Anda di halaman 1dari 23

Makalah Hukum pertambangan

“Pengawasan pertambangan di Indonesia”

Dosen Pengajar : Ahmad Wijaya SH,MH

Di susun oleh :

Indah amanah poetri soedasno oei pantouw : 1011419204

Siti aulia suleman : 1011419198

Universitas negeri gorontalo

Fakultas Hukum

Tahun 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “pengawasan pertambangan
di Indonesia” ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa juga kami
mengucapkan banyak terima kasih atas bantuan dari teman kelompok
saya yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi nilai tugas


dalam mata kuliah Hukum Pertambangan. Selain itu, pembuatan makalah
ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan dan wawasan bagi para
pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman maka kami


yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata, semoga makalah ini
dapat berguna bagi para pembaca.

Gorontalo, 1 maret 2022

Penyusun

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR……………………………………………….....……...i

DAFTAR ISI…………………………………………………………...……….ii

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………...……1

A. Latar belakang masalah………………………………………………...1


B. Rumusan masalah…………………………………………………...….2
C. Tujuan pembahasan…………………………………………………….2

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………….3

A. Pengertian pertambangan dan Pengawasan…………………………3


B. Pengawasan kegiatan tambang………………………………………..5
C. Pengawasan Pemerintah Atas Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Pertambangan Yang Telah Memiliki IUP…………………….7
D. Pengelolaan peraturan pengawasan pertambangan
di Indonesia……………………………………………………………..10
E. Penggolongan dan wilayah pertambangan …………………………
12
F. Tujuan Pengawasan……………………………………………………13
G. Kewenangan Pemerintah Daerah terhadap Kegiatan
Usaha Pertambangan…………………………………………………..15
H. Regulasi Mengatur Mengenai Bisnis Pertambangan……………….17

BAB III PENUTUP…………………………………………………………….18

A. Kesimpulan……………………………………………………………..18
B. Saran……………………………………………………………………..19
C. Referensi………………………………………………………………...19

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kaya akan bahan tambang. Bahan


tambang itu meliputi emas, perak, tembaga, minyak dan gas bumi, batu
bara, dan lain-lain. Jumlah perusahan yang bergerak dan menanamkan
investasinya dibidang pertambangan pun sangat banyak Dampak positif,
penanaman investasi di bidang pertambangan ini adalah meningkatkan
devisi negara dan pendapat asli daerah, menampung tenaga kerja dan
lain-lain.

Penguasaan negara terhadap kekayaan alam tidaklah dalam artian


dimiliki oleh negara. Konsepsi penguasaan oleh negara merupakan
konsepsi hukum publik yang berkaitan dengan prinsip kedaulatan rakyat
yang dianut dalam UUD 1945. Keterkaitan antara konsepsi penguasaan
negara dengan kedaulatan rakyat tersebut memberi makna Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945 secara implisit menyatakan bahwa pemilik atas bumi, air,
dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya serta bang-cabang
produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak dimiliki oleh
seluruh rakyat Indonesia, bukan dimiliki oleh negara.

Dalam pelaksanaan pengawasan menurut Suwoto,6 perlu


diperhatikan tiga macam bentuk pengawasan yaitu ; (Pengawasan
hukum, suatu bentuk pengawasan yang ditujukan untuk mengetahui
apakah wewenang sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku (geldelijke controle); (Pengawasan administratif, suatu
bentuk pengawasan yang bertujuan untuk mengukur efisiensi kerja;
Pengawasan politik, suatu bentuk pengawasan yang digunakan untuk
mengukur segi-segi kemanfaatan (doelmatigheids controle). Dari ketiga
bentuk pengawasan tersebut, bentuk pengawasan yang akan difokuskan
dalam penelitian ini adalah pengawasan hukum.

