Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENEGAKAN HUKUM TINDAK PIDANA MENGENAI TINDAK


PEMALSUAN DATA LAPORAN

Dosen :
Neny Sukmawatie., S.Hut., MP

Disusun Oleh:
1. Ady 213030504068
2. Aldo R.H. Pasaribu 213020504005
3. Anju Sihombing 213020504031
4. Dedy J. Sihombing 213020504022
5. Eben H. Sihombing 213030504073
6. Eka Taufiqur Rahman 213020504027
7. Junisen Rolexlin Sirat 213020504041
8. Marcelena Eva Nglista 213030504062
9. Michael Kentaro Lendrawan 213030504047
10. Rafael Andri Reksi 213030504055
11. Riski Santiago 213020504024

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN/PROGRAM STUDI TEKNIK PERTAMBANGAN

2022
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat atas Tuhan Yang Maha
Esa, karena tanpa rahmat-Nya kita tidak dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik
dan selesai tepat waktu yang berjudul “PENEGAKAN HUKUM TINDAK
PIDANA MENGENAI TINDAK PEMALSUAN DATA LAPORAN” dengan
baik dan tepat pada waktunya.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada ibu Neny Sukmawatie.,
S.Hut., MP. selaku dosen pengampu mata kuliah Regulasi Petambangan yang
membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada teman-teman kami yang telah membantu dalam hal
mengumpulkan data dalam pembuatan makalah.

Kami meyadari bahwa dalam proses peulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan baik materi maupun cara penulisannya. Karena itu, kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran dari para pembaca untuk melengkapi segala
kekurangan dan kesalahan dari makalah ini.

Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa
bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Palangka Raya, November 2022

Penyusun,

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR…………………………………………………………….

BAB I

PENDAHULUAN.................................................. Error! Bookmark not defined.

1.1 Latar Belakang............................................. Error! Bookmark not defined.

1.2 Rumusan Masalah .........................................................................................3

1.3 Tujuan .......................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II

PEMBAHASAN .................................................... Error! Bookmark not defined.

2.1 Tindak Pidana Mengenai Pemalsuan Data Laporan Pertambangan .... Error!
Bookmark not defined.

2.2 Dasar Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Data Laporan Pertambangan


............................................................................ Error! Bookmark not defined.

2.3 Sanksi Adminstratif Pelanggran Peraturan Tindak Pidana Pemalsuan


Laporan…………………………………………………………………………….E
rror! Bookmark not defined.

BAB III

PENUTUP .............................................................. Error! Bookmark not defined.

3.1 Kesimpulan ................................................... Error! Bookmark not defined.

3.2 Saran ............................................................. Error! Bookmark not defined.

ii
BAB I

PENDAHULLUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam melaksanakan kegiatan pertambangan dibutuhkan data-data atau
keterangan-keterangan yang benar dibuat oleh pelaku usaha yang bersangkutan
seperti data studi kelayakan, laporan kegiatan usahanya, dan laporan penjualan hasil
tambang, agar hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan.

Perbuatan memberikan data atau laporan yang tidak benar sebenarnya


sanksinya sudah diatur dalam Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Oleh
karena pemalsuan suratnya di bidang pertambangan dan sudah diatur secara khusus,
terhadap pelakunya dapat dipidana denda dengan pidana penjara paling lama 10
tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000,-.

Menyampaikan Laporan Yang Tidak Benar Atau Keterangan Palsu Setiap


pemegang izin, baik itu pemegang IUP, IPR atau IUPK harus menyampaikan
laporan tentang pelaksanaan dari izin yang telah diterimanya kepada pejabat yang
berwenang. Yang menjadi pertanyaan kini, apa sanksi pemegang IUP, IPR atau
IUPK yang tidak menyampaikan laporan yang tidak benar atau palsu kepada
pejabat yang berwenang.

Untuk menjawab hal itu, tentu harus dikaji tentang ketentuanketentuan yang
dilanggar oleh pemegang IUP, IPR atau IUPK yang berakibat dijatuhkan pidana
penjara dan denda kepada pelaku. Keenam pasal itu, meliputi:

a. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur tentang


kewajiban pemegang IUP Eksplorasi yang mendapatkan mineral atau
batubara yang tergali untuk melaporkan kepada pemberi IUP;
b. Pasal 70 huruf e Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur tentang
kewajiban pemegang IPR untuk mengelola lingkungan hidup bersama
pemerintah daerah;

1
c. Pasal 81 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur
kewajiban pemegang IUPK Eksplorasi yang mendapatkan mineral logam
atau batubara yang tergali untuk melaporkan kepada Menteri;
d. Pasal 105 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur
kewajiban badan usaha yang tidak bergerak pada usaha pertambangan yang
bermaksud menjual mineral dan/atau batubara yang tergali untuk
menyampaikan laporan hasil penjualan mineral dan/atau batubara yang
tergali kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota sesuai dengan
kewenangannya.
e. Pasal 110 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur tentang
kewajiban pemegang IUP dan IUPK menyerahkan seluruh data yang
diperoleh dari hasil eksplorasi dan operasi produksi kepada Menteri,
Gubernur, atau Bupati/Wali Kota sesuai dengan kewenangannya; atau
f. Pasal 111 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur tentang
kewajiban pemegang IUP dan IUPK memberikan laporan tertulis secara
berkala atas rencana kerja dan pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan
mineral dan batubara kepada Menteri, Gubernur, atau Bupati/Wali Kota
sesuai dengan kewenangannya. Keenam pasal itu, mengatur tentang
kewajiban dari pemegang IUP, IPR atau IUPK untuk menyampaikan
laporan, atau keterangan, baik yang berkaitan dengan:
a) Ditemukan mineral atau batubara yang tergali;
b) Mengelola lingkungan hidup;
c) Menyampaikan laporan tentang penjualan mineral atau batubara;
d) Menyerahkan seluruh data dan laporan tertulis atas rencana kerja; dan
e) Pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

Laporan itu harus disampaikan kepada pejabat yang berwenang, seperti


Bupati/Wali Kota, Gubernur, atau Menteri. Dan apabila hal itu disampaikan seecara
tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu, dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak
Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

2
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana penegakan tindak pidana mengenai pemalsuan data laporan


pertambangan?
2. Apakah dasar hukum dari Penegakan tindak pidana pemalsuan data laporan
pertambangan?
3. Bagaimana saknsi administratif dari pelanggar peraturan tersebut?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui bagaimana upaya dalam penegakan dan tindak pidana


mengenai pemasuan data laporan pertambangan.
2. Mengetahui dasar hukum yang berlaku dan regulasi yang di gunakan saat
ini.
3. Mengetahu sanksi adminstratif dari pelanggaran peraturan tersebut.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Tindak Pidana Mengenai Pemalsuan Data Laporan Pertambangan

Laporan palsu merupakan suatu bentuk penyampaian berita, keterangan,


ataupun pemberitahuan yang tidak benar atas suatu kejadian. Pada dasarnya dalam
peraturan perundang-undangan tidak ditemukan pengertian secara eksplisit
mengenai laporan palsu, namun berkaitan dengan laporan palsu dapat dikenakan
ancaman pidana sebagaimana ketentuan dalam Pasal 220 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan sebagai berikut:

Pasal 220 : Barang siapa memberitahukan atau mengadukan bahwa telah dilakukan
suatu perbuatan pidana, padahal mengetahui bahwa itu tidak dilakukan, diancam
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. Seseorang dapat
diancam dengan pidana laporan palsu apabila memenuhi unsur-unsur dalam Pasal
220 KUHP diantaranya adalah:

1. Adanya subjek hukum atau orang yang melakukan;


2. Melakukan perbuatan berupa memberitahukan atau mengadukan suatu
perbuatan pidana;
3. Perbuatan pidana yang diberitahukan atau diadukan diketahui tidak
dilakukan atau tidak terjadi;

Sanksi atas perbuatan tersebut yaitu ancaman pidana penjara paling lama 1
(satu) tahun 4 (empat) bulan.

Apabila laporan palsu tersebut berlanjut dalam tahap persidangan, maka


seseorang dapat dikenakan ancaman pidana atas keterangan palsu sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yang menyatakan sebagai
berikut, Pasal 224: Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang
menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat
hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan

4
palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau tulisan, secara pribadi maupun oleh
kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun

Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan
merugikan terdakwa atau tersangka, yang bersalah diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.

Seseorang dapat dikenakan ancaman pidana keterangan palsu apabila


memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2) KUHP diantaranya
yaitu:

1. Unsur-unsur Pasal 242 ayat (1)


a. Adanya subjek hukum atau orang yang melakukan;
b. Melakukan perbuatan memberikan suatu keterangan palsu;
c. Perbuatan dilakukan dengan sengaja;
d. Keterangan dilakukan diatas sumpah berdasarkan undang-undang;
e. Dilakukan secara lisan maupun tulisan, baik secara pribadi maupun oleh
kuasanya yang khusus ditunjuk untuk hal tersebut;

Sanksi atas perbuatan tersebut yaitu ancaman pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun.

2. Unsur-unsur Pasal 242 ayat (2)


a. Adanya subjek hukum atau orang yang melakukan sebagaimana ketentuan
dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP;
b. Melakukan perbuatan memberikan keterangan palsu sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 242 ayat (1) KUHP;
c. Dilakukan dalam pemeriksaan perkara pidana yang merugikan terdakwa
atau tersangka;

Sanksi atas perbuatan tersebut yaitu ancaman pidana penjara paling lama 9
(sembilan) tahun.

5
2.2 Dasar Hukum Tindak Pidana Pemalsuan Data Laporan Pertambangan

Menurut konstitusi, negara menguasai secara penuh segala kekayaan yang


terkandung di dalam bumi dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Salah satu proses pemanfaatan kekayaan alam tersebut ialah kegiatan usaha
pertambangan. Dalam hal ini, mineral dan batubara (Minerba).

Namun, dalam sektor pertambangan rentan sekali terjadi pelanggaran


hukum, baik secara pidana maupun administratif.

Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang dapat mengatur dengan ketat
mengenai larangan-larangan dalam bidang usaha pertambangan.

Tentunya sebagai payung hukum, Undang-Undang No. 3 Tahun 2020


Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) telah menyediakan
berbagai regulasinya.

Harapannya tentu supaya kegiatan usaha pertambangan dapat berjalan


dengan aman, efektif, dan tentunya dapat dipergunakan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat.

Dalam melakukan kegiatan penambangan, diperlukan data atau informasi


yang benar yang diberikan oleh pelaku usaha terkait, seperti data studi kelayakan,
laporan kegiatan usaha, laporan penjualan hasil tambang, dan lain-lain untuk
dipertanggungjawabkan.

Penyampaian laporan tersebut menjadi sebuah kewajiban bagi pelaku usaha


pertambangan kepada pemerintah. Sehingga, apabila terdapat perbuatan
memberikan data atau laporan yang tidak benar akan dikenai sanksi pidana. Hal ini
termasuk juga dengan perbuatan manipulasi data terkait.

Sehingga secara yuridis, Pasal 159 UU Minerba menyatakan bahwa


Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan
atau keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

6
2.3 Sanksi Adminstratif Pelanggran Peraturan Tindak Pidana Pemalsuan
Laporan

Sanksi administrasi adalah sanksi berupa denda yang dikenakan terhadap


pelanggaran ketentuan Undang-undang yang bersifat administratif. Dalam UU No.
3 Tahun 2020 mengatur sanksi bagi pelanggaran yang berkaitan dengan
Pertambangan, baik sanksi secara pidana maupun sanksi secara administratif.
Dalam pelaksaanaanya sanksi pada pelanggar dapat di berikan oleh Kementerian
ESDM (Energi Sumber Daya dan Mineral) kepada IUP, IUPK, IPR, dan SIPB.
Sanksi administratif sendiri dapat berupa:

a. peringatan tertulis;
b. denda;
c. penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau
Operasi Produksi; dan/atau
d. pencabutan IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan.
Pemberian sanksi ini di karenakan para pelaku usaha pertambangan tidak
mengikuti aturan atau regulasi yang berlaku, hal tersebut salah satunya adalah
pemalsuan data laporan pertambangan. Data laporan dalam setiap kegiatan
pertambangan, baik berupa data eksplorasi, studi kelayakan, kegiatan
penambangan, dan juga bahkan data K3 sangat wajib untuk di laporkan ke
Kementerian ESDM secara berkala.
Berikut contoh kasus pelanggaran administrative oleh salah asatu
perusahaan pertambangan:

“Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan sanksi


berupa penghentian sementara kegiatan operasi produksi kepada perusahaan
tambang emas PT Bulawan Daya Lestari (BDL). Sesuai ketentuan, sanksi itu hanya
berjangka waktu 60 hari. Bila dalam kurun waktu tersebut PT BDL tidak atau belum
melakukan kewajibannya dalam usaha kegiatan operasi produksi pertambangan,
maka perizinan tambangnya terancam akan dicabut.

7
Direktur Teknik dan Lingkungan Lana Saria menjelaskan, Kementerian ESDM
tidak bisa langsung melakukan pencabutan izin PT BDL, karena ada tahapan yang
harus dilalui dalam penetapan sanksi bagi pengusahaan tambang mineral dan batu
bara, sesuai yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) dan Peraturan Pemerintah (PP)
Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Minerba. Dalam kasus PT BDL, Kementerian ESDM memberi kesempatan kepada
PT BDL sebagai pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) untuk melengkapi
syarat administrasi pengusahaan tambang.

"Dalam regulasi penetapan sanksi ada tahapannya. Mulai dari peringatan tertulis,
penghentian sementara, dan pencabutan izin. Kita akan memberikan kesempatan
pemegang IUP memenuhi kelengkapan administrasi yang saat ini belum dimiliki,"
kata Lana Saria”.

Dalam kasus penghentian kegiatan PT BDL tersebut di karenakan adanya


indikasi pelanggaran administratif dimana PT BDL tidak menempatkan dana
jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang dalam laporannya, sehingga
Kementrian ESDM memberikan sanksi administratif yaitu pemberhentian kegiatan
operasi Penambangan selama 60 hari, dan apabila tidaka ada Tindakan lanjut dari
PT BDL terkait laporan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pasca tambang,
maka dapat mendapatkan sanksi lebih berat, yaitu peutupan Izin Usaha
Pertambangan.

8
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa:

1. Laporan palsu merupakan suatu bentuk penyampaian berita, keterangan,


ataupun pemberitahuan yang tidak benar atas suatu kejadian.
2. Apabila laporan palsu tersebut berlanjut dalam tahap persidangan, maka
seseorang dapat dikenakan ancaman pidana atas keterangan palsu
sebagaimana ketentuan dalam Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2).
3. Dalam melakukan kegiatan penambangan, diperlukan data atau informasi
yang benar yang diberikan oleh pelaku usaha terkait, seperti data studi
kelayakan, laporan kegiatan usaha, laporan penjualan hasil tambang, dan
lain-lain untuk dipertanggungjawabkan.
4. Sanksi administrasi adalah sanksi berupa denda yang dikenakan terhadap
pelanggaran ketentuan Undang-undang yang bersifat administratif.

3.2 Saran

Saran yang penyusun ingin berikan kepada pembaca adalah agar pembaca
dapat memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penyuaun sehingga
dapat lebih baik dalam pembuatan makalah.

Anda mungkin juga menyukai