Anda di halaman 1dari 95

UNIVERSITAS PANCASILA

FAKULTAS HUKUM

SKRIPSI

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN REGULASI TERHADAP PERAN DAN FUNGSI


SATUAN KERJA KHUSUS MINYAK DAN GAS YANG MENYELENGGARAKAN
KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS MENURUT KETENTUAN PERATURAN
PERUNDANG UNDANGAN YANG TERKAIT

Disusun oleh :

Nama : MUHAMMAD RIDWAN ALFIANSYAH


NPM :3016210225
Bagian :Hukum Tata Negara / Hukum AdministrasiNegara
Program Kekhususan : Hubungan Negara dengan Masyarakat (PK-V)

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN SYARAT-SYARAT GUNA MENCAPAI


GELAR SARJANA HUKUM
JAKARTA 2021
ABSTRAK

Latar belakang SKK Migas didirikan karena Mahkamah Konstitusi


membatalkan Undang-Undang Nomor 22 tentang Minyak dan Gas Bumi pada tahun
2001, yaitu semua undang-undang yang terkait dengan Badan Penegakan Hukum
Minyak dan Gas Bumi (BPMigas). Keluarnya Perpres Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi tidak melaksanakan
ketentuan UUD 1945. Terlihat bahwa perekonomian yang diatur dalam Pasal 33
UUD 1945 didasarkan pada demokrasi ekonomi, dan kemakmuran bagi semua orang.
Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa selama 68 tahun kemerdekaan
Indonesia, kedaulatan atas sumber daya alam (migas) belum terwujud. Negara masih
belum bisa mengelola sektor migas secara mandiri, dan masih didominasi oleh pihak
asing yang memiliki kekuatan migas.
Sejak lahirnya UU No. 44 Prp tahun 1960, pengelolaannya dikelola oleh
BUMN Pertamina, yang diatur dalam UU No. 8 tentang Pertamina tahun 1971, dan
kemudian berubah menjadi undang-undang. 22 tentang minyak dan gas bumi tahun
2001, dan yang terakhir adalah Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Keberadaan SKK
Migas tidak memenuhi persyaratan kewenangan konstitusional. kebijakan,
pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan negara. Pemerintah harus memaksimalkan
konsistensi dengan perusahaan milik negara dan sumber daya manusia (rakyat
Indonesia) untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.
Dari permasalahan tersebut maka peneliti bertujuan untuk mendeskripsikan
bagaimana perubahan pengaturan badan khusus tersebut. Metode penelitian yang
digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan historis dan
pendekatan perundang-undangan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan,
mengenai pengelolaan minyak dan gas bumi telah mengalami empat tahap perubahan
pengaturan yaitu pada Indische Mijnwet 1899, Undang-Undang Nomor 44 Tahun
1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dan Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 36/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001.
Perubahan terjadi akibat ketidakmampuan regulasi yang ada dalam mengantisipasi
pergantian kondisi industri migas, sehingga tampak industri migas hanya mencari
keuntungan berbasis globalisasi. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 memuat unsur dikuasai
oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Kata kunci : BP migas, SKK migas, kegiatan Hulu Minyak, Ketentuan Hukum ,
Peran Dan Fungsi, Badan Pengelola

ii
KATA PENGANTAR

Tiada kata yang paling indah selain puji dan rasa syukur kepada Allah SWT,

yang telah menentukan segala sesuatu berada di tangan-Nya, sehingga tidak ada

setetes embun pun dan segelintir jiwa manusia yang lepas dari ketentuan dan

ketetapan-Nya. Alhamdulillah atas hidayah dan inayah-Nya, penulis dapat

menyelesaikan penyusunan Skripsi ini yang berjudul : “TINJAUAN YURIDIS

PERUBAHAN REGULASI TERHADAP PERAN DAN FUNGSI SATUAN

KERJA KHUSUS MINYAK DAN GAS YANG MENYELENGGARAKAN

KEGIATAN HULU MINYAK DAN GAS MENURUT KETENTUAN

PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN YANG TERKAIT”.

Yang merupakan syarat dalam rangka menyelesaikan studi untuk menempuh

gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Penulis menyadari

bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal itu disadari karena

keterbatasan kemampuan dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Besar harapan

penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pihak lain

pada umumnya. Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapat pelajaran,

dukungan motivasi, bantuan berupa bimbingan yang sangat berharga dari berbagai

pihak mulai dari pelaksanaan hingga penyusunan laporan skripsi ini.

Hasil penulisan ini tidak lepas dari pikiran dan budi baik banyak orang yang

telah berperan dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu

dengan kesungguhan hati yang paling mendalam, penulis mengucapkan terimakasih

iii
yang sebesar-besarnya kepada:

1. Orang tua penulis, bapak Ir. Syarief Faizal, dan Ibu Rahayu Saparti yang senantiasa

penulis hormati dan sayangi. Terima kasih telah terus memberikan perhatian dan

dukungan kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Yth. Bapak Prof. Dr. Eddy Pratomo,S.H., M.A. , selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Pancasila beserta jajarannya.

3. Yth. Bapak Dr. Endra Wijaya, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Tata

Negara Fakultas Hukum Universitas Pancasila.

4. Yth. Bapak Prof. Dr. Drs. Astim Riyanto, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing
materi dalam penulisan skripsi ini serta yang selalu memberikan nasihat, masukan
dan pembelajaran kepada penulis.
5. Yth. Ibu Dr. Lisda Syamsudin, S.H., M.H. selaku dosen pembimbing teknis dalam

penulisan skripsi ini serta memberikan pembelajaran kepada penulis.

6. Sahabat dekat penulis yaitu Dodi, Olan, William, Said, Samuel, Dewi, Tias,

Langgeng, Vino, Andre Siagian, Rommy, Caitlyn, Moko, Iman, zico, kiel, Adam,

Stevi, Winda, dan Bastian karena telah memberi dukungan kepada penulis dalam

menulis skripsi ini, serta menjadi teman penghibur disaat sudah mulai merasa penat

dan bosan dalam penulisan skripsi ini.

iv
7. Teman-teman SEMA FH-KMUP periode 2017-2018 dan periode 2018-2019

Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang tidak dapat disebukan satu

persatu namanya karena keterbatasan ruang.

8. Keluarga besar SPO 34 Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang tidak

dapat disebukan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang.

9. Teman-teman UKM Peradilan Semu Fakultas Hukum Universitas Pancasila

yang tidak dapat disebukan satu persatu namanya karena keterbatasan ruang

10. Teman-teman pengurus komunitas Fokus Konstitusi Bagian Tata Negara

Fakultas Hukum Universitas Pancasila yang tidak dapat disebukan satu

persatu namanya karena keterbatasan ruang.

Akhir kata penulis berharap semoga penulisan skripsi ini dapat

bermanfaat bukan hanya bagi penulis saja, namun juga bagi para pembaca dan

tentunya almamater kita. Penulis menyadari bahwa penulis bukanlah manusia

yang sempurna dan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna serta banyak

kekurangan, sehingga penulis dengan ini berharap dimaafkan jika sekiranya

tedapat kesalahan dan kekurangan dalam skripsi ini.

Jakarta, 25 Juli 2021

Muhammad Ridwan Alfiansyah

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam yang belum

sepenuhnya diekplorasi dan dieksploitasi serta belum diatur secara efisien dan

efektif. Terhadap kekayaan sumber daya alam tersebut, negara mengatur secara

tegas yang dimuat di dalam Konstitusi Indonesia. Pada Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRIT) Pasal 33 ayat (3)

menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar- besarnya untuk

kemakmuran rakyat, hal ini menunjukan akan adanya hak penguasaan negara

terhadap bumi, air dan kekayaan alam berlandaskan kemakmuran rakyat. 1

Kekuasaan negara dilaksanakan dalam pembentukan peraturan perundang-

undangan guna melancarkan perekonomian, dan peraturan perundang-undangan

yang melarang penghisapan orang yang lemah oleh orang yang bermodal.2

1
Nandang Sudrajat, Teori dan Praktik Pertambangan Indonesia, (Yogyakarta:Pustaka
Yustisia, 2013), hlm.1.
2
Eli Ruslina, Dasar Perekonomian Indonesia Dalam Penyimpangan Mandat Konstitusi UUD
Negara Tahun 1945, (Jakarta: Total Media, 2013), hlm.47.

1
2

Salah satu bentuk kekayaan alam yang dimiliki Indonesia adalah bahan

galian tambang yang dapat berwujud minyak, gas bumi, batubara, emas,

perak, tembaga, dan lain-lain. Di antara jenis bahan galian tersebut, salah

satu sumber daya alam yang memiliki pengaruh terhadap kegiatan

pembangunan Indonesia adalah sektor Minyak dan Gas (selanjutnya migas).

Sektor migas merupakan sumber penerima devisa yang sangat dominan

untuk menuju tercapainya tujuan berbangsa dan bernegara, yaitu

mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana yang

diamanatkan pada filsafat negara, yakni Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Mengingat bahwa migas merupakan

sumber daya alam strategis yang tidak terbarukan dan komoditas vital yang

terpenting, maka pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar

dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan

rakyat Indonesia.

Setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 agustus 1945,

dalam melaksanakan amanat Pasal 33 UUD NRIT 1945, pada tahun 1951

pemerintah berdasarkan mosi Tengku Mohammad Hasan memutuskan untuk

tidak mengeluarkan izin konsesi baru untuk pertambangan minyak bumi

berdasarkan Indische Mijnwet Tahun 1899 (sering disebut sebagai “5A

Contracten”). Namun, baru pada tahun 1960 Pemerintah berhasil

mengeluarkan UU Nomor 44 Prp Tahun 1960 (UU Migas 1960)

menggantikan Indische Mijnwet, yang memberi hak eksklusif kepada Negara

untuk menggali sumber minyak dan gas bumi.


3

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 ini 3 berikutnya

Perusahaan Negara tersebut diatur dalam UU Nomor 8 Tahun 1971 tentang

Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Negara (PERTAMINA) minyak

dan gas bumi merupakan salah satu sumber kekayaan alam yang potensial

bagi pemasukan negara, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat

menyepakati penerimaan negara pada tahun 2013 dari sektor migas sebesar

US$ 31,7 miliar dengan kurs acuan dalam Anggaran Pendapatan dan belanja

Negara (APBN) Rp 9.300 per dolar AS berarti penerimaan dari sektor migas

mencapai Rp 294,81 triliun atau 19,27 % dari target penerimaan negara 2013

Rp 1.529,7 triliun.4 Menilai dari potensial sektor migas ini, maka pemerintah

perlu pengaturan dalam pengelolaannya. Pengaturan akan pengelolaan

minyak dan gas bumi telah mengalami perubahan-perubahan yang panjang

dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan berdasarkan pada

asas ekonomi kerakyatan dan asas kekeluargaan. Pengaturan akan

pengelolaan minyak dan gas bumi dimulai sejak berlakunya Indische

Mijnwet 1899, pada masa penjajahan Belanda. Kemudian setelah 15 tahun

Indonesia merdeka, dibentuklah Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960

tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, yang menghapuskan sistem

pertambangan minyak dan gas bumi sebelumnya.

Dalam pelaksanaan undang-undang tersebut negara membentuk badan

khusus pengelola minyak dan gas bumi, melalui Undang-Undang Nomor 8

3
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Pertambangan Minyak dan Gas
Bumi, UU No. 44 Prp Tahun 1960
4
Investor Daily Indonesia, Penerimaan Negara dari ESDM Rp415,20 Triliun,
http://www.investor.co.id/energy/penerimaan-negara-dari-esdm-rp41520triliun (diakses pada
tanggal 04 juni 2021, pukul 10.30)
4

Tahun 1971 dibentuk yaitu Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Negara yaitu PERTAMINA. regulator bagi mitra yang menjalin kerja sama

melalui mekanisme Kontrak Kerja Sama (KKS) di wilayah kerja (WK)

PERTAMINA. Dan bertindak sebagai operator karena yang menggarap

sendiri sebagian wilayah kerjanya.5 Pada tahun 2001, pemerintah menyusun

kembali akan pengaturan minyak dan gas bumi, dengan membentuk Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-

Undang tentang Minyak dan Gas Bumi ini memuat tentang pembentukan

badan pelaksana kegiatan pengolahan minyak dan gas yang dikenal dengan

Badan Usaha Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi, ditegaskan dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha

Minyak dan Gas Bumi. Badan khusus ini memenuhi peran Negara dalam

mengatur dan mengawasi kegiatan eksploitasi dan eksplorasi mengambil alih

peran PERTAMINA dalam kegiatan komersial hulu dalam rangka mengatur

dan menjalankan fungsi administrasi. Namun Undang- Undang Migas ini

juga dianggap bertentangan dengan konstitusi Indonesia, maka berdasarkan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang memutuskan

untuk membatalkan frasa “Badan Pelaksana” (BP) pada undang-undang

tersebut sehingga BP Migas tidak lagi memiliki kekuatan hukum.

Pada amar putusan tersebut hakim Mahkamah Konstitusi

memerintahkan kepada pemerintah untuk tetap melaksanakan pengolahan

5
Pertamina.E.P dalam
http://www.pertamina-ep.com/Tentang-PEP/Sekilas-Perusahaan/Sejarah-Kami diakses pada
tanggal 04 juni 2021
5

migas bersama kementerian terkait selama undang-undang migas yang baru

belum dibentuk. Pemerintah mengambil tindakan dengan menetapkan

Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pembentukan Satuan

Kerja Khusus Sementara Pengelola Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi

(SKSP Migas) sebagai pengganti BP Migas Pemerintah kemudian

mempertegas pengalihan tugas, fungsi dan organisasi BP Migas berdasarkan

Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 9

Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Kemudian

berdasarkan Perpres Nomor 9 Tahun 2013, maka Menteri Energi dan Sumber

Daya Mineral (ESDM) membentuk surat keputusan yaitu Kepmen ESDM

Nomor 9 Tahun 2013 yang menyatakan pembentukan Satuan Kerja Khusus

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu

minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan

lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak

dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang

maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Maka dalam

perjalanan sejarah pengelolaan minyak dan gas bumi, Indonesia telah

mengalami empat tahap perubahan ini telah sesuai dengan ketentuan hukum

mengenai pengelolaan minyak dan gas bumi? Berdasarkan uraian perubahan

pengaturan di atas, Maka peneliti tertarik untuk mengangkat masalah tersebut

dalam suatu penelitian hukum yang berjudul:


6

TINJAUAN YURIDIS PERUBAHAN REGULASI TERHADAP

PERAN DAN FUNGSI SATUAN KERJA KHUSUS MINYAK DAN

GAS YANG MENYELENGGARAKAN KEGIATAN HULU MINYAK

DAN GAS MENURUT KETENTUAN PERATURAN PERUNDANG

UNDANGAN YANG TERKAIT.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah diuraikan tersebut diatas maka penulis

merumuskan masalah yang akan diangkat adalah, sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan perubahan pengaturan peran dan fungsi Satuan

Kerja Khusus minyak dan gas bumi?

2. Apakah masalah yang timbul dari pengaturan perubahan peran dan fungsi

satuan kerja khusus minyak dan gas bumi?

3. Bagaimanakah pemecahan masalah dalam pengaturan peran dan fungsi

satuan kerja khusus minyak dan gas Bumi

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Penelitian yang dilakukan ini bertujuan:

1. Untuk menemukan pelaksanaan pengaturan perubahan peran dan

fungsi Satuan Kerja Khusus minyak dan gas bumi.

2. Untuk menemukan masalah yang timbul dalam perubahan pengaturan

peran dan fungsi Satuan Kerja Khusus minyak dan gas bumi.
7

3. Untuk menemukan pemecahan masalah dalam pengaturan peran dan

fungsi satuan kerja khusus minyak dan gas Bumi

2. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi ilmu

pengetahuan bagi masyarakat umumnya terutama mahasiswa fakultas

hukum khususnya mahasiswa bagian Hukum Administrasi dan

Ketatanegaraan.

2. Secara Praktis

Penelitian ini memberikan sumbangan dan masukan bagi pihak

yang memerlukan khususnya bagi masyarakat, pemerintah, dan pihak-

pihak yang terkait dalam badan usaha pengelolaan minyak dan gas

bumi.

