Tim Peneliti :
Ketua Tim:
Dr.Rudy Iskandar Ichlas, S.H.,M.H.,M.Kn.
Anggota Tim:
Dirawati, S.H.,M.H.
Irwansyah, S.H.,L.L.M.
i
LAPORAN AKHIR
Tim Peneliti :
Ketua Tim:
Dr.Rudy Iskandar Ichlas, S.H.,M.H.,M.Kn.
Anggota Tim:
Dirawati, S.H.,M.H.
Irwansyah, S.H.,L.L.M.
ii
HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa dokumen kelitbangan ini menjadi Hak Cipta
atau hak khusus bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sulawesi
Tenggara, sebagai penerima hak atas hasil karya tulis ilmiah kelitbangan yang
Kendari, 2021
iii
ABSTRAK
iv
DAFTAR ISI
v
LANDASAN TEORI........................................................................................ 12
2.1. Teori Negara Hukum (Grand Theory) ..... 12
2.2. Teori Politik Hukum (Middle Range Theory)
12
2.3. Teori Hukum Responsif Philippe Nunet dan Philip Zelznick
(Applied Theory) ................................................................. 13
BAB IV. METODOLOGI............................................................................... 14
3.1. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan ................................................... 14
3.2. Paradigma .................................................................................... 14
3.3. Jenis Penelitian ............................................................................ 14
3.4. Pendekatan .................................................................................. 15
3.5. Sumber Data ................................................................................ 15
3.6. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 15
3.7. Teknik Analisis Data .................................................................... 16
3.8. Teknik Validasi Data..................................................................... 16
IV. ANALISIS DATA.................................................................................. 18
4.1. Analisis Data Terhadap Nama dan Jumlah Kecamatan
Masing-masing Kabupaten/Kota di DAS Konaweha ................... 18
4.2. Analisis Data Terhadap Luas DAS Berdasarkan Lahan Kritis...... 24
4.3. Analisis Data Terhadap Luas Lahan Berdasarkan Tingkat
Bahaya Erosi Di DAS Konaweha.................................................. 26
4.4. Analisis Peristiwa Banjir DAS Konaweha Berdasarkan Data
Kejadian Bencana Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2020............ 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 30
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 30
5.2. Penerapan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 1 Tahun 2015 Dalam Pengelolaan DAS Konaweha............ 36
5.2.1. Latar Belakang Pembentukan Perda No.1/2015....................... 37
5.2.2. Penerapan Perda No.1/2015 Dalam Pengelolaan DAS
Konaweha.................................................................................. 39
a. Perencanaan....................................................................... 40
vi
b. Pelaksanaan........................................................................ 43
c. Monitoring dan Evaluasi.................................................... 45
d. Pembinaan dan Pengawasan.............................................. 48
5.3. Problematika Penanggulangan Banjir di DAS Konaweha................. 51
5.3.1. Masalah Penyesuaian dengan Peraturan yang Lebih
Tinggi........................................................................................ 51
a. Penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja........................................ 51
b. Penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air............................. 54
5.3.2. Masalah Peraturan Pelaksanaan Dari Perda No.1/2015........... 55
5.3.3. Masalah Pendanaan................................................................... 57
5.3.4. Masalah Deforestrasi................................................................. 60
a. Deforestrasi akibat Perambahan......................................... 60
b. Deforestrasi Akibat Pertambangan.................................... 62
c. Deforestrasi Akibat Perkebunan Kelapa Sawit.................. 64
5.3.5. Pemanfaatan Bantaran Sungai Konaweha................................ 66
5.4. Solusi Hukum Atas Problematika Penanggulangan Banjir
di DAS Konaweha)............................................................................ 68
5.4.1. Solusi Hukum Terkait Revisi Perda No. 1 / 2015
sebagai Penyesuaian Pada Aturan Yang Lebih Tinggi.......... 69
a. Penyesuaian dengan Undang-Undang............................... 69
1. Penyesuaian Terhadap Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja............................ 69
2. Penyesuaian Terhadap Undang - Undang
Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya
Air............................................................................... 70
b. Penyesuaian dengan Peraturan Pemerintah........................ 71
5.4.2. Solusi Atas Masalah Peraturan Pelaksanaan Perda
No.1/2015.................................................................................. 81
5.4.3. Solusi Hukum Atas Masalah Pendanaan dan Deforestrasi...... 92
vii
5.4.4. Solusi Hukum Atas Masalah Pemukiman di Bantaran
Sungai........................................................................................ 96
5.4.5. Solusi Hukum Atas Masalah Kepastian Terbitnya
Peraturan Pelaksana Perda No.1/2015...................................... 98
5.4.6. Solusi Hukum Yang Merupakan Penyesuaian Perda
No.1/2015 Menyangkut Istilah Dinas di Pasal 11 ayat (3)
dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah di Pasal
56 100
VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 103
6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 103
6.2. Saran................................................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
viii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Sejalan dengan hal tersebut diatas maka pemanfaatan lahan di daerah
aliran sungai perlu dikelola dengan penuh kehati-hatian mengingat fungsinya
sebagai konservasi air. Pada wilayah ini juga ditemukan ragam tumbuhan
baik berupa pohon ataupun rumput liar. Dampak negatif pemanfaatan lahan
dapat menjadi salah satu ancaman terhadap ekologi di daerah aliran sungai.
Populasi penduduk yang terus meningkat tentu berdampak bagi kebutuhan
lahan yang makin banyak luasannya. Sebagai akibat ikutannya yaitu daya
dukung lahan juga mengalami penurunan sebagai dampak populasi dimaksud.
Daya dukung lahan tersebut merupakan tingkat kemampuan bagi lahan dalam
mendukung berbagai aktifitas masyarakat di lingkungannya. Data atas lahan
DAS Konaweha dengan berbagai penggunaanya adalah potensi nyata bagi
ancaman secara ekologis. Penelitian dari pihak Fakultas Kehutanan dan Ilmu
Lingkungan Universitas Halu Oleo Kendari tahun 2014, (Marwah, S.,2014),
telah menunjukkan fakta bahwa antara tahun 1991 hingga tahun 2010 tercatat
ada delapan macam penggunnaan lahan pada DAS Konaweha Hulu
sebagaimana ditampilkan tabel berikut ini:
2
Hasil observasi juga menunjukkan, selain persoalan yang
mengemuka diatas, lahan kritis juga merupakan persoalan tersendiri. Upaya
pengendalian terhadap lahan kritis sebenarnya telah dilakukan oleh
pemerintah berupa penghijauan atau reboisasi namun keberadaan lahan kritis
dalam lingkungan DAS tetap ada. Dijelaskan juga oleh pihak BPDASHL
Sampara bahwa di wilayah DAS Konaweha banyak ditemui adanya lahan
kritis.
“Pernah dilakukan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) 2013
s/d 2018 oleh Dinas Kehutanan .DAS Konaweha banyak lahan
kritis, yang masuk kategori kritis 32 ribu ha.Yang sangat kritis
93 ha, pihak kami hanya mampu merehabilitasi 450 ha.Selain
keterbatasan sumber daya manusia juga masalah
pendanaan.”(Wawancara Sigit, Staf Analisa BPDASHL
Sampara, Rabu 13 Januari 2021)
3
Produk Hukum Upaya Penanggulangan Banjir di Daerah Aliran Sungai
Konaweha.”
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penerapan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 1 Tahun 2015 dalam pengelolaan DAS Konaweha ?
2. Bagaimana problematika penanggulangan banjir di DAS Konaweha?
3. Bagaimana solusi hukum atas problematika penanggulangan banjir di
DAS Konaweha?
1.3. Maksud dan Tujuan
Maksud pelaksanaan penelitian tentang kajian pembentukan produk
hukum upaya penanggulangan banjir di daerah aliran sungai Konaweha
adalah untuk mengidentifikasi dan menganalisis tentang kajian pembentukan
produk hukum upaya penanggulangan banjir di daerah aliran sungai
Konaweha sehingga melahirkan produk hukum yang selaras dengan fungsi
ideal dari hukum.
Sedangkan tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan langkah penerapan Peraturan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015 dalam pengelolaan DAS
Konaweha.
2. Mengidentifikasi dan menguraikan lebih lanjut perihal problematika
hukum upaya penanggulangan banjir terkait DAS Konaweha.
3. Untuk mengetahui kemudian merumuskan solusi hukum atas
problematika hukum upaya penanggulangan banjir terkait DAS
Konaweha.
1.4. Sasaran
Sasaran dari kegiatan ini adalah terwujudnya hasil penelitian yang
berfungsi sebagai bahan dasar pembentukan produk hukum upaya
penanggulangan banjir di daerah aliran sungai Konaweha, dimana antara lain
meliputi:
1. Mendiskripsikan hasil analisis kajian pembentukan produk hukum
upaya penanggulangan banjir di daerah aliran sungai konaweha.
4
2. Mengidentifikasi dan menguraikan lebih lanjut perihal problematika
hukum upaya penanggulangan banjir terkait DAS Konaweha
3. Untuk mengetahui kemudian merumuskan pembentukan produk
hukum upaya penanggulangan banjir di daerah aliran sungai
Konaweha.
1.5. Ruang Lingkup
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TELAAHAN PUSTAKA
6
Regeling sebagai produk hukum dari segi sifatnya tentu
berbeda dengan beschikking.Regeling memiliki sifat mengatur
sehingga konsekuensinya mengikat tidak secara individual tetapi
berlaku umum.Akibat dari sifat keberlakuannya yang umum itu
maka regeling memiliki bentuk yang abstrak sebagaimana
peraturan perundang-undangan.
Membentuk produk hukum yang memiliki sifat Regeling
dimana menyangkut kepentingan umum tentu ada tujuannya yang
jelas (beginsel van duideleijke doelstelling),Muhammad Ishom
(2017) sebagaimana terlihat dalam peraturan perundang-undangan.
Secara jelas tujuan ini terlihat pada dasar pertimbangan
pembentukannya yang memiliki 3 landasan pokok yang terdiri dari:
2.1.2. Penerapan Hukum
7
berdasarkan peraturan perundang-undangan (Ps.1 angka
7,UU No.30/2014).
2.1.2.2. Penerapan Produk Hukum Regeling
8
menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan;
kecelakaan; bahaya. Demikian halnya pengertian banjir dalam KBBI
adalah berair banyak dan deras, kadang-kadang meluap (tentang kali
dan sebagainya).Dari pengertian tersebut maka pengertian tentang
bencana banjir adalah sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan)
kesusahan, kerugian, atau penderitaan di suatu wilayah yang berair
banyak dan deras, kadang-kadang meluap.Pengertian secara etimologis
ini tentu kurang memuaskan sehingga memerlukan pemahaman lebih
lanjut tentang banjir.
2.2.1. Dampak Sosial Banjir
Banjir yang berupa air yang melimpah bukan
menjadi jaminan atas ketersediaan air bersih bagi warga yang
terkena musibah.Air yang terbawa banjir bukanlah air yang
memiliki kualitas yang memadai karena pada dasarnya air yang
tidak terjamin kebersihanya apalagi dari segi kesehatan. Sejalan
dengan kondisi tersebut maka peran rumah tangga menjadi
penting untuk dikedepankan. Pengetahuan yang dimiliki rumah
tangga tentang banjir akan mempengaruhi sikap dan kepedulian
untuk siap dan siaga dalam mengantisipasi banjir. Oleh karena
itu, rumah tangga seharusnya berpartisipasi dan memiliki
pemahaman tentang kesiapsiagaan menghadapi banjir untuk
mengurangi resiko, mengantisipasi bencana dan mengurangi
dampak negatif yang kemungkinan bisa terjadi di lingkungan
tempat tinggal mereka. Partisipasi pada lingkup yang paling
kecil adalah kesiapsiagaan diri dan keluarga masing- masing.
Berdasarkan hal ini maka diperlukan sebuah kajian tentang
kesiapsiagaan rumah tangga dalam mengantisipasi bencana
banjir. (Murbawan, I., Ma'ruf, A., & Manan, A. , 2018: 60)
2.2.2.Penyelenggaraan Penanggulangan Banjir
Banjir sebuah malapetaka yang selalu ingin dihindari
setiap orang. Berbagai kerugian akan dirasakan ketika luapan
air menggenangi suatu wilayah, utamanya area pemukiman.
9
Banjir yang membawa dampak merugikan sesungguhnya yang
membuat orang ingin menghindarinya sehingga terpikir untuk
berupaya menanggulanginya. Hal ini dipahami karena banjir
tidak dapat dicegah, tetapi bisa dikontrol dan dikurangi dampak
kerugian yang ditimbulkannya (Sebastian, L,2008:104).
2.2.3. Kebijakan HukumTentang Banjir
Kebijakan hukum lahir melalui institusi atau pejabat
yang berwenang untuk merealisasikan tujuan yang hendak
dicapai. Kebijakan hukum sering juga dinamai politik hukum
dimana peran pemerintah ada di dalamnya.Dinamakan politik
hukum sebagai bagian dari politik sosial dimana nampak bahwa
warna dan kualitas hukum yang berlaku dalam masyarakat akan
tergantung pada warna dan kualitas sistem politik yang
memegang kendali pemerintahan (Apriansyah,2017:189).
2.3. Daerah Aliran Sungai
10
Hardjosoemantri pengaturan terkait perlindungan dan
pengendalian pemanfaatan air bumi(air tanah) hendaknya
ditingkatkan kualitasnya terutama kejelasan pengaturan tentang
wewenang pemerintah agar sumber air yang besar tersebut tidak
rusak akan tetapi dikelola secara lestari ((Muhjad,2015:104)..
2.3.2. Problematika Daerah Aliran Sungai
11
etika lingkungan maka perlu direfleksikan dengan pembangunan
berkelanjutan (Sinamo, 2010:73).
2.4. Sungai Konaweha
Sungai Konoweha atau Sungai Sampara adalah sungai di
Provinsi Sulawesi Tenggara, Indonesia dan merupakan salah satu sungai
terpanjang serta terbesar di pulau Sulawesi dengan panjang sekitar 341
Km.Sungai ini berhulu di Gunung Bulu Brama, Kecamatan Uluiwoi,
Kabupaten Kolaka Timur dan bermuara ke Laut Banda dekat Kecamatan
Kapoiala, Kabupaten Konawe melintasi 3 kabupaten yaitu Kabupaten
Kolaka Timur, Kabupaten Konawe Selatan , Kabupaten Konawe. Salah
satu peranannya yang sangat vital adalah sebagai sumber air bagi
pemenuhan kebutuhan domestik, industri dan irigasi
(Marwah,2014:209).
LANDASAN TEORI
2.1. Teori Negara Hukum (Grand Theory)
Secara kesejarahan, konsep negara hukum bercirikan
demokrasi ditemukan di negara kota (polis) Athena di Yunani sejak
berabad-abad yang lalu. Namun dalam negara hukum modern di abad
ke 20 sekarang ini memunculkan tipe negara hukum materiil/modern
atau negara kesejahteraan.Cirinya, hubungan antara negara dan
masyarakat bersifat aktif. Artinya rakyat berpastisipasi dalam
pemerintahan dan negara aktif mengatur dan mengurus perekonomian
dan kesejahteraan masyarakat (Atmadja ,Wiyono dan
Sudarsono,2015:13).
2.2. Teori Politik Hukum (Middle Range Theory)
Pada setiap negara memiliki politik hukumnya masing-
masing sebagai bagian dari kebijakan negara. Pengertian mengenai
politik hukum sama halnya dengan pengertian hukum dimana para
ilmuan hukum belum ada pemahaman yang sama. Hal mana para
ilmuan dimaksud memandang hukum atau politik hukum berdasarkan
perspektif mereka masing-masing.Namun dari berbagai
pengertian/definisi itu pada substansinya sama(Mahfud MD,2011:1).
12
2.3. Teori Hukum Responsif Philippe Nunet dan Philip Zelznick
(Applied Theory)
13
BAB IV
METODOLOGI
14
hukum, Amiruddin dan Asikin (2014), sementara secara empiris meninjau
fungsi dari suatu hukum atau aturan dalam hal penerapannya di ruang
lingkup masyarakat.Peneliti harus memeriksa kembali informasi yang
diperoleh dari responden atau informan dan nara sumber, terutama
kelengkapan jawaban yang diterima apabila peneliti menggunakan banyak
tenaga dalam pengambilan data (Fajar dan Achmad, 2015:181).
3.4. Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosial legal research
.Sosiolegal bersifat interdisipliner dari studi besar tentang ilmu hukum dan
ilmu-ilmu tentang hukum dari perspektif kemasyarakatan yang lahir
sebelumnya. Studi sosiolegal melakukan studi tekstual, pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan dan kebijakan dapat dianalisis secara kritikal
dan dijelaskan makna dan implikasinya terhadap subyek hukum.Dalam hal
ini dapat dijelaskan bagaimanakah makna yang terkandung dalam pasal-
pasal tersebut merugikan atau menguntungkan kelompok masyarakat
tertentu dan dengan cara bagaimana, (Irianto,2011:177-178).
3.5. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh di lapangan sebagai sumber pertama, yakni
perilaku masyarakat,melalui penelitian, Soerjono Soekanto(2014).. Data
primer merupakan hasil observasi serta wawancara ke berbagai pihak terkait
kajian pembentukan produk hukum upaya penanggulangan banjir di Daerah
Aliran Sungai Konaweha.Sementara data sekunder telah tersususn dalam
bentuk dokumen-dokumen,Suryabrata (2012).Data sekunder/bahan hukum ini
dikualifikasikan sebagai bahan hukum primer: perundang-undangan,catatan-
catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan
putusan-putusan hakim.Bahan hukum sekunder yaitu semua publikasi tentang
hukum yang bukan merupakan dokumen resmi: buku-buku teks,jurnal-jurnal
hukum dan komentar-komentar atas putusan pengadilan, (Marzuki,2010:181).
3.6. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan observasi dan
wawancara yang mendalam dengan para key informan yang sudah
15
ditentukan peneliti berdasarkan karakteristik penelitian. Menurut Larry
Cristensen,Sugiyono(2017). Observasi diartikan sebagai pengamatan
terhadap perilaku manusia dalam situasi tertentu,untuk mendapatkan
informasi tentang fenomena yang diinginkan. Menurut Sutrisno Hadi
bahwa dalam wawancara anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti adalah
sebagai berikut:
1. Bahwa subyek (informan/responden) adalah orang yang
paling tahu tentang dirinya sendiri.
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peneliti
adalah benar dan dapat dipercaya
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan
yang diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa
yang dimaksud peneliti, (Sugiyono, 2017:188).
Informan (responden) yang akan diwawancarai antara lain Kepala
BNPB Sultra (atau Staf yang ditunjuk), Kadis Kehutanan (atau Staf yang
ditunjuk), pihak BPDASHL Sampara, pihak Balai Wilayah Sungai Sulawesi
IV, pihak BKSDA Sulawesi Tenggara, Pihak Dinas Lingkungan Hidup
Provinsi Sulawesi Tenggara, Pihak Dinas Lingkungan Hidup di Kolaka,
Koltim, Konawe, Konawe Utara, Konsel dan Kota Kendari, Pihak BNPB di
di Kolaka, Koltim, Konawe, Konawe Utara, Konsel dan Kota Kendari, dan
LSM Lingkungan.
