Anda di halaman 1dari 43

1.

Leony Capri Widyatama (1909124386)


2. Bella Bastara Nurrahma (1909124307)
3. Regita Triana Aulia (1909124469)
4. Muhammad Saputra (1909124501)
5. Eci Novita Sari (1909110149)
6. Saraswati Aji Sawitri (1909124452)
7. Melfa Ayu Triyasti (1909110423)
8. Muhammad Wira Alyusra (1909124493)
9. Rani Rahmayana (1909124498)
10. Kintan Kurnia Putri (1909110417)
11.M. Fadhil Muzzammil (1909124559)

KELOMPOK 3 MK
SIDANG PERKARA NOMOR 36/PUU-XX/2022

1. Fransiska Naomi Sitanggang,


2. Agatha Vinci Goran,
PEMOHON 3. Raihan Azalia,
4. Jeanifer Gabriella Hardi,
5. Isrotul Munawaroh,
6. Sultan Fadillah Effendi,
7. Dara Manista Harwika,
8. Salsabilah Anton Subijanto,
9. Benaya Marcel Devara Taka dan
10. Jennyver Willyanto

Kuasa
Hukum Dixson Sanjaya SH
LANJUTAN

Jenis sidang : Perbaikan permohonan (II)

Perihal: PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG


NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN
TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAIMANA TELAH
DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19
TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI
ELEKTRONIK TERHADAP UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945
LANJUTAN

Kronologi sidang :
1. majelis hakim memasuki ruang 6. majelis hakim mempersilahkan kuasa
persidangan hukum pemohon untuk membacakan
2. majelis hakim membuka persidangan petitum
dan menyatakan persidangan terbuka 7. kuasa hukum pemohon membacakan
untuk umum petitumnya
3. hakim meminta pemohon untuk 8. majelis mensah kan bukti yang
memperkenalkan diri diajukan pemohon
4. hakim mempersilahkan pemohon/ 9. majelis hakim menyatakan sidang
kuasa
menyampaikan
hukumnya untuk
pokok-pokok
selesai
dan ditutup
04
perbaikan permohonan 10. majelis hakim meninggalkan ruang
5. pemohon menyampaikan pokok- persidangan
pokok perbaikan permohonan
LANJUTAN

Adapun perbaikan terhadap beberapa hal, sebagai berikut.

Pertama, kami telah melakukan penyederhanaan terhadap isi dari Permohonan kami dengan tetap memperhatikan substansi
dan tujuan Permohonan ini.

Kedua, untuk memperkuat Kedudukan Hukum Para Pemohon sebagai content creator, kami juga telah menambahkan alat
bukti berupa artikel, berbagai kegiatan webinar ataupun diskusi publik, maupun sertifikat yang pada pokoknya
menunjukkan bahwa Para Pemohon memang benar adanya memiliki pekerjaan sebagai content creator yang memiliki
legal standing dalam permohonan a quo.

Ketiga, kami juga menambahkan dalam pokok permohonan, termasuk penambahan satu porsi terbaru, yaitu pada huruf H
bahwa substansi Undang‑Undang ITE masih banyak memiliki kekurangan yang perlu dilakukan perbaikan maupun
revisi untuk menghindari ketidakjelasan dan kekaburan norma dalam Undang ‑Undang ITE yang bersifat pasal karet.
 
Para Pemohon dalam hal ini memohonkan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memberikan
pemaknaan yang lebih jelas terhadap ketentuan pasal a quo atau setidak‑tidaknya
Mahkamah Konstitusi dapat memerintahkan pembentuk undang‑undang .

Kewenangan Mahkamah Konstitusi ini dikenal dengan nonconformity atau kewenangan untuk
menyatakan substansi norma bertentangan dengan Undang‑Undang Dasar Tahun 1945,
sepanjang tidak dilakukan pembaharuan ataupun pembentukan undang ‑undang baru
berkaitan dengan norma tersebut. Beberapa perkara yang didasarkan pada kewenangan ini,
di antaranya: Putusan Nomor 22 Tahun 2017 dan Putusan Nomor 80 Tahun 2017.

Lanjutan
PETITUM
01 Petitum:

Bahwa terhadap Petitum, setelah dilakukan perubahan dan penyesuaian menjadi, sebagai
berikut:
a. Menyatakan menerima dan mengabulkan permohonan Para Pemohon untuk
seluruhnya.
b. Menyatakan Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) Undang ‑Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang ITE, sebagaimana terakhir kali diubah dengan Undang ‑Undang Nomor
19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang ‑Undang ITE bertentangan dengan
Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
c. Memerintahkan pembuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia
sebagaimana mestinya.
ANALISIS
01
Tanggal Registrasi : No. Perkara : 36/PUU-
10-03-2022 XX/2022

Objek Perkara: Pengujian Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 11 Thun 2008 tentang ITE
Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (2) bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D
ayat (1), Pasal 28 , Pasal 28E ayat (3), Pasal 28C ayat (1), Pasal 28F, Pasal 28G ayat (1), Pasal 28I ayat (1), ayat (2), dan
ayat (4), Pasal 28J ayat (1) dan ayat (2) bahwa pasal a quo telah menimbulkan ketidakpastian, kekaburan dan
ketidakjelasan hukum baik secara normatif maupun implementatif sehingga melanggar atau mengancam hak
konstitusional Para Pemohonn.
ANALISIS
01
Inti Masalah

konten kreator dalam membuat dan membagikan ide,


gagasan, pendapat, pemikiran, kritik, dan/atau saran
mengenai isu-isu atau fenomena-fenomena hukum tertentu
melalui pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi
melalu i media atau platform digital.
 
ANALISIS
01
Adapun perbaikan terhadap beberapa hal, sebagai berikut.

