Anda di halaman 1dari 4

1.

Faktor-faktor penghambat pro Bono


Pemberian bantuan hukum secara gratis yang dilakukan para advokat (Pro Bono)
merupakan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat yang
menegaskan kewajiban advokat memberi bantuan hukum secara Cuma-Cuma bagi
mereka yang tidak mampu. Namun sayangnya belum semua advokat melakukan hal itu,
meskipun pro bono adalah kewajiban yang melekat kepada setiap individu advokat.
Di Indonesia sendiri, pro bono hingga hari ini masih menjadi angan-angan lantaran dalam
praktiknya pro bono tak seideal yang diharapkan. Ketidakidealan tersebut lagi-lagi
disebabkan oleh kedua belah pihak yakni advokat dan masyarakat selaku aktor di
dalamnya. Keterbatasan kemampuan advokat untuk menjangkau sektor atau area pro
bono dan ketidaktahuan masyarakat bahwa setiap advokat bisa dimintakan pro
bono menjadi kendala utama mengapa pro bono tidak begitu “subur” di Indonesia. 
Lima belas tahun pasca lahirnya Undang-Undang No 18 Tahun 2003 tentang Advokat
yang mewajibkan advokat melakukan pro bono, namun hingga saat ini masih sulit atau
hampir tidak ditemukan data atau evaluasi yang relevan sejauh mana implementasi pro
bono sudah diterapkan oleh advokat di Indonesia (Yasin, 2018). Narasi praktik pro bono
di Indonesia pun berkembang tanpa ada data yang menjelaskan potret nyata pelaksanaan
pro bono tersebut.
Mayoritas advokat di Indonesia sepakat untuk memberikan pro bono kepada masyarakat
karena merupakan tanggung jawab moral dari profesi tersebut. Namun tidak sedikit pula
para advokat menyatakan ketika memberikan pro bono masih banyak hambatan yang
dihadapi salah satunya adalah minimnya pencari keadilan yang meminta bantuan kepada
advokat. Masyarakat memiliki keengganan jika harus memiliki persoalan hukum dan
lebih memilih untuk tidak membawa ke jalur hukum. Maka dari itu masyarakat perlu
menumbuhkan kesadaran akan pentingnya fasilitasi bantuan hukum bagi masyarakat yang
tidak mampu karena negara memiliki tanggung jawab serta elemen pelaksana
individualnya yaitu advokat sendiri telah menunjukkan bahwa bantuan hukum merupakan
tanggung jawab moral yang perlu diemban pada profesi tersebut.
Ada beberapa faktor yang menghambat pelaksanaan pro Bono di Indonesia :
1. Rendahnya kultur pro bono di Indonesia
2. minimnya minat advokat dalam melakukan pro bono
3. organisasi advokat yang belum berperan maksimal
4. tidak bertemunya masyarakat yang membutuhkan dengan advokat sebagai pemberi
jasa pro bono
Terlepas dari berbagai dinamika praktiknya, mayoritas advokat yang menjadi responden
menyatakan dukungannya terhadap adanya pro bono di Indonesia. Sikap ini dapat
dipandang sebagai modal dalam implementasi pro bono. Bahwa sebagai pribadi, para
advokat menyambut positif adanya pro bono. Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri
bahwa dalam praktiknya pro bono memiliki kendala-kendala tersendiri.
Adapun penghambat pelaksanaan pro Bono dari sisi operasional antara lain :
1. terbatasnya ketersediaan advokat di daerah-daerah atau persebaran advokat yang
masih dirasa belum merata
2. kendala biaya
3. Jauhnya jarak tempuh
Ke tiga faktor tersebut menjadi hal yang nyatanya menghambat kerja-kerja pro bono
di lapangan,Faktor finansial pribadi semakin berpengaruh jika kasus yang ditangani
memiliki jarak tempuh yang jauh dari tempat kerja advokat. Selain itu, minimnya sisa
waktu advokat untuk menjalankan kewajiban pro bono disebabkan tingginya beban
kerja di kantor yang menyulitkan advokat mendapatkan peluang untuk melakukan
kewajiban profesinya. Ditambah lagi faktor yang muncul dari masyarakat sebagai
penerima jasa pro bono.
Tak hanya faktor-faktor diatas yang menjadi faktor penghambat dari pelaksanaan pro
Bono itu sendiri disampinh itu juga adanya perbedaan persepsi antar advokat
mengenai pro bono juga menjadi penghasil pelaksanaan pro bono. Untuk itu perlu ada
panduan yang lebih rinci mengenai pro bono yang mengatur masalah teknis maupun
opersional, sehingga tidak ada lagi persepsi yang berbeda tentang pro bono. 
Kemudian mengenai skema penganggaran untuk pro bono juga dianggap belum jelas
dan tegas. Bagaimana sumbangsih firma hukum untuk pro bono, apakah itu dalam
bentuk insentif, atau dalam bentuk lain. Selanjutnya mengenai sanksi bagi mereka
yang tidak melakukan pro bono juga belum ada kejelasan dan ketegasan. Selanjutnya
sistem pelaporan atau data base dari setiap kegiatan pro bono juga belum diketahui
kemana atau siapa yang mengurusnya, dan yang terakhir itu mengenai tidak ada
pendidikan pro bono dalam PKPA.
Advokat tidak hanya melakukan pendampingan hukum, namun turut serta dalam
rangkaian kegiatan lain yang diakui bagian dari Pro Bono. Ada pun yang termasuk
kegiatan dalam Pro Bono adalah:
1. Konsultasi dan pendampingan hukum
2. Penelitian
3. Pelatihan dan mengajar
4. Penyusunan dokumen hukum1
Pro Bono memiliki elemen dasar sebagai panduan untuk menjalani prosesnya. Semua
elemen ini merujuk kepada arti dan konsep awal dari Pro Bono, yaitu pelayanan
hukum kepada publik.
1. Meliputi seluruh kerja-kerja di wilayah hukum (Broad Range of Legal Work)
Pro Bono tidak terbatas pada mewakili kepentingan klien dalam sistem peradilan,
tetapi meliputi seluruh wilayah dimana hukum bekerja. Advokat mengambil tindakan
dari awal hingga akhir selama hukum berproses.
2. Sukarela (Voluntary)
Pro Bono bersifat sukarela, advokat dapat memilih kasus-kasus yang akan
dikerjakannya sesuai dengan hati nurani, kemampuan dan alasan-alasan yang valid.