Sementara pengumpulan data sekunder, dilakukan dengan studi
kepustakaan (dokumentasi) yaitu serangkain usaha untuk memperoleh data
dengan cara membaca, menelaah, mengklasifikasikan dan dilakukan
pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan-peraturan,
literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dikemukakan,
(Soekanto & Mamudji,2011:12-14).
3.7. Teknik Analisis Data
Menganalisis data merupakan suatu langkah yang sanagt kritis
dalam penelitian. Peneliti harus menentukan pola analisis mana yang
akandigunakan. Penelitian ini memakai metode analisis kualitatif yang
berlandaskan pada filsafat post-positivisme, diugnakan untuk meneliti
16
obyek yang alamiah , dimana peneliti sebagai instrument kunci, Suteki &
Taufani (2018).Data serta bahan hukum yang telah dikumpulkan menjadi
sebuah data kualitatif dianalisis secara mendalam dan terperinci sehingga
sifatnya panjang lebar. Akibatnya datanya bersifat spesifik, terutama untuk
meringkas data dan menyatukannya dalam satu alur analisis yang mudah
dipahami pihak lain.
3.8. Teknik Validasi Data
Teknik validasi data bertujuan untuk mengetahui sejauhmana
keabsahan data yang telah diperoleh dalam penelitian. Teknik yang
digunakan adalah triangulasi pada sumber, yakni (1) melakukan
perbandingan antara data yang diperoleh dari hasil observasi dengan data
yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan; (2) melakukan
perbandingan antara persepsi, pandangan dan pendapat umum dengan
persepsi, pandangan dan pendapat peneliti; (3) melakukan perbandingan
antara hasil wawancara dengan dokumen-dokumen hasil kajian pustaka.
Setelah proses triangulasi dilakukan, barulah peneliti menentukan data yang
dinilai sah untuk digunakan sebagai bahan penelitian.
17
BAB IV
ANALISIS DATA
18
Tabel. 4.1.
Nama dan Jumlah Kecamatan Masing-masing Kabupaten/Kota
di DAS Konaweha
19
gambaran bahwa di suatu daerah tertentu memang memiliki rekam jejak atas
kejadian bencana banjir.
Tiga daerah yang akan dianalisis ini sengaja diberi warna sebagai
pembeda dengan 4 daerah DAS Konaweha lainnya. Ketiga daerah
administratif dimaksud masing-masing Kabupaten Konawe, Kabupaten
Kolaka Timur serta Kota Kendari. Kabupaten Konawe dipilih disamping
memiliki kecamatan terbanyak di DAS Konaweha karena baik Kabupaten
Konawe Selatan maupun Konawe Utara adalah hasil pemekaran dari
Kabupaten Konawe sebagai daerah induk. Sementara, Kabupaten Kolaka
Timur dipilih, selain sebagai tempat keberadaan hulu sungai Konaweha,
juga memiliki kecamatan di DAS Konaweha yang jauh lebih banyak
dibandingkan Kabupaten Kolaka dan Kolaka Utara. Kota Kendari menjadi
sampel, selain satu-satunya wilayah administratif yang berstatus kota yang
menjadi cakupan DAS Konaweha, juga karena kedudukannya sebagai ibu
kota provinsi yang memiliki fungsi strategis sebagai pusat pemerintahan
provinsi.
Bencana banjir sebagai dampak meluapnya sungai Konaweha tidak
dapat dipisahkan dengan DAS Konaweha itu sendiri. Wilayah Kabupaten
Konawe juga merupakan cakupan DAS Konaweha sehingga memiliki
urgensi untuk dianalis sehubungan potensi banjir yang ada. Sebagaimana
informasi pihak BPBD Kabupaten, diwilayah Kabupaten Konawe pernah
mengalami bencana banjir yang cukup luar biasa pada tahun 2019. Rekam
jejak terjadinya banjir di Kabupaten Konawe itu tentu merupakan bahan
riset yang penting untuk dianalisis. Bencana banjir yang terjadi dalam
cakupan DAS Konaweha di wilayah Kabupaten Konawe dapat disaksikan
melalui Data BPBD Konawe tahun 2019, berikut ini.
Tabel 4.2.
20
Rekapitulasi Bencana Banjir Tahun 2019
21
Data tersebut salah satunya menunjukkan bencana banjir tahun 2019 yang
terjadi di tujuh kecamatan:
Tabel 4.3.
Data Resume Kejadian Bencana
Kabupaten Kolaka TimurTahun 2019
No Kecamatan Desa
1 Ladongi 4 Desa
2 Loea 1 Desa
3 Dangia 10 Desa
5 Tirawuta 4 Desa
6 Uluiwoi 9 Desa
7 Ueesi 11 Desa
Jumlah 39 Desa
Sumber: BPBD Kabupaten Kolaka Timur
22
No Kecamatan Kelurahan
1. Baruga Kel. Lepo-lepo
2. Poasia Kel. Kambu
Sumber: BWS IV Kendari, 4Juni2019
23
lahan yang fungsinya kurang baik sebagai media produksi untuk
menumbuhkan tanaman yang dibudidayakan atau yang tidak dibudidayakan.
Dari pengertian tersebut diketahui bahwa lahan kritis kurang baik
sebagai media produksi untuk menumbuhkan tanaman. Sementara tanaman
merupakana yang ada di hutan-hutan wilayah DAS memiliki fungsi untuk
menyerap air. Jika kondisi lahan kritis sangat dominan di wilayah DAS
dengan sendirinya ancaman bencana banjir juga demikian besar akibat air
tidak terserap dengan baik. Akibat air tidak terserap dengan baik pada musin
hujan dengan curah yang tinggi tentu membuat debit air sungai meningkat.
Ketika volume air tidak tertampung di badan sungai akan terjadi bencana
banjir.
DAS Konaweha yang berada di tujuh kabupaten dan kota di Provinsi
Sulawesi Tenggara juga memiliki laha-lahan yang berkategori kritis. Hal ini
harus menjadi perhatian agar dapat mengantisipasi banjir dari aspek lahan
kritis yang ada. Eksploitasi lahan yang berlebihan dapat ditimbulkan oleh
minimnya tindakan konservasi pada wilayah DAS. Jika kondisi yang
demikian dilakukan pembiaran tentu merupakan ancaman bagi kualitas
lahan. Hal inilah yang menyebabkan penambahan terhadap adanya lahan
kritis dan lahan-lahan potensial kritis. Pengendalian lahan kritis menjadi
penting agar luasannya tidak mendominasi di wilayah DAS Konaweha .
Tabel 4.5.
24
sangat serius atas kelestarian hutan pada wilayah DAS Konaweha akibat
serapan air yang menuju sungai Konaweha menjadi minim. Daya serap yang
begitu rendah akan berpengaruh pada meningkatnya debit air sungai
Konaweha ketika curah hujan cukup tinggi. Kondisi ini pada akhirnya
menimbulkan banjir ketika badan sungai tidak mampu lagi menampung
debit air yang ada.
Kondisi 94,94 % lahan di DAS yang secara akumulatif terdiri dari
lahan potensial kritis, agak kritis, kritis dan sangat kritis memerlukan
perhatian yang serius. Dengan hal ini diperlukan adanya kebijakan yang
sifatnya mengendalikan. Tindakan pengendalian lahan kritis tersebut
diarahkan agar :
pengurangan luas lahan kritis terealisasi.
kemampuan lahan untuk mendukung fungsi dan peruntukannya
mengalami peningkatan.
masyarakat menjadi peduli pada rehabilitasi dan pemulihan lahan
kritis.
pemulihan kesuburan tanah dan meningkatnya produktifitas lahan
terwujud.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan mengenai kondisi serius
tetang lahan kritis di wilayah DAS Konaweha tidak dapat hanya ditopang
oleh Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Secara substantif peraturan
daerah ini tidak akan mampu mengakomodir pengaturan tentang lahan kritis
di Sulawesi Tenggara. Dipahami juga bahwa berdasarkan Lampiran
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015
dikatahui ada sebanyak 722 DAS di Sulawesi Tenggara. Dengan DAS yang
sejumlah itu maka dipandang perlu untuk melahirkan adanya produk hukum
daerah yang pro terhadap pengedalian lahan kritis di Sulawesi Tenggara.
Berlandaskan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Konservasi
Tanah Dan Air tentu dipandang pantas dan layak untuk membentuk regulasi
daerah terkait pengendalian lahan kritis.
25
4.3. Analisis Data Terhadap Luas Lahan Berdasarkan Tingkat Bahaya Erosi
Di DAS Konaweha
Dalam pemanfaatan lahan pada daerah aliran sungai sudah
selayaknya mematuhi kaidah konservasi tanah dan air. Jika mengabaikan
kaidah dimaksud maka merupakan ancaman tersendiri bagi DAS
bersangkutan, terutama bahaya erosi (Komaruddin, N., 2008). Berdasarkan
pandangan tersebut maka pemanfaatan lahan pada DAS Konaweha
memerlukan perlakuan yang sama agar bahaya erosi dapat dihindari atau
setidak-tidaknya dapat diminimalisir.
Berdasarkan data yang dimiliki oleh pihak BPDASHL Sampara,
Kendari, Sulawesi Tenggara, terdapat lahan dengan Tingkat Bahaya Erosi
(TBE) seluas 697.947,51 ha dengan berbagai kategori mulai dari yang
sangat ringan, ringan, sedang , berat hingga sangat berat.
Tabel 4.6.
26
Erosi yang tinggi pada lahan berpotensi untuk menurunkan atau
kemampuan tanah memasukkan dan menahan air. Keadaan yang demikian
tidak mungkin dibiarkan terus menerus. Erosi yang tinggi pada DAS
Konaweha mengandung arti bahwa ancaman banjir pada sungai Konaweha
sangat terbuka akibah kemampuan lahan DAS yang mengalami penurunan
kemampuan tanah memasukkan dan menahan air.
Menyikapi bahaya erosi yang menimbulkan potensi bahaya banjir
pada sungai Konaweha maka diperlukan adanya sikap untuk mematuhi
kaidah konservasi tanah dan air bagi seluruh kalangan yang berkepentingan.
Kaidah- kaidah yang mengatur konservasi tanah dan air dapat ditemukan
pada norma-norma yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 37
Tahun 2014 Tentang Konservasi Tanah Dan Air serta produk hukum
turunannya.
4.4. Analisis Peristiwa Banjir DAS Konaweha Berdasarkan Data Kejadian
Bencana Kabupaten Kolaka Timur Tahun 2020
Sebagaimana diketahui bahwa sungai Konaweha memiliki hulu di
Gunung Bulu Brama, Kecamatan Uluiwoi, Kabupaten Kolaka Timur. Hulu
sungai yang berada di Kabupaten Kolaka Timur perlu dicermati secara
seksama karena kejadian di hulu tentu akan memiliki pengaruh di sepanjang
sungai hingga ke muara. Bencana banjir yang terjadi di hulu sungai
Konaweha dan sekitarnya sebagai bagian dari DAS juga menjadi relevan
untuk dicermati karena berdampak bagi sungai tersebut. Atas pertimbangan
ini maka peristiwa banjir di kawasan ini perlu dianalisis berdasarkan data
banjir di wilayah DAS Konaweha di Kabupaten Kolaka Timur. Berdasakan
Laporan Kejadian Bencana Tahun 2020 milik BPBD Kabupaten Kolaka
Timur diperoleh data sebagai berikut.
Tabel 4.7.
Data Peristiwa Banjir Tahun 2020 di DAS Konaweha Kolaka Timur
27
Sumber:BPBD Kolaka Timur
28
(Perda No.1/2015). Dimana Perda dimaksud lahir sebagai akibat adanya
kerusakan daerah di Sulawesi Tenggara yang semakin memprihatinkan
sebagaimana dituangkan dalam konsiderans menimbang pada huruf b.
BAB V
29
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Sebagai lokasi penelitian, Daerah Aliran Sungai (DAS) Konaweha
merupakan DAS terluas yang ada di provinsi Sulawesi Tenggara. Pada
wilayah DAS ini memiliki dua musim yakni musim Kemarau dan musim
hujan. Pada musim penghujan berlangsung antara bulan Mei dan bulan
Agustus, sementara untuk musin kemarau terjadi antara bulan September
sampai dengan bulan Januari. DAS Konaweha mempunyai curah hujan
kurang dari 2.000 mm/tahun, meliputi wilayah sebelah selatan, batas antara
Kabupaten Konawe – Kabupaten Kolaka. Curah hujan yang paling dekat
dengan DAS Konaweha dapat diperoleh dari stasiun Abuki, Lambuya,
Mowewe, Kendari dan Motaha, curah hujan rata-rata pada ke lima stasiun
tersebut 1.194,49 mm per tahun (http: // sda. pu. go. id/ produk/ view_
produk/ Pola_ PSDA_Wilayah_Sungai_Lasolo-Konaweha, diakses 12 Mei
2021).
Secara yuridis sejak tahun 2011, Konaweha merupakan DAS yang
menjadi prioritas pengelolaannya sesuai Keputusan Menteri Kehutanan RI
Nomor : SK.511/Menhut-V/2011 tentang Penetapan Peta Daerah Aliran
Sungai. Hal-hal yang menjadi pertimbangan yang menjadikan DAS
Konaweha sebagai DAS prioritas antara lain: (1) merupakan DAS terluas di
Sulawesi Tenggara; (2) secara administrasi mencakup 7 (tujuh) daerah
otonom yakni Kabupaten Konawe, Konawe Selatan, Kolaka, Kolaka Timur,
Kolaka Utara, Konawe Utara dan Kota Kendari (BPDASHL Sampara,2014:
2) Urgensi atas pengelolaan DAS tersebut tidak lepas dari ketersediaan
lahan di kawasan tersebut. Penggunaan lahan yang tidak terkendali merusak
DAS irusendiri sebagai kawasan tadah hujan.
Gambar 5.1.
Peta Wilayah DAS Konaweha
30
Sumber: Tanika, L. (2013).
31
batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai
dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. Kondisi
ini menggambarkan relasi antara sungai Konaweha dengan DASnya
memiliki pengaruh yang sangat kuat. Ketika DAS yang ada mengalami
gangguan akan berpengaruh pada sungai Konaweha itu sendiri. Fakta
menunjukkan bahwa perubahan atas penggunaan lahan pada wilayah DAS
Konaweha membawa akibat pada debit air sungai. Perubahan dimaksud
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan debit minimum dan peningkatan
debit maksimum. Fakta menunjukkan bahwa pada Mei 2000 terjadi banjir
dengan debit + 380 m3/ det yang menyebabkan lebih dari 10.000 ha sawah
di wilayah irigasi Wawotobi terendam banjir. Pada tahun yang sama dari
September sampai November terjadi kekeringan dengan debit minimum
rata-rata 10,6 m3/ det yang mengakibatkan lebih dari 5.000 ha sawah di
wilayah tersebut tidak mendapatkan pasokan air yang cukup. September
2003, debit minimum Sungai Konaweha sebesar 27 m3/ det, tahun 2006 dan
2008 pada bulan yang sama, debit minimum menjadi 23 m3/ det dan 20 m3/
det (Sub Dinas PU Pengairan Provinsi Sultra, 2010). Jika kecenderungan
penurunan ini terus berlanjut, maka diperkirakan akan terjadi defisit air pada
musim kemarau (Marwah,2014:208-209).
Kawasan hutan pada kawasan DAS Konaweha memiliki fungsi
yang tidak semata-mata strategis tetapi sangat vital. Pada periode 1991-1999
luas hutan tersebut mengalami penurunan 1,25% per tahun, periode 2001-
2005 turun 0,52% per tahun dan laju penurunan luas hutan periode 2006-
2011 adalah 0,90% per tahun, dengan laju rata-rata 0,89% per
tahun,sehingga diperkirakan luas hutan tahun 2030 adalah 27,4%, tahun
2040 menjadi 18,5% dan tahun 2050 menjadi 9,6%. Koefisien aliran
permukaan dan debit maksimum akan meningkat dan debit minimum
menurun seiring dengan penurunan luas hutan dan peningkatan luas
penggunaan lahan lain. Neraca ketersediaan dan kebutuhan air tahunan dan
neraca ketersediaan dan kebutuhan air musim hujan masih surplus air,namun
demikian pada musim kemarau terjadi defisit air khususnya bulan september
dan oktober yang mulai terjadi tahun 2019 (La Baco dkk.,2013). Berkaitan
32
dengan ini maka kebijakan serta program pengelolaan sumber daya hutan
oleh pemerintah perlu mempertimbangkan secara lebih cermat aspek untung
ruginya.
Dipahami kemudian bahwa hutan pada wilayah cakupan DAS
Konaweha selain berfungsi untuk menyerap karbon untuk keperluan
mengurangi efek pemanasan global secara lokal, di dalam hutanya juga
menghasilkan komoditi yang bersifat ekonomis semisal madu ataupun rotan
dam kayu. Selain itu fungsi hutan sendiri pada kawasan dimaksud
merupakan pengatur tata air secara alami yang akan memenuhi kebutuhan
berbagai sektor baik industri, pertanian mamupun kebutuhan domestik
warga. Ketersediaan air bagi wilayah DAS Konaweha yang meliputi
Kabupaten Kolaka Utara, Kolaka, Kolaka Timur, Konawe, Konawe Utara,
Konawe Selatan serta Kota Kendari sangat tergantung dari pasokan air
sungai Konaweha yang didukung oleh kelestarian fungsi hutan DAS
Konaweha.
Perkembangan yang kurang menggembirakan terjadi pada DAS
Konaweha akibat terjadi perubahan fungsi lahan. Di kecamatan Besulutu
Kabupaten Konawe sejak tahun 2011 telah terlihat adanya perkebunan
sawit. Hadirnya hamparan sawit ini cukup diirasakan oleh warga Desa
Laikandonga Kecamatan Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe Selatan.
Sebagimana diketahui bahwa Desa Laikandonga dan wilayah Besulutu
letaknya berseberangan karena sama-sama dilintasi oleh sungai Konaweha.
Hadirnya perkebunan sawit tersebut jelas-jelas merupakan ancaman secara
ekologis bagi wilayah DAS Konaweha akibat adanya konversi lahan dimana
menurut riwayatnya merupakan wilayah hutan yang saat ini telah berubah
menjadi perkebunan kelapa sawit. Konversi lahan ini dirasakan benar oleh
warga Desa Laikandonga yang berada di seberang wilayah Besulutu, dimana
air sungai yang mengalami pendangkalan yang pada akhirnya mengikis
lahan bibir sungai. Wilayah bibir sungai di Desa Laikandongan terus
mengalami pengkisan akibat sungai Konaweha yang mengalami
pendangkalan.
33
Perubahan yang terjadi pada DAS tidak semata berdampak pada
perubahan lahan, kualitas air sungai Konaweha juga menurun. Irwan,
Kepala Desa Laikandonga mengatakan bahwa pada tahun 2019 wilayahnya
terisolir akibat terkepung air banjir. Lahan di belakang rumahnya
sebelumnya cukup jauh dari bibir sungai namun di tahun 2021 ini sisa
sekitar 7 meter dari sungai akibat terkikis air dari waktu ke waktu. Sehingga
tidak mengherankan ketika banjir pada tahun 2019 lalu air naik hingga
mencapai 5 meter. Warga Laikandonga pergi mengungsi 49 Kepala
Keluarga (KK) kebanyakan menghuni rumah berbahan papan. Penurunan
kualitas air sungai Konaweha ini imbasnya juga ikan, udang serta belut di
dalamnya. Warga Laikandonga dulunya cukup sering menjumpai hewan-
hewan air tersebut namun kini sudah sulit ditemukan.