● Pertama, kami telah melakukan penyederhanaan terhadap isi dari Permohonan kami dengan tetap
memperhatikan substansi dan tujuan Permohonan ini.
● Kedua, untuk memperkuat Kedudukan Hukum Para Pemohon sebagai content creator, kami juga telah
menambahkan alat bukti berupa artikel, berbagai kegiatan webinar ataupun diskusi publik, maupun
sertifikat yang pada pokoknya menunjukkan bahwa Para Pemohon memang benar adanya memiliki
pekerjaan sebagai content creator yang memiliki legal standing dalam permohonan a quo.
● Ketiga, kami juga menambahkan dalam pokok permohonan, termasuk penambahan satu porsi terbaru,
yaitu pada huruf H bahwa substansi Undang‑Undang ITE masih banyak memiliki kekurangan yang perlu
dilakukan perbaikan maupun revisi untuk menghindari ketidakjelasan dan kekaburan norma dalam
Undang‑Undang ITE yang bersifat pasal karet.
ANALISIS
01  
Dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 50/PUU/VI/2008, maka dapat disimpulkan bukan sekadar delik pidana
yang melanggar Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang ITE, jika muatan atau konten yang ditransmisikan, didistribusikan,
dan/atau dibuat dapat diaksesnya tersebut adalah perbuatan penghinaan yang kategori ini cacian, ejekan, dan/atau kata-
kata tidak pantas.

Unsur supaya diketahui umum dalam konteks transmisi, distribusi, dan/atau membuat dapat diakses, sebagaimana harus
dipenuhi dalam unsur pokok atau (ucapan tidak terdengar jelas) delik Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP yang menjadi
rujukan Pasal 27 ayat (3) Undang‑Undang ITE.

Untuk perbuatan yang demikian, dapat menggunakan kualifikasi delik penghinaan ringan, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 315 KUHP, yang menurut Undang‑Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas
Undang‑Undang Nomor 11 Tahun 2008 dan Putusan Mahkamah Konstitusi, tidak termasuk acuan dalam Pasal 27 ayat
(3) Undang‑Undang ITE.
ANALISIS
01
 
Untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers yang merupakan kerja jurnalistik yang
sesuai dengan ketentuan Undang‑Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,diberlakukan
mekanisme sesuai dengan Undang‑Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers sebagai lex specialis.
Bukan Pasal 27 ayat (3) Undang‑Undang ITE untuk kasus terkait pers perlu melibatkan dewan pers.
Tetapi jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka
tetap berlaku Undang‑Undang ITE, termasuk Pasal 27 ayat (3).

Terhadap Pasal 28 ayat (2). Delik utama Pasal 28 ayat (2) Undang ‑Undang ITE adalah perbuatan
menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu atau
kelompok masyarakat berdasarkan suku, agama, ras, dan antar golongan.
2. SIDANG PERKARA
NOMOR 37/PUU-XX/2022
SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-XX/2022

Perihal Pemohon
Pengujian Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang 1. A. Komarudin
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- 2. Eny Rochayati
Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, 3. Hana Lena Mabel
Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang terhadap 4. Festus Menasye Asso, dkk
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
SIDANG PERKARA NOMOR 37/PUU-XX/2022

Acara Ruang Sidang


ACARA Ruang Sidang Gedung
Perbaikan Permohonan (II) Mahkamah Konstitusi RI,
Rabu, 20 April 2022, Pukul 09.09 – Jln. Medan Merdeka Barat No.
09.21 WIB 6, Jakarta Pusat
SUSUNAN PERSIDANGAN

Aswanto (Ketua)

Hani Adhani
Arief Hidayat (Anggota) Saldi Isra (Anggota)
Panitera Pengganti

Pihak yang Hadir:


Kuasa Hukum Pemohon:
1. Nurkholis Hidayat
2. Fandi Denisatria
3. Meika Arista
INTI MASALAH

Perbaikan beberapa hal yang sifatnya minor terkait dengan typo atau kesalahan penulisan,
tapi juga terkait dengan substansi. Mulai dari permohonan, kejelasan mengenai pasal
permohonan, frasa, dan khususnya terkait dengan legal standing, alasan ‑alasan mengenai
kepentingan hukum, kedudukan hukum dari Para Pemohon, kerugian faktual, kerugian
potensial yang dialami oleh Para Pemohon, juga berkaitan dengan saran, berkaitan dengan
untuk meninjau ulang terkait dengan ketentuan mengenai jabatan tinggi madya dan tinggi
pratama sudah kami masukkan di situ. Berikutnya juga dalam posita kami sampaikan
beberapa argumentasi-argumentasi yang lebih memadai, setidaknya untuk mendukung
petitum yang secara redaksional.
INTI MASALAH

inti utama dari permohonan ini. Yang pertama, ketentuan penunjukan pejabat kepala daerah dalam mengisi
kekosongan jabatan kepala daerah yang akan berakhir tahun 2022 dan 2023 sebagaimana diatur dalam Pasal
201 ayat (9), penjelasan Pasal 201 ayat (9), Pasal 201 ayat (10), Pasal 201 ayat (11) Undang‑Undang Pilkada,
telah memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemerintah khususnya, Presiden dan Menteri Dalam
Negeri. Secara factual, ketentuan tersebut menunjukkan telah berdampak pada hilangnya ruang kompetisi
politik yang sehat dan fair, hilangnya hak masyarakat untuk memilih, dipilih, dan berpartisipasi dalam
mewujudkan negara hukum yang demokratis. Selain itu, ketentuan penunjukan tersebut juga telah memberi
cek kosong kepada Presiden dan Mendagri, dan menimbulkan potensi besar, dan risiko terciptanya
pemerintahan yang otoritarian, dan hilangnya fungsi check and balances dalam pilar‑pilar sistem pemerintahan
dan ketatanegaraan yang demokratis. Permohonan judicial review ini merupakan ikhtiar dari Para Pemohon
sebagai bagian dari masyarakat yang bertujuan untuk mencegah akumulasi kekuasaan yang sangat besar
tersebut yang berada di tangan Presiden dan Menteri Dalam Negeri tersebut.
INTI MASALAH