1
Pengawasan ditujukan untuk mencegah terjadinya pelanggaran
sekaligus untuk menghentikan lebih dini adanya pelanggaran agar
terhindar akibat yang lebih buruk. Izin Usaha Pertambangan merupakan
dasar bagi pelaku tambang untuk melakukan aktivitas penambangan,
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara merumuskan bahwa Izin Usaha
Pertambangan (IUP) adalah izin untuk melaksanakan usaha
pertambangan. Izin Usaha Pertambangan tersebut terdiri dari dua tahap
yaitu IUP Eksplorasi dan IUP Operasi Produksi. Terkait dengan
pengawasan dalam kegiatan pertambangan, hal tersebut diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2010 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara.1

Terkait dengan pengawasan dalam kegiatan pertambangan, hal


tersebut diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun
2010 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelolaan
Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Berdasarkan amanat Pasal 35
Peraturan Pemerintah tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan
Pengelolaan Usaha Pertambangan Yang Dilaksanakan Oleh Pemerintah
Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pengaturan mengenai
pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara kemudian
ditetapkan dengan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor 3
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pertambangan serta pengawasanya
2. Bagaimana Pengawasan kegiatan tambang di Indonesia
1
Bambang Sunggono, 2017, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 112

2
3. Bagaimana Pengawasan Pemerintah Atas Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Yang Telah Memiliki IUP
4. Bagaimana Pengelolaan peraturan pengawasan
pertambangan di Indonesia
5. Apa Penggolongan dan wilayah pertambangan di Indonesia
6. Bagaimana Tujuan dari Pengawasan pertambangan
7. Bagaimana Kewenangan Pemerintah Daerah terhadap
Kegiatan Usaha Pertambangan
8. Jelaskan Bagaimana Regulasi yang Mengatur Mengenai
Bisnis Pertambangan

C. Tujuan Pembahasan
1. Mendeskripsikan pengertian dari pengawasan pertambangan
yang ada di Indonesia
2. Mendeskripsikan Bagaimana Pengawasan kegiatan tambang
yang ada di Indonesia
3. Menjelaskan Pengawasan Pemerintah Atas Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Yang Telah Memiliki IUP
4. Menjelaskan Bagaimana Pengelolaan peraturan pengawasan
pertambangan di Indonesia
5. Mendeskripsikan Apa Penggolongan dan wilayah
pertambangan di Indonesia
6. Menjelaskan Bagaimana Tujuan dari Pengawasan
pertambangan
7. Menjelaskan Kewenangan Pemerintah Daerah terhadap
Kegiatan Usaha Pertambangan
8. Mendeskripsikan Bagaimana Regulasi dalam Mengatur Bisnis
Pertambangan

BAB II

3
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertambangan dan Pengawasan


Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki
kekayaan alam berlimpah, baik sumber daya alam hayati, maupun
sumber daya alam non hayati. Potensi kekayaan alam itu berupa
kekayaan laut, darat, bumi dan kekayaan alam lain yang
terkandung di dalamnya. Pada Pasal 33 ayat 3 UUD 1945
menyatakan bahwa “Bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
sebesar- besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Ketentuan pada
Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 didasari oleh pokok-pokok pikiran yang
terkandung.
Berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba),
pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral
atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi
kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang.
Pertambangan di Indonesia tidak hanya mengatur mengenai
kegiatan sebelum dan saat dilakukannya pertambangan, melainkan
juga kegiatan pascatambang. Hal tersebut disebabkan karena setiap
kegiatan pertambangan yang dilakukan itu pasti merusak
lingkungan, sehingga ada adagium yang mengatakan bahwa “tidak
ada kegiatan pertambangan yang tidak merusak lingkungan”.2
Pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah tersebut
dimaksudkan untuk mencegah dan mengendalikan adanya
kerusakan lingkungan sehingga pelaku usaha tambang diharapkan

2
Oinisia meichelin (dkk), pengawasan dlh terhadap kegiatan
pertambangan bauksit sebagai upaya pengendalian kerusakan lingkungan
di kabupaten sanggau, 21 (Jan), 2019 hal 1-2

4
tidak memunculkan permasalahan tersebut, hanya saja dalam
praktek tidak sedikit perusahaan tambang yang tetap dikritik oleh
masyarakat, dan/atau menimbulkan persoalan lingkungan.
Menurut Badan Pusat Statistik, pertambangan adalah suatu
kegiatan pengambilan endapan bahan galian berharga dan bernilai
ekonomis dari dalam kulit bumi, baik secara mekanis maupun
manual, pada permukaan bumi, di bawah permukaan bumi dan di
bawah permukaan air.
Pengawasan adalah keseluruhan upaya pengamatan
pelaksanaan kegiatan operasional guna menjamin bahwa berbagai
kegiatan suatu kegiatan sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan sebelumnya. Pasal 43 Peraturan Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral Nomor 26 Tahun 2018 Tentang Pelaksanaan
Kaidah Pertambangan yang Baik dan Pengawasan Pertambangan
Mineral dan Batubara kemudian menjelaskan pengawasan
penyelenggaraan pengelolaan usaha tambang
Dengan demikian, pengawasan pemerintah pusat terhadap
pemerintah daerah terdiri dari pembinaan dan pengawasan
terhadap penyelenggara urusan pemerintah pusat di daerah. Hal
ini sebagai landasan bagi pemerintah pusat dalam melaksanakan
kontrol terhadap urusan pemerintahan di daerah serta pembinaan
atas aktivitas pemerintah daerah dalam mengurus daerahnya.3