“Waktu saya masih SD hingga SMA itu air tidak cepat
kabur ketika hujan. Dulu sangat stabil, kalau hujan
permukaan sungai tidak tinggi dan kemarau tidak
mengering. Sekarang ini biar hujan sedikit saja air naik
dan keruh demikian juga kalau kemarau permukaan
sungai sangat jauh menyusut” (Wawancara, Irwan,
Kepala Desa Laikandonga, Rabu 18 Agustus 2021)
34
dengan bencana kejadian banjir sungai Lahumbuti sebagai anak sungai
Konaweha.
“Selain karena curah hujan yang tinggi karena di daerah
atas telah banyak alih fungsi lahan. Akibat alih fungsi
lahan seperti perkebunan sawit, banjir yang tadinya tidak
sampai mencapai tinggi jembatan di Kecamatan
Anggaberi kini sudah sampai banjirnya.” (Wawancara
Sainal, Kabid. Pencegahan dan Kesipasiagaan BPBD
Konawe, Senin 9 Mei 2021)
Fenomena perkebunan kelapa sawit di sejumlah wilayah
administrasi pemerintahan yang merupakan wilayah cakupan DAS
Konaweha bukan semata-mata di Konawe Selatan dan Konawe. Kabupaten
Kolaka Timur juga dapat dijumpai adanya tanaman kelapa Sawit.
Kecamatan Ladongi yang sebelumnya meliputi wilayah Dangia juga
banyak ditemui pohon kelapa sawit. Wilayah Dangia yang menjadi
kecamatan yang definitif kini juga sering mengalami banjir.
Kepala Desa Dangia H.Kamaruddin, Kecamatan Dangia,
Kabupaten Kolaka Timur, mengatakan, Desa Dangi merupakan desa yang
tidak jauh dari Rawa Aopa dimana anak sungai Konaweha banyak mengalir
ke rawa tersebut. Dirinya tidak memungkiri kalau lahan-lahan di Desa
Dangia dan sekitarnya banyak ditemui kebun-kebun sawit.
Kondisi yang sedikit berbeda di Wilayah DAS Konaweha
Kecamatan Wolo Kabupaten Kolaka. Keberadaan areal pertambangan serta
perkebunana milik warga di wilayah ini telah merambah lahan yang cukup
luas. Dampak dari penggalian tanah untuk diolah menjadi biji nikel telah
mencemari wilayah DAS yang kebetulan tidak jauh dari pantai muara
Lapao-pao. Keaslian hutan yang ada di wilayah ketinggian yang juga
dijadikan kebun oleh warga telah berdampak pada desa-desa di wilayah
Kecamatan Wolo.
Bencana banjir di Kecamatan Wolo merupakan kejadian yang
cukup sering ketika hujanya yang terjadi cukup lebat. Kondisi lahan di
wilayah ini memang di kerendahan sehingga sungai Lana yang ada di
wilayah ini menjadi banjir. Sutarno, S.T.,M.Si., Kepala Bidang Penanganan
Darurat dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten
35
Kolaka, mengatakan, Di Desa Ulu Lapao-pao setiap tahun banjir serta
bertambah tingginya akibatnya area terdampak semakin meluas.
“Yang jelas ada pengurangan terhadap luasan hutan yang
ada, Dulu waktu kita lewat di jalan terlihat yang
mengkilat-kilat (rumah beratap seng) di atas kawasan
hutan atas bukit itu sedikit tetapi seiring berjalannnya
waktu jumlah kilatan tersebut bertambah banyak.”(
Wawancara ,Sutarno, S.T.,M.Si., Kabid. Penanganan
Darurat dan Logistik BPBD Kabupaten Kolaka, Kamis, 3
Juni 2021)
36
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (l,embaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573).
Sejak ditetapkannya Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015
tentang Pengelolaan DAS (Perda No.1/2015) konsekuensinya adalah
seluruh pengelolaan DAS di Provinsi Sulawesi Tenggara sebagaimana
termuat di dalam lampirannya, tunduk pada Perda No.1/2015 tersebut, tanpa
kecuali DAS Konaweha. Sebagai regulasi daerah, pembentukan atas Perda
No.1/2015 ini tidak lepas dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah dimana pelaksanaan pengelolaan DAS lintas
kabupaten/kota dan dalam daerah kabupaten/kota menjadi kewenangan
pemerintah provinsi.
5.2.1. Latar Belakang Pembentukan Perda No.1/2015
Untuk memahami lebih jauh penerapan Perda No.1/2015
tersebut menjadi penting untuk memahami latar belakang
pembentukan perda tersebut. Hal ini dimaksudkan agar dalam
memahami penerapan Perda No.1/2015 tidak hanya dipahami secara
tekstual semata tetapi juga makna histrorisnya. Ketua Forum DAS
Sultra, Dr.Ir. La Baco Sudia, M.Si., mengatakan, hal yang
melatarbelakangi Perda No.1/2015, selain akibat disahkannya
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai juga karena difasilitasi oleh lembaga donor asal
Kanada yakni Program The Environmental Governance and
Sustainable Livehoods Program (EGSLP) di Sulawesi. Saat itu telah
berjalan hampir lima tahun setelah ditandatangani Menteri Negara
PPN/Kepala Bappenas, pihak EGSLP bersedia membiayai
penyusunan naskah akademik peraturan daerah tentang pengelolaan
DAS. Dipahami kemudian bahwa kunci pengelolaan DAS ada pada
pengaturannya serta bagaimana mengatur tata ruang, kawasan lindung
dan kawasan rawan banjir. Itu semua harus dibicarakan dalam satu
37
kesatuan pengelolaan DAS yang diimplementasikan dalam rencana
pengelolaan DAS Konaweha. Berdasarkan kenyataan itu maka timbul
gagasan bagaimana kalau seluruh DAS yang ada di Sulawesi
Tenggara dibuatkan aturannya. Dalam menyusun naskah
akademiknya kurang lebih ada 5 DAS di Sultra dijadikan sampel
yakni selain DAS Konaweha, ada DAS Lasolo, DAS Wanggu, DAS
Baubau dan DAS Jompi.
”Pihak donor menanggung penyusunan naskah
akademik sampai Perda itu disahkan”( Wawancara
Dr.Ir. La Baco Sudia, M.Si., Sabtu 1 Mei 2021 di
Kendari )
38
dianggap ideal, politik hukum tersebut merupakan mekanisme untuk
merealisasikan hukum yang dilandasi oleh wewenang serta keinginan
penguasa. Dalam pandangan teori hukum responsif sebagaimana
dikemukakan oleh Philippe Nonet dan Philip Selznick, keberadaan
Perda No.1/2015 merupakan sebuah kebijakan akomodatif dari
pemegang kekuasaan menyikapi perubahan sosial yang ada untuk
meminimalisir efek negatif dari pengelolaan DAS di provinsi
Sulawesi Tenggara.
5.2.2. Penerapan Perda No.1/2015 Dalam Pengelolaan DAS Konaweha
Jika mencermati politik hukum pengelolaan DAS di Sulawesi
Tenggara maka penerapan atas pengelolaan DAS Konaweha tidak
lepas dari Pasal 6 ayat (1) Perda No.1/2015 yang menyatakan
pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara meliputi tahapan kegiatan
sebagai berikut:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Monitoring dan evaluasi
d. Pembinaan dan pengawasan
Adanya 4 (empat) tahapan yang dijalankan dalam
pengelolaan DAS Konaweha sebagaimana Pasal 6 ayat (1) Perda
No.1/2015 merupakan langkah standarisasi pengelolaan DAS yang
dilakukan pemerintah daerah provinisi. Dimana setiap DAS yang ada
di Sulawesi Tenggara dikelola dengan pola tahapan yang sama
berdasarkan ketentuan hukum yang telah digariskan sehingga
pengelolaan dimaksud memiliki konsekuensi berupa
pertanggunganjawab secara hukum. Sebagai hukum prosedur akan
menentukan keabsahan dalam pengelolaan DAS. Hukum prosedur
harus dijalankan agar dijunjung tinggi karena sebagai negara hukum
berlakunya standar hukum akan menjamin perlakuan yang sama di
hadapan hukum agar menghadirkan hukum yang adil dan tidak
memihak.
39
Kondisi riil tentang penerapan Perda No.1/2015 dalam
pengelolaan DAS Konaweha akan diuraikan berdasarkan Pasal 6 ayat
(1) Perda No.1/2015 dengan tahapan-tahapan berikut ini:
a. Perencanaan
Perencanaan terhadap pengelolaan DAS Konaweha
dituangkan dalam suatu dokumen resmi dengan nomenklatur”
Rencana Pengelolaan DAS Konaweha”. Penyusunan dokumen
dimaksud agar pengelolaan DAS Konaweha dilaksanakan
berdasarkan prinsip keterpaduan dan kesetaraan. Pengelolaan DAS
tersebut juga disertai komitmen menerapkan penyelenggaraan
sumber daya alam yang adil, efektif dan efisien.
Urgensi dari tahap perencanaan karena menentukan
tentang tindakan selanjutnya untuk meminimalisir dampak negatif
dari keberadaan DAS Konaweha. Sejumlah wilayah telah
merasakan benar dampak negatifnya. Secara ilustratif pihak BPBD
Provinsi Sultra menggambarkan kondisi banjir di wilayah DAS
Konaweha di Kabupaten Konawe pada tahun 2019. Dedet Ilnari
Yusta, S.E., M.A.in CD., Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi
Sulawesi Tenggara, mengatakan, peristiwa di tahun 2019
merupakan bencana paling besar dalam 5 (lima) tahun terakhir.
“Bahkan sampai ada jembatan yang putus. Seperti di
Jembatan Ameroro diantara Kecamatan Uepai dan
Unaaha,Konawe.” (Wawancara Dedet Ilnari Yusta, S.E.,
M.A.in CD.,di Kendari, Rabu 28 April 2021)
40
Secara lebih lengkap pihak BPBD Kabupaten Konawe
telah mencatat atas adanya dampak bencana banjir pada tahun
2019. Dimana dampak yang tercatat meliputi sebagaimana tercatat
di bawah ini:
Gambar 5.6
Data Dampak Banjir 16 Juni 2019
di Kabupaten Konawe
41
suatu tindakan antisipatif. Sebuah perencanaan yang baik
merupakan bentuk antisipasi meskipun belum tentu mampu
menghentikan secara tuntas adanya bencana yang timbul diwilayah
DAS Konaweha. Namun setidaknya dengan perencanaan yang
terprogram dengan baik diharapkan mencegah ekses negatif yang
ditimbulkan akibat keberadaan DAS Konaweha.
Berdasarkan pemahaman Pasal 6 ayat (1) Perda No.1/2015
itu maka penerapan pengelolaan DAS Konaweha harus
dilaksanakan melalui tahapan-tahapan sebagaimana dimaksudkan.
Muhmmad Aziz Absoni, Kepala BPDASHL Sampara, mengatakan
bahwa tahap perencanaan pengelolaan DAS Konaweha melibatkan
instansi terkait yang ditetapkan melalui SK Gubernur. Tim
selanjutnya akan menyusun perencanaan berdasarkan potensi
masalah dalam bentuk matriks yang dituangkan dalam bentuk
rencana aksi. Penyusunan perencanaan itu akan disetujui oleh
Gubernur yang selanjutnya disosialisasikan oleh pihak BPDASHL
kepada instansi – instansi berkompeten. Sementara pada tahap
Pelaksanaan secara operasional dilakukan oleh tim yang telah
termuat dalam matriks perencanaan. Tim pelaksana yang terlibat
ditentukan berdasarkan urgensi yang telihat dalam Matriks yang
berisi rencana aksi pengelolaan DAS tersebut.
”Kemudian ini tergantung pihak-pihak yang
disosialisasi karena apa yang disampaikan oleh
BPDAS tidak mengikat. Dari matriks tersebut
termuat sebuah rencana aksi dan akan kelihatan
tentang siapa bertanggung jawab apa”
(Wawancara Muhammad Aziz Absoni, di
Kendari, Jumat 30 Juli 2021)
42
yang artinya perencanaan pengelolaan DAS sebagai suatu
dokumen resmi adalah sah adanya. Namun perencanaan sebagai
produk tindakan administrasi belum tentu mengikat semua pihak.
Otoritas Gubernur hanya berlaku dalam lingkup wewenangnya
sementara dalam pengelolaan DAS yang sifatnya lintas sektoral
tidak terjangkau semua oleh wewenang dimaksud. Pada sisi lain,
sekalipun perangkat daerah di bawah kendali gubernur jika produk
tim perencanaan itu bukan merupakan prioritas penganggaran
dalam pengelolaan DAS maka hal ini juga merupakan suatu
kendala. Organisasi Perangkat Daerah akan menolak membiayai
jika mereka memandang sebagai suatu penyimpangan anggaran
atau bukan penyimpangan anggaran tetapi bukan merupakan
prioritas untuk dibiayai.
b. Pelaksanaan
Perihal tahapan pelaksanaan Pasal 6 ayat (1) Perda
No.1/2015 itu juga disampaikan oleh La Ode Yulardhi Yunus,
Kepala Bidang Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan (PDAS RHL) Dinas Kehutanan Provinsi Sultra.
Menurutnya, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2014 tentang Pemerintahan Daerah maka pengelolaan hutan
lindung dan hutan produksi lintas kabupaten/kota merupakan
wewenang pemerintah provinsi.
“Jadi kalau ada dana APBD maka dilaksanakan
di luar kawasan hutan kita di lahan-lahan APL
(Areal Penggunaan Lain). Kalau di dalam DAS
bukan domain kami.” (Wawancara La Ode
Yulardhi Yunus, Rabu, di Kendari,14 April
2021)
43
wewenang Gubernur. Berdasarkan ketentuan Pasal 42 huruf b PP
No.37/2012 itu maka dalam rangka pengelolaan DAS bukanlah
hal yang dilarang jika menggunakan dana APBD. Bahkan ketika
menyangkut inventarisasi hutan di tingkat DAS Konaweha sebagai
wilayah administratif Provinsi Sulawesi Tenggara. Tindakan
inventarisasi hutan ini dilaksanakan untuk mengetahui dan
memperoleh data dan informasi tentang sumber daya, potensi
kekayaan alam hutan serta lingkungannya secara lengkap. Pasal 9
ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor
23 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan, sebagai
peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja, menyatakan sebagai
berikut:
“Inventarisasi hutan tingkat DAS
diselenggarakan oleh gubernur pada DAS yang
wilayahnya di dalam provinsi.”
44
sosial yang ada akibat penerapan hukum. Hal ini dipahami karena
hukum merupakan media untuk merespon kebutuhan dan aspirasi
sosial.
c. Monitoring dan Evaluasi
45
Sumber: Data olahan AreGIS 2019 (Hardianti, A., & Harudu, L. (2019). Pemetaan Persebaran Hutan Menurut
Klasifikasi Arahan Fungsi Kawasan Hutan Di Kabupaten Konawe Selatan Berbasis Sig. Jurnal Penelitian Pendidikan
Geografi, 4(3), 79-88.)
46
kejadian banjir di Desa Wundongohi dan Desa Andabia di
Kecamatan Anggaberi Kabupaten Konawe pada 9 Juni 2019.
Alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit pada
DAS Konaweha terlihat di wilayah Kabupaten Konawe. Di Desa
Duriasih Kecamatan Wonggeduku, terlihat secara jelas perkebunan
sawit dengan areal persawahan yang berdampingan. Sebagaimana
dikatahui, dari sisi investasi buah sawit sebagai komoditi
perdagangan baik dalam negeri atau luar negeri dinilai sangat
menguntungkan. Tidak mengherangkan jika perkebunan sawit
terus berkembang seiring tingginya permintaan komoditi ini, tidak
terkecuali di wilayah Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Desa Duriasih secara administratif berada kecamatan
Wonggeduku yang merupakan wilayah cakupan DAS Konaweha.
Ancaman ekspansi lahan sawit di wilayah ini begitu nyata yang
tidak menutup kemungkinan ketika perkebunan sawit tersebut
berkembang pesat maka lahan sawahnya akan dikonversi menjadi
kebun sawit. Kondisi ini dapat terlihat nyata ketika tim peneliti
melakukan kunjungan lanpangan di Kabupaten Konawe.
47
didalamnya menjadi acuan untuk menyikapi pengelolaan DAS
Konaweha. Perencanaan yang di dalamnya memuat rencana aksi
secara jelas melibatkan instansi-instansi yang terlibat dalam
monitoring dan evaluasi.
Adanya fakta yang mengemuka sebagaimana disampaikan
oleh informan diatas bukan semata-mata yang menjadi kendala
dalam tahapan monitoring dan evaluasi. Perda No.1/2015 sendiri
telah memberi wewenang secara atribusi kepada Gubernur untuk
menjalankan monitoring dan evaluasi atas pengelolaan DAS.
Namun dalam menjalankan wewenang tersebut memerlukan suatu
tata cara monitoring dan evaluasi. Untuk merealisasikan suatu tata
cara monitoring dan evaluasi juga memerlukan peraturan delegasi
setingkat peraturan Gubernur, sebagaimana Pasal 37 Perda
No.1/2015 menyatakan bahwa:
“Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
monitoring dan evaluasi Pengelolaan DAS,
diatur dengan Peraturan Gubernur.”
48
Permasalahan yang terjadi pada tahap monitoring dan
evaluasi sebagaimana telah diuraikan tersebut diatas kemudian
berimbas pada tahap pembinaan dan pengawasan akibat Perda
No.1/2015 yang sudah ditetapkan belum ditindaklanjuti dengan
peraturan pelaksanaannya. Padahal sesuai Pasal 40 ayat (2) Perda
No.1/2015 , menegaskan bahwa: “ketentuan lebih lanjut mengenai
tata cara pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan DAS
diatur dengan Peraturan Gubernur.”
Pihak BPDASHL Sampara sebagai salah satu unsur yang
terlibat dalam pengelolaan DAS Konaweha merasakan betul
perihal dampak belum ditetapkannya tata cara pembinaan dan
pengawasan kegiatan pengelolaan DAS di wilayah Sulawesi
Tenggara. Kondisi ini memiliki dampak ikutan terhadap
pengelolaan DAS Konaweha.
“Ketika Perdanya tidak memiliki peraturan
pelaksana maka pengelolaan DAS mengalami
stagnasi. Pelaksana di lapangan akan ragu
bertindak kalau tidak ada peraturan
pelaksanannya karena merasa belum memiliki
legitimasi.” (Wawancara Muhammad Aziz
Absoni, di Kendari, Jumat 30 Juli 2021)
49
“Kami pernah pergi cek naik katinting. Sekarang
petani rumput laut sudah tidak ada lagi di lokasi
akibat pencemaran. Gunung masih ada saat ini
belum merupakan ancaman. Jika nanti telah
ditambang ore nikelnya baru ada ancaman.”