Selain itu, juga untuk mengembalikan adanya fungsi check and balances dalam sistem pemerintahan dan
kekuasaan negara, dan memulihkan hak dasar konstitusional, hak untuk memilih, dipilih, berpartisipasi, dan hak
politik masyarakat dalam menentukan masa depan pemerintahan dan negara yang demokratis yang menjunjung
tinggi prinsip negara hukum dan hak asasi manusia. Oleh karena itu, untuk memulihkan hak-hak konstitusional
warga negara Para Pemohon dan untuk mencegah risiko ancaman terhadap supremasi negara hukum demokratis,
Mahkamah Konstitusi yang terhormat dituntut untuk menyatakan ketentuan penunjukan inkonstitusional dan
setidak‑tidaknya konstitusional bersyarat. Yakni dengan memberikan penafsiran atas frasa ditunjuk dengan
menekankan pada conditionalities atau persyaratan‑persyaratan yang sesuai dengan konsep negara hukum
demokratis sebagaimana diatur dalam Undang‑Undang Dasar Tahun 1945, dimana kedaulatan rakyat adalah yang
utama.
ANALISIS
Pada sidang NO 37/PUU-XX/2022 hakim meminta kuasa hukum pemohon untuk membacakan perbaikan surat
pemohon dari yang sudah dikoreksi pada sidang sebelumnya, ada pun bagin-bagian penting dari naskah yang sudah di
perbaiki ini yaitu dalam Petitum berdasarkan pertimbangan ‑pertimbangan argumentasi ‑argumentasi yang kami
sampaikan dalam keseluruhan permohonan ini, kami memohon kepada Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah
Konstitusi untuk menjatuhkan putusan sebagai berikut.
1. Pertama, menerima dan mengabulkan permohonan pengujian undang ‑undang yang diajukan Para Pemohon untuk
seluruhnya.
2. Menyatakan frasa diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota sampai dengan terpilihnya
gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota melalui pemilihan serentak
nasional pada tahun 2024 dalam Pasal 201 ayat (9) Undang ‑Undang Pilkada bertentangan dengan prinsip kedaulatan
rakyat. Sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) Undang ‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) Undang ‑Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, dan jaminan persamaan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D
ayat (1) Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ANALISIS

3. Menyatakan penjelasan Pasal 201 ayat (9) Undang-Undang Pilkada bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana
dijamin dalam Pasal 1 ayat (2) Undang ‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan secara demokratis
sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan
jaminan persamaan dan kepastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang ‑Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.

4. Menyatakan frasa diangkat penjabat gubernur … penjabat gubernur yang berasal dari jabatan tinggi madya dalam Pasal 201
ayat (10) dan frasa diangkat penjabat bupati, walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi Pratama dalam Pasal 201 ayat 11
Undang‑Undang Pilkada bertentangan dengan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana dijamin dalam Pasal 1 ayat (2)
Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan secara demokratis sebagaimana diatur dalam Pasal 18
ayat (3) dan ayat (4) Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan jaminan persamaan dan kepastian hukum
sebagaimana diatur dalam Pasal 28D ayat (1) Undang ‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta aturan
hubungan kewenangan wewenang pusat dan daerah yang diatur yang harus memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah
sebagaimana dijamin Pasal 18A Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ANALISIS
5. Menyatakan frasa diangkat penjabat gubernur, penjabat bupati, dan penjabat walikota sampai dengan terpilihnya gubernur
dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta walikota dan wakil walikota melalui pemilihan serentak nasional pada
tahun 2024 dalam Pasal 201 ayat (9) Undang‑Undang Pilkada, konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai ‘diangkat
melalui mekanisme pengisian penjabat kepala daerah yang demokratis yang diatur dalam undang ‑undang atau peraturan
pengganti … peraturan pemerintah pengganti undang‑undang, calon perppu dalam hal ini:
- Calon penjabat kepala daerah memiliki legitimasi dan penerimaanyang paling tinggi dari masyarakat.
- Penjabat gubernur dan bupati walikota yang merupakan orang asli Papua untuk menjabat kepala daerah di pemerintah
Provinsi Papua dan Papua Barat, dan pemerintah Kabupaten atau kota di Papua dan Papua Barat.
- Melalui proses penilaian yang mempertimbangkan usulan dan rekomendasi dari Majelis Rakyat Papua, Dewan Perwakilan
Rakyat Papua (DPRP), Lembaga Masyarakat Hukum Adat, dan tokoh agama.
- Ada ketentuan yang jelas mengatur persyaratan‑persyaratan sejauh mana peran, tugas, dan kewenangan dari penjabat kepala
daerah yang ditunjuk.
- Dapat memperpanjang masa jabatan kepala daerah yang sedang menjabat dan/atau habis masa baktinya pada tahun 2022,
tahun 2023. Dan terakhir, independen dan bukan merupakan merepresentasikan kepentingan politik tertentu dari presiden
atau pemerintah pusat.
6. Menyatakan frasa diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan tinggi madya … oh, salah.
7. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia.
3. SIDANG PERKARA
NOMOR 38/PUU-XIX/2022
SIDANG PERKARA NOMOR 38/PUU-XIX/2022

