Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

KAPSEL HUKUM ADMINISTRASI NEGARA


“PENGELOLAAN INDUSTRI PERTAMBANGAN DALAM SKALA NASIONAL
TERHADAP PERMASALAHAN INTERNAL BUMN/BUMD”

Dosen Pengampu:
Laga Sugiarto, S.H., M.H.
Rizqan Naelufar, S.H., M.H

Disusun oleh:
1. Anti Navirotul Baety (8111422650)
2. Dini Mulia Muthmainah (8111422670)
3. Heni Dora Sinaga (8111422686)
4. Ibrahim Asyam Qurrotaa’yun (8111422687)
5. Veronica Nora Litna Tarigan (8111422688)
6. Oemar Attallah (8111422693)
7. Ihsanudin Herry Setiawan (8111422695)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...................................................................................................................................
BAB 1..............................................................................................................................................
PENDAHULUAN..........................................................................................................................
1.1 Latar Belakang................................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................................
1.3 Tujuan..............................................................................................................................
1.4 Manfaat............................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
PEMBAHASAN.............................................................................................................................
2.1 LANGKAH BUMN/BUMD MENGATUR PRINSIP GOOD CORPORATES
PADA NILAI PENGEMBANGAN INTERNAL PERUSAHAAN BUMN/BUMD
TERHADAP PEMBERDAYAAN PERTAMBANGAN................................................
2.2 PERANAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN DAN UNDANG-
UNDANG CIPTA KERJA TERHADAP PENGELOLAN PERTAMBANGAN
DAN KEHIDUPAN MASYARAKAT SEKITAR PERTAMBANGAN......................
BAB III.........................................................................................................................................
PENUTUP....................................................................................................................................
3.1 Kesimpulan.........................................................................................................................
3.2 Saran...................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Sumber energi alam mineral serta batubara ialah kekayaan alam Indonesia, kekayaan
alam ini tidaklah buatan manusia melainkan kekayaanalam yang ialah pemberian dari Allah
SWT, oleh karena itu manusia dibebankan sesuatu tanggung jawab buat bisa mengelola serta
memakainya buat kepentingan umat manusia.1 Pemerintah Indonesia sendiri mempunyai
kewenangan buat memahami sumber energi alam mineral serta batubara, cocok Pasal 33 ayat
(3) UUD 1945, kalau bumi serta air serta kekayaan alam yang tercantum didalamnya
dipahami oleh negeri serta dipergunakan buat sebesar- besarnya kemakmuran rakyat. Pada
tahun 2020, Pemerintah Indonesia menerbitkan 2 legislasi yang menuai banyak respon dari
bermacam golongan, antara lain Undang- undang No 3 Tahun 2020 tentang Pergantian atas
Undang- undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral serta Batu Bara
(berikutnya Perbaikan UU Minerba) dan Undang- undang No 11Tahun2020 tentang Cipta
Kerja. Pertambangan sendiri ialah sesuatu bidang usaha yang sebab watak kegiatannya pada
dasarnya senantiasa memunculkan akibat pada alam lingkungannya. 2

Dalam melaksanakan penerapan, aktivitas tersebut pemerintah membagikan


kewenangan kepada pihak yang lain buat bisa melaksanakan usaha pertambangan atas
sumber energi alam tambang. Kedatangan Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
diharapkan jadi jalur keluar paling utama terpaut perkara perizinanan serta birokrasi yang
berbelit serta tumpang tindih. Kalau Usaha pertambangan sendiri dilaksanakan bersumber
pada perizinan berupaya dari pemerintah pusat yang mana perizinan berupaya tersebut
dilaksanakan lewat pemberian no induk berupaya, sertifikat standar serta pula izin. Ada pula
akibat dari akibat Pengelolaan usaha pertambangan mineral serta batubara pasca berlakunya
undang- undang no 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja antara lain berakibat pada area hidup
serta sosial.

BUMN ataupun tubuh usaha kepunyaan negeri merupakan tubuh usaha yang sebagian
ataupun totalitas kepemilikan dipahami oleh negeri. Tetapi negeri yang diartikan spesialnya
negeri kesatuan republik Indonesia. Tubuh usaha kepunyaan negeri pula terdapat yang dalam