B. Pengawasan Kegiatan Tambang


Dalam Pasal 13 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara membagi bentuk
wilayah pertambangan ke dalam 3 (tiga) bagian yang terdiri atas
Wilayah Usaha Pertambangan (WUP), Wilayah Pertambangan
Rakyat (WPR), dan Wilayah Pencadangan Negara (WPN). Wilayah

3
Fachriadi Nandar, 2021, pengawasan terhadap kegiatan pertambangan
batuan di kabupaten bone, Hal 10-12

5
Usaha Pertambangan (WUP) adalah bagian dari wilayah
pertambangan yang telah memiliki ketersediaan data, potensi
dan/atau informasi geologi. Penetapan WUP pada prinsipnya
merupakan kewenangan dari pemerintah melalui Menteri ESDM.
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada
pemerintah provinsi sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan.
Pemerintah Pusat di dalam Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 memiliki kapasitas berupa tanggung jawab mengatur
Penetepan kebijakan dan Tahun Usaha Tahun Dan pengaturan,
Penerapan Standard dan Pedoman, Penetapan Kriteria pembagian
Urusan Pusat dan Daerah, Tanggung jawab pengelolaan Minerba
berdampak nasional dan Lintas Provinsi, kemudian Pemerintah
Provinsi mempunyai tanggung jawab pengelolaan lintas kabupaten
yang ber- dampak regional. Sedangkan kewenangan Kabupaten
berfungsi untuk pengelolaan di wilayah kabupaten Kota dalam ini
kewenangan Kabupaten Kota masih cukup kuat dalam pengelolaan
dan kebijakan Sumber Daya Alam.
Adanya Undang-Undang No 23 Tahun 2014, yang terbit
pada tanggal 2 Oktober 2014 tentang Pemerintahan Daerah
memiliki pandangan dan semangat penyelenggaran kewenangan
pemerintahan terkait pengelolaan Sumber Daya Alam, yang
didalam nya termasuk di bidang pertambangan Minerba.
Pengaturan tentang usaha pertambangan di dalam Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengalami perubahan yang cukup
signifikan yang mana pada Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009
yang semula Pemerintah Kabupaten memiliki wewenang dalam
hal pengelolaan pertambangan di wilayahnya, kemudian dengan

6
adanya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 secara langsung
kewenangan dan kebijakan Kabupaten Kota.4

C. Pengawasan Pemerintah Atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha


Pertambangan Yang Telah Memiliki IUP
Terkait pengawasan pemerintah terhadap pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan, pada dasarnya diatur dalam Pasal
140 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang
menyatakan bahwa :
(1) Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan
pengelolaan usaha pertambangan yang dilaksanakan oleh
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota sesuai
dengan kewenangannya.
(2) Menteri dapat melimpahkan kepada gubernur untuk melakukan
pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenanganpengelolaan
di bidang usaha pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) yang dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten/kota.
(3) Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya melakukan pengawasan atas pelaksanaan
kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP,
IPR, atau IUPK
Ruang lingkup pengawasan fungsional diatur dalam
ketentuan Pasal 141 Undang-undang No 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, yang meliputi aspek-
aspek sebagai berikut
a. Teknis pertambangan, pengawasan teknis pertambangan
yang dilakukan oleh inspektur Tambang
b. Pemasaran
4
Yuli winiari wahyuningtyas, jun 2018, Peran Pemerintah Kabupaten
Jember Dalam Rangka Pembinaan, Pengawasan Kegiatan Tambang Di
Kabupaten Jember, vol. 7, Hal 86-87