D. Kerangka Teori

Negara memiliki tujuan untuk mensejahterakan masyarakatnya, sehingga

kekuasaan tidak terpusat hanya pada satu orang. Pemerintah merupakan

lembaga yang dikepalai oleh seorang Presiden yang disebut dengan kalangan

Eksekutif, secara langsung berperan langsung dalam pengolaan segala

sumber daya yang dimiliki Bangsa ini, yang kemudian segala keuntungannya

dapat dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyatnya. Menurut Utrech, konsep

Negara kesejahteraan itu mengutamakan kepentingan seluruh rakyat dengan

tugas dan fungsi menyelenggarakan kepentingan umum seperti, kesehatan


8

rakyat, pengajaran, perumahan, pembagian tanah dan sebagainya.6 Negara

dalam menjalankan pemerintahan memiliki konstitusi sebagai hukum

dasarnya. Menurut Jimly Asshiddiqie konstitusi sebagai hukum dasar yang

dijadikan pegangan dalam penyelenggaraan suatu negara.7

Undang-Undang Dasar merupakan Konstitusi tertulis yang memiliki

posisi tertinggi didalam hierarki peraturan perundang-undangan. Dalam

menjalankan Negara, terdapat pemberian kekuasaan kepada Negara berupa

wewenang atau kewenangan (authority).8 Sebagaimana dinyatakan dalam

Pasal 33 ayat (3) UUD NRIT 1945 menyatakan bahwa: “bumi dan air dan

kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” sehingga dapat

dikatakan pengelolaan dan pengusahaan terhadap sumber daya alam (SDA)

di Indonesia yang ditujukan untuk mencapai salah satu tujuan bangsa

Indonesia yaitu kesejahteraan rakyat. Dikuasai oleh Negara memaknai bahwa

hak kepemilikan yang sah atas kekayaan alam adalah milik rakyat Indonesia.

Jadi, dapat dikatakan bahwa kekayaan alam milik rakyat Indonesia

dikuasakan kepada negara untuk dikelola dengan baik untuk mencapai tujuan

bernegara9

Secara ketatanegaraan, bentuk keterlibatan negara dalam pengelolaan

sumber daya mineral ada tiga, yakni pengaturan (regulasi), pengusahaan

(mengurus) dan pengawasan. Aspek pengaturan merupakan hak mutlak


6
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, (Surabaya: Bina
Ilmu, 1987), hlm.77.
7
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya
di Indonesia, Ichhtiar Baru-van Hoeve, (Jakarta: Pustaka Utama, 1994), hlm.56.
8
Sjachran Basah, Ilmu Negara, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 1994), hlm.135.
9
Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hlm.24.
9

negarayang tidak boleh diserahkan kepada swasta dan merupakan aspek yang

paling utama diperankan negara diantara aspek lainnya10

1. Teori Kelembagaan dan Kebijakan

Kebijakan dan kelembagaan (institusi) sulit dipisahkan, seperti dua

sisi sekeping mata uang. Kebijakan yang bagus tetapi dilandasi

kelembagaan yang jelek tidak akan membawa proses pembangunan

mencapai hasil secara maksimal. Demikian juga sebaliknya,

kelembagaan yang bagus tetapi kebijakannya tidak mendukung juga

membuat tujuan pembangunan sulit dicapai sesuai harapan.

Pengalaman menunjukkan bahwa kegagalan pembangunan seringkali

bersumber dari kegagalan negara dan pemerintah dalam membuat dan

mengimplementasikan kebijakan yang benar serta mengabaikan

pembangunan kelembagaan yang seharusnya menjadi dasar dari

seluruh proses pembangunan baik sosial, ekonomi, politik, teknologi

maupun pengelolaan sumber daya alam. Ringkasnya kegagalan terjadi

karena tata kelola pemerintahan yang buruk.11 Institusi atau

kelembagaan adalah pusat dari teori kebijakan dan institusi dianggap

sebagai unsur untuk pembuatan dan pembentuk kebijakan. Misalnya

kebanyakan kebijakan ditetapkan dalam bentuk aturan dan ketetapan

yang merupakan unsur-unsur utama dalam kelembagaan.12 Sedangkan

kebijakan adalah intervensi pemerintah (dan publik) untuk mencari

10
Ibid, hlm.25.
11
Nandang Sudrajat, Op Cit, hlm 56
12
Harjono. Lembaga Negara dalam UUD 1945. Jurnal Konstitusi. Vol 4 Nomor 2 Juni
2007 Hlm 7
10

cara pemecahan masalah dalam pembangunan dan mendukung proses

pembangunan yang lebih baik. Kebijakan adalah upaya, cara dan

pendekatan pemerintah untuk mencapai tujuan pembangunan yang

sudah dirumuskan. Kebijakan bisa juga merupakan upaya pemerintah

untuk memperkenalkan model pembangunan baru berdasarkan

masalah lama. Kebijakan juga adalah upaya untuk mengatasi

kegagalan dalam proses pembangunan, seperti kegagalan kebijakan itu

sendiri, kegagalan pemerintah dan negara, kegagalan dalam bidang

kelembagaan, kegagalan dalam ekonomi, perdagangan dan pemasaran

dan sebagainya.13 Salah satu bentuk kebijakan yang sering dilakukan

pemerintah dalam rangka proses pembangunan adalah mengadakan

perjanjian perdata dengan mengikat harta kekayaan alam. Dalam

pelaksanaan perjanjian tersebut pemerintah dianggap berkedudukan

sejajar dengan lawan kontraknya ( staat op gelijke voet al seen privat

person), sehingga karena status yang sejajar ini akan memberikan

jaminan bahwa pemerintah yang bersangkutan itu tidak dalam

berkedudukan yang diistimewakan (tidak gepreviligieerd), baik waktu

menyusun maupun pada waktu melaksanakan isi perjanjian tersebut. 14

Namun, ada kesamaan yang perlu diperhatikan dalam memahami

kelembagaan dan kebijakan, yaitu:15


13
Leo Agustinus. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung. 2012. Hlm 2-3
14
Indroharto, Perbuatan Pemerintah Menurut Hukum Publik dan Hukum Perdata,
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara Bogor - Jakarta, 1995. Hal
105.
15
Tony Djogo, Didik Suharjito dan Martua Sirait, Bahan Ajar : Kelembagaan dan
Kebijakan. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Hukum Administrasi Negara Bogor – Jakarta.
2003. Hlm 13-14
11

a. Memperhatikan atau menyangkut prilaku, norma, etika dan nilai

perorangan dan organisasi.

b. Dapat dituangkan dalam peraturan dan memerlukan peraturan

untuk implementasinya.

c. Memerlukan instrument atau perangkat tertentu untuk

melaksanakannya.

d. Memerlukan wadah berupa pranata atau organisasi untuk

menjalankannya.

e. Menjadi landasan yang fundamental untuk pembangunan.

f. Implementasi memerlukan tindakan kolektif yang

memerlukan solidaritas dan kohesi antara anggota.

2. Teori Keabsahan

Kewenangan merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu

hukum tata pemeritahan (bestuursrecht). Secara sederhana,

kewenangan dapat kita artikan sebagai hak yang bersifat khusus yang

diberikan kepada apartur negara untuk memaksakan kehendaknya.

Pemaksaan di sini merupakan hak yang melekat secara otomatis (ex-

officio) bagi aparatur pemerintahan dalam menjalankan fungsi dan

kewenangannya. Terdapat 2 (dua) jenis kategori kewenangan dalam

tata pemerintahan, antara lain

1. Kewenangan yang bersifat atributif (original), yaitu

kewenangan aparatur pemerintahan yang bersifat permanen

yang langsung diberikan atau diperintahkan oleh peraturan


12

perundang-undangan; dan Kewenangan non atributif (non

original), yaitu kewenangan aparatur pemerintahan yang

diperoleh dari pelimpahan wewenang, yang terdiri dari 2 (dua)

bentuk yakni baik pelimpahan wewenang dalam bentuk mandat,

maupun pelimpahan wewenang dalam bentuk delegasi.

E. Kerangka Konseptual

Untuk mempermudah pengertian konsep dan upaya untuk menghindar

dalam menafsirkan istilah-istilah yang digunakan dalam penulisan, maka

penulis perlu menjelaskan pengertian istilah-istilah yang dimaksud dalam

judul skripsi ini:

1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang

dalam kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau

padat, termasuk aspal, lilin mineral atau ozokerit, dan bitumen yang

diperoleh dari proses penambangan, tetapi tidak termasuk batubara

atau endapan hidrokarbon lain yang berbentuk padat yang diperoleh

dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha Minyak dan

Gas Bumi.16

2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam

kondisi tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang

diperoleh dari proses penambangan Minyak dan Gas Bumi.17

3. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau

16
Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia tentang Minyak dan Gas Bumi, UU
No. 22 Tahun 2001, Pasal 1 (ayat) 1.
17
Ibid, Pasal 1 (ayat) 2.
13

bertumpu pada kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.18

4. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak

kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih

menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat.19

5. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan

Gas Bumi (SKK Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh

pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 95 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas bertugas

melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi

berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini

dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas

bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang

maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.20

6. Eksplorasi adalah kegiatan yang bertujuan memperoleh informasi

mengenai kondisi geologi untuk menemukan dan memperoleh

perkiraan cadangan Minyak dan Gas Bumi di Wilayah Kerja yang

ditentukan.

7. Eksploitasi adalah rangkaian kegiatan yang bertujuan untuk

menghasilkan Minyak dan Gas Bumi dari Wilayah Kerja yang

18
Ibid, Pasal 1 (ayat) 7
19
Indonesia, Peraturan Presiden No. 95 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
20
https://www.skkmigas.go.id/about-us/profile diakses pada tanggal 04 Mei 2021, pukul
13.22-13-27
14

ditentukan, yang terdiri atas pengeboran dan penyelesaian sumur,

pembangunan sarana pengangkutan, penyimpanan, dan pengolahan

untuk pemisahan dan pemurnian Minyak dan Gas Bumi di lapangan

serta kegiatan lain yang mendukungnya.21

8. Badan Usaha adalah perusahaan berbentuk badan hukum yang

menjalankan jenis usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.22

9. Kontrak Kerja Sama adalah Kontrak Bagi Hasil atau bentuk kontrak

kerja sama lain dalam kegiatan Eksplorasi dan Eksploitasi yang lebih

menguntungkan Negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-

besar kemakmuran rakyat.23

10. Regulasi adalah sumber hukum formil berupa peraturan perundang-

undangan yang memiliki beberapa unsur, yaitu merupakan suatu

keputusan yang tertulis, dibentuk oleh nembaga negara atau pejabat

yang berwenang, dan mengikat umum24

F. Metode Penelitian

21
Indonesia, Undang-Undang negara Republik Indonesia tentang Minyak dan Gas Bumi,
UU No. 22 Tahun 2001, Pasal 1 (ayat) 9
22
Ibid, Pasal 1 (ayat) 17
23
Ibid, Pasal 1 (ayat) 19
24
Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang_Undangan:Jenis,Fungsi Dan Materi Muatan,
(Yogyakarta: Kanisius, 2007), hlm.12.
15

Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam skripsi ini,

penulis melakukan penelitian hukum dengan beberapa metode sebagai berikut

1. Jenis dan Sifat Penelitian

Penelitian yang digunakan penulis merupakan penelitian hukum

normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti

bahan pustaka yang berhubungan dengan minyak dan gas bumi. 25

Sebagaimana dasar pengertian penelitian hukum adalah suatu proses

untuk menemukan antara hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun

doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 26

Kemudian penelitian ini bersifat korelasional, di mana mempelajari

dua variabel atau lebih, takni sejauh mana variasi dalam satu variabel

berhubungan dengan variasi variabel yang lain. Variabel dalam

penelitian ini adalah dasar-dasar hukum pada tiap perubahan peran

dan fungsi badan pengelola minyak dan gas bumi.

2. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan

pendekatan historis dan perundang-undangan. Pendekatan historis

(historical approach) yang dilakukan untuk memahami perubahan dan

perkembangan filosofi yang mendasari aturan hukum yang terkait.

Pendekatan historis dilakukan guna memahami, bagaimana suatu

perubahan terjadi. Sedangkan pendekatan perundang-undangan


25
Soerjono Soekanto, dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, Rajawali Pers, Jakarta, 2003 , hlm. 15.
26
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm.35.
16

(statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang

terkhusus pada konstitusi dan regulasi yang bersangkut paut dengan

isu hukum tentang minyak dan gas bumi.27 Pendekatan ini dilakukan

guna melihat bagaimana penafsiran konstitusi terhadap pembentukan

undang-undang.

3. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis. Mengingat

tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran secara rinci,

sistematis, dan menyeluruh mengenai perubahan regulasi peran dan

fungsi SKK MIGAS. Bersifat analitis yaitu dengan cara menganalisa

data yang diperoleh dari perundang-undangan yang berlaku, pendapat

ahli, dan teori-teori ilmu hukum.

4. Sumber Data

Menurut sugiyono sumber data penelitian terdiri dari sumber

primer yaitu sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data dan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data. Sebagian besar

tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data yang relevan, dapat

dipercaya dan dapat dipertangungjawabkan.

G. Metode Pengumpulan Data

27
Ibid, hlm 93
17

Pengumpulan data dalam penelitian ini, menggunakan data sekunder

adalah suatu data yang diperoleh secara tidak langsung dari lapangan. Data

sekunder yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dibedakan menjadi:

A. Sumber bahan hukum primer

Sumber bahan hukum primer adalah sumber data yang mempunyai

kekuatan hukum mengikat, terdiri dari :

1. Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi

3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan

Minyak dan Gas Bumi

4. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

5. Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2002 tentang Badan

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi

6. Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang

Pembentukan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu

Minyak dan Gas Bumi

7. Peraturan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Nomor 9 tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan

Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas.

8. Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral (ESDM)

Nomor 3135 Tahun 2012 Tentang Pengalihan Tugas, Fungsi


18

Dan Organisasi Dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Minyak

Dan Gas Bumi.

9. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang

Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi.

B. Sumber Bahan Hukum Sekunder

Sumber bahan hukum sekunder adalah bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, adalah sebagai berikut:

1. Hasil karya pakar hukum, seperti beberapa Jurnal Mimbar

Hukum dan Jurnal Konstitusi

2. Teori-teori hukum yaitu teori azas pembentukan undang-undang

yang baik dan teori kelembagaan dan kebijakan serta teori

keabsahan.

3. Situs resmi dari internet

4. Buku-buku bacaan sebegaimana yang terdapat pada daftar

pustaka.

C. Sumber Bahan Hukum Tersier

Sumber bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, yaitu antara lain Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

karya W.J.S Poerwadharminta, penerbit Balai Pustaka 1984.


19

H. Metode Analisis Data

Setelah data dikumpulkan dengan teknik pengumpulan data tersebut

diatas, tahap berikutnya adalah menganalisis data, yaitu meninterprestasikan

hubungan logis antara teori-teori yang digunakan untuk kemudian

disesuaikan dengan teori-teori yang digunakan. Analisis data menunjukan hal

yang sangat penting dalam suatu penelitian yang bertujuan untuk

menemukan jawaban terhadap suatu masalah yang diteliti.

I. Sistematika Penulisan

Dalam usaha mendapatkan gambaran yang jelas, penulis mencoba

menyusunnya ke dalam 4 (empat) bab yang saling berhubungan :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini membahas mengenai latar belakang, pokok

permasalahan, tujuan penulisan, kerangka konseptual,

metode penelitian dan sistematika penulisan

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini penulis akan menguraikan mengenai sejarah,

pengertian, tinjauan umum peraturan perundang udangan

dan tinjauan umum putusan Mahkamah Konstitusi

BAB III : PEMBAHASAN

Bab ini membahas hasil penelitian, atas peran dan fungsi

skk migas dan kewenangannya serta akibat Hukumnya


20

BAB IV: PENUTUPAN

Bab ini, penulis akan memberikan mengenai kesimpulan

dan saran dari penelitian skripsi tersebut.


BAB II

TINJAUAN UMUM TATA KELOLA MINYAK DAN GAS DI INDONESIA

A. Sejarah Singkat Tata Kelola Migas

Pemanfaatan dan penggunaan minyak bumi dimulai oleh bangsa

Indonesia sejak abad pertengahan. Menurut sejarah, orang Aceh

menggunakan minyak bumi untuk menyalakan bola api saat memerangi

armada Portugis. Namun, selama ini yang lebih dikenal adalah pencarian

minyak di Indonesia pertama kali dilakukan oleh pengusaha belanda yang

bernama Jan Reerink pada tahun 1857 didaerah Gunung Ceremai, dekat

Cibodas, Jawa Barat. Namun, usaha ini ternyata tidak mneghasilkan apa- apa.