PENGUJIAN MATERIIL UNDANG-UNDANG


NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS
PERIHAL TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945
MENDENGARKAN KETERAGAN AHLI PIHAK
TERKAIT 9DEWAN PERS) (VII) Selasa, 15 Maret AGENDA
PEMOHON 2022, Pukul 11.28 – 11.55 WIB Ruang Sidang
Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan
SIDANG
1. Heintje Grontson Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat .
Mandagie
2. Hans M. Kawengian
3. Soegiharto Santoso 1. Vincent Suriadinata
2. Nimrod Androiha
KUASA HUKUM
3. Umbu Rauta
4. Hotmaraja B. Nainggolan PEMOHON
5. Christo Laurenz Sanaky
RESUME
Sidang dibuka oleh ketua Anwar Usman, untuk Perkara 38 Tahun 2022 hari ini agendanya adalah
untuk mendengar keterangan DPR, dari pihak DPR yang memberikan keterangan bernama Supriansa,
setelah memberikan keterangan kemudia hakim ketua mengatakan untuk agenda sidang berikutnya, yaitu
untuk mendengar keterangan 3 ahli terlebih dahulu dari Pihak Terkait Dewan Pers. Untuk itu, sidang
ditunda hari Kamis, 24 Maret 2022, dengan catatan keterangan tertulis dan CV dari para ahli harus
disampaikan paling tidak 2 hari sebelum hari sidang. Namun kuasa hukum pihak terkait mengatakan
bahwa mereka menerima surat panggilan sidang untuk menghadirkan Ahli pada hari ini dan mereka sudah
mempersiapkan Ahli tersebut. Mereka juga sudah mengirim daftar Ahli dan Ahlinya kebetulan sudah hadir
juga di sini, Yang Mulia. Jika berkenan, kami meminta dengan hormat kepada Majelis Hakim Yang Mulia
agar para Ahli dapat dihadirkan pada sidang hari ini. Terima kasih, Yang Mulia. Hakim menjawab Ya, baik.
Benar bahwa Kuasa Pemohon Kuasa Pihak Terkait Dewan Pers sudah mengajukan keterangan tertulis,
tetapi itu terlambat, ya, baru diajukan kemarin. Seharusnya paling tidak hari Jumat, begitu. Ya, Majelis juga
perlu mempelajari terlebih dahulu. Jadi begitu. Sekali lagi, untuk mendengar keterangan 3 ahli dari Pihak
Terkait, sidang ditunda hari Kamis, tanggal 24 Maret 2022, pukul 11.00 WIB.
ANALISIS
Selanjutnya Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon III secara bersama-sama disebut sebagai
Para Pemohon. Dengan ini DPR menyampaikan keterangan terhadap Permohonan pengujian
Undang-Undang Pers terhadap Undang-Undang NRI Tahun 1945 dalam Perkara Nomor 38/PUU-
XIX/2021 sebagai berikut:
1. Ketentuan Undang-Undang Pers yang dimohonkan kerugian terhadap Undang-Undang Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam Permohonan a quo, Para Pemohon mengajukan pengujian
materiil Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang Pers berkententuan sebagai
berikut, mohon Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang-Undang Pers mohon dianggap dibacakan, Yang
Mulia. Sama dengan Pasal 15 ayat (5) juga mohon dianggap dibacakan. Para Pemohon
mengungkapkan bahwa ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang-Undang
Pers dianggap bertentangan dengan Pasal 28 … Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal
281 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai berikut. Pasal
28, Pasal 28C, Pasal 28D, Pasal 281 ayat (2), mohon dianggap dibacakan, Yang Mulia. Bahwa
menurut … bahwa Para Pemohon dalam Petitumnya memohon kepada Majelis Hakim MK sebagai
berikut. Mohon dianggap dibacakan, Yang Mulia.
LANJUTAN
2. Keterangan DPR. Kedudukan Hukum atau Legal Standing Para Pemohon. Terkait Kedudukan Hukum atau Legal
Standing Para Pemohon dalam kerugian undang-undang a quo secara materiil, DPR memberikan padangan terhadap 5
batasan kerugian konstitusional berdasarkan putusan MK Perkara 006/PUU-III/2005 dan Putusan Perkara Nomor
011/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional sebagai berikut, mohon dianggap dibacakan, Yang Mulia.
Berdasarkan pada hal-hal yang telah disampaikan tersebut, DPR berpandangan bahwa Pemohon secara keseluruhan tidak
memiliki Kedudukan Hukum (Legal Standing) karena tidak memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) dan penjelasan undang-
undang tentang Mahkamah Konstitusi, serta tidak memenuhi persyaratan kerugian konstitusional yang diputuskan dalam
putusan MK terdahulu. Bahwa Pemohon dan permohonan a quo tidak menguraikan secara konkret mengenai hak dan/atau
kewenangan konstitusionalnya yang dianggap dirugikan atas berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji,
utamanya dalam mengonstruksikan adanya kerugian hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya yang dirugikan atas
berlakunya ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut. Berdasarkan uraian-uraian tersebut di atas, terhadap
Kedudukan Hukum atau Legal Standing Pemohon, DPR menyerahkan sepenuhnya kepada Ketua Majelis Hakim
Konstitusi Yang Mulia, untuk mempertimbangkan dan menilai apakah Pemohon memiliki kedudukan hukum atau legal
standing sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) Undang ‑Undang tentang MK dan Putusan MK Perkara Nomor
006/PUU-III/2005, dan Putusan Perkara Nomor 001/PUU-V/2007 mengenai parameter kerugian konstitusional.
3. Sebelum menjawab Pokok Permohonan Para Pemohon terlebih dahulu DPR akan memberikan penjelasan sebagai
berikut. Bahwa dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional dibentuk
dewan pers yang independen. Pengaturan pers dalam undang‑undang dilakukan sejak Tahun 1999 dan telah berjalan
hingga saat ini. UndangUndang Pers dirumuskan sebagai wujud memberikan pengaturan yang pasti mengenai pers tanpa
mengganggu independensi dari pers itu sendiri. Selama berjalannya pers di Indonesia telah terbentuk dewan pers
independen yang melaksanakan upaya pengembangan kemerdekaan pers dalam kehidupan pers nasional.
4. Undang‑Undang Pers telah memberikan pengaturan yang jelas mengenai dewan pers mulai dari fungsi, komponen
anggota dewan pers, pemilihan ketua dan wakil ketua dewan pers, legitimasi penetapan anggota dewan pers terpilih
melalui keputusan presiden, Oleh karena itu, terkait pemilihan anggota dewan pers tentu selama ini telah berjalan sesuai
kebiasaan dan aturan perundangan yang berlaku dan tentu telah terbentuk mekanisme pelaksanaan dewan pers tersebut
secara (ucapan tidak terdengar jelas).
LANJUTAN