( Wawancara Masjidin, AMd.Kom., di Wolo,
Kamis 8 Juli 2021)
50
Fakta yang terungkap berdasarkan informan penelitian di
Kabupaten Kolaka serta Kabupaten Konawe tersebut diatas
menggambarkan betapa dampak adanya stagnasi pengelolaan DAS
Konaweha akibat pembinaan dan pengawasan yang belum berjalan
menimbulkan kerugian yang besar dari sisi pelestarian alam di
wilayah DAS Konaweha. Ancaman terhadap bahaya banjir sangat
besar resikonya akibat degradasi lahan baik oleh perkebunan warga
ataupun perkebunan kelapa sawit. Peraturan Gubernur tentang tata
cara pembinaan dan pengawasan kegiatan pengelolaan DAS
dirasakan begitu mendesak agar penerapan Perda No.1/2015 tidak
mengalami hambatan secara operasional.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan diatas maka penerapan
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015
Dalam Pengelolaan DAS Konaweha, secara operasional belum dapat
berjalan secara optimal. Dari segi pengelolaan DAS Konaweha mengalami
kendala yang serius karena mengalami stagnasi dari aspek perencanaan.
Pengelolaan DAS Konaweha yang begitu stagnan karena peraturan
pelaksanaan yang dituangkan ke dalam Peraturan Gubernur belum pernah
ditetapkan sejak lahirnya peraturan daeran tentang pengelolaan DAS di
Sulawesi Tenggara pada tahun 2015 silam.
5.3. Problematika Penanggulangan Banjir di DAS Konaweha
Setelah mencermati permasalahan penerapan Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015 (Perda No.1/2015)
dalam pengelolaan DAS Konaweha sebagaimana telah dibahas pada sub
bahasan Bab V point 5.2. penelitian ini maka problematika penanggulangan
banjir di DAS Konaweha akan dibahas berdasarkan hal-hal berikut ini:
5.3.1. Masalah Penyesuaian dengan Peraturan yang Lebih Tinggi
a. Penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja
Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) memerlukan
operasionalisasi sehubungan dengan diterbitkannya sejumlah
peraturan delegasinya. Hingga per 24 Februari 2021, pemerintah
51
telah menerbitkan sebanyak 45 Peraturan Pemerintah sebagai
produk turunan dari UU Cipta Kerja. Dinamika perundang-
undangan tersebut tentu memberi konsekuensi perundang-
undangan di level bawah termasuk di dalamnya Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015 (Perda
No.1/2015).
Sebagaimana dipahami bahwa sebagai hukum positif
Perda No.1/2015 tersebut terikat dengan asas hukum lex superior
derogat legi inferior yang berarti peraturan yang lebih rendah (lex
inferior) tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih
tinggi (lex superior). Kondisi ini harus dimaknai bahwa landasan
hukum dipakai oleh Perda No.1/2015 yang telah dibatalkan
sebagai konsekuensi lahir oleh UU Cipta Kerja sebagai aturan
baru menggantikan undang-undang yang lama telah usang.
Berangkat dari kenyataan tersebut maka dibutuhkan tindakan
penyesuaian dengan peraturan yang lebih tinggi yang
menggantikan landasan hukum Perda No.1/2015 yang telah usang
tersebut.
Pihak Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara
telah mencermati dinamika hukum yang terjadi sebagai akibat
terbitnya UU Cipta Kerja tersebut. La Ode Yulardhi Yunus,
Kepala Bidang Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan dan
Lahan, Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tenggara,
mengatakan, banyaknya regulasi yang diperbaharui oleh
pemerintah pusat membuat Perda No.1/2015 mengalami
kesulitan untuk diterapkan. Menurutnya, pengelolaan DAS di
daerah memerlukan revisi atas peraturan daerah yang telah ada.
“Kalau berbicara DAS maka kita harus
merevisi Perdanya dulu. Bahkan sejak tahun
2015 banyak keluar regulasi baru.”
(wawancara La Ode Yulardhi Junus di
Kendari, Rabu 14 April 2021)
52
Adapun konsekuensi atas diterbitkannya UU Cipta
Kerja maka sejak per 24 Februari 2021, pemerintah pusat telah
menerbitkan sebanyak 45 Peraturan Pemerintah serta 4 Peraturan
Presiden, berdasarkan publikasi pihak Sekretaris Kabinet
Republik Indonesia (https: // setkab. go. id/ daftar- tautan -49
-aturan- pelaksana- uu –cipta -kerja/,diakses Rabu 25 Agustus
2021) .
Dengan pemahaman bahwa ke 49 (empat puluh
Sembilan) peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tersebut diatas
telah mempunyai kekuatan mengikat secara hukum maka dengan
sendirinya Perda No.1/2015 harus segera menyesuaikan dengan
mengganti payung hukumnya yang telah usang. Dampak hukum
dari berlakunya peraturan pemerintah sebagai peraturan
pelaksanaan UU Cipta Kerja bagi Perda No.1/2015, terlihat ada
dua peraturan pemerintah yaitu:
1. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup berdampak pada pencabutan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan
Pengendalian Pencemaran Air yang menjadi landasan hukum
Perda No.1/2015 pada bagian dasar hukum (mengingat) no: 12
2. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Kehutanan berdampak pada pencabutan
Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang
Perencanaan Kehutanan, yang menjadi landasan hukum Perda
No.1/2015 pada bagian dasar hukum (mengingat) no: 13
Atas pencabutan tersebut maka agar nantinya tidak
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka bagian
dasar hukum (mengingat) pada nomor 12 dan 13 dalam Perda
No.1/2015 segera digantikan dengan memasukan Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 dan Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2021.
53
b. Penyesuaian dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2019
Tentang Sumber Daya Air
Sebagaimana diketahui bahwa terbitnya Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air maka
berdasarkan ketentuan penutup Pasal 76 huruf a Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2019 secara tegas menyatakan:
“Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974
tenrang Pengairan (Lembaran Negara Tahun
1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3046) dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku;”
54
Urgensi dari penambahan atas redaksi bagian dasar
hukum (mengingat) angka 3 Perda No.1/2015 menegaskan bahwa
landasan hukumnya telah mengadopsi Undang Nomor 17 Tahun
2019 tentang Sumber Daya Air yang telah diubah oleh Undang
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
5.3.2. Masalah Peraturan Pelaksanaan Dari Perda No.1/2015
Masalah peraturan delegasi atau peraturan pelaksanaan
dalam pengelolaan DAS Konaweha telah mengemuka pada
pembahasan di sub bahasan Bab V point 5.2. penelitian ini. Kendala
yuridis yang mengemuka yaitu sejumlah peraturan delegasi dalam
bentuk Peraturan Gubernur yang seharusnya ada setelah
ditetapkannya Perda No.1/2015 belum direalisasikan. Sebagaimana
diketahui, sebanyak 9 (Sembilan) rancangan peraturan gubernur
(Rapergub) sebagai peraturan delegasi atas Perda No.1/2015 telah
diserahkan sejak tahun 2018 lalu tetapi belum ditetapkan. Belum
diterbitkannya 9 (Sembilan) Rapergub itu merupakan sesuatu yang
problematik dari implementasi rencana pengelolaan DAS yang
sejalan dengan Perda No.1/2015.
Muhmmad Aziz Absoni, Kepala BPDASHL Sampara,
mengatakan Perda No.1/2015 belum efektif karena peraturan
pelaksanaannya belum terbit. Bahkan para inisiator Perda tersebut
yang tergabung dalam Forum DAS Sultra telah berupaya ke
Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia agar peraturan
pelaksana itu terbit.
“Proses di Mendagri memberi petunjuk agar 9
(Sembilan) Rapergub itu di jadikan satu saja. Ini
sementara tahap finalisasi tetapi akibat pandemik
Covid-19 mandeg, pertemuan-pertemuan juga
mandeg.” (Wawancara Muhmmad Aziz Absoni,
di Kendari, Jumat 30 Juli 2021)
55
menunjukkan eksistensinya sebagai sebuah regulasi daerah saja.
Namun keberadaannya sebagai peraturan yang besifat mengikat bagi
berbagai pihak di wilayah yurisdiksi Sulawesi Tenggara belum
operasional secara penuh. Disamping banyaknya perundangan baru
yang memerlukan penyesuaian peraturan di bawahnya, fakta juga
menunjukkan bahwa Perda No.1/2015 dalam pengelolaan DAS
Konaweha memerlukan sejumlah peraturan pelaksanaan agar regulasi
daerah dimaksud mampu dioperasionalkan oleh instansi pelaksana.
Keberadaan peraturan daerah tentang Pengelolaan DAS sejak tahun
2015 yang tidak segera dilengkapi oleh peraturan delegasi membuat
penerapannya belum optimal sama sekali. Sebagaimana dipahami
bahwa
Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat (4), Pasal 25, Pasal 30, Pasal
37 , Pasal 41, Pasal 46 ayat (2), Pasal 51 ayat (5), serta Pasal 62 ayat
(3) Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun
2015 tentang Pengelolaan DAS memerlukan peraturan delegasi
yang lebih teknis berupa Peraturan Gubernur agar menjadi acuan
instansi pelaksana dan impelemtasinya di masyarakat tidak
menimbulkan berbagai interpretasi.
Dalam perspektif lain pihak Dinas Kehutanan Provinsi
Sulawesi Tenggara menilai Rapergub yang akan menjadi peraturan
delegasi tersebut sangat tergantung dengan Perda No.1/2015 tersebut.
Dimana Perda yang ditetapkan pada enam tahun lalu itu masih
memerlukan penyesuaian lebih lanjut dengan peraturan yang baru
diterbitkan oleh pusat saat ini. La Ode Yulardhi Junus, Kabid.
Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (PDAS RHL)
Dishut Sultra, mengatakan, untuk merubah peraturan daerah itu
memerlukan pendanaan.
“Kendala utama pada masalah finansial,
sehingga gagasan untuk melanjutkan Perda itu
menjadi stagnan. Tahun 2019 mulai lagi
menindaklanjuti penyusunan Pergubnya.”
(wawancara La Ode Yulardhi Junus di Kendari,
Rabu 14 April 2021)
56
Keberadaan peraturan gubernur sebagai produk turunan
dari Perda No.1/2015 yang tidak pernah diterbitkan sejak
ditetapkannya pada tahun 2015 hingga saat ini di tahun 2021
menunjukkan politik hukum yang telah ditetapkan belum disikapi
sebagai suatu prioritas. Hal ini artinya masa 6 tahun yang telah
berlalu sejak lahirnya Perda No.1/2015 dapat dimaknai bahwa
pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara belum dipandang sebagai
prioritas di bandingkan kebutuhan di sektor hukum lainnya.
Sebagaimana dikatakan pihak Dinas Kehutanan Provinsi
Sulawesi Tenggara, penerapan Perda No.1/2015 mengalami stagnasi
akibat belum ada peraturan gubernur yang dapat dipakai sebagai
pedoman pelaksanaannya di lapangan. Kebuntuan atas penerapan
Perda No.1/2015 tersebut merupakan kendala tersendiri dalam
pengelolaan DAS Konaweha. Pelaksanaan pengelolaan DAS
melibatkan berbagai stake holder. Fakta menunjukkan sejumlah
permasalahan akibat penerapan hukum dalam pengelolaan DAS
Konaweha belum optimal sepenuhnya. Pasal 6 Perda No.1/2015 telah
mengatur bagaimana pengelolaan DAS di Provinsi Sulawesi
Tenggara, termasuk DAS Konaweha di dalamnya.
5.3.3. Masalah Pendanaan
Dalam pengelolaan DAS Konaweha saat ini juga
mengalami kendala dari segi pendanaan baik dari aspek
pembentukan peraturannya serta aspek teknis operasionalnya.
Permasalahan dana ini sebenarnya sudah mengemuka sejak
pembentukan dari Perda No.1/2015 itu sendiri karena pembentukan
tersebut didanai oleh lembaga donor dari Kanada yakni The
Environmental Governance and Sustainable Livehoods Program
(EGSLP) yang membiayai operasional Forum DAS Sulawesi
Tenggara selaku inisiator Perda No.1/2015. Ketua Forum DAS
Sulawesi Tenggara, Dr. La Baco Sudia, M.Si., mengatakan, katika
lembaga donor tersebut menghentikan bantuanya pada tahun 2015
sangat dirasakan perihal pendanaan itu.Terhentinya bantuan lembaga
57
donor bukan satu-satunya masalah terkait pendanaan, merebaknya
pandemi Covid-19 juga menjadi persoalan lainnya terkait pendanaan.
“Ada kendala pendanaan Forum DAS sejak
tahun 2015, donor internasional terhenti.Terkait
Covid-19 pendanaan dari BPDASHL juga
terhenti, nanti tahun 2021 baru dialokasikan
lagi.” (Wawancara Dr. La Baco Sudia, M.Si.,di
Kendari, Sabtu, 1 Mei 2021)
58
pembentukan ataupun yang bersifat revisi seharusnya menjadi
tanggung jawab daerah untuk menyediakan dananya. Harus diakui
ketika menyangkut DAS, pengeloaannya melibatkan berbagai pihak
baik pusat maupun daerah. Ketika berbicara produk hukum daerah
sudah seharusnya pendanaannya oleh daerah. Apalagi ketika
penyangkut pelaksanaan pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara
secara yuridis tunduk pada Pasal 42 huruf b dan Pasal 43 Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai dinyatakan:
Pasal 42
Pelaksanaan Pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40 dan Pasal 41 menjadi
wewenang dan tanggung jawab:
a. Menteri dan menteri terkait sesuai
kewenangannya untuk DAS lintas Negara dan
lintas Provinsi;
b. gubernur sesuai kewenangannya untuk DAS
dalam provinsi dan/atau lintas kabupaten/kota;
dan
c. bupati/walikota sesuai kewenangannya untuk
DAS dalam kabupaten/kota.
Pasal 43
Dalam hal pemerintah provinsi dan/atau
kabupaten/kota melalaikan penyelenggaraan
kewenangan dalam pengelolaan DAS,
penyelenggaraannya dilaksanakan oleh
Pemerintah dengan pembiayaan bersumber dari
APBD daerah yang bersangkutan.
59
pengelolaan DAS Konaweha serta DAS-DAS lainnya belum
dijangkau oleh Perda No.1/2015 serta peraturan pelaksanaannya.
5.3.4. Masalah Deforestrasi
Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa deforestasi
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya banjir.
Deforestasi tersebut merupakan tindakan manusia yang merubah
lahan yang tadinya berfungsi sebagai hutan menjadi lahan untuk
fungsi yang lain secara permanen. Demikian halnya dengan peristiwa
banjir di ecoregion DAS Konaweha, ditemukan juga adanya
deforestasi.
Secara umum data dari pihak Institut Pertanian Bogor
menunjukkan bahwa Sulawesi Tenggara mengalami deforestasi
sekitar 63.7 ribu ha/tahun pada periode 2000–2009 dan luas
lahan memiliki hutan sekitar 1.4 juta ha (Dirjen Planologi 2009).
Bila laju deforestasi tidak berubah maka 20 tahun kemudian lahan
berhutan di Sulawesi Tenggara dimungkinkan akan hilang.
Deforestrasi sendiri menimbulkan lahan yang rawan erosi dan
bencana longsor maupun banjir. Fakta menunjukkan bencana
banjir dialami 21 desa/kelurahan di 6 Kecamatan di Kabupaten
Konawe pada bulan Juli 2013 (BPBD Sultra 2013). (Setiawan,
H., Jaya, I. N. S., & Puspaningsih, N.,2015). Deforestrasi di
ecoregion DAS Konaweha secara empirik diakibatkan oleh:
a. Deforestrasi akibat Perambahan
Perambahan terjadi di ecoregion DAS Konaweha dapat
ditemukan di Kabupaten Kolaka Timur, Konawe serta Konawe
Selatan. Riswan Mangidi, ST., Sekretaris Dinas Lingkungan
Hidup Konawe Selatan,mengatakan, Desa Amasara hingga
Pudahoa merupakan daerah hutan tanaman Industri. Pohon-pohon
di sekitar aliran sungai kini telah habis ditebang oleh masyarakat.
Termasuk di wilayah Kecamatan Landono, Mowila serta Buke di
kiri-kanan sungai telah berubah akibat banyaknya pemukiman.
”Di sekitar Pudahoa (Kec.Mowila) tadinya
merupakan hutan lindung telah menjadi hutan
60
rakyat. Ternyata sampai sekarang belum
diturunkan statusnya telah banyak
dijualbelikan oleh warga”(Wawancara Riswan
Mangidi, ST., di Andoolo Kabupaten Konawe
Selatan, Senin, 12 Aril 2021)
61
langsung ke sungai sehingga terjadi sedimentasi lumpur yang
menyebabkan perubahan arah sungai. Makin hari kedangkalan
sungai makin rendah air dari arah hulu sungai tidak sanggup
memuat lagi sehingga air naik ke permukaan.
Sebagaimana diketahui data dari pihak BPDASHL
Sampara menunjukkan bahwa Kabupaten Konawe sebagai
ecoregion DAS Konaweha meliputi 21 kecamatan yang terdiri
dari Kecamatan Abuki, Amonggedo, Anggaberi, Asinua,
Besulutu, Bondoala, Kapoiala, Konawe, Lalonggasumeeto,
Lambuya, Latoma, Meluhu, Onembute, Pondidaha, Puriala,
Sampara, Tongauna, Uepay, Unaaha, Wawotobi, serta
Wonggeduku.
62
DAS Konaweha juga ditemukan di Kabupaten Konawe , Konawe
Selatan, Kolaka Utara, Kolaka, Konawe Utara.
Sebagaimana diketahui, data investasi tahun 2014 dari
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
Kabupaten Konawe menunjukkan 14 perusahaan tambang di
ecoregion DAS Konaweha .
Tabel 5.2.
Perusahaan Tambang di Kabupaten Konawe
Pada Ecoregion DAS Konaweha
Sumber: http://ptsp.konawekab.go.id/main/fullprofile/32
63
berakibat pada hilangnya fungsi hutan yang memiliki potensi
menunda serta mengurangi aliran air banjir ketika hujan dengan
durasi yang pendek.
c. Deforestrasi Akibat Perkebunan Kelapa Sawit
Ancaman bahaya banjir sebagai akibat deforestrasi
untuk perkebunan kelapa sawit di wilayah DAS Konaweha juga
terlihat nyata adanya. Irwan, Kepala Desa Laikandonga,
Kecamatan Ranomeeto Barat, Kabupaten Konawe Selatan,
megalami betul akibat deforestrasi untuk perkebunan kelapa sawit
di wilayah DAS Konaweha. Rumahnya yang hanya berjarak 7
meter dari bibir sungai Konaweha telah dua kali mengalami banjir
besar sebagai akibat luapan sungai Konaweha yaitu tahun 2013
dan tahun 2019. Desa yang dipimpinya itu sempat terisolir akibat
banjir luapan sungai Konaweha di Desa Laikandonga.
Fenomena banjir di Desa Laikandonga menjadi sering
terjadi ketika timbul hujan sejak munculnya perkebunan kelapa
sawit yang terletak di seberang sungai Konaweha yang secara
administrasi berada di Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe.
Sejak adanya sawit di seberang sungai di Desa Laikandonga juga
mengakibatkan turunnya kualitas air dimana sebelumnya tidak
sekeruh sekarang ini akibat tercemar air lumpur.