1
Aradila Caesar, dkk. Probono : prinsip dan praktik di Indonesia. Badan Penerbit Fakultas Hukum – Universitas
Indonesia. 2019.hlm. 52-60
3. Cuma-Cuma (Free of Charge)
Untuk pelaksanaan, Advokat melakukannya tanpa memungut biaya sepeserpun. Yang
termasuk dalam biaya menggunakan jasa advokat adalah; biaya jasa, transport,
akomodasi, perkara, sidang, kemenangan tuntutan. Seluruh komponen tersebut harus
dibebaskan. Namun demikian, jika diperlukan data penunjang hal ini umumnya
didiskusikan dengan klien seperti kebutuhan akan saksi ahli (hal ini dapat
didiskusikan karena saksi ahli tidak wajib namun dapat membantu perkara, hanya saja
ada biaya yang tidak ditanggung oleh advokat juga)
4. Untuk Masyarakat yang kurang terwakili dan rentan (Underrepresented and
Vulnerable)
Masyarakat yang dimaksud dalam golongan ini adalah masyarakat yang terpinggirkan
dan memiliki hambatan secara kondisi sosial budaya. Contoh masyarakat rentan
adalah masyarakat adat, ras minoritas, kelompok difabel, dan individu atau kelompok
yang memiliki kesulitan finansial dalam mengajukan gugatan hukum.
Pada undang-undang RI No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat, tertulis bahwa seorang
Advokat dilarang menolak permohonan bantuan hukum secara Cuma-Cuma, dan
dilarang menerima atau meminta pemberian dalam bentuk apapun dari Pencari
Keadilan. Apabila Advokat yang melanggar ketentuan tersebut maka dapat dijatuhi
sanksi oleh Organisasi Advokat. Sanksi sebagaimana dimaksud dapat berupa:
1. Teguran lisan
2. Teguran tertulis
3. Pemberhentian sementara dari profesinya selama 3 – 12 bulan berturut-turut
4. Pemberhentian tetap profesinya

2. Contoh kasus
Contoh kasus yang pernah di tangani secara pro Bono yaitu Bantuan Hukum Pro
Bono Kasus Arie Sunaryati Berhasil Ditangani M81 Law Firm. Ditengah keadaan
pandemi Covid 19 M81 Law Firm masih saja menangani kasus secara pro bono,
walau pun berbagai kasus hukum sedang ditangani oleh badan bantuan hukum ini.
Direktur Utama M81, Dian Novita Susanto mengatakan pada pertengahan tahun 2020,
M81 sedang menangani salah satu kasus Pro Bono atas nama Arie Sunaryati.
M81 Law Firm telah berupaya melakukan upaya hukum untuk memperjuangkan hak
dan kepentingan hukum dari Arie Sunaryati. Berbagai proses dan langkah hukum
sudah dilakukan salah satunya pencairan dana taspen. Alhamdullilah, pada akhir mei
2021, akhirnya dengan proses perjuangan yang panjang dana taspen telah selesai
dicairkan pada akhir Mei 2021. Meskipun di tengah pandemi Covid 19, di musim dan
situasi yang tidak gampang, kantor M81 Law Firm masih konsisten dalam melakukan
tanggung jawab pemberian Pro Bono. Sepatutnya pelaksanaan pro bono masih
dilakukan sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) No.18 tahun 2003 tentang
Advokat.
Pro bono memiliki arti yaitu suatu perbuatan/pelayanan hukum yang dilakukan untuk
kepentingan umum atau pihak yang tidak mampu tanpa dipungut biaya. Moeldoko 81
Law FIrm (M81 Law Firm) adalah sebuah firma hukum yang bergerak di bidang
litigasi dan non litigasi. Berdomisili di Jakarta, dan didirikan pada tanggal 16
September 2018 oleh Dian Novita Susanto dan advokat beserta tenaga-tenaga ahli
hukum professional yang berpengalaman.
M81 Law Firm berfokus di bidang konsultasi hukum serta perkara litigasi maupun
non litigasi. Adapun layanan hukum M81 berupa pendapat segi hukum, legal due
diligence, pendampingan hukum non litigasi dan litigasi, PKPU & Kepalitan, Hak
Kekayaan Intelektual (HAKI), Arbitrase Internasional. M81 Law Firm dibentuk
bertujuan menjadi Lembaga pemberian jasa hukum dan konsultan hukum, yang siap
melayani setiap elemen masyarakat dalam mencari keadilan hukum.

Anda mungkin juga menyukai