5. Keanggotaan dewan pers periode saat ini 2019-2024 keberlanjutan dari keanggotaan dewan pers sebelumnya. Bahkan
keberlanjutan dewan pers periode 2000 sampai 2003 dewan pers periode pertama yang dibentuk segera setelah pengesahan dan
pengundangan Undang-Undang Pers. Hal tersebut dikuatkan dengan adanya Ketentuan Peralihan dalam Pasal 19 ayat (1)
Undang-Undang Pers sebagai berikut :
Dengan berlakunya undang‑undang ini, segala peraturan perundang‑undangan di bidang pers yang berlaku serta badan atau
lembaga yang ada tetap (ucapan tidak terdengar jelas) menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti
dengan yang baru berdasarkan undang‑undang ini. f. Dengan demikian, telah jelas kelembagaan dewan pers yang dibentuk
dewan pers merupakan kelanjutan dari kelembagaan dewan pers yang dibentuk dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku sebelum Undang-Undang Pers. Dimana dari sisi peran dan fungsinya barulah mengikuti mandat yang telah diatur oleh
UndangUndang Pers sampai dengan saat ini.
LANJUTAN

6. Pada saat ini, mekanisme pemilihan anggota Dewan Pers tersebut telah diformalkan melalui Peraturan Dewan Pers
Nomor 01/Peraturan-DP/IX/2016 tentang Statuta Dewan Pers atau Peraturan Dewan Pers tentang Statuta Dewan Pers
sebagai berikut. Pasal 8 mohon dianggap dibacakan, Yang Mulia, sampai Pasal 11. a. Mekanisme pemilihan anggota
Dewan Pers tersebut merupakan pengaturan dijalankan dalam pemilihan anggota Dewan Pers sebagaimana aturan yang
diberlakukan. Oleh karena itu, calon anggota Dewan Pers yang terpilih sebagaimana ketentuan Undang ‑Undang Pers dan
peraturan Dewan Pers tersebutlah yang akan ditetapkan oleh Keputusan Presiden untuk menjadi anggota Dewan Pers 3
tahun ke depan. Sedangkan di luar dari ketentuan tersebut tidak berhak ditetapkan melalui Keputusan Presiden. Selain itu,
penetapan anggota Dewan Pers dengan Keputusan Presiden tersebut merupakan wujud legitimasi dari hasil anggota
Dewan Pers yang terpilih secara sah melalui mekanisme yang telah ditentukan menurut peraturan perundang ‑undangan,
sehingga Presiden dalam mengeluarkan Keputusan Presiden tersebut tentu harus menetapkan prinsip kehati-hatian dalam
menetapkan setiap calon anggota Dewan Pers terpilih. Selanjutnya, dengan demikian berdasarkan kebijaksanaan Dewan
Pers dengan kementerian atau lembaga nasional.
LANJUTAN
7. Dewan Pers merupakan kumpulan organisasi perusahaan pers, organisasi wartawan, dan wartawan yang telah memenuhi
standar sebagaimana ketentuan berstandar organisasi perusahaan pers. Standar organisasi wartawan dan standar kompetensi
wartawan, sebagai berikut.
1. Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/III/2008 tentang Standar Organisasi Pers/Perusahaan Pers.
2. Peraturan Dewan Pers Nomor 7/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nas Nomor
04/SKDP/III/2006 tentang Standar Organisasi Wartawan sebagai peraturan Dewan Pers.
3. Peraturan Dewan Pers Nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 tentang Standar Kompetensi Wartawan

8. Setelah mencermati peraturan Dewan Pers tersebut di atas, dapat diketahui bahwa peraturan Dewan Pers merupakan
sebuah kesepakatan yang diambil oleh para organisasi perusahaan pers, organisasi wartawan, dan wartawan yang menjadi
bagian daripada Lembaga Dewan Pers sendiri. Peraturan Dewan Pers tersebut berlaku ditetapkan oleh Dewan Pers atas
keinginan sukarela setiap organisasi perushaan pers, organisasi wartawan, dan wartawan yang menjadi bagian Dewan Pers.
Setelah itu, standar tersebut diberlakukan sebagai langkah Dewan Pers menjaga kualitas profesi pers. Hal-hal tersebut yang
memberikan legitimasi untuk Dewan Pers untuk menerbitkan peraturan Dewan Pers dan menetapkan kualitas profesi pers
sebagaimana ketentuan Pasal 15 ayat (2) huruf f Undang‑Undang Pers.
LANJUTAN
9. Dengan demikian, dalil Para Pemohon yang menyatakan, “Terdapat ketidakpastian hukum dengan adanya peraturan
Dewan Pers yang dikeluarkan oleh Dewan Pers karena tak ada surat keputusan kongres pers yang dikeluarkan oleh Dewan
Pers Indonesia” adalah tidak berdasar karena hanya peraturan Dewan Pers berdasarkan Undang ‑Undang Pers yang berlaku
yang mengikat … dan mengikat bagi seluruh organisasi pers nasional.