7
c. Keuangan
d. Pengolahan data mineral dan batubara Pengawasan
dilakukan oleh pejabat pengawas yang ditunjuk oleh
menteri, gubernur, atau bupati/walikota terhadap
kegiatan perolehan, pengadministrasian, pengolahan,
penataan, penyimpanan, pemeliharaan, dan pemusnahan
data dan/atau informasi.
e. Konservasi sumber daya mineral dan batubara
f. Keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan
Pengawasan dilakukan oleh Inspektur Tambang
berkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan yang
meliputi :
1) Keselamatan kerja, yang antara lain terdiri atas :
manajemen risiko; program keselamatan kerja antara
lain, pencegahan kecelakan, peledakan, kebakaran, dan
kejadian lain yang berbahaya; pelatihan dan pendidikan
keselamatan kerja; administrasi keselamatan kerja;
manajemen keadaan darurat; inspeksi keselamatan kerja;
serta pencegahan dan penyelidikan kecelakaan.
2) Kesehatan kerja, yang antara lain terdiri atas program
kesehatan pekerja/buruh yang meliputi, pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja, pelayanan kesehatan kerja,
pencegahan penyakit akibat kerja, pertolongan pertama
pada kecelakaan, serta pelatihan dan pendidikan
kesehatan kerja; higienis dan sanitasi; ergonomis;
pengelolaan makanan, minuman, dan gizi
pekerja/buruh; dan/atau dianogsis dan pemeriksaan
penyakit akibat kerja.
3) Lingkungan kerja, yang terdiri atas : pengendalian debu;
pengendalian kebisingan; pengendalian getaran;
pencahayaan; kualitas udara kerja; pengendalian radiasi;

8
pengendalian faktor kimia; pengendalian faktor biologi;
dan kebersihan lingkungan kerja.
4) Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.
g. Keselamatan operasi pertambangan Pengawasan
dilakukan oleh Inspektur Tambang dan dapat
berkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan yang
meliputi :
1. Sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan
sarana, prasarana, instalasi, dan peralatan pertambangan;
2. Pengamanan intalasi
3. Kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan
pertambangan;
4. Kompetensi tenaga teknik; dan
5. Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan.
h. Pengelolaan lingkungan hidup, reklamasi dan
pascatambang Pengawasan dilakukan oleh Inspektur
Tambang dan berkoordinasi dengan pengawas di bidang
lingkungan hidup dan di bidang reklamasi.
i. Pemanfaatan barang, jasa, teknologi dan kemampuan
rekayasa dan rancang bangun dalam negeri. Pengawasan
dilakukan oleh Inspektur Tambang terhadap
pelaksanaan pemanfaatan barang, jasa, teknologi, serta
kemampuan rekayasa dan rancang bangun. Penggunaan
barang, jasa, teknologi, serta kemampuan rekayasa dan
rancang bangun dilaksanakan sesuai dengan klasifikasi
dan kualifikasi pelaksana usaha jasa pertambangan
mineral dan batubara.
j. Pengembangan tenaga kerja teknis pertambangan
k. Pengembangan dan pemberdayaan masyarakat
setempat.

9
l. Kegiatan-kegiatan lain di bidang kegiatan usaha
pertambangan yang menyangkut kepentingan umum
m. Pengelolaan IUP, IPR dan IUPK
n. Jumlah, jenis dan mutu hasil usaha pertambangan 5

D. Pengelolaan Peraturan Pengawasan Pertambangan Di Indonesia


Pertambangan minerba di Indonesia diawali dengan
terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (UU No.
11 Tahun 1967), yang menandai masuknya modal asing dalam
pertambangan serta politik pintu terbuka di bidang pertambangan.
Kemudian, dalam menghadapi rezim kepemimpinan negara yang
berganti, sinkronisasi dengan peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi, serta harmonisasi dengan undang-undang
sektoral lainnya. Pemerintah Indonesia menetapkan Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan dan Mineral
dan Batubara (UU No. 4 Tahun 2009) sebagai pengganti UU No. 11
Tahun 1967 yang menandai masuknya era baru di sektor
pertambangan minerba. Salah satu yang menjadi perhatian utama
dalam penetapan UU No. 4 Tahun 2009 adalah pembagian
kewenangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah
provinsi dan kabupaten/kota yang turut memperkuat tujuan
otonomi daerah.
Pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi serta
pemerintah daerah kabpuaten/kota memiliki peran sangat kuat
dalam mewujudkan pengelolaan pertambangan minerba yang
sebaik-baiknya, khususnya pada pemerintah daerah yang