“Dulu memang ada juga banjir tapi tidak
seberat dan sesering seperti sekarang ini.
Sejak ada sawit kita di sini sering mendapat
banjir. Airnya kalau hujan cepat sekali
tingginya kalau kemarau air jauh berkurang
hingga dasar sungai sebagain mengering.”
( Wawancara Irwan, di Desa Laikandonga,
Kecamatan Ranomeeto Barat, Kabupaten
Konawe Selatan, Senin, 16 Agustus 2021)
64
346.49 hektar di Kecamatan Besulutu Kabupaten
Konawe(Ahmad, S. W., Jamili, J., & Mustang, M. 2016).
Berdasarkan data dari Dinas Perizinan Terpadu Satu
Pintu dan Penanaman Modal Daerah Kabupaten Konawe
(http://ptsp.konawekab.go.id/main/fullprofile/32) menunjukkan
10 perusahaan yang memiliki izin untuk mengelola perkebunan
kelapa sawit, sebagaimana telah dikutip di bawah ini:
Tabel 5.3.
Data Perusahaan Yang Mendapatkan Izin Lokasi/Usaha
Perkebunan Kelapa Sawit Di Kabupaten Konawe Tahun 2014
Sumber: http://ptsp.konawekab.go.id/main/fullprofile/32
65
areal persawahan di sejumlah wilayah di
Konawe. Semata bukan karena dampak
musim kemarau panjang, tetapi juga dipicu
oleh ekspansi perusahaan sawit yang secara
seporadis mengolah lahan di Daerah Aliran
Sungai (DAS) Konaweha.” ( http: // www.
beritalingkungan. com/ 2016/ 07/ ketika-
perkebunan –sawit -membawa- sengsara.
html, diakses Kamis 26 Agustus 2021)
66
palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai.
Sebagaimana dipahami, ketika seseorang memiliki hak atas tanah di
sempadan sungai maka hak dia untuk membangun padahal bangunan
itu akan memicu banjir. Di kawasan sungai Konaweha di wilayah
Desa Pohara banyak masyarakat bermukim. Ada kendala
pembebasan lahan untuk membuat tanggul sungai.
“Pembebasan lahan tanggung jawab Pemda.
Idealnya rumah warga dibangun menghadap
sungai menghindari sungai itu jadi tempat
pembuangan sampah runah tangga.” (Wawancara
Suryaningrat di Kota Kendari, Rabu 14 April
2021)
Secara faktual pemanfaatan bantaran sungai juga terjadi di
Desa Laikandonga Kecamatan Ranomeeto Barat Kabupaten Konawe
Selatan. Rumah Kepala Desa Laikandonga hanya berjarak 5 mater
dari bibir sungai Konaweha yang ada di wilayah administratif desa
tersebut. Banjir sebagai akibat meluapnya sungai Konaweha sudah
sering kali terjadi di desa tersebut. Ancaman atas dampak sungai
Konaweha di Laikandinga bukan hanya banjir, pengikisan bibir
sungai mengakibatkan badan sungai semakin melebar sehingga
rumah warga di banran sungai semakin dekat dengan bibir sungai.
“ Belakang rumah saya ini dulunya sekitar 7
meter dari pinggir sungai. Sekarang semakin
dekat belakang rumah. Waktu hujan 2019 lalu
air naik sangat tinggi sampai banjir di
sini.”( Wawancara Irwan, di Desa
Laikandonga Kecamatan Ranomeeto Barat
Kabupaten Konawe Selatan, Senin, 16
Agustus 2021)
67
Guna menjaga kelestarian sungai Konaweha tersebut maka
instrument hukum perizinan yang merupakan wewenang pemerintah
Kabupaten/Kota hendaknya memulai untuk mengatur pemukiman
pada garis sempadan sungai Konaweha. Keberadaan instrument
hukum tersebut nantinya akan menghadirkan pemukiman ramah
lingkungan yang bertalian dengan pelestarian wilayah DAS
Konaweha.
5.4 Solusi Hukum Atas Problematika Penanggulangan Banjir di DAS
Konaweha
akibat dinamika sosial serta adanya produk hukum baru yang lebih tinggi.
sosiologis.
68
dalam suatu solusi hukum berdasarkan permasalahan yang ada, sebagaimana
dikemukakan dibawah ini:
5.4.1. Solusi Hukum Terkait Revisi Perda No. 1 / 2015 sebagai
Penyesuaian Pada Aturan Yang Lebih Tinggi
Setelah enam tahun penetapan Peraturan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara Nomor: 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2015 Nomor No.Reg Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun (1/2015) dirasakan perlu dilakukan berbagai
perubahan sebagai bentuk penyesuaian secara yuridis, sebagaimana
diuraikan pada sub bahasan 5.3.
Adapun penyesuaian segi yuridis maupun non yuridis
dimaksud meliputi hal-hal berikut ini:
a. Penyesuaian dengan Undang-Undang:
1. Penyesuaian Terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja
Terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara
Republik lndonesia Nomor 6573), merupakan peristiwa hukum
yang cukup menarik perhatian di tahun 2020 lalu. Secara umum
undang-undang ini dikenal dengan sebutan UU Cipta Kerja
yang bercorak omnibus law. Corak yang sama berlaku di
negara-negara yang menganut sistem hukum common law. Hal
ini sedikit berbeda dengan sistim di Indonesia yang memakai
sistem eropa kontinental yang pernah selama 3 (tiga) abad
dijajah Belanda yang juga menganut sistem hukum yang sama.
Sebagai produk hukum yang berpengaruh terhadap
perundang-undangan di bawahnya maka UU Cipta Kerja harus
diadopsi menjadi payung hukum. Peraturan Daerah yang
dipengaruhi oleh UU Cipta Kerja harus menjadikannya sebagai
dasar hukum keberlakuannya. Tidak terkecuali juga Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor: 1 Tahun 2015
69
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Perda No.1/2015).
Meskipun 5 (lima) tahun lebih dahulu diterbitkan, Perda
No.1/2015 harus menyesuaikan dengan UU Cipta Kerja yang
secara hirarki lebih tinggi. Ditambah lagi peraturan pemerintah
yang menjadi pelaksanaan dari UU Cipta Kerja juga terhadap
Perda No.1/2015.
Berdasarkan fakta tersebut diatas maka dasar
hukum (mengingat) pada Perda No.1/2015 harus mengadopsi
UU Cipta Kerja menjadi salah satu dasar hukum
keberlakukannya.
2. Penyesuaian Terhadap Undang - Undang Nomor 17
Tahun 2019 Tentang Sumber Daya Air
70
Lembaran Negara Nomor 3046) dengan peraturan yang baru
berupa Undang-Undang Nomor I7 Tahun 2019 Tentang
Sumber Daya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2019 Nomor 190)
b. Penyesuaian dengan Peraturan Pemerintah
71
Pengendalian Pencemaran Air yang menjadi landasan
hukum Perda No.1/2015 pada bagian dasar
hukumnya, (mengingat) no: 12
2. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan berdampak
pada pencabutan Peraturan Pemerintah Nomor 44
Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan, yang
menjadi landasan hukum Perda No.1/2015 pada
bagian dasar hukumnya, mengingat no: 13
Sebagaimana diketahui, baik Peraturan Pemerintah
Nomor 22 Tahun 2021 maupun Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 2021 (PP No.23/2021) merupakan peraturan pelaksanaan
dari UU Cipta Kerja. Berhubung ke PP tersebut juga merupakan
pembaharuan dari PP yang menjadi dasar hukum Perda
No.1/2015 maka peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja itu
harus dimasukan kembali sebagai bagian dari dasar hukum serta
batang tubuh dari Perda No.1/2015.
Pada bagian batang tubuh Perda No.1/2015mengalami
penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2021 yang meliputi Pasal 7 ayat (1) huruf a hingga Pasal 9
sampai Pasal 11 Perda No.1/2015. Adapun rinciannya adalah
sebagai berikut:
1) Pasal 7 ayat (1) huruf a
Pasal 7 ayat (1) huruf a Perda No.1/2015 yang
semula nomenklaturnya “Inventarisasi karakteristik DAS”
harus meyesuaikan dengan ketentuan Pasal 9 ayat (4) huruf b
PP No.23/2021 yakni menjadi ”Inventarisasi Hutan tingkat
DAS dalam provinsi ”.
2) Pasal 8 , Pasal 9 dan Pasal 10
Pasal 8 , Pasal 9 dan Pasal 10 Perda No.1/2015
yang semula berkaitan dengan Pasal 7 sehingga harus diubah
secara keseluruhan sebagai bentuk penyesuaian dengan PP
72
No.23/2021. Pasal 10 terpaksa dihapus karena unsur yang
terkandung pada pasal dimaksud terlau teknis sifatnya
sehingga tidak sesuai lagi dengan dengan PP No.23/2021
tersebut.
5) Pasal 11
Perubahan yang terjadi pada Pasal 11 Perda
No.1/2015 merupakan dampak penyesuaian Pasal 8 Perda
No.1/2015 terhadap PP No.23/2021.
Sebelum direkonstruksi:
73
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun2004 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi
Undang-Undang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4412);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5432);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 2
Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5657)
11. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan
74
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5608);
12. Peraturan pemerintah Nomor 82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor
153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4161);
13. Peraturan pemerintah Nomor 44 Tahun 2004
tentang Perencanaan Kehutanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor
146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4452);
14. Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4453);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5230);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5292);
18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2014-2034 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5292);
Setelah direkonstruksi:
75
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1964 Tentang
Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi
Tengah Dan daeran tingkat I Sulawesi tenggara
dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47
Prp Tahun 1960 Tentang Pembentukan Daerah
Tingkat I Sulawesi Utara-Tengah dan Daerah
Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1964 Nomor 94,Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 2687);
3. Undang - Undang Nomor I7 Tahun 2019
Tentang Sumber Daya Air (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2019
Nomor 190) sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1990 Nomor 49);
5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3888) sebagaimana telah diubah beberapa
kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor
11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik lndonesia
Nomor 6573);
6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4725) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran
76
Negara Republik Indonesia Nomor 5059)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
8. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5234);
9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2013 Nomor 130, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5432)
sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
10. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah
diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
11. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang
Konservasi Tanah dan Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 299,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5608)
12. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245,
Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
13. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun
2021 tentang Penyelenggaran Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia
77
Tahun 2021 Nomor 32, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6634);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Kehutanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 33, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 6635);
15. Peraturan pemerintah Nomor 14 Tahun 2004
tentang Perlindungan Hutan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 147,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4453);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011
tentang Sungai (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 74, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5230);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
tentang Izin Lingkungan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 48,
Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5285);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012
tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2012 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5292);
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor 2 Tahun 2014 tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2014-2034 (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 Nomor 62, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5292);
Pasal 7
78
a. Inventarisasi karakteristik DAS;
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS;dan
c. Penetapan Rencana Pengelolaan DAS;
Sebelum direkonstruksi :
Bagian Kedua
Inventarisasi Karakteristik DAS
Pasal 8
(1) Inventarisasi DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7
ayat(1) huruf a meliputi:
a. Proses penetapan batas DAS;dan
b. Penyusunan klasifikasi DAS.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan
batas DAS diatur dengan Peraturan Gubernur sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan
Setelah direkonstruksi :
Bagian Kedua
Inventarisasi Hutan Tingkat DAS
Pasal 8
79
b. jenis dan potensi tegakan Hutan; dan
c. hidrologi atau tata air
Sebelum direkonstruksi :
Bagian Ketiga
Penyusunan Kalsifikasi DAS
Pasal 9
Setelah direkonstruksi :
Pasal 9
80
peraturan perundang-undangan
Pasal 10 dihapus
Sebelum direkonstruksi :
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS
Pasal 11
(1) Berdasarkan penetapan klasifikasi DAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan penyusunan rencana
pengelolaan DAS.
(2) Penyusunan rencana pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur.
(3) Dalam menyusun rencana pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dibentuk tim yang terdiri dari
dinas instansi terkait dan melibatkan perguruan tinggi
serta pemangku kepentingan lainnya.
Setelah direkonstruksi :
Bagian Keempat
Rencana Pengelolaan DAS
Pasal 11
81
2015 tentang Pengelolaan DAS. Ketentuan pada pasal-pasal
dimaksud memberikan suatu delegasi yang secara teknis diwujudkan
ke dalam bentuK suatu “ Peraturan Gubernur”.
Implementasi atas Perda No.1/2015 belum dapat
dioperasionalkan karena ada hal-hal yang lebih teknis sebagaimana
pasal-pasal yang merupakan “delegans” atas peraturan gubernur yang
hendak dibentuk. Akibat peraturan gubernur tersebut tidak kunjung
ditetapkan tenyata menjadi kendala tersendiri. Instansi pelaksana
mengalami kesulitan untuk melaksanakan rencana pengelolaan DAS
yang telah ada. Norma-norma yang terkandung di dalam Perda
No.1/2015 dirasakan masih bermakna luas. Kehadiran Peraturan
Gubernur selaku “delegataris” atas Perda No.1/2015 nantinya akan
memberikan solusi agar tidak menimbulkan multi interpretasi.
Ketentuan-ketentuan yang terkandung dalam Pasal 8 ayat
(2), Pasal 9 ayat (4), Pasal 25, Pasal 30, Pasal 37 , Pasal 41, Pasal 46
ayat (2), Pasal 51 ayat (5), serta Pasal 62 ayat (3) Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015 , maka akan
melahirkan 9 Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) yang terdiri
dari:
1. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Penetapan Batas DAS sesuai perintah Pasal 8 ayat (2)
Perda No.1/2015.
2. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Inventarisasi Dalam Hutan Tingkat DAS sesuai
perintah Pasal 9 ayat (3) Perda No.1/2015.
3. Rancangan Peraturan Gubernur tentang tata cara
penetapan Rencana Pengelolaan DAS sesuai perintah
Pasal 25 Perda No.1/2015.
4. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Pengelolaan DAS yang Dipulihkan dan DAS yang
Dipertahankan sesuai perintah Pasal 30 Perda
No.1/2015.
82
5. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Monitoring dan
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan DAS
sesuai perintah Pasal 37 Perda No.1/2015.
6. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Pembinaan dan Pengawasan Kegiatan Pengelolaan
DAS sesuai perintah Pasal 41 Perda No.1/2015.
7. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan
Pengelolaan DAS sesuai perintah Pasal 46 ayat (2)
Perda No.1/2015.
8. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara dan
Keanggotaan Forum Koordimasi Pengelolaan DAS
sesuai perintah Pasal 51 ayat (5) Perda No.1/2015.
9. Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara
Penetapan dan Pemberian Penghargaan Dalam
Pengelolaan dan Mempertahankan Kelestarian DAS
sesuai perintah Pasal 62 ayat (3) Perda No.1/2015.
Jika mencermati pasal - pasal yang mendelegasikan ke 9
(Sembilan) Rapergub tersebut diatas secara tegas dan nyata
keseluruhannya bahwa hal itu menyangkut petunjuk pelaksanaan
pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara. Menyikapi hal ini maka
secara praktis hendaknya disatukan menjadi satu Repergub . Hal ini
didasari bahwa ke 9 (Sembilan) Rapergub tersebut diatas jelas-jelas
merupakan peraturan pelaksanaan dari Perda No.1/2015. Selain itu,
secara subtantif merupakan suatu peraturan gubernur tentang
petunjuk pelaksanaan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan DAS.
Diharapkan dengan penyatuan ke 9 (Sembilan) Rapergub itu maka
akan menghemat waktu, tenaga , pikiran serta anggaran dalam
pembentukan suatu perundang-undangan seperti halnya Rapergub
tersebut. Ide penyatuan ini juga selaras dengan hasil konsultasi pihak
Forum DAS Sultra kepada pihak Kementerian Dalam Negeri
83
Republik Indonesia yang pada dasarnya memberi petunjuk tentang
penyatuan ke 9 (Sembilan) Rapergub dimaksud. Sebagaimana
dikatakan oleh Dr. Ir. La Baco Sudia, M.Si Ketua Forum DAS
Sultra:
“Terakhir kita konsultasikan di Depdagri lagi
dianjurkan agar 9 Pergub tersebut digabung
menjadi satu saja tetapi secara substansi
dimasukkan semua” (Wawancara Dr. Ir. La Baco
Sudia, M.Si., Ketua Forum DAS Sultra, Sabtu, 1
Mei 2021)
2.1. Konsiderans:
Menimbang:
84
Gubernur Sulawesi Tenggara tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan DAS.
2.2. Dasar Hukum:
Mengingat:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
2 Tahun 1964 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat I
Sulawesi Tengah Dan daeran tingkat I Sulawesi tenggara
dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun
1960 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi
Utara-Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-
Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1964 Nomor 94,Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2687);
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 38881) sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Menjadi
Undang-Undang sebagaimana telah diubah terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang
Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
3. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4725) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2009
Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5059) sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
5. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang
Pencegahan Dan Pemberantasan Perusakan Hutan
(Lembaran Negara Repulik Indonesia Tahun 2013 Nomor
130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
85
Nomor 5432) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-
Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6573);
7. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2014 tentang
Konservasi Tanah Dan Air (Lembaran Negara Repulik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 299, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5608);
8. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2019 tentang Sumber Daya Air (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 190) sebagimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
9. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta
Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020
Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik
lndonesia Nomor 6573);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 147, Tambahan Lembaran
Negara Republik indonesia Nomor 4453) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60
Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 137, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5056);
11. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Negara
Republik lndonesia Tahun 2012 Nomor 62 Tambahan
Lembaran Negara Nomor 5292);
12. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 tentang
Penyelenggaraan Kehutanan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2021 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 6635);
86
13. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 60/Menhut-
II/2013 tentang Tata Cara Penyusunan Dan Penetapan
Rencana Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Terpadu;
14. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 61/Menhut-
II/2013 tentang Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai;
15. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 17/Menhut-
II/2014 tentang tata cara pemberdayaan masyarakat dalam
kegiatan pengelolaan Daerah Aliran Sungai;
16. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P. 67/Menhut-
II/2014 tentang Pembangunan dan Pengelolaan Sistem
Informasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Provinsi;
17. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 80 Tahun 2015 Tentang Pembentukan Produk
Hukum Daerah (Berita Negara Republik lndonesia Tahun
2015 Nomor 2036);
18. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 2
Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2014-2034;
19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor: 1
Tahun 2015 tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun
2015 Nomor No.Reg Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun (1/2015)
87
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
7. Sub DAS adalah bagian DAS yang menerima air hujan
dan mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai
utama.
8. Pengelolaan DAS adalah upaya manusia dalam mengatur
hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan
manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar
terwujud kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia secara berkelanjutan dan dilakukan secara
terpadu.
9. Pengelolaan DAS Provinsi Sulawesi Tenggara yang
selanjutnya disebut Pengelolaan DAS Provinsi adalah
pengeloiaan DAS yang secara geografis berada di
wilayah provinsi Sulawesi Tenggara.
10. Daya Dukung DAS adalah kemampuan DAS untuk
mewujudkan kelestarian dan keserasian ekosistem serta
meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi
manusia dan makhluk hidup lainnya secara
berkelanjutan.