10. Bahwa berdasarkan keterangan dan risalah pembahasan terkait ketentuan pasal a quo tersebut di atas, DPR memohon
agar kiranya Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Konstitusi memberikan amar putusan sebagai berikut.
1. Menyatakan bahwa Para Pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum atau legal standing, sehingga permohonan a quo
harus dinyatakan tidak dapat diterima.
2. Menolak permohonan pengujian Para Pemohon untuk seluruhnya, atau setidak ‑tidaknya menyatakan permohonan
pengujian Para Pemohon tidak dapat diterima.
3. Menerima keterangan DPR secara keseluruhan.
4. Menyatakan Pasal 15 ayat (2) huruf f dan Pasal 15 ayat (5) Undang ‑Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, atau
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 166 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3887 tidak bertentangan dengan Undang‑Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tetap memiliki
kekuatan hukum yang mengikat. Dan, Apabila Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi
berpendapat lain, mohon putusan yang seadil‑adilnya (ex aequo et bono).
SIDANG PEKARA
NOMOR.37/PPU/XIX/202
1
SIDANG PEKARA NOMOR.37/PPU/XIX/2021

PEMOHON
PERIHAL
● Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
(WALHI), sebagai Pemohon I;
● Perkumpulan Jaringan Advokasi Tambang
Pengujian Materiil Undang-Undang
Kalimantan Timur (JATAM Kaltim), sebagai
Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Pemohon II;
Perubahan Atas Undang-Undang
● Nurul Aini, sebagai Pemohon III;
Nomor 4 Tahun 2009 tentang
● Yaman, sebagai Pemohon IV
Pertambangan Mineral dan Batubara
dan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
terhadap UUD 1945
KUASA ● Asfinawati, S.H., dkk
HUKUM
LANJUTAN
AGENDA SIDANG : MENDENGARKAN KETERANGAN 2
ORANG AHLI SAKSI DAN 1 SAKSI PRESIDEN
KRONOLIG
I

1. Majelis hakim memasuki ruang persidangan


2. Majelis hakim meminta para ahli untuk disumpah
3. Majelis hakim meminta ahli untuk menyampaikan pokok perkara
4. Pemohon menyampaikan pokok perkara
5. Ahli menjelaskan tentang penataan ruang
6. Saksi membacakan keterangan
7. Kuasa hukum pemohon bertanya kepada ahli
8. Sidang ditunda hingga 24 april 2022
9. Majelis hakim menutup persidangan
10. Majelis hakim meninggalkan ruang persidangan
KETERANGAN AHLI DARI PEMERINTAH (ABDUL KAMARZUKI)

Pokok permasalahan yang di sampaikan Pemohon sebetulnya terkait dengan Pasal 17A ayat(2), Pasal 22A, Pasal
31A ayat(2) dan Pasal 172B ayat(2) UU Nomor 3 Tahun 2020 jo UU Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Khususnya terkait jaminan tidak adanya perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada Wilayah
Izin Usaha Pertambangan atau WIUP, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus atau WIUPK, dan Wilayah
Pertambangan Rakyat atau WPR. Yang dianggap bertentangan dengan Pasal 28H ayat(1), Pasal 28C ayat(2), Pasal 28D
ayat(1) Undang-Undang Dasar 1945.

Terkait penyelenggaraan penataan ruang, kita mengenal kegiatan untuk menyusun menyiapkan rencana tata
ruangnya sendiri. Setelah menjadi produk rencana tata ruang yang mempunyai legal bending, kemudian ada kegiatan
pemanfaatan dari pada rencana tata ruang ataupun kegunaan dari produk tata ruang tersebut. Dalam menyusun rencana
tata ruang berbagai prinsip dan latar belakang yang digunakan adalah ruang itu terbatas, sedangkan yang membutuhkan
ruang berbagai macam aktifitas-aktifitas manusia, satwa, kawasan hutan, pertanian, dan termasuk aktifitas pertambangan
yang membutuhkan pemanfaatan ruang. Disamping pada ruang tersebut terdapat batasan-batasan bencana alam. Tujuan
penataan ruang itu sendiri untuk mewujudkan keterpaduan dalam penggunakan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya
Buatan dengan Sumber Daya Manusia dan mencegah dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang
tersebut. Semua kegiatan yang membutuhkan ruang perlu diatur sedemikian rupa sehingga tidak saling mengganggu dan
dapat memberikan manfaat yang baik terhadap lingkungan alamnya maupun kehidupan manusia disekitarnya.
LANJUTAN
Sementara pada UU Minerba No.3 Kemudian mengenai KKPR yang istilahnya baru Dalam pemberian KKPR,
Tahun 2020 dan UU Nomor 4 Thun dikenal dalam UU Cipta Kerja, yaitu Kesesuaian dilakukan penerbitannya
2009 jo UU Nomor 3 Tahun 2020 Kegiatan Pemanfataan Ruang. Dokumen KKPR
dikenal Wilayah hukum pertambangan, ini untuk menjembatani produk-produk rencana melalui pembahasan di
yang diterjemahkan dalam bentuk- tata ruang diterjemahkan dalam pemanfaatan forum penataan ruang di
bentuk izin dalam pemanfaatannya ataupun mengakomodir memfasilitasi perizinan daerah maupun di pusat
seperti Wilayah Izin Usaha yang lebh detai dibawahnya. Sehingga kesesuaian pun ada. Yang intinya
Pertambangan(WIUP), Wilayah Izin pemanfaatan ruang atau KKPR ini dokumennya
dalam pasal 13 diletakkan sebagai salah satu terdiri dari perangkat
Pertambangan Rakyat (WIPR),
persyaratan dasar perizinan disamping persetujuan daerah. Sehingga dengan
Wilayah Izin Usaha Pertambangan
lingkungan yang dikenal dengan AMDAL dan UU Cipta Kerja forum
Khusus (WIUPK). Kegiatan persetujuan bangunan gedung yang dulu dikenal
pertambangan diatur dalam Undang- penataan ruang ini lebih
IMB namun berbeda perizinan bangunan gedung
Undang Nomor 3 Tahun 2020 perlu sekarang lebih kesifatnya keselamatan gedung. indusif sifatnya sehingga
diakomodir dalam rencana tata ruang KKPR sebagai persyaratan dasar ini yang memayungi seluruh
berdampingan dengan kegiatan memfasilitasi proses perizinan termasuk proses kegiatan ataupun
lainnya. Pada pengaturan rencana tata perizinan pertambangan. Perizinan usaha sektor kepentingan masyarakat
ruang untuk wilayah pertambangan dalam hal ini pertambangan seperti IUP, IUKI,
IUI dan sebagainya. Sebelum perizinan sektor dalam menjalankan izin-
menggunakan nomenklatur khusus
dalam tata ruang yang disebut diterbitkan perlu mendapatkan persetujuan izin usaha, termasuk usaha
Ketentuan Umum Zonasi (KUZ). KKPR terlebih dahulu. pertambangan.
KETERANGAN AHLI DARI PEMERINTAH (FERDINAND T. AMDI LOLO)