5
Alva ryan kambey, 2020, tugas pemerintah dalam mengawasi aktivitas
pertambangan emas yang tidak menjalankan kewajiban izin usaha
pertambangan (IUP) berdasarkan UU no 4 tahun 2009, vol 8, no 1, Hal 16-
17

10
daerahnya ditetapkan sebagai wilayah izin usaha pertambangan
minerba. Wilayah izin usaha pertambangan minerba tentu
memberikan keuntungan langsung bagi pemerintah daerah dari
segi penerimaan hasil usaha pertambangan minerba, namun bagi
masyarakat daerah keberadaan wilayah izin usaha pertambangan
minerba telah memberikan dampak secara positif maupun negatif.
Oleh karena itu, dibutuhkan peran penting pemerintah daerah
untuk memberikan perlindungan bagi masyarakat melalui fungsi
pengawasan di wilayah izin usaha pertambangan minerba. Fungsi
pengawasan oleh pemerintah daerah di provinsi dan
kabupaten/kota, tertuang dalam Pasal 140 UU No. 4 Tahun 2009.6

E. Penggolongan dan wilayah pertambangan


Ketentuan Pasal 34 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 Tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara yang mengatur bahwa usaha
pertambangan dikelompokkan menjadi pertambangan mineral dan
pertambangan batubara. Kemudian pada Pasal 34 ayat (2),
pertambangan mineral digolongkan menjadi 4 (empat) golongan,
yaitu:
1) “Pertambangan mineral radioaktif, seperti tellurium, vanadium,
zirconium, samarium, rubidium thorium, uranium, radium,
monasit;
2) Pertambangan mineral logam, seperti tembaga, timbal, seng,
alumnia, kalium, bauksit, galena;

6
Valencia euaggelion tomboelu, 2020, Pengawasan Pemerintah Daerah
terhadap Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Berdasarkan
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-
Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Hal.4-5

11
3) Pertambangan mineral bukan logam, seperti intan, korondum,
grafit, arsen, pasir kuarsa, flourspar, kriolit, youdiumdolomit,
kalsit, rijang, pirofilit, kuarsit, batu kuarsa, clay;
4) Pertambangan batuan, seperti pumice, tras, toseki, obsidian,
marmer perlit, tanah diatome, slate, granit, granodiorit, andesit,
gabro, peridotit, dan basalt.”
Pembagian wilayah dalam pertambangan dibagi menjadi,
Wilayah Pertambangan, Wilayah Usaha Pertambangan, Wilayah
Izin Usaha Pertambangan, Wilayah Pertambangan Rakyat, Wilayah
Pencadangan Negara sebagai berikut:
1) “Wilayah Pertambangan yang selanjutnya disebut WP, adalah
wilayah yang memiliki potensi Mineral dan/atau Batubara dan
tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang
merupakan bagian dari tata rulang nasional;
2) Wilayah Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WUP,
adalah bagian dari WP yang telah memiliki ketersediaan data,
potensi, dan/atau informasi geologi;
3) Wilayah Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut
WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau
pemegang SIPB;
4) Wilayah Pertambangan Rakyat, yang selanjutnya disebut WPR,
adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan Usaha
Pertambangan rakyat.
5) Wilayah Pencadangan Negara, yang selanjutnya disebut WPN,
adalah bagian dari WP yang dicadangkan untuk kepentingan
strategis nasional.”7