11. DAS yang dipulihkan daya dukungnya adatah DAS yang
kondisi lahan serta kualitas, kuantitas dan kontinuitas air,
sosial ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan
ruang wilayah tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
12. DAS yang dipertahankan daya dukungnya adalah DAS
yang kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas
air, sosial ekonomi, investasi bangunan air, dan
pemanfaatan ruang wilayah berfungsi sebagaimana
meshnya.
13. Konservasi Tanah dan Air adalah upaya pelindungan,
pemulihan, peningkatan, dan pemeliharaan fungsi tanah
pada lahan sesuai dengan kemampuan dan peruntukan
lahan untuk mendukung pembangunan yang
berkelanjutan dan kehidupan yang lestari.
14. Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi
sebagai suatu lingkungan fisik yang meliputi tanah
beserta segenap faktor yang mempengaruhi
penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan
hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat
pengaruh manusia.
15. Penyuluh kehutanan pegawai negeri sipil yang
selanjutnya disingkat penrrluh PNS adalah pegawai
negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang pada satuan organisasi lingkup kehutanan
untuk melakukan kegiatan penyuluhan kehutanan.
88
16. Pendampingan adalah aktivitas penyuluhan yang
dilakukan secara terus menerus pada kegiatan
pembangunan kehutanan untuk meningkatkan
keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan kehutanan
serta keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat.
17. Para pihak adalah pihak pihak terkait yang terdiri dari
unsur pemerintah dan bukan pemerintah yang
berkepentingan dengan pengelolaan DAS.
18. Forum Koordinasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
yang selanjutnya disebut Forum DAS adalah wadah
koordinasi antar instansi penyeienggara Pengelolaan
DAS.
19. Kawasan Lindung adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan.
20. Kawasan Budidaya adalah wilayah yang ditetapkan
dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar
kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya
manusia dan sumberdaya buatan.
3.2. BAB II
RUANG LINGKUP;
Pasal 2
Bagian Kesatu
Tata Cara Penetapan Batas DAS
Bagian Kedua
Penetapan Klasifikasi DAS
89
Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan Rencana Pengelolaan DAS
3.4. BAB IV
TATA CARA PENGELOLAAN DAS YANG
DIPULIHKAN DAN YANG DIPERTAHANKAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Pengelolaan DAS yang Dipulihkan
Bagian Kedua
Tata Cara Pengelolaan DAS yang Dipertahankan
3.5. BAB V
Bagian Kesatu
Monitoring Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan DAS
Bagian Kedua
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan DAS
3.6. BAB VI
TATA CARA PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM
KEGIATAN PENGELOLAAN DAS
Bagian Kesatu
Tata Cara Pembinaan Kegiatan Pengelolaan DAS
Bagian Kedua
Tata Cara Pengawasan Kegiatan Pengelolaan DAS
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan
Pengelolaan DAS
3.9. BAB IX
KETENTUAN PENUTUP.
90
konseptual, menyeluruh serta terarah dalam penyusunan Rancangan
Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan DAS. Kerangka acuan yang ada pada Bab
III diatas yaitu TATA CARA PENETAPAN BATAS DAN
INVENTARISASI DALAM HUTAN TINGKAT DAS merupakan
gabungan tiga Raperda yang seharusnya telah diusulkan sebelumnya,
sebagaimana diperintahkan Pasal 8 ayat (2) , Pasal 9 ayat (3) serta
Pasal 25 Perda No.1/2015 yang diuraikan lebih lanjut menjadi Bagian
Kesatu, Bagian Kedua serta Bagian Ketiga.
Adapun yang termuat dalam kerangka acuan yang
tercantum pada BAB IV yakni TATA CARA PENGELOLAAN
DAS YANG DIPULIHKAN DAN YANG DIPERTAHANKAN
peraturan gubernur yang diperintahkan Pasal 30 Perda No.1/2015
yang diintegrasikan ke dalam Rancangan Peraturan Gubernur
Sulawesi Tenggara tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan DAS.
Sama halnya dengan BAB V MONITORING DAN EVALUASI
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN DAS juga
membahas mengenai monitoring dan evaluasi yang seharusnya
dituangkan dalam sebuah Rapergub sesuai yang diamanatkan Pasal
37 Perda No.1/2015.
Sementara itu, apa yang terkandung dalam BAB VI yaitu
TATA CARA PEMBINAAN, PENGAWASAN DAN
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DALAM KEGIATAN
PENGELOLAAN DAS. Pada Bab ini terbagi tiga yaitu Bagian
Kesatu, Bagian Kedua serta Bagian Ketiga, dimana ketika
mencermati Pasal 41 Perda dan Pasal 46 ayat (2) Perda No.1/2015
seharusnya diimplementasikan ke dalam dua Peraturan Gubernur
yang disederhanakan menjadi satu bahasan dalam BAB VI
Rancangan Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pengelolaan DAS yang hendak dibentuk.
Yang kemudian tercantum pada BAB VII dan BAB VIII
merupakan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Tata Cara dan
91
Keanggotaan Forum Koordimasi Pengelolaan DAS sesuai perintah
Pasal 51 ayat (5) Perda No.1/2015 dan Rancangan Peraturan
Gubernur tentang Tata Cara Penetapan dan Pemberian Penghargaan
Dalam Pengelolaan dan Mempertahankan Kelestarian DAS sesuai
perintah Pasal 62 ayat (3) Perda No.1/2015.
Meskipun bukan dalam bentuk draft perundang-undangan
yang utuh namun kerangka acuan tersebut diatas akan menjadi bagian
dari Peraturan Gubernur juga yang merupakan suatu produk hukum
daerah yang bersifat ius constituendum (hukum yang dicita-citakan)
yang diharapkan menjadi solusi hukum dalam upaya pembentukan
gabungan 9 (Sembilan) Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara
sebagai peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah Provinsi
Sulawesi Tenggara Nomor: 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun 2015 Nomor No.Reg Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun (1/2015)
5.4.3. Solusi Hukum Atas Masalah Kelestraian dan Sumber Daya Alam
Masalah pendanaan dan deforestrasi yang mengemuka di
Bab V pada sub bahasan 5.3.3. dan 5.3.4., meliputi aspek
pembentukan peraturannya serta aspek teknis operasionalnya. Artinya
Perda No.1/2015 yang memerlukan revisi akibat dinamika
perundang-undangan yang lebih tinggi serta pembentukan peraturan
pelaksanaannya sebagai upaya agar operasionalisasi dari Perda
No.1/2015 dapat dijalankan oleh instansi pelaksana. Pernyataan dari
pihak Ketua Forum DAS Sulawesi Tenggara serta pihak Dinas
Kehutanan Sulawesi Tenggara sebagaimana sub bahasan 5.4.3.,
diatas, telah menunjukkan bahwa Pengelolaan DAS di Sulawesi
Tenggara dimana DAS Konaweha didalamnya, mengalami
permasalahan pendanaan pada aspek pembentukan peraturannya serta
aspek teknis operasionalnya. Sementara pada sisi lain, berdasarkan
Pasal 42 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, menyatakan bahwa Gubernur
92
memiliki kewenangan dalam pengelolaan DAS dalam provinsi
dan/atau lintas kabupaten/kota. Sebagaimana diketahui Pemerintah
Nomor 37 Tahun 2012 hingga saat ini masih eksis keberlakuannya
meskipun UU Cipta Kerja telah mengubah isi dari Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
Solusi hukum atas adanya permasalahan pendanaan ini
maka sesuai kewenangan pemerintah daerah berdasarkan Pasal 42
huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2012 maka daerah
perlu memberikan penyelesaian atas pengelolaan DAS di Sulawesi
Tenggara. Jika mencermati Pasal 58 Perda No.1/2015 sumber
pembiayaan pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara meliputi 3 (tiga)
hal sebagaimana disebutkan pada pasal tersebut:
Pasal 58
Pembiayaan yang dibutuhkan untuk Pengelolaan DAS dapat
dibebankan pada:
a. APBN
b. APBD, dan
c. Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.
93
bersama, Pasal 4 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun
2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan
Terbatas bahwa :
Tanggung jawab sosial dan lingkungan
dilaksanakan oleh Direksi berdasarkan rencana
kerja tahunan Perseroan setelah mendapat
persetujuan Dewan Komisaris atau RUPS sesuai
dengan anggaran dasar Perseroan, kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-
undangan.
94
Keterlibatan badan usaha dalam pengelolaan DAS
merupakan bentuk kontribusi dari pihak swasta yang berperan dalam
pengelolaan DAS. Kondisi ini sejalan dengan Pasal 47 ayat (2) Perda
No.1/2015 yang secara normatif menataka:
“Pihak swasta dapat berperan serta dalam
pengelolaan DAS secara individu, kelompok,
perkumpulan atau melalui Forum Koordimasi
Pengelolaan DAS.”
Pasal 48
Peran serta pihak swasta wajib dalam pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) mencakup:
95
a. dalam melaksanakan kegiatan usaha harus mempertimbangkan
aspek kelestarian DAS, membuka kesempatan kerja, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan DAS;
c. melakukan pemulihan terhadap kerusakan sumber daya alam
akibat kegiatan usaha yang dilakukan;
d. terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait kegiatan
pengelolaan DAS;dan
e. aktif dalam dan mendukung Forum Koordimasi Pengelolaan
DAS.
Setelah rekonstruksi:
Pasal 48
(1) Peran serta pihak swasta wajib dalam pengelolaan DAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) mencakup:
a. dalam melaksanakan kegiatan usaha harus
mempertimbangkan aspek kelestarian DAS, membuka
kesempatan kerja, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan
DAS;
c. melakukan pemulihan terhadap kerusakan sumber daya alam
akibat kegiatan usaha yang dilakukan;
d. terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait
kegiatan pengelolaan DAS;dan
e. aktif dalam dan mendukung Forum Koordimasi Pengelolaan
DAS.
(2) Pihak swasta yang tidak mengindahkan ketentuan ayat (1)
dapat dikenai sanksi administratif sesuai perundang-
undangan yang berlaku.
96
debit airnya meninggi tidak terkendali juga berpotensi untuk
menjadikan sungai sebagai tempat membuang sampah rumah tangga.
Munculnya permasalahan sebagaimana diatas maka perlu
adanya norma yang mengtur pemukiman di sepanjang DAS agar
meminimalisir potensi permasalahan pemukiman warga di bantaran
sungai Konaweha. Pihak Suryaningrat dari Balai Wilayah Sungai
Sulawesi IV Kendari menilai, keberadaan warga yang bermukim di
bantaran sungai Konaweha perlu diatur radius keberadaannya dari
bibir sungai. Sebaiknya rumah warga menghadap ke sungai dengan
jarak yang aman, bukan membelakangi sungai. Dengan mengatur
jarak dari bibir sungai maka selain potensi bahwa berkurang maka
kelestarian sungai juga terjaga.
“Dengan rumah warga yang menghadap ke
sungai diharapkan diantara warga akan saling
mengawasi agar tidak membuang sampah ke
sungai. (Wawancara Suryaningrat di Kota
Kendari, Rabu 14 April 2021)
Pasal 42
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan DAS
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan baik perseorangan maupun melalui forum koordinasi
pengelolaan DAS
(3) Forum koordinasi pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) membantu dalam mendukung keterpaduan
penyelenggaraan pengelolaan DAS
97
Setelah rekonstruksi:
Pasal 42
(1) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan DAS
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan baik perseorangan maupun melalui forum koordinasi
pengelolaan DAS
(3) Peran serta masyarakat dapat dengan tidak membangun
rumah di bantaran sungai pada wilayah sungai lintas
kabupaten/kota
(4) Forum koordinasi pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) membantu dalam mendukung keterpaduan
penyelenggaraan pengelolaan DAS
BAB XX
98
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1)Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini. Maka semua kebijakan yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengelolaan
DAS di daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah
ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Kebijakan pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara yang tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, harus menyesuaikan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini. Maka semua kebijakan yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengelolaan
DAS di daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah
ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Kebijakan pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara yang tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, harus menyesuaikan dalam jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini
diundangkan.
(3) Peraturan Gubernur sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (2),
Pasal 9 ayat (3), Pasal 25, Pasal 30, Pasal 37 , Pasal 41, Pasal 46
ayat (2), Pasal 51 ayat (5), serta Pasal 62 ayat (3) diatas, harus
sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun setelah Peraturan
Daerah ini diundangkan perubahannya.
99
5.4.6. Solusi Hukum Yang Merupakan Penyesuaian Perda No.1/2015
Menyangkut Istilah Dinas di Pasal 11 ayat (3) dan Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah di Pasal 56
Pasal 11
(1) Berdasarkan penetapan klasifikasi DAS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dilakukan penyusunan rencana pengelolaan DAS.
(2) Penyusunan rencana pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur.
(3) Dalam menyusun rencana pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dibentuk tim yang terdiri dari dinas
terkait dan melibatkan perguruan tinggi serta pemangku
kepentingan lainnya.
Sesudah rekonstruksi:
Pasal 11
(4) Berdasarkan penetapan klasifikasi DAS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 8 dilakukan penyusunan rencana pengelolaan DAS.
(5) Penyusunan rencana pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan oleh Gubernur.
(6) Dalam menyusun rencana pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), dibentuk tim yang terdiri dari organisasi
perangkat daerah terkait dan melibatkan perguruan tinggi serta
pemangku kepentingan lainnya.
100
Atas hal tersebut diatas maka “dinas terkait” sebagaimana
ketentuan Pasal 11 ayat (3) Perda No.1/2015 memiliki makna yang sempit
jika merujuk Pasal 5 ayat (1) PP No.18/2016. Sebagaimana dipahami pihak
yang terkait dalam pengelolaan DAS sebagaimana Pasal 11 ayat (3) Perda
No.1/2015 tidak hanya dinas tetapi ada juga yang berbentuk badan seperti
halnya Badan Perencanaan Pembangunan Daerah. Untuk menghindari
kerancuan tersebut maka harus memilih kata yang memiliki makna
yang luas agar tidak menyesatkan. Sebagai pengganti yang tepat atas
istilah “dinas” pada Pasal 11 ayat (3) Perda No.1/2015 tersebut adalah
“organisasi perangkat daerah” yang lebih merujuk pada Peraturan
Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Dengan
mengadopsi istilah “organisasi perangkat daerah” maka maknanya diperluas
karena yang terlibat dalam perencanaan pengelolaan DAS sebagai Pasal 11
ayat (3) Perda No.1/2015 tidak semata-mata hanya “dinas” tetapi juga dapat
melibatkan “badan”.
Permasalahan juga terjadi pada Pasal 56 Perda No.1/2015 yang
menyatakan: “Untuk mendukung penyelenggaraan pengelolaan DAS
dibangun sistem informasi pengelolaan DAS yang dibangun dan
dikelola oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan
mengikutsertakan instansi terkait.”
Jika menyangkut pengelolaan informasi pada perangkat daerak
ada yang lebih berkompeten dibandingkan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah. Sebagai oragnisasi perangkat daerah yang
menjalankan fungsi pelaksanaan kebijakan di bidang komunikasi di
Sulawesi Tenggara adalah Dinas Komunikasi dan Informatika yang
diatur dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara Nomor 87 Tahun
2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Gubernur Sulawesi Tenggara
Nomor 67 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi,
Tugas Dan Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Komunikasi Dan
Informatika Provinsi Sulawesi tenggara.
Atas permasalahan Pasal 56 Perda No.1/2015 ini maka
dirasakan perlu adanya penyesuaian dengan melakukan rekonstruksi.
Adapun rekonstruksinya adalah sebagai berikut:
101
Sebelum rekonstruksi:
Pasal 56
Untuk mendukung penyelenggaraan pengelolaan DAS dibangun
sistem informasi pengelolaan DAS yang dibangun dan dikelola oleh
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dengan mengikutsertakan
instansi terkait.
Setelah rekonstruksi:
Pasal 56
Untuk mendukung penyelenggaraan pengelolaan DAS dibangun
sistem informasi pengelolaan DAS yang dibangun dan dikelola oleh
Dinas Komunikasi dan Informatika dengan mengikutsertakan
instansi terkait.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan dalam Bab V penelitian
ini maka kesimpulan penelitian yanh dihasilkan adalah sebagai berikut:
102
6.1.1. Penerapan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor
1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan DAS hingga saat ini mengalami
kendala teknis karena perencanaan sesuai Pasal 6 ayat (1) Perda
No.1/2015 huruf b tidak dapat terapkan. Pengelolaan DAS
membutuhkan instrument hukum yakni Peraturan Gubernur sebagai
dasar mengimplementasikan Perencanaan, Pelaksanaan,
Monitoring dan Evaluasi serta Pembinaan dan Pengawasan. Tanpa
Peraturan Gubernur dimaksud maka sulit bagi instansi pelaksana
untuk menerapkan pengelolaan DAS yang bersifat teknis.
6.1.2. Problematika penanggulangan banjir di DAS Konaweha meliputi
masalah yuridis dan non yuridis. Secara yuridis Perda No.1/2015
memerlukan pernyesuaian dengan peraturan yang lebih tinggi.
Problem yuridis lainnya yaitu dibutuhkannya Peraturan Gubernur
sebagaimana perintah Perda No.1/2015. Secara non yuridis yaitu
adanya pemukiman warga di garis sempadan sungai. Pemukiman
warga terkait erat dengan penerbitan Persetujuan Bangunan
Gedung (PBG) yang merupakan wewenang pemerintah
Kabupaten/Kota.
6.1.3. Solusi hukum atas problematika penanggulangan banjir di DAS
Konaweha dilakukan melalui revisi terhadap Perda No.1/2015
karena sejumlah payung hukumnya mengalami perubahan akibat
dinamika perundang-undangan di pusat. Selanjutnya kendala teknis
pengelolaan DAS memerlukan solusi hukum dengan segera
diterbitkan Peraturan Gubernur sebagai rujukan instansi pelaksana.
Selain itu perlunya rekonstruksi hukum atas Perda No.1/2015 baik
pada bagian konsiderans, dasar hukum serta batang tubuh .
6.2. Saran
Berdasarkan kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian ini maka
dihasilkan sejumlah rekomendasi sebagaimana diuraikan berikut ini:
6.2.1. Agar pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara segera mengeluarkan
kebijakan hukum tentang perubahan atas Peraturan Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 1 Tahun 2015 (Perda
103
No.1/2015) dan membentuk serta menerbitakan Peraturan
Gubernur sebagaimana perintah Perda No.1/2015, guna
terlaksananya pengelolaan DAS di Provinsi Sulawesi Tenggara.
6.2.2. Agar pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara membentuk Peraturan
Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Tentang Perubahan Atas
Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor: 1 Tahun
2015 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dengan
melakukan rekonstruksi hukum atas Perda No.1/2015 baik pada
bagian konsiderans, dasar hukum serta batang tubuh, sebagaimana
terlampir dalam laporan hasil penelitian ini.
6.2.3. Agar pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara membentuk Peraturan
Gubernur sebagaimana perintah Perubahan Perda No.1/2015 dalam
satu Rapergub yang mencakup 9 sembilan substansi pengaturan.
Adapun Rapergub yang mencakup 9 sembilan substansi tersebut
dilampirkan dalam bentuk Outline pada Laporan Akhir Penelitian
ini.