Sehingga, sebagai awal eksplorasi atau pencarian migas dilakukan adalah

pengeboran sumur Telaga tunggal oleh Aeilko Jans Zijlker pada tahun 1883.28

Zijlker adalah pemimpin perusahaan tembakan di Langkat, Sumatera

Utara, agar dapat mengeksploitasi minyak diperkebunannya, ia membentuk

badan usaha komersial untuk memperlancar usahanya dan memohon konsensi

dari Sultan Langkat. Konsensi yang ia dapatkan tersebut disbut sebagai

konsensi Telaga Said. Pengeboran pertama yang dilakuklan Zijlker adalah di

daerah Telaga Tiga. Namun, pengeboran pertama ini tidak membuahkan hasil

hingga akhirnya Zijlker melakukan pengeboran kedua di Telaga Tunggal

pada 15 Juni 1985 dengan hasil yang sangat menggembirakan. Sumur ini

kemudian dikenal sebagai sumur nomor 1 karena terus menghasilkan minyak


28
Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, (Jakarta: Djambatan, 2000), hlm. 11.

21
22

sampai berumur 50 tahun, walau hanya dibor sampai dengan kedalaman 121

meter.29

B. Minyak dan Gas Bumi

Indonesia merupakan negara yang kaya akan cabang-cabang produksi

yang didapat dari alam, salah satunya yaitu minyak dan gas bumi. Minyak

bumi berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu crude oil sedangkan istilah

gas bumi berasal dari terjemahan bahasa Inggris yaitu natural gas. Pengertian

minyak bumi telah dijabarkan pada Pasal 3 huruf i The Petroleum Tax Code,

1997, di India, yang berbunyi:

“Potreleum” means crude oil existing in its natural condition i.e. all
kinds of hydrocarbons and bitumen, both in solid and in liquid form, in
their natural state or obtained from Natural Gas by condensation or
extraction, including distillate and condensate (when commingled with
the heavier hydrocarbons and delivered as a blend at the delivery point)
but excluding Natural Gas”.30

Yang berarti bahwa potreleum adalah minyak mentah yang

keberadaannya dalam bentuk kondisi alami seperti semua jenis hidrokarbon,

bitumen, keduanya baik dalam dalam bentuk padat dan cair, yang diperoleh

dengan cara kondensasi (pengembunan) atau digali, termasuk di dalamnya


29
Somboja, Sejarah Industri Minyak dan gas Bumi di indonesia, Bahan Kursus
Introduction to Petroleum Operation Management (IPOM), (PPT-MIGAS, Cepu, 1996). Hlm. 47.
30
The Petroleum Tax Code 1997 di India merupakan aturan hukum bagi negara-negara
penghasil minyak dan gas bumi, yang mengkompilasi ketentuan tertentu dari hukum yang
berkaitan dengan pajak penghasilan, bea cukai, sentral cukai, harga, royalti dan biaya lisensi/sewa
sebagaimana berlaku untuk kegiatan yang berkaitan dengan calon pelanggan atau ekstraksi atau
produksi minyak bumi dan gas alam di sektor hulu di bawah Production Sharing Contract
(Kontrak Bagi Hasil) yang ditandatangani pada atau setelah 1 April 1998 dalam hal New
Exploration Licensing Policy (NELP) atau Kebijakan Perizinan Eksplorasi.
23

dengan cara distilasi (sulingan/saringan) atau kondensasi pengembunan

(bilamana berkaitan dengan hidrokarban yang sangat berat yang direktori

sebagai bentuk campuran) tetapi tidak termasuk gas alam.31

Berdasarkan dari pengertian minyak bumi pada The Petroleum Tax Code,

1997, di India, maka Indonesia menyatakan sepakat akan pengertian minyak

bumi, yang selanjutnya dituangkan pada Pasal 1 Ayat (1) Undang- Undang

Nomor 22 Tahun 2001 sebagai berikut:

1. Hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan

dan temperatur atmosfer berupa fase cair atau padat, termasuk aspal, lilin

mineral atau ozokerit dan bitumen yang diperoleh dari proses

penambangan tetapi tidak termasuk batubara atau endapan hidrokarbon

lain yang berbentuk padat yang diperoleh dari kegiatan yang tidak

berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Untuk pengertian

gas bumi pada Pasal 3 huruf g The Petroleum Tax Code 1997 India, Gas

bumi adalah natural gas mean wet gas, dry gas, all other gaseous

hydrocarbons and all subtances contained therein, including sulphur,

carbon dioxide, nitrogen and helium, which are produced from oil gas

wells, excluding liquid hydrocarbons that are condensed or extracted

from gas and are liquid at normal temperature and pressure condition,

but including the residue gas remaining after the condensation or

extraction of liquid hydrocarbons from gas. Dapat diterjemahkan bahwa

gas alam berarti gas cair, gas kering, dan gas-gas hidrokarbon lainnya

31
Ibid. Hlm. 277.
24

dan seluruh senyawa yang terdapat di dalamnya, termasuk belerang,

karbondioksida, nitrogen dan helium yang diproduksi dari sumur minyak

dan sumur gas, tidak termasuk hidrokarbon cair, yang dikondensasi atau

diekstrak dari gas termasuk residu gas yang tersisa setelah proses

kondensasi atau diekstraksi hidrokarbon cair dan gas). Definisi gas alam

pada Pasal 3 huruf g The Petroleum Tax Code, 1997 negara India. sangat

luas karena dalam definisi ini dijelaskan unsur-unsur gas alam dan proses

produksinya. Proses produksi tersebut meliputi kondensasi dan ekstrak.32

2. Selanjutnya akan pengertian gas bumi, Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2001 juga memiliki kesamaan konsep. Dalam Pasal 1 Ayat (2)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

a. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang

dalam kondisi tekanan dan temperature atmosfer berupa fasa gas

yang diperoleh dari proses penambangan minyak dan gas bumi;

b. Unsur utama dalam gas bumi adalah hidrokarbon, dalam Kamus

Besar Bahasa Indonesia, hidrokarbon merupakan adanya senyawa-

senyawa organik di mana setiap molekulnya hanya mempunyai

unsur karbon dan hydrogen saja. Karbon adalah unsur bukan

lugam yang banyak terdapat di alam, sedangkan hydrogen adalah

gas tak berwarna, tak berbau, tak ada rasanya, menyesakkan, tetapi

bersifat racun, dijumpai di dalam senyawa oksigen.33

32
Ibid, Hlm. 278-279.
33
Ibid, Hlm. 145.
25

c. Industri perminyakan mencakup pemrosesan minyak bumi secara

global, mulai dari eksplorasi, ekstraksi, pemurnian, transportasi

(biasanya diangkut oleh kapal tanker dan jaringan pipa) dan

pemasaran produk minyak bumi. Produk terbesar dalam industri ini

adalah bahan bakar minyak dan bensin. Minyak bumi juga

merupakan bahan baku untuk banyak produk kimia, seperti obat-

obatan, pelarut, pupuk, pestisida, dan plastik. Industri ini biasanya

dibagi menjadi tiga bagian utama: hulu, menengah dan hilir.

Operasi menengah biasanya termasuk dalam kategori hilir.

Menemukan minyak dan gas adalah pekerjaan yang mahal, dan jika

Anda tidak dapat menemukan cadangan minyak yang terjangkau, Anda akan

menghadapi risiko kegagalan. Oleh karena itu, investor di bidang ini mencoba

memahami terlebih dahulu tingkat keberhasilan atau tingkat keberhasilan

pekerjaan eksplorasi masa lalu di daerah tertentu sebagai indikator awal.

Karena mahalnya biaya eksplorasi, pemerintah Indonesia mengundang

kontraktor bagi hasil dalam dan luar negeri dalam rangka eksplorasi dan

pengembangan migas.

C. Industri Hulu dan Hilir Migas

Kegiatan usaha minyak dan gas bumi dibagi menjadi 2 (dua) macam,

yaitu kegiatan Usaha hulu dan kegiatan usaha hilir yang ditetapkan pada

Pasal 5 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi.
26

1. Kegiatan Usaha Hulu; Kegiatan usaha hulu diatur dalam Pasal 1 Angka 7

Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 dan Pasal 9 sampai dengan Pasal 22

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001. Kegiatan usaha hulu adalah

kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha, yaitu

usaha eksplorasi dan usaha eksploitasi. Tujuan kegiatan eksplorasi,

yaitu:34

a. Memperoleh informasi mengenai kondisi geologi;

b. Menemukan dan memperoleh perkiraan cadangan minyak dan gas

bumi; dan

c. Tempatnya diwilayah kerja yang ditentukan. Wilayah kerja tertentu

adalah daerah tertentu dalam wilayah hukum pertambangan

Indonesia untuk pelaksanaan ekplorasi. Yang dimaksud dengan

wilayah hukum pertambangan Indonesia adalah seluruh wilayah,

yakni:

a) Daratan;

b) Perairan; dan

c) Landasan kontinen Indonesia.

Tujuan kegiatan eksploitasi adalah untuk menghasilkan minyak dan gas

bumi dari wilayah kerja yang ditentukan sebagai berikut:

1. Pengeboran dan penyelesaian sumur;

34
Ibid, Hlm. 285.
27

2. Pembangunan saran pengangkutan;

3. Penyimpanan; dan

4. Pengolahan untuk pemisahan dan pemurnian minyak dan gas bumi

dilapangan Kegiatan lain yang mendukungnya Total transaksi industri

hulu minyak dan gas bumi (migas) pada 2013 tercatat sebesar USD57,8

miliar. Dana tersebut berasal dari para kontraktor kontrak kerja sama

(KKKS) yang sudah berproduksi. Rinciannya, transaksi minyak sekitar

USD31,3 miliar, gas pipa sebesar USD 12,4 miliar dan gas alam cair

(liquefied natural gas/LNG) dan elpiji (liquefied petroleum gas/LPG)

sebesar USD14,1 miliar.35

2. Kegiatan Usaha Hilir; Kegiatan usaha hilir diatur dalam Pasal 1 Angka

10, Pasal 5, Pasal 7, Pasal 23 sampai dengan Pasal 25 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001. Kegiatan hilir adalah kegiatan usaha yang

berintikan atau bertumpu pada kegiatan usaha Pengolahan, meliputi:

1. Memurnikan;

a) Memperoleh bagian-bagian;

b) Mempertinggi mutu; dan

c) Mempertinggi nilai tambah minyak dan/atau gas bumi, tetapi

tidak termasuk pengolahan lapangan.

2. Pengangkutan, meliputi:

a) Pemindahan minyak bumi, gas bumi dan/atau hasil olahannya;

b) Dari wilayah kerja atau dari tempat penampungan dan pengolahan;

35
Ibid, Hlm. 286.
28

dan

c) Termasuk pengangkutan gas bumi melalui pippa transmisi dan

distribusi.

3. Penyimpanan meliputi:

a) Penerimaan

b) Pengumpulan

c) Penampungan

d) Pengeluaran minyak dan/atau gas bumi

4. Niaga Meliputi:

a) Pembelian

b) Penjualan

c) Ekspor

d) Impor minyak bumi dan/atau

e) Hasil olahan lainnya

3. Niaga gas bumi melalui hilir

Kegiatan usaha hilir diselenggarakan melalui mekanisme

persaingan usaha yang wajar, sehat dan transparan. Kegiatan usaha hilir

dilaksanakan dengan izin usaha. Izin usaha adalah izin yang diberikan

kepada badan usaha untuk melaksanakan pengolahan, pengangkutan,

penyimpanan dan/atau niaga dengan tujuan memperoleh keuntungan

dan/atau laba. Badan usaha baru dapat melaksanakan kegiatannya setelah

mendapat izin usaha dari pemerintah. Izin usaha yang diperlukan untuk

kegiatan usaha minyak dan gas bumi dan/atau kegiatan usaha minyak dan
gas bumi dibedakan atas:36

a) Izin usaha pengolahan

b) Izin usah pengangkuatan

c) Izin usaha penyimpanan

d) Izin usaha niaga

Kegiatan usaha hilir dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik

Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), koperasi, usaha

kecil dan badan usaha swasta. Keempat jenis badan usaha ini dapat

mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin usaha dalam melakukan

kegiatan usaha hilir.37

D. Tinjauan umum dari peraturan Perundang-Undangan Nomor 12 Tahun

2011 tentang pembentukan Peraturan Perundangan-Undagan

Sebagaimana diamanatkan konstitusi bahwa Pasal 33 Ayat (1) Undang-

Undang Dasar 1945 merupakan dasar demokrasi ekonomi. Oleh karena itu,

bagi suatu negara yang mempunyai prinsip sebagai negara yang berdasar atas

hukum (rechtsstaat), maka secara normatif, tentunya ketentuan tersebut

merupakan tuntutan imperatif. Secara imperatif, dengan ditetapkannya Pasal

33 UUD 1945 sebenarnya telah digariskan suatu kebijakan nasional yang

tegas untuk melakukan transformasi ekonomi dan transformasi sosial.38

Demikian juga halnya pengelolaan minyak dan gas bumi, telah melalui

tranformasi ekonomi melalui peraturan perundang-undangan yang dibentuk


36
H. Salim H.S, Hukum Pertambangan di Indonesia. Op Cit. Hlm 291-292
37
Ibid hlm. 290
38
Eli Ruslina . Op. Cit .Hlm 41

29
dalam rangka melaksanakan amanat konstitusi. Dalam tiap trasformasi

tersebut, pengelolaan migas membentuk badan pelaksananya serta sistem

yang digunakan. Lazimnya pembentukan suatu peraturan perundang-

undangan, bersumber dari suatu kewenangan, baik bersifat atribusi maupun

yang bersifat delegasi.39 Dengan memahami prinsip- prinsip tentang peraturan

perundang-undangan, khususnya pada fungsi, dasar kewenangan dan materi

muatan (substasi), maka terlihat bahwa fungsi peraturan perundang-undangan

pada hakikatnya adalah untuk menyelenggarakan fungsi legislatif. Kemudian

dilihat dari dasar kewenangannya bersumber dari atribusi dan delegasi.

Sedangkan dilihat dari materi muatan (substansi), peraturan perundang-

undangan berisi ketentuan yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang

mendasar, yang dapat mengurangi, membatasi hak asasi warga negara, berisi

norma suruhan/larangan serta dapat memuat sanksi pidana dan sanksi

lainnya.40 Dengan memahami prinsip- prinsip tentang peraturan perundang-

undangan, khususnya pada fungsi, dasar kewenangan dan materi muatan

(substasi), maka terlihat bahwa fungsi peraturan perundang-undangan pada

hakikatnya adalah untuk menyelenggarakan fungsi legislatif. Kemudian

dilihat dari dasar kewenangannya bersumber dari atribusi dan delegasi.

Sedangkan dilihat dari materi muatan (substansi), peraturan perundang-

undangan berisi ketentuan yang mengatur tata kehidupan masyarakat yang

mendasar, yang dapat mengurangi, membatasi hak asasi warga negara, berisi

39
Yuliandri. Azas-Azas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik.PT
Rajagrafindo Persada. Jakarta. 2010, Hlm 43
40
Ibid. Hlm 44

30
norma suruhan/larangan serta dapat memuat sanksi pidana dan sanksi

lainnya.41 Pelaksanakan industri migas nasional, bergantung pada dasar

hukum yang tangguh dan berkualitas. Dengan melihat dasar hukum dari

tahapan-tahapan pelaksanaan industri migas, maka penelitian ini penulis

mengambil dasar-dasar pemikiran sebagai berikut:42

1. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

a. Asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan

adalah suatu pedoman atau suatu rambu-rambu dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, yang

juga dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

yang dirumuskan sebagai berikut: Kejelasan tujuan;

b. Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;

c. Kesesuaian jenis dan materi muatan;

d. Dapat dilaksanakan;

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan;

f. Kejelasan rumusan; dan

g. Keterbukaan.

Menurut, Philipus M. Hadjon menjelaskan bahwa asas-asas umum

pembentukan aturan hukum yang baik berfungsi sebagai dasar pengujian dala

pembentukan aturan hukum yang berlaku (uji formal) maupun sebagai dasar

41
Ibid. hlm 44
42
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan

31
32

pengujian aturan hukum yang berlaku (uji materil). Kemudian A. Hamid S.

Attamimi menjelaskan bahwa asas- asas pembentukan peraturan perundang-

undangan yang patut berfungsi untuk memberikan pedoman dan bimbingan

bagi penuangan isi peraturan ke dalam bentuk dan susunan yang sesuai,

sehingga tepat penggunaan metode pembentukan, serta sesuai dengan proses

dan prosedur pembentukan yang telah ditentukan. 43 Kata pembentukan

undang-undang merupakan rangkaian kata yang dapat diartikan sebagai

proses pembuatan undang-undang yang kerangkanya dimulai dari

perencanaan, persiapan, tehnik penyusunan, perumusan, pembahasan,

pengesahan, pengundangan dan penyebarluasan.

E. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 dalam Pengujian

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

Pada tahun 2012, Mahkamah Konstitusi menguji Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, dan tepatnya pada

tanggal 13 November 2012, delapan Hakim Konstitusi berpendapat

mengambulkan permohonan 30 tokoh yang terdiri dari 12 organisasi

kemasyarakatan (ORMAS) diantaranya Ketua Umum PP Muhammadiyah

Din Syamsuddin, Lajnah Siyasiyah Hizbut Tahrir Indonesia, PP Persatuan

Umat Islam, PP Syarikat Islam Indonesia, PP Lajnah Tanfidziyah Syarikat

Islam, PP Al-Irsyad Al-Islamiyah, PP Persaudaraan Muslim Indonesia,

Pimpinan Besar Pemuda Muslimin Indonesia, Al Jami`yatul Washliyah,

43
A. Hamid S. Atamimi, Disertasi, Universitas Indonesia, Jakarta. 1990 Peranan
Keputusan Presiden Indonesi Dalam Penyelenggaraan Pemerintah Negara,dikutip oleh Yuliandri.
Azas-Azas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Yang Baik. PT Rajagrafindo Persada.
Jakarta.2010, Hlm 14
33

Solidaritas Juru Parkir, Pedagang Kaki Lima, Pengusaha dan Karyawan

(SOJUPEK), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia dan IKADI dalam

pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi ini, dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- X/2012.

Amar putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyatakan bahwa frasa

―’Badan Pelaksana’ pada UU MIGAS bertentangan dengan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mereka menilai UU Migas

membuka liberalisasi pengelolan MIGAS karena sangat dipengaruhi pihak

asing dan memberikan peluang besar untuk melawan hukum.

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang

BP migas beberapa permasalahan konstitusional yang diajukan dalam

permohonan, yaitu:44

1. Kedudukan dan wewenang Badan Pelaksana Minyak dan Gas

Bumi, selanjutnya disebut BP Migas;

2. Kontrak kerja sama Migas;

3. Frasa yang diselenggarakan melalui mekanisme persaingan

usaha yang wajar, sehat, dan transparan‖;

4. Posisi BUMN yang tidak bisa lagi monopoli;

5. Larangan penyatuan usaha hulu dan hilir;

6. Pemberitahuan KKS kepada DPR.

Dengan pertimbangan 6 (enam) point yang disampaikan oleh pemohon

44
Habib Shulton Asnawi Politik Hukum Putusan MK Nomor 36/PUU-X/2012 dalam
Upaya Mengembalikan Kedaulatan Negara dan Perlindungan HAM Kajian Filsafat Hukum
Tentang Kedudukan Hukum Dalam Negara Ditinjau Dari Prespektif Keadilan. Jurnal Konstitusi.
Vol. III. Nomor 3 November 2013. Hlm 69,
34

tersebut maka Hakim Konstitusi memutuskan pada amar Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 tentang BP migas, yang menyatakan:

a. Frasa dengan Badan Pelaksana dalam Pasal 11 Ayat 1, frasa melalui

Badan Pelaksana dalam Pasal 20 ayat 2, frasa berdasarkan

pertimbangan dari Badan Pelaksana dan dalam Pasal 21 ayat 1, frasa

Badan Pelaksana dan dalam Pasal 49 Undang Undang Nomor 22

Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tidak mempunyai kekuatan

hukum mengikat;

b. Seluruh hal yang berkait dengan Badan Pelaksana dalam penjelasan

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

bertentangan dengan Undang Undang Dasar Negara Republik

Indonesia 1945;

c. Seluruh hal yang berkaitan dengan Badan Pelaksana dalam penjelasan

Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi

tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat; dan

d. Fungsi dan tugas Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan

Gas Bumi dilaksanakan oleh pemerintah Cq kementerian terkait

sampai diundangkannya undang undang yang baru yang mengatur hal

tersebut.

Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa

berdasarkan konstitusi bentuk penguasaan tingkat pertama dan utama terletak

pada negara dengan melakukan pengelolaan secara langsung terhadap migas,

penguasaan negara tingkat kedua yaitu negara membuat kebijakan dan


35

pengurusan, penguasaan negara tingkat ketiga yaitu negara melaksanakan

fungsi pengaturan dan pengawasan. Namun, Undang-Undang Migas

mengkonstrusikan BP Migas sebagai organ pemerintah hanya melakukan

fungsi pengendalian dan pengawasan atas pengelolaan migas sedangkan

pengelolaan migas secara langsung pada sektor hulu dilakukan oleh badan

usaha milik negara maupun badan usaha bukan milik negara berdasarkan

prinsip persaingan usaha yang sehat, efisien, dan transparan. Ini berarti bahwa

hubungan BP Migas sebagai representasi negara dengan badan usaha-badan

usaha tersebut dalam pengelolaan migas telah mendegradasi makna

penguasaan negara atas sumber daya alam migas, sehingga negara tidak dapat

menjalankan kewenangannya dalam fungsi pengelolaan pengelolaan migas

untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat. Hubungan tersebut

bertentangan dengan amanat konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 33

UUD NRIT 1945. Selain itu menurut Mahkamah Konstitusi, penguasaan

negara terhadap migas akan efektif apabila Pemerintah secara langsung

memegang fungsi regulasi dan kebijakan (policy) tanpa ditambahi dengan

pembentukan BP Migas sehingga seluruh aspek penguasaan negara yang

diamanatkan oleh Pasal 33 UUD NRIT 1945 terlaksana. Pengelolaan sumber

daya alam migas harus dalam bentuk pengorganisasian negara yang disusun

berdasarkan rasionalitas birokrasi yang efisien dan tidak menimbulkan

peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Ini dikaitkan dengan

keberadaan BP Migas dan pola hubungan di dalamnya maka BP Migas sangat

berpotensi untuk terjadinya inefisiensi dan diduga, dalam praktiknya, telah


36

membuka peluang bagi terjadinya penyalahgunaan kekuasaan sehingga

keberadaan BP Migas tidak konstitusional, bertentangan dengan tujuan

negara tentang pengelolaan sumber daya alam dalam pengorganisasian

pemerintahan. Selama ini belum ada bukti penyalahgunaan kekuasaan di

dalam BP Migas, tetapi keberadaan BP Migas tersebut inkonstitusional

karena berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor

006/PUU-III/2005 tertanggal 31 Mei 2005 dan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007 tertanggal 20 September 2007, sesuatu

yang berpotensi melanggar konstitusi pun bisa diputus oleh Mahkamah

sebagai perkara konstitusionalitas.

F. Tinjauan Umum tentang Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan

Usaha Minyak Dan Gas Bumi (SKK Migas)

Industri hulu migas (migas) merupakan tulang punggung perekonomian

nasional.Sebagai pengguna migas, industri ini memberikan dampak yang

sangat besar bagi pembangunan sosial dan ekonomi nasional maupun

internasional. Industri minyak dan gas bumi umumnya melakukan kegiatan

dalam lima tahap: eksplorasi, produksi, pengolahan, transportasi, dan

penjualan. Kelima kegiatan pokok tersebut dapat dibedakan menjadi dua

jenis, yaitu kegiatan hulu dan kegiatan hilir. Kegiatan usaha hulu minyak dan

gas bumi adalah kegiatan eksplorasi dan produksi, sedangkan kegiatan usaha

hilir adalah kegiatan pengolahan, pengangkutan dan pemasaran. Kegiatan

industri hulu meliputi kegiatan eksplorasi dan produksi. Eksplorasi meliputi

penelitian geologi, penelitian geofisika, survei seismik dan pemboran


37

eksplorasi, dan merupakan tahap awal dari seluruh kegiatan usaha hulu

migas. Kegiatan ini bertujuan untuk mencari cadangan baru. Apabila hasil

eksplorasi menunjukkan bahwa cadangan minyak dan gas bumi mencukupi

untuk pengembangan, maka kegiatan eksplorasi akan dilanjutkan dengan

kegiatan produksi. Kegiatan produksi mengangkat minyak dan gas bumi ke

permukaan bumi. Aliran minyak masuk ke dalam sumur, kemudian naik ke

permukaan melalui pipa (pipa instalasi vertikal). Pada sumur minyak yang

baru diproduksi, proses pengangkatan ini dapat memanfaatkan tekanan alami

tanpa alat apapun. namun, Jika tekanan formasi tidak dapat memompa

minyak dan gas ke permukaan, diperlukan metode pengangkatan buatan.

Minyak dan gas yang dikeluarkan akan dimasukkan ke dalam separator

(minyak, gas, air separator) melalui pipa. Separator memisahkan minyak

(cair) dan gas. Cairan kemudian akan mengalir ke tangki pengumpul, dan gas

akan mengalir melalui pipa untuk pemanfaatan atau pembakaran lebih lanjut,

tergantung pada volume gas, harga, dan jarak dari konsumen gas. Menurut

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi,

badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dilakukan oleh BP

Migas, dan kegiatan hilir dilakukan oleh SKK Migas. Namun, setelah BP

Migas bubar, melalui Putusan Mahkamah Konstitusi 36/PUU-X/2012,

pemerintah membentuk SKK Migas untuk mengisi kekosongan di badan

pengawas migas tersebut.

Berladaskan pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang

Minyak dan Gas Bumi, maka badan pelaksana kegiatan usaha hulu migas
38

dilaksanakan oleh BP Migas dan kegiatan hilir dilaksanakan oleh SKK

Migas. Namun dengan dibubarkannya BP Migas, melalui Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 maka pemerintah membentuk SKK Migas

untuk mengisi kekosongan regulator migas.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi (SKK Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh Pemerintah Republik

Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Badan ini menggantikan BPMIGAS yang dibubarkan Mahkamah Konstitusi

pada 13 November 2012 karena dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak

dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini

dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi

milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi

Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.


BAB III
PELAKSANAAN PERAN DAN FUNGSI SATUAN KERJA KEGIATAN
HULU MINYAK DAN GAS BUMI

1. Perubahan pengaturan peran dan fungsi satuan kerja khusus kegiatan hulu
minyak dan gas bumi
Instansi administrasi merupakan sumber utama usulan perundang-undangan

dibuat dalam suatu sistem hukum. Lebih jauh lagi, instansi administrasi tidak

hanya mampu mengusulkan perundang-undangan yang dibutuhkan/diinginkan

tetapi lebih dari itu secara aktif mereka mendekati dan berusaha untuk

mendesakkan penggunaannya.45 Selama pelaksanaan kegiatan industri migas

nasional, bangsa Indonesia telah mengalami empat tahapan perubahan regulasi,

yaitu berdasarkan Indische Mijnwet 1899, Undang-Undang Nomor 44 Tahun

1960, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 dan Putusan Mahkamah

Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, yang selanjutnya disertai perubahan dalam

sistem dan peran serta fungsi pengelola minyak dan gas bumi. berikutnya diiringi

pergantian dalam sistem serta kedudukan dan guna pengelola minyak serta gas

bumi. Dalam teori pembuatan undang- undang, supaya pembuatan sesuatu

Undang-Undang yang tangguh serta berkualitas dapat

45
Leo Agustino. Dasar-Dasar Kebijakan Publik. ALFABETA.Bandung. 2012. Hlm 34

39
40

digunakan tiga landasan dalam menyusun undang-undang tersebut yaitu landasan

yuridis, landasan sosiologis dan landasan filosofis. Berdasarkan teori tersebut, maka

perubahan peran dan fungsi badan pengelola dapat dijabarkan sebagai berikut:

A. Menurut Indische Mijnwet 1899

Regulasi pertama yang mengatur tentang industri migas Indonesia

dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1899,

yaitu Indische Mijnwet, adalah landasan hukum yang mengatur tentang

pertambangan umum, undang-undang ini dikeluarkan oleh kolonial Belanda

untuk pengelolaan sumber daya minyak dan gas yang ada di Indonesia (pada

masa penjajahan masih dikenal dengan sebutan Hindia Belanda).

Menurut ketentuan Pasal 5 A, pemerintah berwenang untuk melakukan

eksplorasi dan eksploitasi serta mengadakan kerjasama dengan perusahaan

minyak dalam bentuk kontrak 5 A atau Sistem Konsesi.46 Regulasi tersebut

timbul setelah Pemerintah Hindia Belanda mulai menyadari besarnya

pemasukan dari pengelolaan kemampuan migas yang terdapat di Indonesia.

Dalam sistem ini, pemerintah tidak memiliki wewenang buat memastikan

harga jual maupun ketersediaan minyak dalam negara. Industri

pertambangan tidak cuma diberikan kuasa pertambangan, namun diberikan

pula hak memahami hak atas tanah. Sistem konsesi ini sudah ditambah serta

dirubah dengan tujuan menguatkan peran industri minyak asing yang masih

46
https://pushep.or.id/sejarah-pengaturan-pertambangan-minerba-dan-perjanjian-karya-
pengusahaan-batubara-pkp2b/ diakses pada tanggal 8 Juli 2021
41

tercantum dalam kolonial Belanda.47 Dalam pelaksanaannya, perusahaan

minyak dan gas selain dari kolonial Belanda dilarang mengeksplorasi dan

mengeksploitasi pertambangan di Hindia Belanda. Hal ini kemudian

menimbulkan protes dari Pemerintah Amerika yang diwujudkan dengan

mengeluarkan General Leasing Act pada tahun 1920. Bersumber pada

peraturan perundang- undangan tersebut dan berlandaskan pada Asas Non

Diskriminasi hingga Amerika berhak menolak permohonan konsesi

perusahaan Belanda di Amerika bila permohonan konsesi industri Amerika

di wilayah kekuasaan Belanda tercantum Hindia Belanda ditolak tanpa

alasan yang benar serta jelas.

Dalam penerapan indutri minyak dan gas nasional pada undang- undang

ini tidak terdapat tubuh spesial yang dibangun oleh pemerintah, sebab

seluruhnya diserahkan kepada perusahaan- perusahaan asing dalam wujud

kontrak Konsesi. Ini disebabkan belum terdapatnya kekuasaan negeri

terhadap wilayahnya sebab Indonesia sendiri belum merdeka. Seiring

perjalanan kemerdekaan Indonesia, aturan-aturan dalam Indische Mijnwet

tetap berlaku hingga lima belas (15) tahun Indonesia merdeka dan pada masa

awal kemerdekaan, pengelolaan sumber daya alam migas secara yuridis

diatur dalam Pasal 33 UUD NRIT 1945. Negara menguasai, memanfaatkan

sepenuhnya, dan menguntungkan rakyat. Menurut UUD NRIT 1945, sektor

47
https://m.riausatu.com/read-18658-2016-10-27-jejak-langkah-industri-migas-di-
nusantara.html Diakses pada tanggal 8 Juli 2021
42

migas dikendalikan oleh Menteri Perdagangan dan Perindustrian, yang

mengarahkan kebijakannya untuk menarik investor guna menciptakan

pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 1951, pemerintah membentuk

Dewan Pertambangan Nasional, yang bertugas merumuskan rencana

undang-undang pertambangan dan mengajukan proposal pertambangan yang

menguntungkan pemerintah. Selanjutnya Mr. Mohammad Hasan selaku

Ketua Komisi Perdagangan dan Industri DPR telah melakukan penelitian

yang menghasilkan 2 (dua) kesimpulan yaitu diyakini penuh, dengan

berbagai alasan yang kuat, bahwa ladang- ladang minyak di Sumatera Utara

dapat dinasionalisasi dengan pembayaran ganti rugi sedemikian rupa dan

Indonesia tidak mendapatkan pembagian setimpal atas operasi minyak asing

menurut perjanjian Konsesi dan peraturan perpajakan yang berlaku48.

Setelah terdapat kesepakatan antara perusahaan migas asing dengan

pemerintah atas mekanisme pengelolaan migas, Panitia Negara Urusan

Pertambangan dua rancangan undang-undang mengenai Minyak dan Gas

Bumi. Pada tahun 1960, kedua rancangan undang-undang tersebut

ditetapkan menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perpu) Nomor 37 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan sebagai

pengganti Indische MijnWet dan Peraturan Pemerintah Pengganti (Perppu)

Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak

48
Sparkling Rengga. Menyingkap Tabir Sejarah Pertambangan di Indonesia dalam
http://Sparkling_Rengga/Menyingkap_Tabir_Sejarah_Pertambangan_di_Indonesia.html diakses
tanggal 9 Juli 2021
43

dan Gas Bumi. Beberapa ahli mengatakan bahwa Perpu Nomor 37 Tahun

1960 pada dasarnya merupakan Indische MijnWet 1899 dalam versi

Indonesia, artinya ketentuan-ketentuan yang termuat dalam Perpu tersebut

merupakan adopsi dari ketentuan- ketentuan dalam Indische MijnWet 1899

dengan hanya mengganti otoritasnya saja,

B. Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 Tentang

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi

Pada dasarnya landasan pembentukan Undang-Undang Pertambangan

Migas ini, sebagaimana yang dicantumkan dalam penjelasan umum undang-

undang ini adalah:49

1. Berdasarkan Pasal 33 Ayat (3) UUD NRIT 1945, bangsa Indonesia

memberi kekuasaan kepada Negara Republik Indonesia untuk

mengatur, memelihara dan menggunakan kekayaan nasional tersebut

sebaik- baiknya, agar tercapai masyarakat Indonesia yang adil dan

makmur. Adapun wewenang negara untuk menguasai itu meliputi

penguasaan. Walaupun demikian tidaklah menyalahi kewenangannya,

apabila negara menyerahkan pelaksanaan kekuasaan itu kepada yang

dapat menjalankannya, asalkan negara dapat menjamin hubungan

bangsa Indonesia dengan wilayahnya yang abadi itu serta kedudukan

49
Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak
dan Gas Bumi
44

Negara Republik Indonesia yang diberikan hak menguasai kekayaan

nasional tersebut.

2. Penyerahan pelaksanaan kekuasaan negara atas kekayaan nasional

berupa bahan-bahan galian bumi tidaklah dapat dilakukan begitu saja.

Di dalam undang-undang ini pelaksanaan kekuasaan negara disebut

pengusahaan, dan yang menjalankan pengusahaan itu pelaksana

pengusahaan. Selanjutnya pengusahaan minyak dan gas bumi hanya

dapat diselenggarakan oleh negara dan pelaksanaan pengusahaan itu

hanya dapat dilakukan oleh Perusahaan Negara, agar kemanfaatan

bahan galian minyak dan gas bumi dapat terjamin dalam rangka

penyusunan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur dan dalam

pembangunan Negara Republik Indonesia yang jaya.

3. Dalam pelaksanaan pengusahaan minyak dan gas bumi, yang dapat

diberikan kepada perusahaan negara adalah kuasa usaha pertambangan

atau secara ringkas disebut Kuasa Pertambangan. Kuasa pertambangan

yang dapat diberikan tidak meliputi hak-hak tanah permukaan bumi

yang berdasarkan hukum-agraria nasional.

4. Hak konsesi dan hak-hak lain atas wilayah pertambangan minyak dan

gas bumi berdasarkan Indische Mijnwet 1899, sebagaimana diubah dan

ditambah, tidak berlaku lagi, oleh karena hak-hak itu tidak sesuai lagi

dengan alam pikiran bangsa Indonesia. Kemudian perusahaan-

perusahaan asing yang selama ini memperoleh hak-hak konsesi atas


45

wilayah-wilayah pertambangan berdasarkan Indische Mijnwet tersebut

dinyatakan bertentangan dengan UUD NRIT 1945.

5. Akan tetapi, menimbang perindustrian minyak dan gas bumi masih

membutuhkan permodalan yang amat besar dan keahlian yang

mendalam dan meluas tentang cabang-cabang produksi minyak dan

gas bumi, maka dalam undang-undang ini masih diberi kemungkinan

bagi perusahaan asing untuk bekerja di Indonesia ini sebagai

kontraktor suatu perusahaan negara dengan syarat-syarat yang

menguntungkan bagi bangsa dan negara. Hubungan antara perusahaan

asing tersbut dengan perusahaan negara selanjutnya disebut sebagai

Perjanjian Karya atau Kontrak Karya.

6. Undang-Undang ini tidak memuat ketentuan-ketentuan tentang isi

perjanjian antara perusahaan negara dengan perusahaan asing sebagai

kontraktor itu. Seluruhnya diserahkan kepada pemerintah, bagaimana

menurut kebijaksanaannya, isi tiap-tiap Kontrak Karya, setelah

pertimbangan penawaran-penawaran berbagai perusahaan-perusahaan

asing terhadap suatu wilayah pertambangan tertentu beserta semua

fakta-fakta yang ada.

Berdasarkan penjelasan umum tersebut, maka sistem konsesi dalam

pengusahaan pertambangan tidak lagi digunakan karena dinilai memberikan

hak yang terlalu luas dan terlalu kuat bagi pemegang konsesi. Perusahaan

minyak asing yang sebelumnya merupakan pemegang hak konsesi dapat


46

meneruskan operasinya sampai berakhirnya tenggang waktu peralihan yang

akan ditetapkan oleh pemerintah.50 Kemudian pada Pasal 6 Undang-Undang

Nomor 44 Tahun 1960, Menteri Keuangan dapat menunjuk kontraktor bagi

badan usaha milik negara untuk melaksanakan pekerjaan yang tidak atau

tidak dapat dilakukan oleh badan usaha milik negara tersebut. Intinya semua

pemegang konsesi pertambangan migas saat itu menjadi kontraktor BUMN.

Dapat disimpulkan bahwa dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor

44 Tahun 1960, tidak ada perusahaan pertambangan asing yang memiliki

hak pertambangan di wilayah Indonesia, hanya perusahaan milik negara

yang memiliki hak tersebut. Namun, mengingat industri minyak dan gas

bumi membutuhkan modal yang besar dan tenaga ahli di bidang minyak dan

gas bumi, Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 masih memberikan

kesempatan kepada perusahaan pertambangan asing untuk bekerja sebagai

kontraktor nasional berdasarkan dengan Perjanjian Karya atau Kontrak

Karya. Pada tahun 1961, ada 3 (tiga) perusahan minyak Negara yang

disahkan, yaitu51:

1. Perusahaan Negara (PN) PERMIGAN, yang bertanggung jawab atas

pengelolaan ladang-ladang minyak kecil di Jawa

2. Perusahaan Negara (PN) Pertambangan Minyak Indonesia

(PERTAMIN), adalah distributor dalam negeri dan penyalur tunggal

50 ?
Adrian Sutedi. Op Cit. Hlm 18
51
T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum. Peranan Hukum dalam Perekonomian DI
Negara Berkembang. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. 1986. Hlm 222-223
47

untuk Angkatan Darat.

3. Perusahaan Negara (PN) Perusahaan Minyak Nasional (PERMINA),

yang bertanggung jawab atas ekspor minyak.

Pada tahun 1966, PN PERMIGAN dibubarkan karena tuduhan adanya

pengaruh masuknya Partai Komunis Indonesia (PKI), dan sebagai bentuk

perubahan kelembagaan dalam pengelolaan minyak dan gas bumi, melalui

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1968 PN PERTAMIN dan PN

PERMINA dileburkan menjadi PN PERTAMINA. Pengelolaan yang

dijalankan oleh PN PERTAMINA tidak berjalan baik, hal ini tampak pada

konsideran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi yang berbunyi:

“Memperhatikan pengalaman serta hasil-hasil yang telah dicapai

oleh PN PERTAMINA hingga saat ini, serta pula untuk menjamin

kelancaran perkembangan usaha selanjutnya bagi suatu perusahaan

pertambangan minyak dan gas bumi negara yang sanggup dan mampu

mengadakan kompetisi secara internasional, sehingga dapat memberikan

manfaat yang sebesar-besarnya bagi rakyat dan negara, maka perlu

disiapkan dasar-dasar dan landasan kerja yang memadai, yang tidak

cukup diatur dengan perundang-undangan yang telah ada”52.

52
Konsideran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi Negara
48

Maka melalui undang-undang tersebut PN.PERTAMINA berubah

menjadi PERTAMINA sebagai satu-satunya perusahaan negara pemegang

Kuasa Pertambangan di Indonesia.53 Berdasarkan undang-undang tersebut

maka PERTAMINA mewarisi semua hak, kewajiban, aktiva dan pasiva PN

Pertamina atau dengan kata lain semua peran dan fungsi dari PN

Pertamina.54 Dalam undang-undang ini juga memuat prinsip-prinsip dasar

PERTAMINA dalam menjalankan fungsinya, yaitu:

a. PERTAMINA didirikan untuk menjalankan pengusahaan migas

yang meliputi kegiatan eksplorasi, produksi, pemurnian dan

pengolahan, pengangkutan dan penujualan serta bidang-bidang

lain sepanjang berhubungan dengan pertambangan migas.

PERTAMINA menguasai usaha hulu dan hilir minyak dan gas

bumi

b. PERTAMINA diberikan kuasa pertambangan atas seluruh wilayah

c. Diaturnya struktur perusahaan, permodalan, kepengurusan dan

pembukuan sedemikian rupa sehingga dapat menjamin

penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi.

Dalam prinsip-prinsip ini, PERTAMINA memperoleh penguasaan

penuh dan menyampingkan cita hukum kontitusional dalam Pasal 33 UUD

NRIT 1945. Sebelum tahun 2001, para pihak terlibat dalam penandatangan

53
Pertamina EP dalam http://www.pertamina-ep.com/Tentang-PEP/SekilasPerusahaan/ Sejarah-
Kami diakses pada tanggal 8 juli 2021
54
T. Mulya Lubis dan Richard M. Buxbaum . Op Cit. Hlm 224
49

kontrak adalah pelaku industri yang melibatkan pihak asing dan

PERTAMINA yang berperan sebagai regulator sekaligus pelaku usaha.

PERTAMINA sebagai pemegang hak monopoli dan dijalankan oleh para

pihak yang dekat dengan militer atau berlatarbelakang militer, dipandang

sebagai lembaga korup dan menjadi sapi perah selama rezim Presiden

Soeharto. Krisis moneter Asia yang diawali semenjak 1997 menghancurkan

ekonomi Indonesia serta mendesak pengunduran diri Presiden Soeharto.

Pihak donor internasional, semacam IMF (International Monetary Fund)

mendesak Pemerintah Indonesia buat kurangi dominasi negeri serta

melaksanakan privatisasi terhadap sumber energi alam serta cabang- cabang

penciptaan berarti semacam air serta listrik, dengan harapan mampu

Meningkatkan kompetisi yang sehat serta menciptakan perkembangan

ekonomi, yang pada kesimpulannya sanggup kurangi korupsi serta mendesak

percepatan investasi.

C. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan

Gas Bumi

Dalam mengalami kebutuhan serta tantangan global, maka kegiatan

usaha minyak serta gas bumi dituntut buat lebih sanggup menunjang

kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan

kemakmuran serta kesejahteraan rakyat. Serta dengan mempertimbangan

landasan tersebut hingga negeri Indonesia menghasilkan undang- undang di

bidang minyak dan gas bumi yakni Undang- Undang Nomor 22 Tahun 2001.
50

Kemudian undang- undang ini pula memuat Badan Pelaksana Kegiatan

Usaha Hulu Minyak serta Gas Bumi( BP Migas) dalam rangka

melaksanakan peran Negara (Tubuh Pelaksana) dalam mengendalikan serta

mengawasi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi serta mengambil alih

kedudukan PERTAMINA yang mengendalikan serta melaksanakan fungsi

administrasi. BP Migas merupakan organ pemerintah yang khusus,

berbentuk Badan Hukum Milik Negara ( BHMN) yang memiliki Posisi

strategis berperan atas nama Pemerintah menyelenggarakan fungsi

penguasaan negara atas migas khususnya kegiatan hulu ( ekplorasi dan

eksploitasi), yaitu tugas pengendalian dan pengawasan yang diawali dari

perencanaan, penandatangan kontrak dengan badan usaha, pengembangan

wilayah kerja, persetujuan atas rencana kerja dan anggaran badan usaha,

monitoring pelaksanaan kontrak kerja serta menunjuk penjual migas bagian

negara kepada badan hukum lain.

Kemudian untuk mempertegas penyusunan dari BP Migas maka

dibentuklah Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan

Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Pada dasarnya, jenis

kegiatan usaha minyak dan gas bumi dipecah menjadi dua macam, yakni

kegiatan usaha hulu dan usaha hilir. Lembaga yang berwenang untuk

melaksanakan usaha hulu adalah badan pelaksana dan sebaliknya yang

melaksanakan pengaturan dan pengawasan terhadap penyediaan serta

pendistribusian bahan bakar minyak serta gas bumi pada kegiatan usaha hilir
51

adalah badan pengatur.

Di dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan

Gas Bumi, ketentuan tentang badan pelaksana terdapat pada Pasal 1 Angka

23, Pasal 44 sampai Pasal 45. Pengertian akan badan pelaksana secara jelas

pada Pasal 1 Angka 23 Undang-Undang Migas yang berbunyi:

“Badan Pelaksana adalah suatu badan yang dibentuk untuk melakukan

pengendalian kegiatan usaha hulu di bidang minyak dan gas bumi.”

Kedudukan badan pelaksana merupakan badan hukum milik negara.

Badan hukum milik negara mempunyai status sebagai subyek hukum perdata

dan merupakan institusi yang tidak mencari keuntungan serta dikelola secara

professional. Fungsi dari badan pelaksana dalam Undang-Undang Migas ini

terdapat pada Pasal 44 Ayat (2) yang berbunyi:55

”Fungsi Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) melakukan pengawasan terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar

pengambilan sumber daya alam Minyak dan Gas Bumi milik negara

dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara

untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.”

Selain itu pada Undang-Undang nomor 22 tahun 2001 tentang BP migas

menjabarkan tugas Badan Pelaksana yang terdapat dalam Pasal 44 Ayat (3)

yang berbunyi:

Tugas Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :


55
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang BP migas
52

a. memberikan pertimbangan kepada Menteri atas kebijaksanaannya

dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak

Kerja Sama;

b. melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

c. mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang

pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada

Menteri untuk mendapatkan persetujuan;

d. memberikan persetujuan rencana pengembangan lapangan selain

sebagaimana dimaksud dalam huruf c;

e. memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

f. melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri

mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama;

g. menunjuk penjual Minyak Bumi dan/atau Gas Bumi bagian negara

yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

Dalam bidang usaha hulu migas, Pasal 4 Ayat (2) Undang-Undang

Migas menentukan bahwa penguasaan oleh negara sebagaimana dimaksud

dalam ayat (1) diselenggarakan oleh pemerintah sebagai pemegang Kuasa

Pertambangan (KP). Pasal 1 Angka 5 Undang-Undang Migas tersebut telah

menentukan bahwa Kuasa Pertambangan (KP) adalah wewenang yang

diberikan oleh negara kepada pemerintah untuk menyelenggarakan kegiatan

eksplorasi dan eksploitasi. Walaupun pemerintah mendapatkan KP dari


53

negara namun KP tersebut dilimpahkan oleh pemerintah c.q Menteri kepada

Badan Usaha atau Badan Usaha Tetap untuk tiap-tiap Wilayah Kerja (WK)

sebagaimana yang terdapat pada Pasal 12 Ayat (3) dan 13 Ayat (1) Undang-

Undang Migas, sehingga negara akan tinggal menguasai sumber daya yang

masih bersifat abstrak dan belum terbukti kandungan hydrocarbon-nya

(menunjukan kualitas) apalagi volume migasnya.56

Landasan hukum BP Migas diperkuat dengan dibentuknya Peraturan

Pemeritah Nomor 42 Tahun 2002. Status akan badan hukum BP Migas

dijelaskan pada Pasal 2 Ayat (2) PP Nomor 42 Tahun 2002, yang berbunyi:

“Badan pelaksana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berstatus

badan hukum milik Negara”

Kedudukan BP Migas berdasarkan status badan hukum BP Migas ini

juga dapat digolongkan pada lembaga nonstruktural. Lembaga nonstruktural

adalah lembaga negara di Indonesia yang dibentuk untuk melaksanakan

fungsi sektoral dari lembaga pemerintahan yang sudah ada. Lembaga

nonstruktural bertugas memberi pertimbangan kepada Presiden atau menteri,

atau dalam rangka koordinasi atau pelaksanaan kegiatan tertentu atau

membantu tugas tertentu dari suatu kementerian. Lembaga nonstruktural

bersifat nonstruktural, dalam arti tidak termasuk dalam struktur organisasi

kementerian ataupun lembaga pemerintah nonkementerian. Kepala lembaga

nonstruktural umumnya ditetapkan oleh Presiden, tetapi lembaga


56
Salim H S. Op cit. Hlm 295-296
54

nonstruktural dapat juga dikepalai oleh menteri, bahkan wakil Presiden atau

Presiden sendiri. Sedangkan nomenklatur yang digunakan antara lain adalah

"dewan", "badan", "lembaga", "tim", dan lain-lain.

Fungsi badan pelaksana terdapat pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah

Nomor 42 Tahun 2002 tentang yang berbunyi:

“Badan Pelaksana mempunyai fungsi melakukan pengawasan

terhadap Kegiatan Usaha Hulu agar pengambilan sumber daya alam

Minyak dan Gas Bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan

penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-be kemakmuran

rakyat.”

Kemudian dalam menjalankan perannya, badan pelaksana memiliki

wewenang yang terdapat dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 42

Tahun 2002 yang berbunyi:

Dalam menjalankan tugas, Badan Pelaksana memiliki wewenang:

1. Membina kerja sama dalam rangka terwujudnya integrasi dan

sinkronisasi kegiatan operasional kontraktor Kontrak Kerja Sama;

2. Merumuskan kebijakan atas anggaran program kerja kontraktor

Kontrak KerjaSama;

3. Mengawasi kegiatan utama operasional kontraktor Kontrak Kerja

Sama;

4. Membina seluruh aset kontraktor Kontrak Kerja Sama yang menjadi

milik negara;
55

5. Melakukan koordinasi dengan pihak dan/atau instansi terkait yang

diperlukan dalam pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu.

D. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU X/2012

Tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001

Berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012

Mahkamah memutuskan bahwa frasa “dengan Badan Pelaksana” dalam

Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak

dan Gas Bumi bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Untuk mengisi kekosongan hukum karena tidak adanya lagi BP Migas maka

Mahkamah perlu menegaskan organ negara yang akan melaksanakan fungsi

dan tugas BP Migas sampai terbentuknya aturan yang baru. Menurut

Mahkamah, fungsi dan tugas tersebut harus dilaksanakan oleh Pemerintah

selaku pemegang kuasa pertambangan dalam hal ini Kementerian yang

memiliki kewenangan dan tanggung jawab dalam bidang Migas. Segala hak

serta kewenangan BP Migas dalam Kontrak Kerja Sama setelah putusan ini,

dilaksanakan oleh Pemerintah atau Badan Usaha Milik Negara yang

ditetapkan oleh Pemerintah.57

Sesuai dalam amar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-

X/2012, BP Migas dibubarkan karena menurut pertimbangan hakim

57
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 permohonan Pengujian Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001, Tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hlm 116
56

Mahkamah Konstitusi, BP Migas hanya memiliki fungsi pengendalian dan

juga pengawasan atas pengelolaan migas, namun tidak melakukan

pengelolaan secara langsung.58 Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan

agar pelaksanaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dilakukan oleh

pemerintah c.q Kementrian terkait mengingat banyaknya Kontrak Kerja

Sama (KKS) yang telah ditanda tangani sebelumya oleh BP Migas dan dapat

menimbulkan kerugian yang sangat besar jika dibatalkan. Menanggapi hal

tersebut maka pemerintah mengambil kebijakan melalui Peraturan Presiden

Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi

Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi, dimana pada Pasal 1, yang

berbunyi:

“Pelaksanaan tugas, fungsi dan organisasi Badan Pelaksana

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi diahlikan kepada menteri

terkait yang menyelenggarakan urusan pemerintah dibidang minyak dan

gas bumi, sampai dengan diterbitkannya peraturan yang baru”

Kementerian yang dimaksud dalam hal ini adalah Kementerian Energi

dan Sumber Daya Mineral (ESDM), yang langsung membuat kebijakan

mengenai migas melalui Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber

Daya Mineral (ESDM) Nomor 3135 K/08/MEM/2012 tentang

Pengalihan Tugas, Fungsi dan Organisasi Dalam Pelaksanaan Kegiatan

58
http://www.hukumonline.com/berita/baca/ lt50a2367d37e5c/mk--bp-migas inskonstitusional/
diakses pada tanggal 12 juli 2021
57

Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi pada tanggal 13 November 2012. Dalam

Keputusan Menteri tersebut, pada penetapan KESATU yang berbunyi,

”Mengalihkan tugas, fungsi dan organisasi dari Badan Pelaksana

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kepada Satuan Kerja

Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.”

Langkah pertama yang ditempuh Pemerintah setelah Putusan

Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 mengenai Permohonan

Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas

Bumi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945 dibacakan pada 13 November 2012 adalah dengan menerbitkan Perpres

Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi

Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Setelah Putusan MK dibacakan

pada 13 November 2012, seperti yang diketahui dalam Putusan MK tersebut

ada sembilan pasal yang dibatalkan Mahkamah karena dinilai bertentangan

dengan konstitusi, antara lain Pasal 1 angka 23, Pasal 4 ayat (3), Pasal 41

ayat (2), Pasal 44, Pasal 45, dan Pasal 61. Tetapi yang kemudian menjadi

perhatian publik adalah amar tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi (BP Migas). Amar putusan Mahkamah Konstitusi

memang menyatakan secara tegas bahwa seluruh frasa yang berkaitan

dengan Badan Pelaksana dikoreksi. Bahkan seluruh hal yang berkaitan

dengan Badan Pelaksana dalam Penjelasan UU Migas tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat. Dengan putusan demikian, tidak ada lagi


58

landasan hukum bagi BP Migas. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor

95 Tahun 2012 ada empat pasal yang diatur. Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 95 Tahun 2012 dikeluarkan guna menjamin kelangsungan kegiatan

usaha hulu minyak dan gas bumi. Kepastian Kontrak Kerja Sama dimuat

dalam pasal 2 Perpres, yang menegaskan

“Semua Kontrak Kerja Sama (KKS), yang ditandatangani antara BP

Migas dengan badan usaha atau bentuk usaha tetap, tetap berlaku

sampai masa berlakunya berakhir”,

Dua pasal lain mengatur tentang pengalihan tugas, fungsi dan organisasi

BP Migas ke Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Pasal

3 memberi wewenang kepada Menteri ESDM melanjutkan “seluruh proses

pengelolaan kegiatan usaha hulu migas yang selama ini ditangani BP

Migas”. Satu pasal lagi (Pasal 4) mengatur tentang mulai berlakunya

Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2012.

Pada hari yang sama dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres)

Nomor 95 Tahun 2012, Menteri ESDM Jero Wacik mengeluarkan Surat

Keputusan Nomor 3135K/08/MEM/2012 tentang Pengalihan Tugas, Fungsi

dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas

Bumi. Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2012 belum

menyebutkan mengenai lembaga pengganti BP Migas, SK 3135 sudah

menyebut kehadiran Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha

Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKSP). Tugas, fungsi, dan organisasi SKSP,
59

sesuai SK 3135, sama dengan atau peralihan dari tugas, fungsi, dan

organisasi BP Migas. Lebih ditegaskan lagi dalam poin ketiga SK ini bahwa

kegiatan operasional BP Migas diterapkan pada SKSP. Kegiatan operasional

itu meliputi personalia, pendanaan, dan aset. SKSP berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Menteri ESDM. Ini berarti pengelolaan Kontrak

Kerja Sama dikembalikan lagi ke Pemerintah.

Regulasi selanjutnya yang diterbitkan pemerintah adalah Surat

Keputusan Menteri ESDM No. 3136 K/73/MEM/2012. SK 3136 ini juga

diterbitkan pada 13 November 2012, hari ketika Mahkamah Konstitusi

“membubarkan” BP Migas. Poin penting yang diatur dalam SK 3136 adalah

pengalihan para wakil kepala dan deputi BP Migas ke SKSP dengan jabatan

yang sama. Pejabat dan pekerja lain juga dialihkan dengan status yang sama.

Namun disini SK 3136 tak menjelaskan sama sekali posisi Kepala BP

Migas. Jadi disini SKSP langsung dipimpin Menteri ESDM.

Untuk memperkuat lembaga pengawas di sektor hulu migas pemerintah

merubah Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak

dan Gas Bumi (SKSP) menjadi Satuan Kerja yang lebih permanen hingga

diterbitkannya undang-undang baru di bidang minyak dan gas bumi.

Presiden mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang

Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi,

penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu dilakukan Satuan Kerja

Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK
60

Migas) sampai diterbitkannya undang- undang baru di bidang minyak dan

gas bumi. Penggunaan kata khusus menunjukkan bahwa SKK Migas

langsung bertanggung jawab kepada Presiden, dan berkoordinasi dengan

Kementerian ESDM.

E. Menurut Perpres Nomor 9 Tahun 2013

Peraturan yang berlaku hingga hari ini adalah dibentuknya Satuan

Khusus Kerja (SKK) pelaksana kegiatan hulu Migas yang didasari oleh

Perpres Nomor 9 Tahun 2013 perubahan dari Perpres nomor 95 Tahun 2012

tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas Dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas (SKSP). Selain jika dilihat dari substansi perpres tersebut,

yang harus dipahami adalah bentuk hukum yang seharusnya dikelurkan oleh

pemerintah adalah Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(Perppu), bukan Peraturan Presiden (Perpres).

Pada pasal 2 ayat (2) dalam peraturan ini menjelaskan bahwa

pelaksanaan tata kelola migas pasca BPMigas ialah berada pada SKK Migas,

dengan membentuk badan pengawas yang dikepalai oleh Menteri Energi dan

Sumber Daya Mineral.59

Menurut pengamat perminyakan Kartubi.“BP Migas, SKSP Migas, dan

SKK Migas pada hakikatnya "makhluk" yang sama. Ketiganya sama- sama

lembaga pemerintah non-bisnis yang tidak bisa menjual sendiri migas milik

59
Perpres No.9 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha hulu
Minyak Dan Gas Bumi
61

negara, tetapi harus melalui pihak ketiga, sehingga terbuka peluang bagi para

pemburu rente (trader/calo) untuk menyedot uang negara meski lewat

mekanisme "tender". Ketiga lembaga pemerintah ini sama-sama tak bisa

mengoperasikan lapangan/blok produksi yang sudah selesai kontrak

sehingga terbuka ruang rekayasa untuk memperpanjang kontrak atau dioper

ke kontraktor/pemburu rente yang lain. Ketiganya juga sama-sama jadi pintu

bagi tereksposenya aset negara di luar negeri sehingga bisa disita perusahaan

minyak internasional bila terjadi dispute. Tata kelola seperti ini jelas

melanggar konstitusi karena telah terbukti mengakibatkan hilangnya

kedaulatan negara. Juga telah terbukti negara dirugikan secara finansial

dalam jumlah sangat besar.60 sekarang berubah menjadi SKK Migas, dengan

bentuk kerja yang sama (pasal 4), dan tenaga kerja yang sama (pasal 13)

F. Kewenangan SKK Migas Berdasarkan Prinsip Hak Menguasai Negara

Dalam putusan Mahkamah Konstitusi dinyatakan bahwa BP Migas

merupakan organ pemerintah yang khusus, berbentuk Badan Hukum Milik

Negara (selanjutnya disebut BHMN) memiliki posisi strategis bertindak atas

nama Pemerintah melakukan fungsi penguasaan negara atas Migas

khususnya kegiatan hulu (ekplorasi dan eksploitasi), yaitu fungsi

pengendalian dan pengawasan yang dimulai dari perencanaan,

penandatangan kontrak dengan badan usaha, pengembangan wilayah kerja,

60
https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/benahi-pengelolaan-migas-pemerintah-
bentuk-tim-reformasi-tata-kelola-migas diakses pada tanggal 13 Juli 2021.
62

persetujuan atas rencana kerja dan anggaran badan usaha, monitoring

pelaksanaan kontrak kerja serta menunjuk penjual Migas.

Bagian negara kepada badan hukum lain. Oleh karena BP Migas hanya

melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan terhadap pengelolaan

sumber daya alam Migas maka negara dalam hal ini Pemerintah tidak dapat

melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam Migas pada

kegiatan hulu61

Tujuan utama dari ketentuan Pasal 33 UUD NRIT 1945 adalah

pengelolaan sumber daya alam “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”

sehingga implementasinya ke dalam pengorganisasian negara dan

pemerintahan pun harus menuju kearah tercapainya tujuan tersebut. Oleh

sebab itu setiap pembentukan organisasi negara dan semua unitnya harus

disusun berdasar rasionalitas birokrasi yang efisien dan tidak menimbulkan

peluang inefisiensi dan penyalahgunaan kekuasaan. Oleh karena keberadaan

BP Migas sangat berpotensi untuk terjadinya inefisiensi dan diduga, dalam

praktiknya, telah membuka peluang bagi terjadinya penyalahgunaan

kekuasaan maka menurut Mahkamah keberadaan BP Migas tersebut tidak

konstitusional, bertentangan dengan tujuan negara tentang pengelolaan

sumber daya alam dalam pengorganisasian pemerintahan.62

Menurut Mahkamah Konstitusi, apabila penguasaan negara tidak


61
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 permohonan Pengujian Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2001, Tentang Minyak dan Gas Bumi terhadap Undang- Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, hlm 103.
62
Ibid, hal 106.
63

dikaitkan secara langsung dan satu kesatuan dengan sebesar-besar Yang

pertama adalah elemen yang sangat penting bagi negara. Unsur-unsur

tersebut dapat diartikan sebagai tanggung jawab negara, yaitu melindungi

bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian

abadi. dan keadilan sosial. Sebagai cita-cita nasional dalam alinea keempat

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Unsur kedua dikuasai oleh negara Dapat dipahami bahwa apa yang dikuasai

oleh negara belum tentu dimiliki oleh negara (dapat dimiliki oleh swasta atau

perusahaan asing), dan hanya dapat diterima dalam semangat pasal ini. Pasal

33 UUD NRIT 1945 berarti bahwa pemerintah benar-benar berkuasa, dan

Pasal 33 (3) UUD NRIT 1945 telah dilaksanakan.

Mahkamah Konstitusi dalam putusannya menunjuk Pemerintah dan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk oleh pemerintah,

berdasarkan apa yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa SKK Migas tidak

dapat dikatakan sebagai pemerintah, bentuk dari SKK Migas juga bukan

merupakan Badan Usaha Milik Negara, SKK Migas hanya berbentuk Satuan

Kerja yang permanen sampai adanya Undang-Undang undang Migas yang

baru. Putusan MK di sini didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945. Tujuannya

adalah untuk mengelola sumber daya alam untuk sebesar-besar kemakmuran

rakyat. Pembentukan SKK Migas tentu tidak sesuai dengan konsep


64

penguasaan negara yang termuat dalam UUD 1945 . Kita telah melihat

putusan MK di atas bahwa pembentukan SKK Migas tidak sesuai dengan

UUD 1945 yang memberikan kekuasaan kepada negara untuk mengurus

(beheersdaad) dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk mencapai

tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pembentukan SKK Migas

telah menjadi kendala bagi kewenangan negara untuk mengelola dan

mengawasi industri hulu minyak dan gas bumi, terutama agar pengelolaan

sumber daya minyak dan gas bumi dapat digunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat Indonesia, karena pembentukannya SKK Migas bisa

membuat negara di bawah kekuasaannya Fungsi pengawasan negara menjadi

tidak jelas.

Disimpulkan bahwa bentuk dan pembentukan dari SKK Migas telah

melanggar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012, seperti

yang diketahui Putusan Mahkamah Konstitusi mempunyai kekuatan

mengikat yaitu bahwa putusan yang dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi

adalah bersifat final, dan itu berarti bahwa putusan Mahkamah Konstitusi

langsung mempunyai kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada

upaya hukum yang dapat ditempuh. Pihak-pihak dalam perkara tersebut akan

terikat pada putusan dimaksud dan telah menetapkannya menjadi hukum,

pihak-pihak yang terikat pada putusan tersebut juga dapat diartikan bahwa

pihak-pihak harus mematuhi perubahan keadaan hukum yang diciptakan


65

dengan putusan tersebut dengan melaksanakannya.63

Menurut Kranenburg dalam menjalankan tugasnya untuk mengawasi

dan mengontrol, penguasa harus tetap bertindak dalam batas-batas undang-

undang, tiap organ dari penguasa yang berbuat, terikat kepada undang-

undang atau kepada peraturan-peraturan yang berdasarkan undang-undang

harus:

a. Mempunyai wewenang yang berdasarkan undang-undang untuk

melakukan perbuatan yang khusus itu;

b. Dalam melakukan perbuatan-perbuatan yang konkrit tidak boleh

melewati batas-batas yang telah ditetapkan oleh undang-undang.

Suatu alat pemerintahan yang tidak berhak, yaitu berbuat sesuatu tidak

termasuk wewenangnya (kompetensinya), disebut incompetentie ratione

materiae (onbevoegdheid ratione materiae). Bilamana suatu alat

pemerintahan melampaui batas wewenangnya mengenai daerah di mana

competentie teritorial sudah ditetapkan oleh undang-undang maka dalam hal

ini terjadilah incompetentie ratione loci (onbevoegdheid ratione loci).64

G. Keberadaan SKK Migas Berdasarkan Pada Peran dan Kedudukan Hak

Meguasai Negara

63
Mararuar Siahaan, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Konstitusi Pers,
Jakarta, 2005, hlm 208
64
Soetomo, Pengantar Hukum Tata Pemerintahan, Usaha Nasional, Surabaya, 1981, hlm 58
66

Posisi strategis SKK Migas saat ini telah menciderai hak Negara sebagai

penguasa terhadap sumber daya alam di Indonesia (Migas). Negara sebagai

pemegang kuasa atas segala kekayaan alam yang terkandung di Indonesia,

tetap belum berperan sepenuhnya terhadap sektor Migas tersebut.

Menurut F.A.M Stroink kewenangan adalah kemampuan yuridis dari

orang, dalam hal ini kewenangan berdasarkan hukum publik adalah

kemampuan yuridis dari badan. Di tempat pertama, kewenangan badan harus

dibedakan dari wakil untuk mewakili badan. Hak dan kewajiban yang

diberikan kepada wakil harus dibedakan dari hak dan kewajiban yang

diberikan kepada badan. Di tempat kedua, pengertian kewenangan dari

badan tidak hanya dari badan berdasarkan hukum publik, tetapi juga

kewajiban berdasarkan hukum publik. Jika berbicara hak dan kewajiban, hal

itu mengandung arti bahwa orang melihat kewenangan semata-mata sebagai

hak, sebagai kuasa. Dalam pada itu, hal menjalankan hak berdasarkan

hukum publik sedikit banyak selalu terikat kepada kewajiban berdasarkan

hukum publik yang tidak tertulis (asas umum) pemerintahan yang baik.65

Berkaitan dengan Pasal 33 UUD 1945 dalam Perubahan Keempat ,

menyatakan sebagai berikut:66

1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas

kekeluargaan

65
J.Satrio et,al, Penjelasan Hukum Tentang Batasan Umur , Gramedia, Jakarta, 2010, hlm 53
66
Indonesia, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, Pasal 33
67

2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara

3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat

Pasal 33 UUD 1945 adalah pasal yang dikenal sebagai pasal ideologi

dan politik ekonomi Indonesia, karena didalamnya memuat ketentuan

tentang hak penguasaan negara. Pasal 33 UUD 1945 merupakan dasar

konstitusional hak penguasaan negara atas bumi, air dan kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya. Hak Penguasaan Negara yang berdasarkan

konstitusi tersebut dipergunakan untuk sebesar besarnya untuk kemakmuran

rakyat. Kedua aspek itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain, keduanya

merupakan satu kesatuan sistematik. Hak penguasaan negara merupakan

instrumen (bersifat instrumental), sedangkan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat merupakan tujuan (objectives).

Hak penguasaan negara dalam pasal 33 Undang-Undang dasar 1945,

membenarkan Negara untuk mengusahakan sumber daya alam yang

berkaitan dengan public utilities dan public services. Atas dasar

pertimbangan filosofi (semnagat dasar dari perekonomian ialah usaha

bersama dan kekeluargaan), strategis (kepentingan umum), politik

(mencegah monopoli dan oligopoli yang merugikan perekonomian negara),

ekonomi (efisiensi dan efektifitas), dan demi kesejahteraan umum dan


68

sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Maka, hak penguasaan Negara

tersebut ialah Negara melalui pemerintah memiliki kewenangan untuk

menetukan penggunaan, pemanfaatan, dan hak atas sumber daya alam dalam

lingkup mengatur, mengurus, mengelola, dan mengawasi pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya alam demi sebesar-besarnya untuk kemakmuran

rakyat.

Oleh karena itu, terhadap sumber daya alam yang penting bagi negara

(Migas) dan mengausai hajat hidup orang banyak, karena berkaitan dengan

kemashlahatan umum dan pelayanan umum, harus dikuasai Negara dan

dijalankan oleh Pemerintah. Dengan landasan bahwa sumber daya alam

tersebut harus dinikmati oleh rakyat sebesar-besanya secara berkeadilan,

keterjangkauan, kemakmuran dan kesejahteraan yang adil dan merata.

2. Permasalahan Hukum Yang Timbul Atas Peran dan Fungsi Satuan Kerja

Khusus pelaksana Kegiatan Hulu Minyak Dan Gas Bumi

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat

(3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan

yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.1 Demikian pula

minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan yang

dikuasai negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan penting

dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam

negeri, dan penghasil devisa negara yang penting, maka dibentuklah Undang-
69

Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebelumnya

menggantikan Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang

Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971

tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara

A. Pasal 33 Ayat (2) Dan (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

Tahun 1945 Sebagai Dasar Kebijakan Migas

Dalam negara hukum, suatu peraturan perundang-undangan bukanlah

hanya memberi bentuk kepada nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku dan

hidup dalam masyarakat dan undang-undang bukanlah hanya sekedar produk

fungsi negara di bidang pengaturan. 67 Sebagaimana pengertian sederhana

dari Rechtstaat, maka negara menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan

negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya,

yang dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Ini dimaksud agar selama

perkembangan dan perubahan terjadi, ketertiban dan keteraturan tetap

terpelihara. Untuk itu salah satu unsur yang dimiliki oleh negara hukum

adalah asas legalitas yang terimplementasi dalam bentuk adanya peraturan

perundang- undangan. Dengan demikian peraturan perundang-undangan

sangatlah penting dalam mewujudkan konsep dan gagasan hukum.68

67
Abdul Latief. Hukum dan Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregel) Pada Pemerintah Daerah
dikutip oleh Ifrani. Kajian Filsafat Hukum Tentang Kedudukan Hukum Dalam Negara Ditinjau Dari
Prespektif Keadilan. Jurnal Konstitusi. Vol. I. Nomor 1 November 2012. Hlm 79.
68
Haeruman Jayadi. Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi
Berdasarakan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan dikutip Ifrani. Kajian Filsafat Hukum Tentang Kedudukan Hukum Dalam Negara Ditinjau
Dari Prespektif Keadilan. Jurnal Konstitusi. Vol. I. Nomor 1 November 2012. Hlm 80.
70

Indonesia adalah sebuah negara hukum, hal ini secara tegas dinyatakan

dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang menyatakan

bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Disebutkan juga bahwa

pemerintah Indonesia absolutisme ( kekuasaan yang tidak terbatas). Sebagai

konsekuensi logisnya, maka tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan

bernegara harus berpedoman pada norma-norma hukum. Hukum

ditempatkan sebagai panglima di atas bidang-bidang yang seperti politik,

ekonomi, sosial budaya dan lain-lain.69 Melalui Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 maka Indonesia mengatur dan mengawasi

akan tiap bidang-bidang tersebut.

Khususnya di bidang ekonomi, dalam hal pengelolaan sumber daya

alam maka Indonesia menempatkan Pasal 33 Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai pesan moral dan pesan budaya

dalam konstitusi Republik Indonesia. Pasal ini bukan sekedar memberikan

petunjuk tentang susunan perekonomian dan wewenang negara mengatur

kegiatan perekonomian, melainkan mencerminkan cita-cita, suatu keyakinan

yang dipegang teguh serta diperjuangkan secara konsisten oleh para

pemimpin pemerintahan.70

Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 diletakkan pada dalam Bab XIV

dengan judul “PEREKONOMIAN NASIONAL DAN

69
Ifrani. Kajian Filsafat Hukum Tentang Kedudukan Hukum Dalam Negara Ditinjau Dari
Prespektif Keadilan. Jurnal Konstitusi. Vol. I. Nomor 1 November 2012. Hlm 81.
70
Eli Ruslina, Op.Cit., Hlm.3.
71

KESEJAHTERAAN SOSIAL” Maksudnya, Pasal 33 Undang-Undang Dasar

1945 adalah suatu sistem ekonomi yang pada cita-citanya bertujuan

mencapai sendi utama bagi politik perekonomian dan politik sosial

Republik Indonesia. Dalam pasal tersebut tersimpul dasar ekonomi, Dapat

disimpulkan bahwa basis ekonomi adalah perekonomian harus dibangun atas

dasar hubungan darah dan gotong royong. Contoh yang paling ideal adalah

usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan, yaitu koperasi. Pasal 33 UUD

1945 sebenarnya telah mengedepankan kebijakan nasional yang tegas untuk

transformasi ekonomi dan sosial. Mengenai transformasi ekonomi, dalam

kehidupan ekonomi, esensinya adalah mengubah sistem ekonomi kolonial

menjadi sistem ekonomi yang demokratis untuk beradaptasi dengan

globalisasi ekonomi. Dalam tugas transformasi ekonomi ini, negara harus

berkomitmen teguh untuk membangun pemahaman ekonomi berdasarkan

prinsip "usaha bersama dan kekeluargaan" dan meninggalkan struktur

ekonomi berdasarkan prinsip individu.

Pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

yang berbunyi:

(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas

kekeluargaan.

(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang

menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.


72

(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya

dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat.

Dalam Pasal 33 Ayat (1) tersebut yang menjadi dasar bahwa perekonomian

disusun artinya tidak dibiarkan tersusun sendiri secara bebas (diatur oleh pasar).

Selanjutnya pada asas kekeluargaan sebagai pernyataan adanya tanggung jawab

bersama untuk menjamin kepentingan, kemajuan dan kemakmuran bersama

layaknya kekeluargaan.71

Kemudian pada Pasal 33 Ayat (2) menunjukan bahwa adanya dua unsur

yang penting, Yang pertama adalah elemen yang sangat penting bagi negara.

Unsur-unsur tersebut dapat diartikan sebagai tanggung jawab negara, yaitu

melindungi bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi. dan keadilan

sosial. Sebagai cita-cita nasional dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur kedua dikuasai

oleh Negara dapat dipahami bahwa apa yang dikuasai oleh Negara belum tentu

dimiliki oleh Negara (dapat dimiliki oleh swasta atau perusahaan asing), dan

hanya dapat diterima dalam semangat pasal ini. Pasal 33 UUD 1945 berarti

bahwa pemerintah benar-benar berkuasa, dan Pasal 33(3) UUD 1945 telah

dilaksanakan.
71
Elli Ruslina. Op Cit. Hlm 46
73

Namun mengenai ketentuan UUD 1945 dalam memberikan kewenangan

kepada negara untuk menguasai cabang-cabang produksi yang penting bagi

negara dan menguasai hajat hidup orang banyak tidaklah dimaksud demi

kekuasaan semata dari negara tetapi mempunyai maksud untuk kesejahteraan

rakyat sebagaimana amanat Pasal 33 UUD 1945. Dasar hukum pengaturan

hubungan negara dengan rakyat dalam penguasaan sumber daya alam terdapat

pada Pasal 33 Undang-Undang1945 yang memuat ketentuan hak menguasai

negara. Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat hak menguasai

negara selalu menjadi batu uji dalam pengujian Undang-Undang terkait sumber

daya alam, kemudian dalam perkembangannya penafsiran hak menguasai negara

mengalami perkembangan. Baik ditafsirkan oleh para pakar hukum maupun

dalam putusan Mahkamah Konstitusi.

Jika ditinjau dari Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945, maka keabsahaan

PERTAMINA melalui Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 adalah sebagai

berikut:

a) PERTAMINA mempunyai Kuasa Pertambangan, sehingga

PERTAMINA mempunyai wewenang untuk menyetujui atau

melakukan kerja sama terhadap badan/perorangan untuk melaksanakan

usaha pertambangan. Dapat dikatakan bahwa PERTAMINA diberikan

hak penguasaa negara dan hal ini bertentangan dengan konstitusi.

b) Unsur kedua yaitu pada penggunaannya untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat‖ terhadap sumber daya alam dan cabang- cabang


74

produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup

orang banyak. Unsur ini tidak terpenuhi, karena PERTAMINA

membuka peluang pada korupsi. Sehingga kemakmuran rakyat tidak

tercapai.

Maka dalam pelaksanaan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960, peran dan

fungsi PERTAMINA bertentangan Pasal 33 UD 1945.

B. Menurut Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 Tentang

Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi

Dalam pelaksanaan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi

setelah dibentuknya Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1960 maka timbul usaha

negara untuk mengatur dan mengawasi melalui pembentukan perusahan-

perusahaan negara. Untuk menunjang kemajuan pada kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi, karena Indonesia masih memerlukan tenaga ahli dan bantuan dana

maka negara masih memberikan peluang bagi perusahaan asing masuk kembali

ke Indonesia, dengan ketentuan-ketentuan khusus yang di sebut dengan Kontrak

Karya.

Pada puncak pengelolaan minyak dan gas bumi yang didelegasikan kepada

PERTAMINA, memiliki kekuasaan penuh dalam kegiatan eksplorasi dan

eksploitasi minyak dan gas bumi. Dan selanjutnya menjadi celah untuk

melakukan korupsi pada badan milik negara tersebut.


75

C. Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak Dan Gas

Bumi

Menurut UU Migas yang baru, menggantikan UU No. 44 Tahun 1960 dan

mengatur kewenangan PERTAMINA sebagai regulator migas. UU Migas

mengatur bahwa pengelolaan migas dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian hulu

dilaksanakan oleh badan pelaksana, badan pelaksana kegiatan usaha hulu minyak

dan gas bumi atau disingkat BP Migas, dan bagian hulu dilaksanakan oleh badan

pengawas yaitu PERTAMINA.

Dan keabsahan dari BP Migas pun tidak terlepas dari konstitusi Indonesia,

sebagai dasar kebijakan ekonomi Indonesia. Selanjutnya dalam Undang-Undang

Migas, pengertian dikuasai oleh Negara dapat dijabarkan sebagai berikut:

a) Minyak dan gas bumi sebagai sumber daya alam yang strategis

merupakan kekayaan nasional dan dikuasai oleh negara (Pasal 4 Ayat

(1) Undang-Undang Migas);

b) Penguasaan oleh negara dimaksud diselenggarakan oleh pemerintah

sebagai pemegang Kuasa Pertambangan (Pasal 4 Ayat (2) Undang-

Undang Migas);

c) Sebagai pemegang Kuasa Pertambangan, pemerintah membentuk

Badan Pelaksana (Pasal 4 Ayat (3) Migas) untuk melakukan

pengendalian dan pengawasan kegiatan usaha hulu di bidang minyak

dan gas bumi (Pasal 1 Angka 23 jo. Pasal 44 Ayat (2) Undang-Undang

Migas) dan Badan Pengatur untuk melakukan pengaturan dan


76

pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian BBM dan gas

bumi dan pengangkutan gas bumi melalui pipa di bidang hilir (Pasal 1

Angka 24 jo. Pasal 8 Ayat (4), Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-Undang

Migas).

d) Kepemilikan sumber daya alam tetap di tangan pemerintah sampai

pada titik penyerahan (Pasal 6 Ayat (2) Undang-Undang Migas).

Pada tahun 2012, pengujian terhadap Undang-Undang Minyak Dan Gas

Bumi dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, dan selanjutnya berpendapat, bentuk

penguasaan tingkat pertama dan utama yang harus dilakukan negara adalah

pemerintah melakukan pengelolaan secara langsung atas sumber daya alam

migas. BP Migas yang hanya melakukan fungsi pengendalian dan pengawasan,

dan tidak melakukan pengelolaan langsung. Maka menurut Mahkamah, sistem

pengelolaan BP Migas yang mengatasnamakan negara dengan Badan Usaha atau

Bentuk Usaha Tetap dalam pengelolaan migas mendegradasi makna penguasaa

Negara atas sumber daya alam migas. BP Migas juga bertentangan dengan

konstitusi Indonesia yang menghendaki penguasaan negara akan membawa

manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat. Bahkan BP Migas juga dinilai telah

menyebabkan terjadinya inefisiensi sehingga migas sebagai bagian dari sumber

daya alam yang seharusnya dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat ternyata tak bisa dinikmati oleh rakyat. Pada pengujian Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 2001 pada tahun 2012, dalam menanggapi pendapat para

pemohon akan konsep kuasa pertambangan pada BP Migas yang menjadi kabur
77

(obscuur) karena mereduksi makna Negara dalam frasa ”dikuasai Negara” yang

terkandung dalam Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945,

pemerintah memberikan penjelasan sebagai berikut :72

a) Bahwa BP Migas sebagai pelaksana dan pengendali kegiatan usaha

hulu minyak dan gas bumi memiliki hak manajemen dalam kontrak

kerja sama untuk dapat melaksanakan tugas yang diamanatkan

berdasarkan kontrak kerja sama, sedangkan Pemerintah adalah

pemegang Kuasa Pertambangan (mining right) yang akan menetapkan

syarat dan ketentuan (terms and conditions) dan kebijakan- kebijakan

lain di bidang minyak dan gas bumi, seperti kebijakan pemanfaatan

minyak dan gas bumi yang diproduksi dari kegiatan usaha hulu

tersebut.

b) Pihak yang ditunjuk sebagai pelaksana dan pengendali hulu minyak

dan gas bumi tidak berbentuk BUMN, dengan tujuan agar BUMN

dapat lebih fokus melaksanakan kegiatan usaha minyak dan gas bumi,

dan melakukan pengelolaan BUMN secara lebih efisien.

c) Bahwa apabila pengendalian kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi

tetap berada di tangan Pertamina, maka justru sangat dikhawatirkan

amanat Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) UUD 1945 tidak dapat tercapai,

mengingat keberadaan Pertamina sebagai badan usaha yang memiliki

tujuan untuk mencari keuntungan dalam melaksanakan kegiatan


72
Ibid. Hlm 468
78

usahanya, sehingga dibentuklah BP Migas yang berfungsi sebagai

badan yang bersifat netral yang merupakan perwakilan Pemerintah

dalam menandatangani kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak

dan gas bumi, dan badan ini tidaklah bertujuan untuk mencari

keuntungan melainkan ikut mengelola penggunaan minyak dan gas

bumi bagi kepentingan dan kemakmuran rakyat.

d) Pembentukan BP Migas sebagai pengendali kegiatan usaha hulu

minyak dan gas bumi juga sebenarnya bertujuan agar negara sebagai

pemegang kuasa pertambangan tidak langsung berkontrak dengan

Badan Usaha (BU)/Bentuk Usaha Tetap (BUT), sehingga tidak ada

posisi yang setara antara kontraktor dengan negara, dengan demikian

diharapkan dapat menghindarkan negara dari permasalahan

keperdataan yang timbul dari adanya sengketa terhadap kontrak kerja

sama tersebut.

Di samping itu, pengalihan tugas dari Pertamina ke BP Migas bertujuan agar

Pertamina dapat lebih fokus menjalankan bisnisnya sebagai BUMN.

Oleh karena itu Mahkamah Konstitusi memutuskan untuk membubarkan BP

Migas yang dalam pelaksanaannya dapat disimpulkan bertentangan dengan

konstitusi Indonesia, sehingga BP Migas tidak lagi memiliki keabsahan dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya

D. Menurut Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU—X/2012


79

Setelah pembubaran BP Migas oleh Mahkamah Konstitusi, dalam amar

putusan juga diamanatkan agar pelaksanaan akan pengelolaan minyak dan gas

bumi tetap berjalan, sehingga dibentuklah SKK Migas. Regulasi yang diterbitkan

pemerintah pasca pembubaran BP Migas terkesan tanpa orientasi, terkesan

bingung mau dibawa ke mana pengelolaan Minyak dan Gas Bumi. Terlihat pada

regulasi yang diterbitkan ada 2 (dua) Perpres dan 3 (tiga) Kepmen, status badan

pengganti BP Migas masih bersifat sementara, mulanya badan pengganti BP

Migas adalah bernama SKSP Migas (Kepmen ESM Nomor 3135 Tahun 2012)

kemudian diganti lagi dengan SKK Migas (Perpres Nomor 9 Tahun 2013), badan

pengganti ini juga masih bersifat sementara sampai dengan diterbitkan undang-

undang baru di bidang minyak dan gas bumi.

3. Pemecahan masalah dalam pengaturan peran dan fungsi satuan kerja

khusus minyak dan gas Bumi

Bentuk produk hukum yang diterbitkan pemerintah dalam regulasi migas ini

adalah Perpres bukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang (Perpu)

dan atau merevisi UU Migas. Selain payung hukumnya lebih kuat, pemerintah

juga bisa mengatur materi yang lebih luas, karena berdasarkan UUD 1945,

Presiden dalam keadaan kegentingan yang memaksa, berhak menetapkan Perpu,

pemerintah mungkin beranggapan proses pembuatan Perpu akan memakan waktu

lama, Perpu harus mendapat persetujuan DPR dan memungkinkan untuk ditolak

atau tidak mendapat persetujuan DPR, hal ini tentunya akan menimbulkan
80

ketidakpastian serta ketidakpercayaan pelaku usaha Migas dalam berusaha di

Indonesia. Tentunya bukan menjadi alasan pemerintah untuk segera merevisi UU

Migas demi terciptanya kestabilan dan kepastian hukum. Berdasarkan regulasi

yang dikeluarkan pemerintah yang terkait dengan nasib Kontrak Kerja Sama

(KKS) dan Status pegawai dari BP Migas pasca pembubaran BP Migas oleh

Mahkamah Konstitusi beralih ke SKK Migas. Terlihat bahwa dari regulasi yang

telah diterbitkan tidak ada perbedaan antara BP Migas dengan SKK Migas,

kecuali nama lembaga berbeda, tetapi tugas, fungsi, organisasi, pendanaan, aset,

dan personalia masih sama. Ini artinya pemerintah belum bersungguh-sungguh

memperbaiki tata kelola minyak dan gas bumi. tampak kesalahan pada

pengaturan migas yang dilaksanakan oleh BP Migas diulang kembali oleh SKK

Migas. Sehingga perkembangan akan pengaturannya dapat dikatakan tidak sah.

Dengan demikian SKK Migas merupakan kegagalan kembali dalam pengelolaan

migas. Pada akhirnya pembentukan SKK Migas juga tidak terlepas dari oknum

pelaksana usaha dan oknum pemerintah yang menjadi titik permasalahan

kesalahan pengaturan migas ini.

Fungsi dari negara tidak hanya melakukan pengaturan namun juga mengurus

dan menyelenggarakan. Dalam melaksanakan hal ini, maka negara yang diwakili

oleh aparatur pemerintah memiliki kewenangan bertindak untuk mencampuri

kegiatan-kegiatan ekonomi guna melaksanakan tugas-tugas menyelenggarakan

kepentingan umum. Secara sederhana dapat dideskripsikan penguasaan dan

pengaturan Migas harus tetap dikuasai oleh negara untuk digunakan


81

sebesarbesarnya untuk hajat hidup orang banyak sesuai dengan semangat bangsa

Indonesia.

Oleh karena itu, inti dari pengelolaan sumber daya migas adalah terciptanya

ketahanan energi nasional dalam jangka panjang. Ketahanan energi nasional

merupakan strategi penguatan untuk memperoleh sumber daya minyak dan gas

bumi dunia. Meskipun ada beberapa alternatif teknologi baru yang membantu

pengembangan sumber energi terbarukan lainnya berupa penghematan dan

diversifikasi energi, minyak dan gas bumi masih mendominasi sebagai sumber

komoditas strategis.
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Dalam pelaksanaan kegiatan industri Hulu migas nasional dari tiap

perubahan peraturan perundang undangan sejak Undang-Undang Nomor. 44

prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Migas Melalui Nasionalisasi,

penguasaan negara atas kegiatan Hulu Migas nasional dapat dipulihkan dari

penguasaan perusahaan asing, dan kemudian pemerintah memberikan

penguasaan negara melalui izin pertambangan dari perusahaan Negara yakni

PERTAMINA. dengan dasar hukumnya pada Undang-Undang Nomor 8

Tahun 1971, kemudian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Kekayaan

sumber daya mineral nasional dikuasai oleh negara dan dilaksanakan oleh

pemerintah sebagai pemegang izin pertambangan di bidang eksplorasi dan

produksi kegiatan hulu migas. Dan sebagai badan pelaksana maka Kemudian

selama 10 tahun lebih Undang-Undang ini mulai berlaku Mahkamah

Konstitusi mengeluarkan amar putusan Nomor 36/PUU-X/2012, BP Migas

telah bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, Selanjutnya

pemerintah membentuk SKK Migas dengan konsep adanya badan pengawas

di luar SKK Migas. SKK Migas dengan landasan hukum Perpres Nomor 9

tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi.

82
83

Upaya SKK Migas untuk menyelamatkan industri sektor Migas

hanyalah perubahan sampul dan cover dari kewenangan BP Migas

sebelumnnya, negara berhak merumuskan kebijakan, pengawasan,

pengelolaan, pengelolaan dan pengendalian, dan tidak berfungsi dalam

menjalankan kewenangan tersebut.

2. Permasalahan masalah hukum yang timbul dalam pelaksanaan kegiatan

industri Hulu Migas Nasional pada saat diberlakukannya sejak Undang-

Undang Nomor 44 prp Tahun 1960 yang kemudian diganti menjadi Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1971 UU Nomor 8 Tahun 1971 yang memberikan

fungsi ganda kepada Pertamina yaitu sebagai operator dan regulator

penguasaan izin pertambangan kegiatan Hulu Migas sehingga menimbulkan

praktek Monopoli, Kemudian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001,

pembentukan BP Migas juga telah mengurangi hak penguasaan negara

dalam hal pengelolaan industri migas. Menurut putusan Mahkamah

Konstitusi No.36/PUU-X/2012, pembentukan BP Migas saat ini bukan

merupakan regulasi yang tepat untuk penanganan migas.

3. Pemerintah membentuk SKK Migas dengan konsep adanya badan pengawas

di luar SKK Migas. SKK Migas dengan landasan hukum Perpres Nomor 9

tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu

Minyak dan Gas Bumi. pembentukan SKK Migas belum menjadi pengaturan

yang tepat dalam pengelolaan migas pada saat ini. Walaupun pembentukan
84

ini didasari pada pengisian kekosongan regulator migas namun tidak adanya

perubahan akan badan sebelumnya.

B. SARAN

1. Pemerintah seharusnya merubah bentuk SKK Migas agar sesuai dengan apa

yang diputuskan oleh Mahkamah konstitusi yaitu Pemerintah dan Badan

Hukum Milik Negara (BUMN) yang ditunjuk pemerintah walaupun dengan

pemberian kuasa SKK Migas tetap mempunyai wewenang yang sah namun

akan lebih baik jika bentuk dari SKK Migas diubah sesuai dengan apa yang

diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi Setelah bentuk dari SKK Migas sudah

dibentuk sesuai dengan apa yang diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi

kemudian pengelolaan usaha hulu diserahkan kepada lembaga tersebut

2. Memperbaiki peraturan undang-undang yang mampu menyelematkan sector

migas di Indonesia terutama bagi rakyat Indonesia

3. Atas dasar Putusan Mahkamah Konstitusi No.36/PUU-X/2012. Dewan

Perwakilan Rakyat agar segera melakukan Revisi Undang-Undang Migas


85

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adrian Sutedi, Hukum Pertambangan, cet I, Jakarta: Sinar Grafika, 2011 Alwi

Wahyudi, Hukum Tata Negara Indonesia Dalam Persfektif Pancasila Pasca

Reformasi, Pustaka Pelajar, 2012

Maria Farida Indrati S, Ilmu Perundang-undangan: Jenis, Fungsi, dan Materi

Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007

Mochtar Kusumaatmadja (1), Mining Law, Bandung: Lembaga Penelitian Hukum

dan Kriminologi Universitas Padjajaran, 1974

Mahfud MD Moh., Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta:

Rajawali Pers, 2011

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2006

Ni’matul Huda, Hukumtata Negara Kajian Teoritis dan Yuridis Terhadap Konstitusi

Indonesia, Yogyakarta: Gema Media, 1999

Notonagoro, Politik Hkum dan Pembangunan Agraria, Jakarta: Bina Aksara, 1984
86

Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya: Bina

Ilmu, 1987

R. Djokopranoto et.al, Merajut Karya Mengukir Sejarah- Memoir Alumni Pendidikan

Ahli Minyak tentang Peran dan Sumbangsihnya dalam pembangunan Industri

Minyak dan Gas Bumi Indonesia, Jakarta: Ikatan Keluarga Alumni Ahli Minyak,

2009

Rudi M. Simamora, Hukum Minyak dan Gas Bumi, Jakarta: Djambatan. 2000

Salim (2), Hukum Pertambangan di Indonesia, Jakarta: Rajawali Press, 2005

Samboja, Sejarah Industri Minyak dan gas Bumi di indonesia, Bahan Kursus

Introduction to Petroleum Operation Management (IPOM), PPT-MIGAS, Cepu, 1996

Tri Hayati, dkk, Konsep Penguasaan Negara di Sektor Sumber Daya Alam

berdasarkan Pasal 33 UUD 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal MKRI dan CLGS

FHUI, 2005

Wibowo. 2006. Manajemen Perubahan. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Peraturan Perundang-Undang

Undang-Undang Dasar NRIT 1945 (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun

1959 DEKRIT Nomor 75).

Undang-Undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak Dan Gas

Bumi
87

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Perpres

Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan

Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi.

Perpres Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha

Hulu Minyak Dan Gas Bumi

Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak

dan Gas

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis mengenai Dampak

Lingkungan

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU-X/2012 permohonan

PengujianUndang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, tentang Minyak dan Gas Bumi

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Website

Agus Sahbani.Mahkamah Konstitusi: BP Migas Inkonstitusional dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50a2367d37e5c/mk-bpmigas-

inkonstitusional di akses pada 04 Juni 2021,

Ana. Pengertian fungsi dan peran. http://ana-dgmcs.blogspot.com

/2011/04/tugaspengertian- fungsi-peran-dan.html diakses pada tanggal 04 Juni 2021

Hukum Online. Membaca Tiga Regulasi Pasca Pembubaran BP Migas dalam


88

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50b471f6c40e5/membaca-tiga99

regulasi-pasca-pembubaran-bp-migas diakses pada tanggal 04 Juni 2021 Hukum

Online. MK: BP Migas Inkonstitusional dalam http://www.hukumonline.com

/berita/baca/ lt50a2367d37e5c/mk—bpmigas-inskonstitusional/ akses pada tanggal 22

Juni 2021

Hukum Online. Pemerintah Jamin Bisnis Migas dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50a7c28fde2c3/pemerintahjamin-bisnis-

migas di akses pada tanggal 22 Juni 2021

Investor Daily Indonesia, Penerimaan Negara dari ESDM Rp415,20 Triliun,dalam

http://www.investor.co.id/energy/penerimaan-negara-dariesdm-rp41520-triliun/51454

diakses pada tanggal 04 Juni 2021

Hukum Online. Pemerintah Jamin Bisnis Migas dalam

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt50a7c28fde2c3/pemerintah-jamin-bisnis-

migas di akses pada tanggal 04 juni 2021

Pan Mohamad Faiz. Penafsiran Konsep Penguasaan Negara pada

http://www.jurnalhukum.blogspot.com/2006/10/Penafsiran_Konsep_Penguasaa_Neg

ara diakses pada tanggal 22 Juni 2021

Pertamina EP dalam http://www.pertamina-ep.com/Tentang-PEP/Sekilas-

Perusahaan/Sejarah-Kami diakses pada tanggal 04 juni 2021


89

Shantika. Putusan MK atas Uji Materi Undang-Undang Migas

http://shantidk.wordpress.com/2012/12/12/putusan-mk-atas-uji-materi-uumigas/

diakses pada tanggal 22 Juni 2021

Sparkling Rengga. Menyingkap Tabir Sejarah Pertambangan di Indonesia dalam

http://Sparkling_Rengga/Menyingkap_Tabir_Sejarah_Pertambangan_ di akses pada

tanggal 16 Juli 2021


90

Anda mungkin juga menyukai