F. Tujuan Pengawasan

7
Fachriadi Nandar, 2021, pengawasan terhadap kegiatan pertambangan
batuan di kabupaten bone, Hal 25-26

12
Menurut sifat atau bentuk dan tujuannya pengawasan dapat
dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pengawasan preventif dan
pengawasan represif. Tujuan dari pengawasan preventif bagi
pemerintah daerah yaitu untuk mencegah penyimpangan yang
terjadi di lapangan pemerintahan daerah. Pengawasan preventif
tersebut menurut Bagir Manan terkait dengan wewenang
mengesahkan (goedkeuring).29 Sedangkan menurut Revrisond
Baswir tujuan pengawasan preventif yaitu untuk mencegah
terjadinya tindakan-tindakan yang menyimpang yang telah
ditentukan, memberi pedoman terselenggaranya pelaksanaan
kegiatan secara efisien dan efektif, menentukan sasaran dan tujuan
yang akan dicapai dan menentukan kewenangan dan tanggung
jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus
dilaksanakan.
Selanjutnya Pengawasan Represif yaitu pengawasan yang
dilakukan setelah tindakan dilakukan untuk menilai tindakan
tersebut sesuai atau tidak sesuai dengan rencana organisasi.
Kemudian Bagir Manan berpendapat bahwa pengawasan yang
dilakukan pemerintah terkait dengan pembentukan produk hukum
daerah dan tindakan tertentu organ pemerintah daerah yaitu
wewenang pembatalan (Verneitiging) atau penangguhan
(schorsing).
Pada Pasal 16 UU No. 23 Tahun 2014 juga diatur tentang
otoritas Menteri ESDM melaksanakan pengawasan terhadap
penyelenggaraan pengelolaan usaha pertambangan yang
dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah
Kabupaten/ Kota. Dari ketentuan tersebut jelaslah bahwa Permen
No. 43 Tahun 2015 diberlakukan untuk memberikan perlindungan
dan jaminan dan kepastian bagi pemilik IUP dan telah selaras
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku sehingga
memenuhi aspek administrasi, kewilayahan, teknis, finansial dan

13
lingkungan yang juga diamanatkan dalam Pasal 36 dan 90 PP No.
23 Tahun 2010.8
faktor yang sangat mempengaruhi pengawasan dalam suatu
usaha pertambangan hal ini bisa dilihat dari tingkat kemampuan,
pengetahuan dan keahlian yang dimiliki dalam melaksanakan
suatu kegiatan atau dalam proses teknis organisasi agar tercapai
tujuan yang diharapkan. Keadaan jumlah dari petugas pengawasan
masih terbilang kurang mencapai tujuan yang diharapkan dan
ditingkatkan. sumber daya manusianya melalui pelatihan atau
kegiatan-kegiatan lainnya, Partisipasimasyarakat merupakan faktor
yang tidak kala pentingnya dalam menentukan keberhasilan suatu
kegiatan.Bentuk dari partisipasi masyarakat dalam melaporkan
penimpangan yang terjadi dalampertambangan masih
kurang.Karena masih banyak masyarakat yang menopang
hidupnya dari pertambangan.Sehingga mereka masih kurang
peduli terhadap penyimpangan yang terjadi.
Pengawasan dibutuhkan dukungan dari masyarakat
setempat untuk memudahkan suatu pengawasan.Pelaporan dalam
bentuk penyimpangan yang terjadi maka pemerintah dengan
mudah melakukan pengawasan secara efektif dan efesien.
Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam memberikan suatu
informasi demi tercapainya suatu pengawasan yang efektif
sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.Dalam
suatu organisasi apabila masyarakat dapat mengambil peran serta
ikut dalam suatu perencanaan, tetapi bukan sematamata agar
tujuan itu tercapai seperti yang diharapkan, tetapi juga diperlukan
kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab masyarakat.9
8
Mayer Hayrani DS, Maret 2019, Pengaturan Pengawasan Pusat Terhadap
Izin Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Di Era Otonomi Daerah,
A Vol 16 No.1, Hal 144-145
9
Nuralam,Abdul Kadir Adys, Adnan Ma’ruf, Desember 2017,
Pengawasan Pemerintah Pada Usaha Penambangan Bahan Galian
Golongan C Di Kabupaten Gowa, Volume 3 Nomor 3, Hal 337-339