Pada pasal 162 UU No.4 Tahun 2009 perubahannya yang akan dibahas disini ada 2 hal, yaitu : pertama, apakah pasal itu
memerlukan pemaknaan yang baru? Dan kedua apakah ada hak konstitusi warga negara yang dilanggar dengan dilaksanakannya
pasal 162 seperti apa yang di dalilkan oleh pemohon.
Pertama akan membahas mengenai apakah perlu pemaknaan baru, untuk hal ini akan ada dua hal yang akan dibahas, pertama
mengenai unsur setiap orang, unsur ini akan di bahas dari dua sudut, pertama sudut doktrinal kemudian dari sudut hukum positif.
● Sudut doktrinal : Jadi kalau diliat secara umum unsur setiap orang dalam pasal-pasal pidana itu tidak dapat dibatasi, tidak
memberikan klasifikasi pelaku, contohnya ada 3 ahli, itu tidak memberikan klasifikasi atau status atau posisi jabatan pelaku
itu, tetapi hanya diberikan secara umum. Yang dilihat apakah perbuatan itu melawan hukum? apakah ada hak yang
dilanggar?apakah tindakan tersebut diancam pidana? kemudian dilihat aspek mental atau aspek rohani, apakah pelakunya
mampu bertanggungjawab dan sebagainya.
● Sudut hukum positif : dalam aturan-aturan pidana prinsip doktrinal tadi di adopsi ketika akan di buktikan ada serangkaian
pengujian yang dilakukan secara hukum positif dan metode-metode pengujiannya itu sama dengan metode-metode pengujian
yang dilakukan secara doktrinal. Misalnya apakah tindakan tersebut dapat dibenarkan ataukah ada dasar pemaaf apakah ada
hal yang menghapuskan sifat dalam hukum dan sebagainya, sehingga apabila dilihat dari sudut doktinal dan kemudian
diadopsi dari aturan hukum positif pemaknaan unsur setiap orang itu tidak dapat dipersempit karna hal itu dapat
bertentangan dengan doktrin dan bertentangan dengan aturan pidana.
LANJUTAN
Kedua unsur kerugian, dalam hukum pidana ada dua delik, yaitu delik formil dan delik materiil. Untuk delik formil itu adalah
delik yang pemenuhannya tidak memerlukan akibat, apakah akibatnya kemudian korman menderita kerugian finansial dan
kerugian lainnya, itu tidak di perlukan untuk membuktikan delik formil berbeda dengan delik material yang mengutamakan akibat
dari suatu perbuatan. Dalam hal ini pada pasal 162 itu menggunakan delik formil sehingga akibat dari kerugian tidak diperlukan
untuk pemenuhan unsurnya.
Kemudian mengenai apakah pasal 162 ini melanggar hak konstitusi warga negara. Ada 4 hak konstitusional yang akan dibahas,
yaitu:
● Hak atas kebutuhan pemenuhan kebutuhan dasar, kalau dilihat semua warga negara Indonesia memiliki hak untuk memenuhi
kebutuhan dasarnya, termasuk juga mereka yang berada di sektor pertambangan. Ratusan ribu orang yang berada di sektor
pertambangan akan kesulitan jika kegiatan usaha mereka terganggu atau terhenti karna adanya gangguan atau hambatan
terhadap bidang usaha tersebut. Jika tidak ada perlindungan hukum, maka hak kosntitusional mereka itu berpotensi untuk
dilanggar.
● Hak kepastian hukum dan Hak atas persamaan hukum, itu akan menjadi kontradiktif kalau ada pembatasan dalam pasal 162
apabila dibataskan pelakunya adalah hanya setiap orang yang telah menerima kompensansi atas tanah miliknya yang
dialihkan menjadi area pertambangan, mineral dan batu bara hal ini justru akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Karna
jika pelaku kejahatannya diluar dari yang telah diklasifikasikan sebagai orang yang telah menerima kompensasi tadi, maka
dia tidak dapat dihukum.
● Rasa aman dari ancaman ketakutan, dalam hal ini apabila masyarakat yang memiliki hak dan dasar yang sah dalam
mengelola tanah tidak perlu punya rasa takut, karna hukum itu tidak akan menghukum mereka yang mematuhi hukum.
SAKSI DARI PEMERINTAH (ALWIN ALBAR)