104
DAFTAR PUSTAKA
Ali, M. I., Abidin, M. R., & Suarlin, S. 2019. Analisis Indeks Pencemaran (IP)
Sungai Konaweha Akibat Pengaruh Aktifitas Tambang Nikel di
Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara. PROSIDING SEMINAR
NASIONAL LP2M UNM - 2019 “Peran Penelitian dalam
Menunjang Percepatan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia”
ISBN: 978-623-7496-14-4, Ruang Teater Menara Pinisi UNM.
Anthon F. Susanto.2017. Hukum Dari Consilience Ke Paradigm Hukum
Konstruktif-Transgresif. Bandung: Refika Aditama
Apriansyah, N. (2017). Peran Pemerintahan Dalam Pembentukan Kebijakan
Hukum (Role Of Government In Legal Policy-Making). Jurnal Ilmiah
Kebijakan Hukum
Austin, K. G., Mosnier, A., Pirker, J., McCallum, I., Fritz, S., & Kasibhatla, P. S.
2017.Shifting patterns of Oil Palm Driven Deforestation in
Indonesia and Implications for Zero-Deforestation
Commitments.Land Use Policy, 69,
Ahmad, S. W., Jamili, J., & Mustang, M. 2016.Keanekaragaman Jenis Burung
Pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit Di Kecamatan Besulutu
Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. BioWallacea: Jurnal
Penelitian Biologi (Journal of Biological Research), 3(1)
Amiruddin dan Zainal Asikin.2014.Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Adha, N., Munir, A., & Darlian, L. Identifikasi Tumbuhan Palem Di Kawasan
Hutan Lindung Wolasi Kabupaten Konawe Selatan. AMPIBI: Jurnal
Alumni Pendidikan Biologi, 2(1)
Ariyani, N., Ariyanti, D. O., & Ramadhan, M. (2020).Pengaturan Ideal tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai di Indonesia (Studi di Sungai
Serang Kabupaten Kulon Progo). Jurnal Hukum IUS QUIA
IUSTUM, 27(3)
Asshiddiqie, J. (2011, November). Gagasan Negara Hukum Indonesia. Makalah
Disampaikan dalam Forum Dialog Perencanaan Pembangunan
Hukum Nasional yang Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan
Hukum Nasional Kementerian Hukum
B. Arief Sidharta. 2013. Meuwissen Tentang Pengembangan Hukum, Ilmu
Hukum, Teori Hukum dan Filsafat Hukum. Cetakan Keempat.
Bandung: Refika Aditama
Bernard L. Tanya.2011. Politik Hukum. Yogyakarta: Genta Publishing
Bernard L. Tanya, Yoan N. Simanjuntak & Markus Y. Hage.2013.Teori Hukum
Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang Dan Generasi.Yogyakarta:
Genta Publishing
BPDASHL Sampara.2014. RPDAST DAS Konaweha 2014 (Revisi Tahun 2013-
2018)
Budiono Kusumohamidjojo.2019. Teori Hukum Dilemma Antara Hukum dan
Kekuasaan.Cetakan ke III.Bandung: Yrama Widya
Budoyo, S. (2014). Konsep Langkah Sistemik Harmonisasi Hukum Dalam
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. CIVIS, 4(2/Juli).
Bungkolu, I. P., & Rumagit, G. A. 2017.Analisis Kerentanan Kawasan
Permukiman Pada Kawasan Rawan Banjir Di Bagian Hilir Sungai
Sario. Agri-sosioekonomi, 13(3A),
Blomquist, W., & Schlager, E. (2005).Political Pitfalls of Integrated Watershed
Management. Society and Natural Resources, 18(2)
Deby, R., Dermawan, V., & Sisinggih, D. 2019. Analysis of Wanggu River Flood
Inundation Kendari City Southeast Sulawesi Province Using HEC
RAS 5.0. 6. International Research Journal of Advanced Engineering
and Science, 4(2)
Deni Bram.2014.Hukum Lingkungan Hidup.Jakarta: Gramata Publishing
Dossy Iskandar Prasetyo dan Bernard L. Tanya.2011.Hukum Etika dan
Kekuasaan. Yogyakarta: Genta Publishing
Fitriana, M. K. (2018). Peranan Politik Hukum dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan di Indonesia sebagai Sarana Mewujudkan
Tujuan Negara (Laws And Regulations In Indonesia As The Means
Of Realizing The Country’S Goal). Jurnal Legislasi Indonesia, 12(2)
H.M. Hadin Muhjad .2015. Hukum Lingkungan sebuah pengatar untuk konteks
Indonesia.Yogyakarta: Genta Publishing
H.L.A. Hart.2016. Konsep Hukum.Cetakan VIII (Diterjemahkan oleh M.
Khozim).Bandung:Nusa Media
H.M.Aries Djaenuri.2015.Kepemimpinan, Etika, & Kebijakan
Pemerintahan.Bogor: Ghalia Indonesia
Halim, F. (2014).Pengaruh Hubungan Tata Guna Lahan Dengan Debit Banjir
Pada Daerah Aliran Sungai Malalayang.Jurnal Ilmiah Media
Engineering, 4(1).
Hadi, S. 2015. Pengaruh Konfigurasi Politik Pemerintah Terhadap Produk
Hukum. Addin, 9(2).
I Dewa Gede Atmadja ,Suko Wiyono dan Sudarsono.2015. Teori Konstitusi &
Konsep Negara Hukum.Malang:Setara Press
Inu Kencana Safiie.2016.Ilmu Pemerintahan.Cetakan ke keempat, Jakarta:Bumi
Aksara
Irwansyah.2020. Penelitian Hukum Pilihan Metode & PraktikPenulisan Artikel.
Yogyakarta:Mitra Buana Media
J.J.H. Bruggink. 1999. Refleksi Tentang Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti
Kelley, L. C., & Prabowo, A. 2019. Flooding and land use change in Southeast
Sulawesi, Indonesia. Land, 8(9)
Komaruddin, N.,2008, Penilaian Tingkat Bahaya Erosi di Sub Daerah Aliran
Sungai Cileungsi, Bogor. Agrikultura, 19(3)
Kusumaratna, R. K.2003. Profil Penanganan Kesehatan Selama dan Sesudah
Banjir di Jakarta. Jurnal Kedokteran Trisakti, 3(22)
La Baco, S., Kahirun, K., & Hasani, U. O. (2017). Analisis Daerah Rawan Banjir
Dan Tanah Longsor Di Daerah Aliran Sungai Latoma Provinsi
Sulawesi Tenggara. Jurnal Ecogreen, 3(2),
Lawrence Meir Freidmen.2001. American Law an Introduction (diterjemahkan
oleh Wisnhu Basuki). Jakarta: Tata Nusa Jakarta
Murbawan, I., Ma'ruf, A., & Manan, A. 2018. Kesiapsiagaan Rumah Tangga
Dalam Mengantisipasi Bencana Banjir Di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Wanggu. Jurnal Ecogreen, 3(2).
Marwah, S. 2014. Analisis Perubahan Penggunaan Lahan dan Ketersediaan
Sumberdaya Air di DAS Konaweha Propinsi Sulawesi Tenggara.
Jurnal Agroteknos, 4(3)
Maria Farida Indrati S.2007.Ilmu Perundang-Undangan I.Yogyakarta: Kanisius
Moh.Mahfud MD.2011.Pilitik Hukum Di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo
Persada
Moh.Mahfud MD.2003.Demokrasi dan Konstitusi Indonesia. Jakarta: Rineka
Cipta
Mohammad Askin.2010.Seluk Beluk Hukum Lingkungan.Jakarta:Nekamatra
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad .2015.Dualisme Penelitian Hukum Normatif
&Empiris.Yogyakarta : Putaka Pelajar
Muhammad Ishom.2017.Legal Drafting. Malang: Setara Press
Nomensen Sinamo.2010. Hukum Lingkungan Indonesia.Tengerang: Pustaka
Sejati
Ni’matul Huda.2011.Dinamika Ketatanegaraan Indonesia Dalam Putusan
Mahkamah Konstitusi. Yogyakarta: UII Press
Otje Salman & Anthon F. Susanto.2015.Teori Hukum Mengingat, Mengumpulkan
dan Membuka Kembali. Bandung: Refika Aditama
Philipus M Hadjon, Sri Soemantri Martosoewignyo, Sjachran Basah, Bagir
Manan, H.M.Laica Marzuki , J.B.J.M. ten Berge, P.J.J. van Buuren
dan F.A.M. Stroink.2015.Pengantar Hukum Administrasi Indonesia,
Cetakan keduabelas. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Peter Mahmud Marzuki.2010.Penelitian Hukum.Jakarta: Prenada Media
R. Wiyono.2016. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Cetakan keempat.
Jakarta: Sinar Grafika
Sukiyah, E., & Jaassin, A. M. 2019.Kondisi Tektonik Rencana Tapak Bendungan
Pelosika Berdasarkan Analisis Citra Satelit Dan Sistem Informasi
Geografis. Bulletin of Scientific Contribution: GEOLOGY, 17(2)
Suteki & Galang Taufani.2018.Metodologi Penelitian Hukum
(Filsafat,Teori&Praktik).Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sugiyono.2017. Metode Penelitian Kombinasi.Bandung: Alfabeta,
Surya, R. A., Purwanto, J., Yanuar, M., Sapei, A., & Widiatmaka, W. 2015.
Pengembangan Kebijakan Pengelolaan Air Baku Berkelanjutan di
Sub DAS Konaweha Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Jurnal
Analisis Kebijakan Kehutanan, 12(3)
Setiawan, H., Jaya, I. N. S., & Puspaningsih, N.2015. Model Spasial Deforestasi
di Kabupaten Konawe Utara dan Konawe Provinsi Sulawesi
Tenggara. Media Konservasi, 20(2).
Soerjono Soekanto.2014.Pengantar Penelitian Hukum.Jakarta:UI Press
Saraswati, R. 2013. Problematika Hukum Undang-Undang No. 12 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Jurnal
Yustisia
Sumadi Suryabrata.2012.Metodologi Penelitian.Jakarta: RajaGrafindo Persada
Sulistyowati Irianto.2011.Metode Penelitian Hukum Konstelasi Dan Refleksi
(Bunga Rampai). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji.2011.Penelitian Hukum Normatif.Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Susilo, A. B. 2011. Penegakan Hukum yang Berkeadilan dalam Perspektif
Filsafat Hermeneutika Hukum: Suatu Alternatif Solusi terhadap
Problematika Penegakan Hukum di Indonesia. Biroli, A.
2015.Problematika Penegakan Hukum Di Indonesia (Kajian
Dengan Perspektif Sosiologi Hukum).DIMENSI-Journal of
Sociology Perspektif, 16(4).
Sebastian, L. 2008. Pendekatan Pencegahan Dan Penanggulangan Banjir., Jurnal
Geografi Volume 12 No 1
Suwitri, S. 2008.Jejaring Kebijakan Dalam Perumusan Kebijakan Publik Suatu
Kajian Tentang Perumusan Kebijakan Penanggulangan Banjir dan
Rob Pemerintah Kota Semarang. Jurnal Delegasi, Jurnal Ilmu
Administrasi, STIA Banjarmasin, 6(3),
Sofyan, H., Thamrin, T., & Mubarak, M. Model pengelolaan daerah aliran
sungai terpadu (sub das tapung kanan). Jurnal Ilmu Lingkungan,
9(1),
Tanika, L. 2013. Dampak Perubahan Tutupan Lahan Dan Iklim Terhadap Fungsi
Hidrologi Daerah Aliran Sungai Konaweha Hulu. Jurnal Sumber
Daya Air, 9(2)
Utomo, P. 2020. Omnibus Law: Dalam Perspektif Hukum Responsif. Nurani
Hukum, 2(1)
Wahyudi Kumorotomo.2015.Etika Administrasi Pemerintahan,cetakan ke 113.
Jakarta: Rajagrafindo Persada
Xiao, S. C., Li, J. X., Xiao, H. L., & Liu, F. M. (2008).Comprehensive
Assessment of Water Security for Inland Watersheds in the Hexi
Corridor, Northwest China. Environmental geology, 55(2),
Yudha Bhakti Ardhiwisastra.2012.Penafsiran Dan Konstruksi Hukum,cetakan ke-
3.Bandung:Alumni
………...2012.Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Lasolo-
Konaweha. Kementerian Pekerjaan Umum
PERUNDANG-UNDANGAN
INTERNET
http: //sda.pu.go.id/produk/view_produk/Pola_PSDA_Wilayah_Sungai_Lasolo-
Konaweha,diakses 12 Mei 2021
barito.or.id/pengelolaan-daerah-aliran-sungai-terpadu (diunduh Februari 2021)
https://kbbi.web.id/produk , diunduh Minggu 17 Januari 2021
https://kbbi.web.id/hukum, diunduh Minggu 17 Januari 2021
Lampiran 1
Pasal I
Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2015 tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi
Tenggara Tahun 2015 Nomor:…), diubah sebagai berikut:
(1) Peran serta pihak swasta wajib dalam pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) mencakup:
a. dalam melaksanakan kegiatan usaha harus mempertimbangkan
aspek kelestarian DAS, membuka kesempatan kerja, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan DAS;
c. melakukan pemulihan terhadap kerusakan sumber daya alam
akibat kegiatan usaha yang dilakukan;
d. terlibat dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat terkait
kegiatan pengelolaan DAS;dan
e. aktif dalam dan mendukung Forum Koordimasi Pengelolaan
DAS.
(2) Pihak swasta yang melanggar ketentuan ayat (1) dapat dikenai sanksi
administratif sesuai perundang-undangan yang berlaku.
9. Ketentuan Pasal 56 diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 56
Untuk mendukung penyelenggaraan pengelolaan DAS dibangun sistem
informasi pengelolaan DAS yang dibangun dan dikelola oleh Dinas
Komunikasi dan Informatika dengan mengikutsertakan instansi terkait.
10. Ketentuan Pasal 65 diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut:
“Pasal 65
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini. Maka semua kebijakan yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengelolaan DAS
di daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini,
dinyatakan tetap berlaku.
(2) Kebijakan pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara yang tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, harus menyesuaikan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
(3)Peraturan Gubernur sebagaimana ketentuan Pasal 8 ayat (2), Pasal 9 ayat
(3),Pasal 25, Pasal 30, Pasal 37 , Pasal 41, Pasal 46 ayat (2), Pasal 51 ayat
(5), serta Pasal 62 ayat (3) Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara
Nomor: 1 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan
perubahannya, harus sudah dibentuk paling lambat 1 (satu) tahun setelah
Peraturan Daerah ini diundangkan perubahannya.
Pasal II
Ditetapkan di Kendari
Pada tanggal ……………..
GUBENRNUR SULAWESI TENGGARA
TTD
Diundangkan di Kendari
Pada tanggal …………….
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TTD
TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
Pasal 2
Bagian Kesatu
Tata Cara Penetapan Batas DAS
Pasal …dst
Bagian Kedua
Inventarisasi dalam Hutan tingkat DAS
Pasal…dst
Bagian Ketiga
Tata Cara Penetapan Rencana Pengelolaan DAS
Pasal…dst
BAB IV
TATA CARA PENGELOLAAN DAS YANG DIPULIHKAN
DAN YANG DIPERTAHANKAN
Bagian Kesatu
Tata Cara Pengelolaan DAS yang Dipulihkan
Pasal…dst
Bagian Kedua
Tata Cara Pengelolaan DAS yang Dipertahankan
Pasal…dst
BAB V
MONITORING DAN EVALUASI
PELAKSANAAN KEGIATAN PENGELOLAAN DAS
Bagian Kesatu
Monitoring Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan DAS
Pasal…dst.
Bagian Kedua
Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Pengelolaan DAS
Pasal…dst.
BAB VI
TATA CARA PEMBINAAN, PENGAWASAN
DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
DALAM KEGIATAN PENGELOLAAN DAS
Bagian Kesatu
Tata Cara Pembinaan Kegiatan Pengelolaan DAS
Pasal…dst.
Bagian Kedua
Tata Cara Pengawasan Kegiatan Pengelolaan DAS
Pasal…dst.
Bagian Ketiga
Tata Cara Pemberdayaan Masyarakat Dalam Kegiatan Pengelolaan DAS
Pasal…dst.
BAB VII
TATA CARA DAN KEANGGOTAAN
FORUM KOORDINASI PENGELOLAAN DAS
Pasal…dst.
BAB VIII
TATA CARA PENETAPAN DAN PEMBERIAN PENGHARGAAN DALAM
PENGELOLAAN DAN MEMPERTAHANKAN KELESTARIAN DAS
Pasal…dst.
BAB IX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal…
Peraturan Gubernur ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Kendari
pada tanggal 2021
GUBERNUR SULAWESI
TENGGARA
Diundangkan di Bandung
pada tanggal ……..2021
SEKRETARIS DAERAH PROVINSI
SULAWESI TENGGARA,
PERATURAN DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA NOMOR: 1 TAHUN 2015
TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 5
(1) Ruang lingkup DAS meliputi pengelolaan seluruh DAS di wilayah
Sulawesi Tenggara.
(2) Nama-nama DAS dan peta DAS Sulawesi Tenggara tercantum dalam
lampiran dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Daerah.
Pasal 6
(1)Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 meliputi tahapan
kegiatan sebagai berikut:
a. perencanaan;
b. pelaksanaan;
c. monitoring dan evaluasi;
d. pembinaan dan pengawasan.
(2)Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan rencana tata ruang dan pola pengelolaan sumber daya air
Provinsi Sulawesi Tenggara.
(3)Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksdu pada ayat (1) diselenggarakan
secara terkoordinasi dengan melibatkan Instansi Terkait, kabupaten/kota
maupun lintas wilayah administrasi serta peran serta masyarakat.
BAB IV
PERENCANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 7
(1) Perencanaan pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
ayat (1) huruf a, dilakukan dengan tahapan kegiatan:
a. Inventarisasi karakteristik DAS;
b. Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS;dan
c. Penetapan Rencana Pengelolaan DAS;
(2) Kegiatan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
secara partisipatif dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
(3) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada
kajian kondisi lahan, kualitas, kuantitas dan kontinuitas air, sosial
ekonomi, investasi bangunan air dan pemanfaatan ruang wilayah.
Bagian Kedua
Inventarisasi Karakteristik DAS
Pasal 8
(1) Inventarisasi DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat(1) huruf a
meliputi:
a. Proses penetapan batas DAS;dan
b. Penyusunan klasifikasi DAS.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan batas DAS diatur
dengan Peraturan Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Bagian Ketiga
Penyusunan Kalsifikasi DAS
Pasal 9
(1) Berdasarkan hasil proses penetapan batas DAS yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan penyusunan klasifikasi
DAS.
(2) Penyusunan klasifikasi DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan untuk menetukan:
a. DAS dipulihkan;dan
b. DAS yang dipertahankan daya dukungnya.
(3) Persatuan klasifikasi DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan berdasarkan kriteria:
a. kondisi lahan;
b. kulitas,kuantitas dan kontinuitas air;
c. sosial ekonomi;
d. inventarisasi bangunan air;dan
e. pemanfaatan ruang wilayah.
(4) Penetapan klasifikasi DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Gubernur berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.
Pasal 10
(1) Klasifikasi DAS dievaluasi sekali dalam 5 (lima) tahun sejak ditetapkan.
(2) Dalam hal tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar
klasifikasi DAS dapat ditinjau kembali kurang dari 5 (lima) tahun.
Bagian Keempat
Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS
Pasal 11
(1) Berdasarkan penetapan klasifikasi DAS sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 dilakukan penyusunan rencana pengelolaan DAS.
(2) Penyusunan rencana pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Gubernur.
(3) Dalam menyusun rencana pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), dibentuk tim yang terdiri dari dinas terkait dan melibatkan
perguruan tinggi serta pemangku kepentingan lainnya.
Pasal 12
Penyusunan rencana pengelolaan DAS meliputi:
a. penyusunan rencana pengelolaan DAS yang dipulihkan daya
dukungnya; dan
b. penyusunan rencana pengelolaan DAS yang dipertahankan daya
dukungnya
Pasal 13
Penyusunan rencana pengelolaan DAS yang dipulihkan daya dukiugnya
sebagaimana dimaksud dalam Pasdal 12 huruf a dilakukan dengan
perumusan :
a. permasalahan DAS;
b. tujuan pemulihan daya dukung DAS;
c. strategi pemulihan daya dukung DAS;dan
d. monitoring dan evaluasi DAS.
Pasal 14
Perumusan permasalahan DAS yang dipulihkan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf a, dilakukan melalui:
a. identifikasi dan analisis masalah;dan
b. rumusan masalah.
Pasal 15
(1) Perumusan tujuan pemulihan daya dukung DAS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 huruf b dilakukan dengan mengacu pada hasil
perumusan masalah.
(2) Perumusan tujuan pemulihan daya dukung DAS sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan dengan cara mendapatkan keterpaduan
kepentingan antar dan di dalam sektor serta wilayah administrasi.
Pasal 16
(1) Hasil perumusan tujuan pemulihan daya dukung DAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 dijadikan dasar dalam perumusan monitoring
dan evaluasi pengelolaan DAS.
(2) Perumusan strategi pemulihan daya dukung DAS sebagaimana
dimaksud pada ayat(1) meliputi perumusan kebijakan, program dan
kegiatan.
Pasal 17
(1) Berdasarkan hasil perumusan strategi pemulihan daya dukung DAS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dilakukan perumusan
monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS.
(2) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat(1) harus
memperhatikan faktor-faktor antara lain:
a. sistim analisis;
b. kriteria indikator kinerja;
c. pelaksana; dan
d. capaian hasil.
Pasal 18
Penyusunan rencana pengelolaan DAS yang dipertahankan daya
dukungnya sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 12 huruf b, dilakukan
dengan perumusan:
a. permasalahan DAS;
b. tujuan mempertahankan daya dukung DAS;
c. strategi mempertahankan daya dukung DAS; dan
d. monitoring dan evaluasi DAS.
Pasal 19
Pasal 23
(1) Berdasarkan Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksudkan
dalam Pasal 18 , dilakukan penetapan Rencana Pengelolaan DAS untuk
yang dipulihkan daya dukungnya dan/atau yang dipertahankan daya
dukungnya.
(2) Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)
menjadi salah satu dasar dalam penyusunan rencana pembangunan
sektor dan wilayah di tiap-tiap kabupaten/kota yang masuk dalam ruang
lingkup DAS.
Pasal 24
(1) Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 18
ditetapkan untuk jangka waktu 15 (lima belas) tahun.
(2) Rencana Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1)
dievaluasi dan ditinjau kembali minimal 5 (lima) tahun sekali.
Pasal 25
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan Rencana Pengelolaan
DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 diatur dengan Peraturan
Gubernur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB V
PELAKSANAAN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 26
Kegiatan Pengelolaan DAS dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan
DAS untuk yang telah ditetapkan menjadi acuan dalam menyusun rencana
pembangunan sektor dan rencana pembangunan wilayah sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2).
Pasal 27
Kegiatan Pengelolaan DAS dilakukan sebagaiman dimaksud dalam Pasal
26 dilaksanakan pada:
a. DAS yang dipulihkan daya dukungnya;dan
b. DAS yang dipertahankan daya dukungnya.
Pasal 28
(1) Pelaksanaan kegiatan Pengelolaan DAS yang akan dipulihkan daya
dukungnya sebagaiman dimaksud dalam Pasal 27 huruf a meliputi:
a. Optimalisasi penggunaan lahan sesuai dengan fungsi dan daya
dukung wilayah;
b. Penerapan teknik konservasi tanah dan air dilakukan dalam
rangka pemeliharaan kelangsungan daerah tangkapan air,
menjaga kualitas, kuantitas, kontinuitas dan distribusi air;
c. Pengelolaan vegetasi dilakukan dalam rangka pelestarian
keanekaragaman hayati, peningkatan peroduktivitas lahan,
restorasi ekosistem, rehabilitasi dan reklamasi lahan;
d. Peningkatan kepedulian dan peran serta instansi terkait dalam
pengelolaan DAS ; dan/atau
e. Pengembangan kelembagaan pengelolaan DAS untuk
meningkatkan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan sinergi
lintas sektor dan wilayah administrasi.
(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai persyaratan teknis masing-masing kegiatan.
Pasal 29
(1) Pelaksanaan kegiatan Pengelolaan DAS yang dipertahankan daya
dukungnya sebagaiman dimaksud dalam Pasal 27 huruf b meliputi:
a. Menjaga dan memelihara produktifitas dan keutuhan ekosistem
dalam DAS secara berkelanjutan;
b. Bimbingan teknis dan fasilitasi dalam rangka penerapan teknik
konservasi tanah dan air demi kelangsungan daerah tangkapan
air, untuk menjaga kualitas, konstinuitas dan distribusi air;
c. Peningkatan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan sinergi antar
sektor dan wilayah administrasi dalam rangka mempertahankan
kelestarian vegetasi, keanekaragaman hayati dan produktifitas
lahan; dan/atau
d. Peningkatan kapasistas kelembagaan pengelolaan DAS untuk
meningkatkan koordinasi, integrasi, singkronisasi dan sinergi
antar sektor dan wilayah administrasi.
(2) Pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
sesuai persyaratan teknis masing-masing kegiatan.
Pasal 30
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengelolaan DAS yang
dipulihkan dan DAS yang dipertahankan diatur dengan Peraturan Gubernur
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 31
Monitoring dan evaluasi wajib dilakukan dalam Pengelolaan DAS baik
dalam pemulihan maupun mempertahankan Daya Dukung DAS
Pasal 32
(1) Monitoring dilakukan dalamuntuk mendapatkan data indikator kinerja
DAS
(2) Indikator kinerja DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan
berdasarkan indikator dari kriteria biofisik, sosial, ekonomi, budaya,
kelembagaan.
(3) Kriteria biofisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. Kondisi lahan, yang terdiri dari luas lahan kritis, penutupan
vegetasi, tingkat erosi, dan kesesuaian penggunaan lahan dengan
kelas kesesuaian dan kemampuan lahan.
b. Kondisi hidrologi, yang terdiri atas kualitas, kuantitas,
kontinuitas, dan distribusi air.
(4) Kriteria sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi tingkat
partisipasi masyarakat, tingkat kepedulian masyarakat, tingkat
pendidikan masyarakat, dan tekanan penduduk terhadap DAS.
(5) Kriteria ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
Tingkatan dan distribusi pendapatan masyarakat.
(6) Kriteria kelembagaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi
keberadaan lembaga kearifan lokal dan keberadaan lembaga sesuai
peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan DAS serta
penegakan hukum.
Pasal 33
(1) Monitoring terhadap indikator kinerja DAS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 32 dilakukan secara periodik paling sedikit sekali dalam
setahun.
(2) Hasil monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
untuk melakukan evaluasi kinerja pengelolaan DAS.
Pasal 34
(1) Evaluasi kinerja pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
33 ayat (2) dilakukan untuk memperoleh gambaran perubahan kondisi
DAS.
(2) Evaluasi Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
mencakup evaluasi sebelum, sedang dan setelah kegiatan berjalan.
(3) Evaluasi Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan secara periodik paling sedikit sekali dalam 2 (dua) setahun.
Pasal 35
Hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS digunakan untuk:
a. Penyempurnaan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
dan;
b. Pelaksanaan pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
26.
Pasal 36
Gubernur melaksanakan monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan
pengelolaan DAS
Pasal 37
Ketentuan lebih lanjut mengenai monitoring dan evaluasi pelaksanaan
kegiatan pengelolaan DAS, diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB VII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 38
(1) Pembinaan kegiatan Pengelolaan DAS dilakukan oleh Gubernur
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan pada
kegiatan perencanaan, pelaksanaan maupun monitoring dan evaluasi.
Pasal 39
Pembinaan sebagaimanan dimaksud dalam Pasal 38 dilakukan dengan
kegiatan:
a. Koordinasi;
b. Pemebrian pedoman, petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis;
c. Pemberian bimbingan, supervise dan konsultasi;
d. Pendidikan, pelatihan dan penyuluhan;
e. Pemberian bantuan teknis;
f. Fasilitasi;
g. Sosialisasi dan diseminasi; dan/atau
h. Penyediaan sarana dan prasarana.
Bagian Kesdua
Pengawasan
Pasal 40
(1) Pengawasan bertujuan untuk mewujudkan efektifitas serta singkronisasi
pelaksanaan Pengelolaan DAS Provinsi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Pengawasan terhadap pelaksanaan Pengelolaan DAS dilakukan oleh
Gubernur
Pasal 41
Ketentuan lebih lanjut menegnai tata cara pembinaan dan pengawasan
kegiatan Pengelolaan DAS diatur dengan Peraturan Gubernur.
BAB VIII
PERAN SERTA DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu
Peran Serta
Pasal 42
(4) Masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan DAS
(5) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan baik perseorangan maupun melalui forum koordinasi
pengelolaan DAS
(6) Forum koordinasi pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) membantu dalam mendukung keterpaduan penyelenggaraan
pengelolaan DAS
Bagian Kedua
Pemberdayaan Masyarakat
Pasal 44
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kapasitas,
kapabilitas, kepedulian dan peran serta masyarakat dalam pengelolaan
DAS
Pasal 45
Pasal 47
(1) Pihak swasta wajib berperan serta dalam pengelolaan DAS sesuai
dengan bidang usaha/kegiatan.
(2) Pihak swasta dapat berperan serta dalam pengelolaan DAS secara
individu, kelompok, perkumpulan atau melalui Forum Koordimasi
Pengelolaan DAS.
Pasal 48
Peran serta pihak swasta wajib dalam pengelolaan DAS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) mencakup:
a. dalam melaksanakan kegiatan usaha harus mempertimbangkan
aspek kelestarian DAS, membuka kesempatan kerja, dan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi;
b. memberikan sumbangan pemikiran terhadap pengelolaan DAS;
c. melakukan pemulihan terhadap kerusakan sumber daya alam akibat
kegiatan usaha yang dilakukan;
d. terlibat dalam kegiatanpemberdayaan masyarakat terkait kegiatan
pengelolaan DAS;dan
e. aktif dalam dan mendukung Forum Koordimasi Pengelolaan DAS.
BAB X
PERAN SERTA AKADEMISI
Pasal 49
(1) Akademisi dapat dilibatkan untuk beroeran serta dalam pengelolaan
DAS.
(2) Peran serta akademisi dalam pengelolaan DAS bersifat konsultatif dan
aksi sesuai dengan kompetensi keilmuannya.
(3) Peran serta akademisi dalam pengelolaan DAS dapat dilakukan secara
perorangan atau kelompok seperti Pusat Studi atau Forum Koordimasi
Pengelolaan DAS.
Pasal 50
Peran serta akademisi dalam pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 49 ayat (2) dapat dilakukan melalui:
a. pemberian informasi atau rekomendasi berdasarkan hasil penelitian
dan pemikiran yang berkaitan dengan pengelolaan DAS;
b. pemberian informasi teknologi ramah lingkungan yang dapat
diterapkan dalam pengelolaan DAS;
c. keterlibatan dalam penyusunan rencana pengelolaan DAS,
monitoring dan evaluasi, penyusunan system informasi pengelolaan
DAS, pembinaan dan pemberdayaan masyarakat;dan
d. ikut aktif menggerakan Forum Koordimasi Pengelolaan DAS.
BAB XI
FORUM KOORDINASI PENGELOLAAN DAS
Pasal 51
(1) Guna terciptanya keterpaduan penyelenggaraan pengelolaan DAS,
Gubernur membentuk Forum Koordimasi Pengelolaan DAS.
(2) Forum Koordimasi Pengelolaan DAS mempunyai fungsi untuk:
a. menampung dan menyakurkan aspirasi masyarakat terkait
pengelolaan DAS;
b. memberikan sumbangan pemikiran dalam pengelolaan DAS; dan
c. menumbuhkan dan mengembangkan peran pengawasan
masyarakat dalam pengelolaan DAS.
d. memfasilitasi terselenggaranya Koordinasi, Integrasi,
Singkronisasi dan Sinergi Pengelolaan DAS
(3) Forum Koordimasi Pengelolaan DAS sebagaiman dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari unsure pemerintah, pemerintah daerah, swasta,
akademisi, Organisasi Masyarakat Sipil dan masyarakat.
(4) Masa kerja dan kepengurusan Forum Koordimasi Pengelolaan DAS
adalah selama 3 (tiga) tahun.
(5) Tata Cara dan keanggotaan Forum Koordimasi Pengelolaan DAS diatur
melalui Peraturan Gubernur.
(6) Forum Koordimasi Pengelolaan DAS setiap tahun melaporkan
pelaksanaan fungsi kepada Gubernur melalui Sekretariat Daerah
Provinsi Sulawesi Tenggara dan ditembuskan ke DPRD Provinsi
Sulawesi Tenggara.
(7) Pembiayaan Forum Koordimasi Pengelolaan DAS dibebankan kepada
APBN, APBD dan sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat.
BAB XII
KERJASAMA PENGELOLAAN DAS
Pasal 52
Guna menunjang kelestarian dan keberlanjutan pengelolaan DAS dari hulu
sampai ke hilir, maka dilaksanakan kerjasama antar Kabupaten/Kota atau
pihak ketiga.
Pasal 53
Kerjasama dengan Kabupaten/Kota dalam pengelolaan DAS sebagaiman
dimaksud pada Pasal 52 adalah kerjasama antara Gubernur dengan
Bupati/Walikota dengan Bupati/Walikota lain atau antara pemerintah
daerah dengan pihak ketiga yang dibuat secara tertulis dan menimbulkan
hak dan kewajiban.
Pasal 54
Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan DAS bertujuan untuk:
a. Memantapkan hubungan dan keterkaitan antar daerah dalam
pengelolaan DAS;
b. Menyerasikan dan mensinergikan pelaksanaan pembangunan antar
daerah dan/atau dengan pihak ketiga;
c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan teknologi untuk
penguatan ekonomi masyarakat d sekitar kawasan DAS;
d. Mengurangi kesenjangan antar daerah hulu dan hilir dalam DAS ,
khususnya yang ada di wilayah terpencil, perbatasan antar daerah
dan daerah tertinggal; dan
e. Meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan asli daerah.
Pasal 55
(1) Kerjasama antar daerah dalam pengelolaan DAS dilakukan dalam
bentuk perjanjian kerjasama.
(2) Tata cara kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
BAB XIII
SISTIM INFORMASI PENGELOLAAN DAS
Pasal 56
Untuk mendukung penyelenggaraan pengelolaan DAS dibangun system
informasi pengelolaan DAS yang dibangun dan dikelola oleh Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah dengan mengikutsertakan instansi
terkait.
Pasal 57
(1) Sistem informasi Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal
56 harus dapat diakses oleh seluruh pihak yang berkepntingan dengan
pengelolaan DAS.
(2) Sistem informasi Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
a. data pokok DAS baik secara spasial maupun non spasial; dan
b. sistem pendukung pengambilan keputusan dalam pengelolaan
DAS.
(3) Sistem informasi Pengelolaan DAS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dijabarkan secara makro dalam pola umum kriteria dan standar
pengelolaan DAS
BAB XIV
PEMBIAYAAN
Pasal 58
Pembiayaan yang dibutuhkan untuk Pengelolaan DAS dapat dibebankan
pada:
a. APBN
b. APBD, dan
c. Sumber lainnya yang sah dan tidak mengikat.
BAB XV
LARANGAN
Pasal 59
Setiap orang atau badan usaha dilarang melakukan kegiatan yang
mengakibatkan rusaknya DAS dan/atau menyebabkan kesrusakan sumber
daya DAS.
BAB XVI
SENGKETA PENGELOLAAN DAS
Bagian Kesatu
Subyek dan Obyek Sengketa
Pasal 60
(1) Subyek sengketa pengelolaan DAS meliputi:
a. Pemerintah daerah;
b. Swasta;
c. Masyarakat
(2) Obyek sengekta pengelolaan DAS meliputi:
a. Air;
b. Pemanfaatan ruang.
Bagian Kdua
Penyelesaian Sengketa DAS
Pasal 61
(1) Penyelesaian sengketa dalam pengelolaan DAS dilakukan dengan cara
musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian secara musyawarah dan mufakat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai maka diselesaikan melalui
pengadilan.
BAB XVII
PENGHARGAAN
Pasal 62
(1) Gubernur dapat memberikan penghargaan kepada pihak yang berperan
aktif dalam kegiatan pengelolaan dan mempertahankan kelestarian
DAS.
(2) Pihak yang berhak menerima penghargaan ditetapkan dengan
Keputusan Gubernur.
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara penetapan dan pemberian
penghargaan diatur dengan Paraturan Gubernur.
BAB XVIII
KETENTUAN PENYIDIKAN
Pasal 63
(1) Selain penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia , Pejabat
Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah, diberi
wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Hukum Acara Pidana.
(2) Wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. menerima laporan atau pengadian dari seseorang tentang adanya
tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat itu ditempat kejadian dan
melakukan pemeriksaan;
c. menyuruh berhenti seseorang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
d. melakukan penyitaan benda dan/atau surat;
e. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;
f. memanggil seseorang untuk dijadikan tersangka atau saksi;
g. mendatangkan seorang ahli yang diperlukan dalam hubungan
dengan pemeriksaan perkara;
h. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari
penyidik Polri bahwa tidak terdapat cukup bukti, atau peristiwa
tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan selanjutnya
melalui penyidik Polri memberitahukan hal tersebut kepada
penuntut umum, tersangka dan keluarganya;
i. melakukan tindakan lain menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tugasnya di bawah
koordinasi penyidik Polri.
BAB XIX
KETENTUAN PIDANA
Pasal 64
Setiap orang atau badan usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 59, dipidana dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
BAB XX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 65
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini. Maka semua kebijakan yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah yang terkait dengan pengelolaan
DAS di daerah sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah
ini, dinyatakan tetap berlaku.
(2) Kebijakan pengelolaan DAS di Sulawesi Tenggara yang tidak sesuai
dengan Peraturan Daerah ini, harus menyesuaikan dalam jangka waktu
paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
BAB XX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
Peraturan daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Ditetapkan di Kendari
Pada tanggal 10-6- 2015
GUBERNUR SULAWESI TENGGARA
TTD
NUR ALAM
Diundangkan di Kendari
Pada tanggal 10-6-2015
SEKRETARIS DAERAH
PROVINSI SULAWESI TENGGARA
TTD
LUKMAN ABUNAWAS
LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN
2015
NOMOR