14
G. Kewenangan Pemerintah Daerah terhadap Kegiatan Usaha
Pertambangan
Kewenangan merupakan kekuasaan membuat keputusan
memerintah dan memberi tanggung jawab kepada orang lain.
Kewenangan itu sendiri ialah kekuasaan yang diformalkan untuk
orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap bidang
pemerintahan tertentu yang berasal dari kekuasaan legislative
maupun dari pemerintah (Sadjijono, 2008). Sanksi merupakan salah
satu cara untuk memperkuat perilaku sipil tersebut Oleh karena itu
sanksi merupakan bagian yang melekat pada norma hukum
Tertentu Sanksi ada yang berupa peringatan tertulis dan ada yang
berupa peringatan secara lisan. Menurut (HR,2003).
Secara umum dikenal beberapa macam sanksi dalam hukum
administrasi yaitu kewenangan dalam pengawasan Pertambangan
tersebut berada di tangan Pemerintah Daerah sesuai dengan Pasal 4
ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara disebutkan bahwa
penguasaan mineral dan batubara oleh Negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh Pemerintah
dan/Pemerintah Daerah artinya mulai dari proses perizinan
sampai dengan pengawasan kegiatan pertambangan dijalankan
oleh Pemerintah Daerah Provinsi untuk tambang yang berada di
lintas wilayah 4 (empat) mil sampai dengan 12 (dua belas) mil dan
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota untuk tambang sampai
dengan jarak 4 (empat) mil Setelah berlakunya UU NO 23 Tahun
2014 tentang pemerintahan daerah dalam hal penyelenggaraan
urusan pemerintah di bidang pertambangan mineral dan batubara
dimana pada pasal 14 ayat (1) menyebutkan bahwa
penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang sumber daya
mineral dibagi atas pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi.

15
Berdasarkan hal tersebut tidak ada lagi kewenangan yang
dimiliki oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Pengawasan
merupakan suatu pengamatan terhadap semua kegiatan untuk
memastikan bahwa semua kegiatan dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan Selain itu dalam perspektif hukum
administrasi nasional pengawasan merupakan suatu proses
kegiatan yang digunakan untuk membandingkan apakah suatu hal
telah dilaksanakan diselesaikan atau diatur dan dibandingkan
dengan hal- hal yang diharapkan direncanakan atau dipesan
(Siagian, 1987).10
H. Regulasi Mengatur Mengenai Bisnis Pertambangan
Regulasi dalam tata kelola usaha pertambangan berkaitan
dengn AMDAL di Indonesia. UUPLH Nomor 32 Tahun 2009
menjelaskan bahwa dokumen AMDAL merupakan dokumen yang
didalamnya berisi mengenai dampak AMDAL merupakan
dokumen ilmiah yang berisikan hasil studi kegiatan yang tertata
secara sistematis dan saintifik dengan menggunakan strategi yang
bersifat studi multi keilmuan , maka studi tersebut haruslah
tersusun secara runtut dan komprehensif-integral (terpadu-lintas
sektoral).3
AMDAL dalam sistem perizinan berdasarkan UUPPLH memuat
tentang telaah berkaitan dengan dampak perancangan usaha
dan/atau kegiatan, serta kajian mengenai lingkungan disekitar
tempat rencana usaha dan/atau kegiatan, advis serta umpan balik
masyarakat terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan, prediksi
terhadap dampak yang akan timbulkan dikemudian hari, seberapa
besar pengaruhnya terhadap kelestarian lingkungan hidup sekitar
apabila rencana kegiatan tetap dilaksankan.

10
Matius Ade Krispian Soba Nono, I Ketut Kasta Arya Wijaya, Luh Putu
Suryani, September 2020, Pengawasan Pemerintah Daerah Terhadap
Usaha Pertambangan Galian C Di Kabupaten Ngada, Vol. 1, No. 2, Hal-
140

16
Regulasi yang mengatur hal tersebut diatas adalah tertuang
didalam peraturan berbentuk Undang-Undang No. 4 Tahun 2009
tentang Minerba, Undang-Undang-Undang No.32 Tahun 2019
tentang PPLH, PP No.27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan ,Permen LKHRI No. 5 Tahun 2012 berisi Jenis Usaha
dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki AMDAL11

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Usaha pemerintah dinas pertambangan dalam pengawasan usaha


penambangan dilakukan pemerintah melalui pengawasan preventif untuk
meminimalisir terjadinya penyimpangan terhadap situasi atau kondisi
yang ada dilapangan yaitu melalui sosialisasi. Sosialisasi adalah
penyampaian atau berupa pemberitahuan kepada masyarakat
menyangkut dengan pertambangan. Sosialisasi dilakukan oleh dinas
pertambangan agar masyarakat mengetahui tindakan yang dilakukan
penambang yang melanggar Peraturan Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan Peraturan Daerah
Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan.
Pengawasan preventif yang dilakukan Dinas Pertambangan dalam
bentuk sosialisasi sebagai bentuk pengawasan yang dapat mencegah atau
meminimalisir terjadinya kerusakan lingkungan dan penambangan tanpa
izin. Meskipun kegiatan sosialisasi ini belum banyak menyentuh pihak-
pihak terkait dalam usaha penambangan,sehingga penambangan masih