1. Dampak pemberlakuan pasal 17A UU MINERBA Tentang Jaminan Pemanfaatan Ruang dan
Kawasan.
Jika dilihat dari pasal 17A UU MINERBA pada pokoknya menyatakan bahwa pemerintah pusat dan
pemerintah daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIP Mineral
Logam dan WIP Batubara yang telah ditetapkan yang dimana jaminan tersebut diberikan apabila penetapan
WIP Mineral Logam dan Batubara dilakukan setelah memenuhi kreteria penetapan ruang dan kawasan untuk
kegiatan pengawasan sesuai peraturan perundang-undangan, bahwa kami pelaku usaha pada khususnya
BUMN, menganggap pasal ini memberikan kepastian hukum terhadap apa yang telah ditetapkan pemerintah
dan kepastian dalam hal mendapatkan perizinan ditentukan apabila tumpang tindih dengan perizinan
lain.seperti yang diketahu pada faktanya perizinan pada sektor pertambangan sering kali tumpang tindih
diantaranya permasalahan dengan sektor kehutanan yang membutuhkan surat persetujuan pinjam pakai
kawasan hutan dan sektor kelautan membutuhkan kesesuaian kegiatan ruang lain dan sebagainya.
LANJUTAN
2. Dampak perubahan kurangnya perizinan dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat
Bahwa PT. Timah TBK sangat merasakan dampak positif atas perubahan kewenangan perizinan
dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Bahwa pada prakteknya pada perizinan
sebelumnya yang melibatkan perizinan pertambangan diwilayah pemerintah daerah, kami
merasakan pengaruh yang lebih banyak ke banyak pihak,terutama ketika pengurusan RKHB,
dimana kami harus mempresentasikan program kerja ke enam kabupaten, ke dua provinsi dan satu
kementrian dimana setiap daerah tersebut memakai kebijakan dan keinginan yang berbeda-beda.
Sejak 2015 PT. Timah TBK tidak lagi melakukan pengurusan perizinan di daerah melainkan
langsung ke pemerintah pusat, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran Menteri Enegi dan
Sumber Daya Mineral.
3. Dampak Pemberlakuan Pasal 162 UU Minerba Tentang Sanksi Pidana Atas Pihak yang
Bertentangan Mengganggu Kegiatan Usaha Pertambangan
Bahwa ketentuan pidana ini untuk pihak yang mengganggu kegiatan usaha pertambangan sangat
diperlukan. Apabila terdapat oknum yang menghalangi kegiatan usaha pertambangan, maka hal ini
akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Sebagimana adanya pasal 162 UU Minerba sebagaimana
yang telah dibuat dalm UU Ciptakerja telah memberikan keringana bagi PT. Timah yang telah
melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang di persyaratkan. Maka dari itu, sesuai dengan fakta
yang dialami bahwa pasal yang dirugikan dalam UU Minerba pada hakikatnya tidak menimbulkan
keburukan melainkan menimbulkan dampak yang lebih baik.
ANALISIS

Ahli dari pemerintah Abdul Kamarzuki, Pada intinya rangkaian proses mendapatkan jaminan kepastian penata ruangan
tersebut, khusunya dalam kegiatan pertambangan juga dilakukan tahapan yang sudah cukup komprehensif, dengan
melibatkan seluruh stakeholder baik dari aspek lingkungan, partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah juga
dilibatkan.hal ini sejalan dengan penerbitan dalam penyelenggaraan tata ruang baik penerbidatn KKPR . jadi kedua hal
ini berjalan secara bersama tidak saling bertentangan satu sama lain. Sedangkan jaminan penata ruang yang diberikan
dalam UU Minerba sama sekalitidak bertentangan jadinya dengan peraturan Perundang-Undangan yang mengatur terkait
khususnya penataan ruang karna kepastian beusaha atas wilayah yang telah ditetapkan dan dikeluarkan izinnya telah
melalui proses yang sangat ketat sehingga berdasarkan hukum sudah sepatutnya izin tersebut dihormati setidaknya
sampai habis masa berlaku izinnnya tersebut. Maka bahwa pengaturan terkait jaminan pemanfaatan ruang dan kawasan
yang diatur dalam Undang‐Undang Minerba ini tidak bertentangan dan tidak melanggar Pasal 28H ayat (1), Pasal 28C
ayat (2), Pasal 28D ayat (1) Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
ANALISIS
Ahli dari pemerintah : Ferdinand T. Andi Lolo, Pasal 162 tidak diperlukan pemaknaan baru. Karena jika diberikan pemaknaan baru,
maka itu justru berpotensi untuk melanggar hak-hak dasar konstitusional sebagai hak persamaan di depan hukum, hak mendapatkan
akses keadilan, dan hak‐hak yang lain. Bahwa PT. Timah TBK sangat merasakan dampak positif atas perubahan kewenangan
perizinan dari pemerintah daerah kepada pemerintah pusat. Bahwa pada prakteknya pada perizinan sebelumnya yang melibatkan
perizinan pertambangan diwilayah pemerintah daerah, kami merasakan pengaruh yang lebih banyak ke banyak pihak,terutama ketika
pengurusan RKHB, dimana kami harus mempresentasikan program kerja ke enam kabupaten, ke dua provinsi dan satu kementrian
dimana setiap daerah tersebut memakai kebijakan dan keinginan yang berbeda-beda. Sejak 2015 PT. Timah TBK tidak lagi
melakukan pengurusan perizinan di daerah melainkan langsung ke pemerintah pusat, sebagaimana tertuang dalam Surat Edaran
Menteri Enegi dan Sumber Daya Mineral.

Saksi Dari Pemerintah: Alwin Albar, Menyatakan bahwa upaya kekeluargaan yang dikedepankan oleh PT Timah sudah tidak lagi
dianggap berhasil, maka mau tidak mau pada saat itu PT Timah mencari keadilan pada aparat penegak hukum.

Dan mengingat bahwa keterangan Bapak Abdul Kamarzuki tadi tidak dapat dikualifikasikan sebagai keterangan ahli dalam
persidangan Mahkamah Konstitusi, pemerintah akan memasukkan keterangan Bapak Kamarzuki sebagai bagian dari Keterangan
Pemerintah dan pemerintah mohon izin kepada Yang Mulia Majelis Hakim agar diperkenankan menghadirkan tambahan 1 orang ahli
dan 1 orang saksi dalam sidang selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai