanggaran disiplin dapat dibagi 3 kelompok :


 1. Melaksanakan praktik Apoteker dengan tidak kompeten
 2. Tugas dan tanggung jawab professional pada pasien tidak dilaksanakan
dengan baik.
 3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan Apoteker
Pelanggaran disiplin bisa berupa : setiap ucapan, tulisan , atau perbuatan yang
tidak mentaati kewajiban dan/atau ketentuan displin Apoteker Indonesia.
( PO:004/1418/VII/2014,SK PP IAI).
BENTUK PELANGGARAN DISIPLIN
APOTEKER
 Butir 1 : Melakukan praktik kefarmasian dengan tidak kompeten
 Butir 2 : Membiarkan berlangsungnya praktik kefarmasaian yang menjadi
tanggung jawabnya tanpa/atau Apoteker pendamping yang sah.
 Butir 3 : Mendelegasikan pekerjaan kepada tenaga kesehatan tertentu
dan/atau tenaga lainnya yang tidak memiliki kompetensi untuk melaksanakan
pekerjaan itu.
 Butir 4 : Membuat keputusan professional yang tidak berpihak kepada
kepentingan pasien/masyrakat
 Butir 5 : Tidak memberikan infomasi yang sesuai, relevan dan “UP TO DATE “
dengan cara yang mudah dimengerti oleh pasien/masyarakat, sehingga
berpotensi menimbulkan kerusakan /kerugian pasien.
 Butir 6 : Tidak membuat dan /atau tidak melaksanakan SPO sebagai pedoman
kerja bagi seluruh personil di sarana pekerjaan/pelayanan kefarmasian,sesuai
dengan kewenangannya.
 Butir 7 : Memberikan sediaan farmasi yang tidak terjamin “Mutu “,
“Keamanan”, dan “khasiat/manfaat kepada pasien.
 Butir 8 : Melakukan pengadaan obat dan/atau bahan baku obat tanpa
 Prosedur yang berlaku sehingga berpotensi menimbulkan tidak terjaminya
mutu,khasiat obat.
 Butir 9 : Tidak menghitung dengan benar dosis obat, sehingga dapat
menimbulkan kerusakan dan kerugian kepada pasien.
 Butir 10 : Melakukan penataan, penyimpanan obat tidak sesuai standard,
sehingga berpotensi menimbulkan penurunan kualitas obat.
 Butir 11 : Menjalankan praktik kefarmasian dalam kondisi fisik ataupun
mental yang sedang terganggu sehingga merugikan kualitas pelayanan profesi.
 Butir 12 : Dalam penatalaksanaan Pratik kefarmasian melakukan yang
seharusnya dilakukan atau tidak melakukan yang seharusnya dilakukan ,
sesuai dengan jawab profesionalnya, tanpa alasan pembenar yang sah
sehingga dapat membahayakan pasien.
 Butir 13 : Melakukan pemeriksaan atau pengobatan dalam pelaksanaan
praktik pengobatan sendiri ( self medication ), yang tidak sesuai kaidah
pelayanan kefarmasian.
 Butir 14 : Memberikan penjelasan yang tidak jujur, dan/atau tidak etis,
dan/atau tidak obyektif kepada yang membutuhkan.
 Butir 16 : Membuka rahasia kefarmasian kepada yang tidak berhak
 Butir 17 : Menyalahgunakan kompetensi Apotekernya
 Butir 18 : Membuat catatan dan/atau pelaporan sediaan farmasi yang tidak
baik dan tidak benar.
 Butir 19 : Berpraktik dengan menggunakan STRA atau SIPA dan /atau
Sertifikat yang tidak sah.

Anda mungkin juga menyukai