11
Retno Sari Dewi, SH.,MH, 2019, Regulasi Pertambangan, Hal 76

17
minin terhadap dampak dari penambangan tersebut. Sosialisasi dilakukan
oleh Dinas Pertambangan agar masyarakat mengetahui tindakan yang
dilakukan penambang yang melanggar Peraturan tambang adalah sumber
daya alam yang tidak dapat diperbaharukan bila penambangan dilakukan
secara tidak bijaksana, maka hanya akan menghasilkan keuntungan sesaat
yang berujung pada kerusakan lingkungan yang merugikan banyak pihak
khususnya masyarakat di sekitar lokasi penambang.
Sumber daya manusia merupakan faktor yang sangat mempengaruhi
pengawasan dalam suatu usaha pertambangan hal ini bisa dilihat dari
tingkat kemampuan, Adapun faktor yang mempengaruhi pengawasan
pemerintah adalah ada pada usaha penambangan sumber daya manusia
dan partisipasi masyarakat.

B. Saran
a) pemerintah lebih memperhatikan pengawasan terhadap
perusahaan perusahaan dan wilayah pertambang bagi
pelaku usaha pertambangan dan penambang agar bisa
mengurus dan melengkapi perizinan serta melakukan
kegiatan pengolahan pertambangan dengan mengikuti
peraturan-peraturan yang sudah ditentukan agar
kedepannya tidak ada pihak yang dirugikan dengan adanya
kegiatan pertambangan tersebut sehingga pertambangan
dapat diolah dengan baik.
b) Masyarakat pertambangan harus ikut serta dalam
pengawasan kegiatan usaha pertambangan dan para
penambang itu sendiri diharapkan masyarakat harus cepat
dan tanggap untuk segera melaporkan kepada dinas
lingkungan hidup ataupun pihak yang berwenang agar
proses pengawasan dapat berjalan sesuai dengan apa yang
diinginkan.

18
C. Referensi

Bambang Sunggono, 2017, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT


Raja Grafindo Persada, 2003), hlm. 112

Oinisia meichelin (dkk), pengawasan dlh terhadap kegiatan


pertambangan bauksit sebagai upaya pengendalian kerusakan lingkungan
di kabupaten sanggau, 21 (Jan), 2019 hal 1-2

Fachriadi Nandar, 2021, pengawasan terhadap kegiatan pertambangan


batuan di kabupaten bone, Hal 10-12

Yuli winiari wahyuningtyas, jun 2018, Peran Pemerintah Kabupaten


Jember Dalam Rangka Pembinaan, Pengawasan Kegiatan Tambang Di
Kabupaten Jember, vol. 7, Hal 86-87

Alva ryan kambey, 2020, tugas pemerintah dalam mengawasi aktivitas


pertambangan emas yang tidak menjalankan kewajiban izin usaha
pertambangan (IUP) berdasarkan UU no 4 tahun 2009, vol 8, no 1, Hal 16-
17

Valencia euaggelion tomboelu, 2020, Pengawasan Pemerintah Daerah


terhadap Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara Berdasarkan
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-

19
Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Hal.4-5

Nandar, 2021, pengawasan terhadap kegiatan pertambangan batuan di


kabupaten bone, Hal 25-26

Mayer Hayrani DS, Maret 2019, Pengaturan Pengawasan Pusat


Terhadap Izin Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Di Era
Otonomi Daerah, A Vol 16 No.1, Hal 144-145

Nuralam,Abdul Kadir Adys, Adnan Ma’ruf, Desember 2017,


Pengawasan Pemerintah Pada Usaha Penambangan Bahan Galian
Golongan C Di Kabupaten Gowa, Volume 3 Nomor 3, Hal 337-339

Matius Ade Krispian Soba Nono, I Ketut Kasta Arya Wijaya, Luh Putu
Suryani, September 2020, Pengawasan Pemerintah Daerah Terhadap
Usaha Pertambangan Galian C Di Kabupaten Ngada, Vol. 1, No. 2, Hal-
140

Retno Sari Dewi, SH.,MH, 2019, Regulasi Pertambangan, Hal 76

20

Anda mungkin juga menyukai