1
Hayatul Ismi. (2014). Hak Atas Tanah Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Mineral Dan
Batubara. Jurnal Ilmu Hukum,4 (2), 242-252. doi: org/10.30652/jih.v4i2.2792, h. 242.
2
Luthfi Hidayat. (2017). Pengelolaan Lingkungan Areal Tambang Batubara (Studi Kasus Pengelolaan
Air Asam Tambang (Acid Mining Drainage) Di Pt. Bhumi Energi Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan).
JurnalADHUM, 7 (1). 44-52, h. 44.
wujud usaha nirlaba. Ada 2 tipe serta karakteristik BUMN ialah mempunyai tipe industri
perseroan serta industri universal. Identitas yang dipunyai BUMN ialah jadi suatu sumber
pendapatan negeri, saham dapat dipunyai oleh warga serta lain sebagainnya. Tujuan
berdirinya tubuh usaha kepunyaan negeri (BUMN) berbasis nirlaba ini merupakan buat
sediakan benda serta jasa untuk warga. BUMN muncul selaku perwujudan pemerintah dalam
berfungsi selaku pelakon ekonomi. Tidak hanya itu dalam permodalan tubuh usaha
kepunyaan negeri, baik sebagian ataupun sepenuhnya dipunyai oleh pemerintah Indonesia
Sebaliknya Tubuh Usaha Kepunyaan Wilayah (BUMD) ialah usaha yang dipunyai oleh
Pemerintah Wilayah, yang tujuannya merupakan selaku salah satu sumber penerimaan
wilayah (PAD). Tetapi pada realitasnya kalau BUMD yang terdapat sepanjang ini belum
sanggup membagikan donasi yang signifikan terhadap pemasukan asli wilayah (PAD), malah
lebih banyak suntikan dana dari pemerintah wilayah daripada keuntungan yang di bisa.
Keadaan tersebut jadi beban untuk APBD. Sehingga apa yang jadi tujuan berdirinya BUMD
merupakan selaku salah satu sumber pemasukan pemerintah wilayah tidak tercapai (P2 LIPI
2010).
Keberadaan Tubuh Usaha Kepunyaan Wilayah sepanjang ini tidak semacam Tubuh
Usaha Kepunyaan Negeri yang sebagian besar aktivitas usahanya telah mempraktikkan
prinsip- prinsip tata kelola industri yang baik ataupun cocok dengan prinsip- prinsip good
corporate governance yang dituangkan dalam Keputusan Menteri BUMN No Kep103/ MBU/
2002 tentang pembuatan komite audit untuk BUMN. Keadaan BUMN selangkah lebih maju
dibanding dengan aktivitas usaha yang dicoba oleh BUMD, serta apalagi industri negeri yang
berupa perseroan telah melangkah jadi industri publik dengan menerbitkan sahamnya di
lantai bursa. Salah satu kasus dalam pengelolaan serta pengembangan BUMD merupakan,
aspek hukum pengaturan terpaut BUMD tidak secara spesial membagikan arahan serta
pedoman dalam pengelolaan suatu tubuh usaha yang dipunyai oleh wilayah, semacam seperti
BUMN yang telah memiliki payung hukum UU No 19 Tahun2003. Pengaturan terpaut
dengan BUMD paling utama dalam perihal pendirian yang masih memakai bawah Perda serta
UU No 5 Tahun 1962 tentang Industri Wilayah dirasa belum secara maksimal menanggapi
tuntutan pengelolaan serta pengembangan BUMD. Tidak hanya kasus payung hukum
tersebut, pengelompokan BUMD yang masih belum jelas menimbulkan distorsi terpaut
pengelolaan BUMD.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana BUMN/BUMD Secara Garis Besar Membangun dan Mengatur tata kelola
perusahaan yang baik atau prinsip good corporates pada nilai pengembangan internal
perusahaan BUMN/BUMD terhadap pemberdayaaan Pertambangan?
2. Bagaimana peranan Undang-undang Pertambangan dan Cipta Kerja terhadap
Pengelolaan Pertambangan dan Kehidupan masyarakat sipil daerah Pertambangan?

1.3 TUJUAN
1. Untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada publik tentang bagaimana

industri pertambangan diatur dan dikelola di tingkat nasional serta dampaknya


terhadap BUMN/BUMD. membantu pembaca memahami kompleksitas industri ini
dan pentingnya peran BUMN/BUMD dalam kehidupan maupun perekonomian
negara.
2. Untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada pembaca tentang
permasalahan internal yang di hadapi oleh BUMN/BUMD yang terlibat dalam
industri pertambangan, hal ini mencakup tentang masalah-masalah seperti tata kelola
perusahaan, manajemen resiko, keberlanjutan lingkungan serta isu-isu sosial
3. Untuk memotivasi pihak yang berkaitan untuk melakukan perbaikan dalam tata
kelola, dan kinerja BUMN/BUMD yang terlibat dalam industri pertambangan.

1.4 MANFAAT
1. Makalah ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya

pengelolaan industri pertambangan dalam skala nasional. hal ini termasuk


pemahaman tentang sumber daya alam yang dimiliki oleh negara dan bagaimana
pemanfaatan dapat di atur untuk kepentingan nasional
2. Makalah ini dapat membantu mempromosikan pengelolaan industri pertambangan
yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan atau
memperhitungkan dampak lingkungan, sosial, dan ekonomi dari kegiatan
pertambangan tersebut.
3. Makalah ini juga dapat menjadi pendorong untuk diskusi dan perdebatan yang lebih
luas terhadap peran industri pertambangan dalam pembangunan nasional, serta peran
BUMN/BUMD dalam ekonomi di negara ini.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 LANGKAH BUMN/BUMD MENGATUR PRINSIP GOOD CORPORATES


PADA NILAI PENGEMBANGAN INTERNAL PERUSAHAAN BUMN/BUMD
TERHADAP PEMBERDAYAAN PERTAMBANGAN.

Bersumber pada Pasal 1 angka 1 Undang- Undang No 19 Tahun 2003 tentang Tubuh
Usaha Kepunyaan Negeri, BUMN ialah tubuh usaha yang segala ataupun sebagian besar
modalnya lewat penyertaan langsung dipunyai oleh Negeri berasal dari kekayaan Negeri
yang dipisahkan. Modal BUMN dari kekayaan negeri yang dipisahkan, berarti modalnya
berasal dari Anggaran Pemasukan serta Belanja Negeri (APBN). Wujud usaha BUMN ialah
Perseroan berupa Perseroan Terbatas serta Industri Universal (Perum).
Struktur organisasi BUMN Persero pada dasarnya seragam dengan yang diatur dalam
Undang- Undang No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang mencakup:3
1. Rapat Universal Pemegang Saham (RUPS);
2. Direksi; dan
3. Komisaris
Tetapi, perbandingan yang terdapat pada BUMN Persero terletak pada yurisdiksi ataupun
kewenangan tiap- tiap organ industri yang menjajaki syarat dalam Undang- Undang No 19
Tahun 2003 tentang Tubuh Usaha Kepunyaan Negeri.
Kedudukan berarti dalam BUMN dipegang oleh Menteri. Menteri, cocok dengan
definisi dalam Pasal 1 angka 5 Undang- Undang No 19 Tahun 2003 tentang Tubuh Usaha
Kepunyaan Negeri, merupakan pejabat yang ditunjuk ataupun diberi kewenangan buat
mewakili pemerintah selaku pemegang saham negeri dalam Persero serta selaku owner modal
dalam Perum, dengan mencermati syarat perundang- undangan yang berlaku.
Wewenang yang dipunyai Menteri tersebut dalam Persero antara lain:
1. Menganjurkan pendirian Persero& melakukan pendirian Persero;
2. Berperan sebagai RUPS dalam perihal segala saham Persero dipunyai oleh negeri
ataupun pemegang saham dalam perihal tidak segala sahamnya dipunyai oleh negeri;
3. Mengangkut serta memberhentikan Direksi dalam perihal Menteri berperan sebagai
RUPS;

3
Dimas Hutomo, "Dasar Hukum Privatisasi BUMN Persero",
https://www.hukumonline.com/klinik/a/dasar-hukum-privatisasi-bumn-persero-cl5864, diakses pada 26 Februari
2024.
4. Mengangkut serta memberhentikan Komisaris dalam perihal Menteri berperan
sebagai RUPS;
5. Membuat Keputusan menteri menimpa rencana jangka panjang, rencana kerja,
anggaran persero, laporan tahunan, serta penghitungan tahunan Persero;
Maksud dan tujuan pendirian BUMN (Persero dan Perum) adalah sebagai berikut:
1. Memberikan kontribusi bagi kemajuan ekonomi nasional secara keseluruhan dan
pendapatan negara secara khusus;
2. Berusaha untuk mendapatkan keuntungan, sebagaimana yang menjadi karakteristik
umum dari Perseroan Terbatas yang berorientasi pada profit;
3. Menyediakan produk dan layanan berkualitas tinggi dan memadai untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat secara luas;
4. Menjadi pelopor dalam melakukan kegiatan usaha yang belum dilakukan oleh sektor
swasta atau koperasi; dan
5. Aktif dalam memberikan panduan dan bantuan kepada pengusaha dari golongan
ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Disisi lain Badan Usaha Milik Daerah memiliki kemampuan untuk menjalankan
kegiatan di sejumlah sektor seperti transportasi, utilitas, pertanian. Tujuan BUMD adalah
menghasilkan pendapatan bagi pemerintah setempat, mendorong pertumbuhan ekonomi
daerah, dan menyediakan layanan publik. BUMD memiliki variasi bentuk yang meliputi
perusahaan, koperasi, atau entitas bisnis lainnya, dan diharapkan agar mampu memberikan
dampak positif terhadap kemajuan sosial dan ekonomi di wilayahnya. Bupati dan walikota
bertanggung jawab mengatur pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, dengan
tujuan memberikan kepastian hukum selama proses pelaksanaannya.
Dalam sistem kerja pemerintah yaitu adanya asas dekonsentrasi, asas desentralisasi
dan asas tugas pembantuan.4
1. Asas desentralisasi adalah Daerah memiliki hak untuk mengelola dan mengurus
sendiri segala urusan pemerintah yang telah didelegasikan oleh pemerintah pusat,
tetapi tetap berada dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Asas Dekonsentrasi adalah Wewenang yang semula berada di tangan pemerintah
pusat, khususnya terkait penetapan strategi kebijakan dan pencapaian program
kegiatan, dialihkan kepada gubernur berdasarkan arahan kebijaksanaan umum dari

4
Suryadi, Peran BUMD bagi Perekonomian Nasional, Februari 2023, Damera Press, Pejaten Timur
Jakarta Selatan, 2023, h.77.
pemerintah pusat. Meskipun demikian, sektor pembiayaan tetap menjadi tanggung
jawab penuh pemerintah pusat.
3. Asas tugas pembantuan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota.

Peraturan Daerah (Perda) tertera pasal 236 sampai 245 Undang-Undang No 23 tahun
2014, pengaturan Kepala Daerah (Perkada) pasal 246 sampai 248 Undang-Undang No. 23
Tahun 2014.

Sistem Good Corporate Governance

Langkah melakukan sistem good corporates pada Perusahaan BUMN atau BUMD
terhadap pemberdayaan pertambangan. Awalnya, wewenang dalam pemberian izin
pertambangan berada di tanggung jawab pemerintah, namun kemudian dialihkan kepada
pemerintah daerah, khususnya kabupaten dan kota, yang memperoleh otonomi penuh.
Pencetusan Undang-Undang pemerintah Daerah dalam pertambangan tertera dalam UU No.
32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah (UU Pemda 2004). Dengan UU yang telah
disahkan ini, pengelola pertambangan dijadikan sebagai bagian dari urusan pilihan yang
termasuk dalam wewenang pemerintah daerah. PP No. 32 Tahun 1969 mencetuskan bahwa
pemberian wewenang dalam mengeluarkan keputusan terkait pertambangan dapat dilakukan
oleh Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota, dan disesuaikan dengan cakupan wilayah kuasa
pertambangan masing-masing.

Mahkamah Konstitusi memberikan upaya restrukturisasi dengan


mengimplementasikan kontrol negara terhadap sumber daya alam, terutama dalam proses
pemberian izin. Keputusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi momen krusial dalam
memperkuat peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD) di sektor pertambangan untuk memperoleh prioritas terhadap Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK). Pengelolaan ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk
memastikan bahwa BUMN dan BUMD berperan sebagai good corporate governance,
dengan tujuan memberikan kemakmuran sebesar-besarnya kepada rakyat.5

5
Ahmad Redi dan Luthfi Marfungh, ‘Perkembangan Kebijakan Hukum Pertambangan Mineral dan
Batu Bara di Indonesia’, Jurna Hukum, Vol.4, No.2, 2021, h.498.
Penetapan good corporats governance BUMN dan BUMD berhubungan
pertambangan membawa dampak keuntungan seperti efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas
Perusahaan. Langkah-langkah sistem antara lain:
1. Menyusun kebijakan tata Kelola Perusahaan.
Mendiskusikan kepada seluruh badan atau organisasi yang berkaitan dengan
membangun dan mengatur tata Kelola pemberdayaan pertambangan.
2. Pembentukan Dewan Pengawas
Anggota Dewan Pengawas wajib memiliki pemahaman tentang sifat khas industri
pertambangan dan kepakaran yang sesuai.
3. Transparansi dan Pengungkapan Informasi
Memberikan peningkatan transparansi dengan cara memberikan informasi jelas
dan mudah untuk diakses.
4. Pembentukan Dewan Direksi yang Profesional.
Anggota dewan yang unggul dalam bekerja dan memiliki pengalaman dalam
industri pertambangan.
5. Manajemen risiko.
Menerapkan sistem manajemen risiko yang efisien untuk mengenali, mengukur,
dan mengelola potensi risiko yang muncul dalam operasional perusahaan
pertambangan.
6. Melibatkan Pemegang Saham.
7. Menerapkan Kode Etik dan Kepatuhan.
8. Mengadakan Pelatihan dan Pengembangan.
Mengadakan pelatihan dan Pengembangan guna untuk praktek tata cara
Kelola Perusahaan yang baik.

Birokrasi Good Corporate Governance

Dalam mengimplementasikan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan pada Perusahaan


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam
konteks birokrasi pada sektor pertambangan, berikut beberapa tindakan yang dapat diambil.

1. Pengelola SDM, Manajemen sumber daya manusia bertujuan untuk memastikan


bahwa perusahaan selalu memiliki tenaga kerja yang berkualitas dan dapat diarahkan
serta dimotivasi untuk mencapai tujuan perusahaan.
2. Pemeilhara Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Perlindungan Lingkungan,
Perusahaan memberikan prioritas utama pada aspek keselamatan dan kesehatan kerja,
serta pelestarian lingkungan, karena menyadari bahwa manajemen kesehatan dan
keselamatan kerja yang optimal, bersama dengan tanggung jawab terhadap
lingkungan, memiliki peran krusial dalam mencapai kesuksesan jangka panjang.
Perusahaan secara konsisten mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk
mencegah kecelakaan dan masalah kesehatan di lingkungan kerja.

3. Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, Organisasi dan anggota staf


perusahaan diharapkan untuk patuh terhadap ketentuan hukum dan regulasi internal
perusahaan.

4. Keterbukaan dan Kerahasiaan Informasi, Dewan Komisaris, Direksi, pemegang


saham, dan karyawan perusahaan diwajibkan untuk menjaga kerahasiaan informasi
perusahaan sesuai dengan ketentuan hukum, regulasi perusahaan, dan norma-norma
bisnis yang berlaku.

5. Usaha pertambangan, Dalam proses pertambangan harus memperhatikan Prioritas


utama selalu diberikan pada pemeliharaan dan pengawetan keselamatan serta
kesehatan kerja, beserta lingkungan, dalam setiap tahapan operasi penambangan.

6. Pelaporan Keuangan Laporan Keuangan mencakup setidaknya neraca akhir tahun


terkini dibandingkan dengan neraca akhir tahun sebelumnya, Laporan Laba Rugi
untuk periode tersebut, Laporan Arus Kas, Laporan Perubahan Ekuitas, dan Catatan
Tambahan yang menyertai Laporan Keuangan tersebut.

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance

A. Transparency (transparansi)
Prinsip transparansi mengacu pada praktek keterbukaan dalam proses pengambilan
keputusan serta penyediaan informasi yang relevan tentang perusahaan. Perusahaan
akan patuh terhadap regulasi yang mengatur keterbukaan informasi yang berlaku
untuknya. Transparansi juga mencakup informasi relevan yang dibutuhkan oleh
publik tentang produk dan aktivitas operasional Perusahaan yang dapat berpotensi
mempengaruhi perilaku para pengemban kepentingan.
B. Accountability (akuntabilitas)
Prinsip akuntabilitas mengacu pada kejelasan dalam fungsi, pelaksanaan, dan
pertanggungjawaban organ Perusahaan untuk memastikan pengelolaan Perusahaan
berjalan efektif. Ini terkait dengan pelaksanaan tugas dan wewenang individu atau unit
kerja dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan oleh Perusahaan.
Akuntabilitas ini mencakup penjelasan tentang pelaksanaan tugas dan wewenang,
pelaporan tentang pelaksanaan tugas dan wewenang, serta pertanggungjawaban atas
aktivitas dalam menjalankan tugas dan wewenang tersebut.
C. Responsibility (pertanggungjawaban)
Prinsip pertanggungjawaban mencakup kesesuaian pengelolaan Perusahaan dengan
regulasi yang berlaku dan prinsip-prinsip korporat yang sehat.
D. Independency (kemandirian)
Prinsip kemandirian mengacu pada kondisi di mana Perusahaan dijalankan secara
profesional tanpa adanya konflik kepentingan atau pengaruh dari pihak lain yang tidak
sesuai dengan regulasi yang berlaku dan prinsip-prinsip korporat yang sehat.
E. Fairness (kewajaran)
Prinsip kewajaran adalah tentang keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak
pengemban kepentingan sesuai dengan kesepakatan dan regulasi yang berlaku.

Pengelolaan Keuangan dan Sistem Akuntansi


Manajemen keuangan perusahaan harus dilakukan secara profesional, dengan
keteraturan, kepatuhan terhadap peraturan dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan
(RKAP), efisiensi, ekonomis, efektif, transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Ini harus
mempertimbangkan risiko dan menerapkan prinsip kehati-hatian, serta mencerminkan
keseimbangan antara pengelolaan aset dan kewajiban. Peraturan, kebijakan, dan prosedur
terkait pengelolaan keuangan, baik pendapatan maupun biaya, harus disusun dan diperiksa
secara berkala dengan memperhatikan standar akuntansi dan peraturan hukum yang berlaku,
serta sebagai bagian dari sistem pengendalian internal yang solid.
Manajemen keuangan bertujuan untuk meningkatkan nilai Perusahaan melalui
penerapan program kerja yang didasarkan pada prinsip kesadaran biaya, orientasi pada profit,
dan manajemen dana yang efisien, serta memperhitungkan risiko. BUMN/BUMD selayaknya
memiliki kebijakan untuk menerapkan sistem akuntansi yang akurat, mencerminkan setiap
transaksi keuangan dan perubahan aset dengan tepat. Perusahaan menjamin bahwa hanya
transaksi keuangan yang sesungguhnya yang akan dicatat. Semua transaksi keuangan tersebut
harus disetujui dan dicatat dengan benar dalam sistem akuntansi Perusahaan.
BUMN/BUMD selalu memastikan bahwa kebijakan dan peraturan terkait akuntansi
mengacu pada Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yang ditetapkan oleh Ikatan
Akuntan Indonesia. Laporan Keuangan Perusahaan selalu mencakup posisi keuangan, kinerja
keuangan, perubahan ekuitas, arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. BUMN/BUMD
menyampaikan informasi yang relevan bagi pengguna laporan keuangan secara akurat dan
tepat dalam Laporan Keuangan Perusahaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Perusahaan menetapkan kebijakan terkait standar akuntansi sebagai berikut:
a. Terus meningkatkan sistem akuntansi agar selalu sesuai dengan standar akuntansi
keuangan yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
b. Setiap bagian Perusahaan yang bertanggung jawab atas aspek keuangan harus
memahami dan mengimplementasikan kebijakan keuangan Perusahaan secara
konsisten.
c. Tidak diperbolehkan bagi setiap bagian Perusahaan yang bertanggung jawab atas
keuangan untuk melakukan pencatatan transaksi palsu dalam jurnal apapun.
d. Setiap bagian Perusahaan yang bertanggung jawab atas keuangan harus mengelola
informasi keuangan sesuai dengan kebijakan klasifikasi informasi Perusahaan dan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pengadaan Barang dan Jasa


Perusahaan, dalam menjalankan aktivitasnya, selalu berusaha untuk memastikan
terwujudnya persaingan yang sehat sesuai dengan regulasi yang berlaku, dengan
mengutamakan prinsip-prinsip efektif dan efisien, keterbukaan, persaingan yang adil dan
non-diskriminatif, serta akuntabilitas. Pengembangan sistem pengadaan yang dijelaskan di
atas didukung oleh sumber daya teknologi, informasi, organisasi, dan sumber daya manusia
yang memadai.
Sistem pengadaan barang dan jasa yang diterapkan oleh Perusahaan dijalankan
dengan mempertimbangkan hal-hal berikut:
1. Dilaksanakan dengan konsistensi.
2. Diuji secara berkala untuk memastikan kecukupan sistem pengadaan yang ada agar
memenuhi prinsip-prinsip efektif dan efisien, keterbukaan, persaingan yang adil dan
non-diskriminatif, serta akuntabilitas.
3. Selalu menghindari transaksi yang menghadapi benturan kepentingan dan transaksi
afiliasi oleh seluruh anggota Perusahaan dalam sistem pengadaan barang dan jasa.
Usaha Pertambangan
Proses penambangan yang dilaksanakan mengikuti regulasi yang berkaitan dengan
operasi pertambangan serta prinsip konservasi sumber daya mineral dan energi. Proses
kegiatan pertambangan harus mempertimbangkan hal-hal berikut:
a. Prioritas utama dalam semua proses operasi penambangan adalah menjaga
keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan.
b. Keamanan dan kerahasiaan aset berupa data dan informasi terkait operasi
pertambangan dijaga, dan kebocoran informasi kepada pihak lain dianggap sebagai
pelanggaran serius.
c. Strategi dan tujuan operasi penambangan yang jelas dan resmi disusun, dengan
pencapaian yang terukur dalam setiap kegiatan operasi yang sejalan dengan strategi
dan tujuan keseluruhan Perusahaan.
d. Tahapan penambangan dan pengolahan dilakukan tanpa mengorbankan
kepentingan jangka panjang Perusahaan untuk mencapai profitabilitas yang
berkelanjutan.
e. Proses pemasaran didukung oleh data pasar dan pelanggan yang memadai, serta
melakukan penetrasi pasar secara proaktif untuk menciptakan peluang pasar baru.
f. Produk berkualitas sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dikelola dengan prinsip
tepat waktu, tepat kualitas, dan responsif untuk memastikan kepuasan pelanggan.
g. Setiap siklus operasi penambangan harus menyertakan sistem pengelolaan
lingkungan, penutupan tambang, dan perawatan pasca-tambang.
h. Penggunaan tenaga ahli dari luar (outsourcing) dapat dikendalikan untuk
meminimalkan risiko dan memperoleh manfaat maksimal.

2.2 PERANAN UNDANG-UNDANG PERTAMBANGAN DAN UNDANG-UNDANG


CIPTA KERJA TERHADAP PENGELOLAAN PERTAMBANGAN DAN
KEHIDUPAN MASYARAKAT SIPIL DAERAH PERTAMBANGAN

Pengelolaan usaha pertambangan ialah aktivitas dalam rangka pengusahaan mineral


ataupun batubara yang meliputi tahapan aktivitas penyelidikan universal, eksplorasi, riset
kelayakan, konstruksi, penambangan, perihal pengolahan serta/ ataupun pemurnian ataupun
pengembangan serta/ ataupun pemanfaatan, transportasi serta penjualan, dan pasca tambang.
Pengelolaan usaha pertambangan sendiri lebih dahulu diatur di dalam Undang- Undang No 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral serta Batubara yang setelah itu diganti jadi
Undang- Undang- Undang No 3 Tahun 2020 tentang Pergantian Atas Undang- Undang No 4
Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral serta Batubara.

Pergantian Undang- Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan suatu Mineral


serta batubara didasari kalau peraturan tersebut masih belum bisa menanggapi pertumbuhan,
kasus, serta kebutuhan hukum dalam penyelenggaraan pertambangan mineral serta batubara,
sehingga butuh dicoba pergantian supaya bisa jadi bawah hukum yang efisien, efektif, serta
komprehensif dalam penyelenggaraan pertambangan mineral serta batubara.
Pengelolaan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara pasca Berlakunya Undang-
undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja
Kewenangan pengelolaan pertambangan mineral serta batubara hadapi perpindahan
dimana bila merujuk pada Pasal 6, Pasal 7 serta Pasal 8 Undang- UndangNomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral serta Batubara, dalam pengelolaannya dimengerti jadi
kewenangan pemerintah pusat, pemerintah wilayah provinsi, serta pemerintah wilayah
kabupaten kota. Tetapi sehabis lahirnya Undang- Undang No 3 Tahun 2020 tentang
Pergantian Atas Undang- undang- Undang No 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral
Serta Batubara, kewenangan pengelolaan pertambangan tepatnya bertabiat sentralistik yang
mana kewenangannya terdapat pada pemerintah pusat.

Kedatangan Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja ataupun yang biasa
diucap hukum omnibus. Secara historis, aplikasi pelaksanaan Omnibus Law banyak
diterapkan di bermacam negeri Common Law System, dengan tujuan buat membetulkan
ataupun Keputusan regulasi di negaranya tiap- tiap dalam rangka tingkatkan hawa serta
energi saing investasi. Secara universal Omnibus Law belum terkenal di Indonesia. 6 Omnibus
Hukum ialah tata cara yang digunakan buat mengubah serta/ ataupun mencabut sebagian
modul hukum dalam bermacam undang- undang, dimana konsekuensinya dengan
pelaksanaan Omnibus Law merupakan 1) UU yang terdapat masih senantiasa berlaku, kecuali
sebagian pasal( modul hukum) yang sudah ditukar ataupun dinyatakan tidak berlaku; 2) UU
yang terdapat tidak berlaku lagi, apabila pasal( modul hukum) yang ditukar ataupun
dinyatakan tidak berlaku ialah inti/ ruh dari undang- undang tersebut.

6
Dhaniswara K. Harjono. (2020). Konsep Omnibus Law Ditinjau Dari Undang Undang No. 12 Tahun
2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Jurnal Hukum: Hukum Untuk Mengatur Dan
Melindungi Masyarakat, 6 (2). 96-110. doi : org/10.33541/JtVol5Iss2pp102. h. 98.
Kedatangan Undang 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja diharapkan jadi jalur keluar
paling utama terpaut perkara perizinanan serta birokrasi yang berbelit serta tumpeng tindih.
Managing Partner Adisuryo Dwinanto& Co, Dendi Adisurya, menarangkan kalau paling
tidak ada 7 kasus utama di bidang mineral serta batubara:7
(1) Overdosis izin dan tumpang tindih perizinan daerah dan sektoral. Saat ini untuk
mengurus perizinnan sektor minerba, jumlah izin yang harus dimiliki oleh
perusahaan tambang sebelum memulai kegiatan pertambangan sangat banyak
dan kompleks. Ditambah lagi adanya tumpang tindih kewenangan antara daerah
dan pusat dan antar department;
(2) Perubahan rezim ke Izin Usaha Pertambangan (IUP). Persoalan muncul saat
implementasi kewajiban konversi dari kontrak ke izin, dan negotiated items
penyesuaian kontrak menjadi izin meliput luas wilayah, ivestasi, lokal konten,
penerimaan negara dan nilai tambah;
(3)Konflik pembebasan. Di mana penyelesaian dilakukan Business to Business,
adanya konflik antar jenis konsesi, dan tidak ada pengaturan mengenai
pembebasan lahan untuk kepentingan industri pertambangan;
(4) Hilirisasi. Persoalan terkait On and off larangan ekspor ore, realisasi
pembangunan smelter di 2021 seperti jumlah izin smelter;
(5) Divestiasi saham bagi investasi asing. Masalah yang muncul seputar disinsentif
investasi asing, nilai divestasi saham –dihitung berdasarkan fair market value,
dengan metode discounted cash flow dan/atau perbandingan data pasar (Pasal
14 Permen ESDM 07/2017 dan 43/2018), dan kesiapan BUMN/BUMD untuk
membeli divested shares;
(6)Adanya stagnansi pertumbuhan cadangan minerba, risiko investasi yang tinggi di
tahap eksplorasi, pemerintah tidak memiliki exploration funds yang memadai, dan
insentif eksplorasi;
(7)Penerbitan izin usaha baru terutama terkait implementasi lelang (Wilayah Izin
Usaha Pertambangan (WIUP).
Usaha pertambangan sendiri dilaksanakan bersumber pada perizinan berupaya dari
pemerintah pusat yang mana perizinan berupaya tersebut dilaksanakan lewat pemberian no
induk berupaya, sertifikat standar serta pula izin. Setelah itu Menimpa izin sendiri terdiri dari
sebagian aspek mulai dari izin usaha pertambangan, izin usaha pertambangan spesial, IUPK
7
Hukumonline.com. 7 Masalah utama di bidang minerba sebelum adanya UU Cipta Kerja. Available
fromhttps://www.hukumonline.com/berita/baca/lt601a5c1ef320a/7-masalah-utama-di-bidang-minerba-sebelum-
adanya-uu-cipta-kerja/?page=4, (Diakses 27 Febuari 2024).
selaku Kelanjutan Pembedahan Kontrak/ Perjanjian, Izin Pertambangan Rakyat, Pesan Izin
penambangan Batuan, izin penugasan, Izin Pengangkutan serta Penjualan, Izin Usaha Jasa
Pertambangan, serta IUP buat Penjualan.
Menimpa izin usaha pertambangan terdiri atas 2 sesi aktivitas ialah, eksplorasi yang
meliputi aktivitas penyelidikan universal, eksplorasi, serta studi kelayakan. Dan pembedahan
penciptaan yang meliputi aktivitas Konstruksi, Penambangan, Pengolahan, Pemurnian,
Pengembangan ataupun Pemanfaatan, dan Pengangkutan serta Penjualan. Dalam
pengelolaannya izin usaha pertambangan sendiri diberikan kepada Tubuh Usaha, Koperasi,
serta Industri Perorangan.

Implikasi Pengambilalihan Kewenangan terhadap Hubungan Keuangan oleh


Pemerintah Pusat dari Pemerintah Daerah
Pengambilalihan kewenangan Pemerintah Wilayah Kabupaten/ Kota atas urusan
pemerintahan zona pertambangan mineral serta batubara, pasti berimplikasi pada perolehan
dana dari zona tersebut. Sebab prinsip pengelolaan keuangan pusat- daerah di Indonesia
merupakan money follows functions, ialah duit yang disediakan menjajaki guna/ urusan yang
didesentralisasikan. Sebagian implikasi terhadap ikatan keuangan antara pusat serta wilayah
yang bisa jadi terjalin merupakan: Awal, wilayah kabupaten/ kota hendak kehabisan salah
satu sumber Pemasukan Asli Wilayah( PAD) akibat hilangnya kewenangan kemampuan di
bidang pertambangan mineral serta batubara.
Kedua, bagi UU No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Wilayah, pemberian Dana Untuk Hasil( DBH)
merupakan 20% buat Pemerintah Pusat serta 80% buat Pemerintah Wilayah( dengan rincian
16% buat provinsi serta 64% buat kabupaten/ kota penghasil). Komponen penerimaan dari
pertambangan universal yang dipecah hasilkan ke wilayah merupakan iuran senantiasa
ataupun land- rent serta iuran eksploitasi serta eksplorasi ataupun royalti. Land- rent dari
pertambangan universal selayaknya dijadikan selaku pajak wilayah mengingat ciri dari basis
pungutan relatif bisa dikategorikan sama dengan ciri pajak bumi serta bangunan.8

Dampak Pengolahan Usaha Pertambang Mineral dan Batubara terhadap Lingkungan


Hidup di Sekitar Pertambangan

8
Uraian Kode Rekening Pendapatan Kabupaten/Kota dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor
21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, hlm. 33.
Secara universal harus pertambangan mineral serta Batubara memiliki peranan dalam
membagikan nilai tambah secara nyata terhadap pemasukan nasional serta pembangunan
daerahterkait permintaan global hendak batubara selaku sumber tenaga alternatif buat
memadai kebuhan tenaga bersamaan denganmeningkatnya harga bahan bakar minyak bumi. 9
Tetapi yang tidak dapat diabaikan merupakan aktivitas pertambangan kerapkali jadi salah
satu pemicu kehancuran area hidup disamping wujud eksploitasi area lainnya semacam
pembukaan lahan (open pit), hilangnya biota tanaman, penebangan tumbuhan yang mana
berperan selaku penyokong cadangan air, mengusik koridor hewan dalam habitat aslinya, dan
belum lagi limbah yang dihasilkan pemicu pencemaran tanah serta air.
Kasus tersebut melahirkan suatu pemahaman area hendak berartinya atensi serta
kepedulian (concern) terhadap area hidup selaku akibat terbentuknya bermacam
permasalahan area paling utama di zona pertambangan mineral serta batubara. 10 Undang-
Undang Minerba spesialnya Undang- Undang No 11 Tahun tentang Cipta Kerja memang
dinilai lebih bermuatan pada resource used oriented law ataupun menitik beratkan pada aspek
pemanfaatan sumber energi dan lingkungannya sehingga sedikit muatan hukum yang pro-
ekologis, Kedatangan undang- undang minerba tersebut memberikan ruang gerak dalam
rangka pemanfaatan kekayaan mineral, walaupun di dalamnya diatur aspek- aspek berarti
dalam tahapan aktivitas pertambangan tetapi sedikit menyinggung faktor proteksi area. 11
Dalam perihal ini kedudukan politik hukum area diperlukan selaku kelestarian guna serta
energi dukung ataupun energi tampung area dan tetap mencermati kesejahteraan masyarakat
secara berkepanjangan.

9
Hemi Faradila. (2020). Izin Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Dalam Kaitan Dengan
Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup (Fiqh Al-Bi'ah). Jurnal MUDARRISUNA,11 (3). 519-525.
doi: org/10.22373/jm.v10i3.7888, h. 520.
10
Muhammad Akib. (2016) Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Jakarta, PT
RajaGarfindo Persada, h. 11.
11
Hemi Faradila, Op. Cit., h. 522-523
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi penambangan,


pengolahan dan pengangkutan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang
merupakan pertambangan. Sebagai pertambangan adalah tahapan yang menyeluruh dalam
rangka penelitian, pengelolaan, dan batubara mineral atau batubara. Pemerintah mempunyai
pengalaman dalam menangani pelanggaran, namun dalam praktiknya, pemerintah tidak
mampu menjalankan usaha pelanggaran di Sumber Daya Alam tersebut. Dalam melakukan
aksinya, pemerintah memberikan harapan kepada organisasi lain untuk dapat melakukan
serangan balik terhadap sumber daya alam tambang. Kehadiran Kehadiran Undang 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja segera berguna sebagai aspirasi terkait perizinanan dan birokrasi
yang tumpang tindih. Usaha pertambangan sendiri dilakukan berdasarkan usaha perizinan
dari pemerintah pusat terkait, dimana usaha perizinan tersebut dilakukan melalui penyerahan
nomor induk, standar sertifikasi, dan izin. Adapun

Berdasarkan ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang


Kementerian Luar Negeri, BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
pendapatannya berasal dari kekebalan diplomatik yang diberikan secara sah oleh pemerintah.
Kekayaan BUMN yang diakui, atau modalitasnya, berasal dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Landasan BUMN terdiri dari Perseroan Terbatas dan Persahaan
Umum (Perum).Susunan organisasi BUMN Persero didasarkan pada perubahan dalam
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yang meliputi: Raja
Umum Pemegang Saham (RUPS); Direksi; dan Komisaris. Namun, perbedaan yang ada pada
BUMN Persero terletak pada kemauan atau kewenangan masing-masing organ perusahaan
yang mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan
Usaha Milik Negara.

3.2 Saran

Solusi konkret untuk mengatasi permasalahan internal BUMN/BUMD dalam pengelolaan


industri pertambangan, berdasarkan analisis:
1. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas dengan Implementasi sistem
pelaporan yang transparan dan terbuka kepada publik mengenai kegiatan operasional,
keuangan, dan lingkungan BUMN/BUMD.

2. Optimalkan Efisiensi Operasional dengan Melakukan audit operasional secara


rutin untuk mengidentifikasi potensi pemborosan atau kebocoran sumber daya.

3. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) dengan Menyediakan pelatihan dan


pengembangan karir yang berkelanjutan bagi karyawan agar memiliki keterampilan
dan pengetahuan yang relevan dengan industri pertambangan.

4. Perbaikan Pengelolaan Risiko dengan Membentuk tim khusus untuk


mengidentifikasi, mengevaluasi, dan mengelola risiko yang terkait dengan fluktuasi
harga komoditas, perubahan regulasi, dan faktor risiko lainnya.

5. Konservasi Lingkungan dengan Mengadopsi teknologi dan praktik pertambangan


yang ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Redi dan Luthfi Marfungh, ‘Perkembangan Kebijakan Hukum Pertambangan M


ineral dan Batu Bara di Indonesia’, Jurna Hukum, Vol.4, No.2, 2021, h.498.

Harjono, Dhaniswara K (2020). Konsep Omnibus Law Ditinjau Dari Undang Undang No. 12
Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan. Jurnal Hukum:
Hukum Untuk Mengatur Dan Melindungi Masyarakat, 6 (2). 96-110. doi :
org/10.33541/JtVol5Iss2pp102. h. 98.

Hemi Faradila, Op. Cit., h. 522-523

Hemi Faradila. (2020). Izin Usaha Pertambangan Mineral Dan Batubara Dalam Kaitan
Dengan Pengelolaan Dan Perlindungan Lingkungan Hidup (Fiqh Al-Bi'ah). Jurnal
MUDARRISUNA,11 (3). 519-525. doi: org/10.22373/jm.v10i3.7888, h. 520.

Hidayat, Lutfi. (2017). Pengelolaan Lingkungan Areal Tambang Batubara (Studi Kasus
Pengelolaan Air Asam Tambang (Acid Mining Drainage) Di Pt. Bhumi Energi
Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan). JurnalADHUM, 7 (1). 44-52, h. 44.

Hukumonline.com. 7 Masalah utama di bidang minerba sebelum adanya UU Cipta Kerja.


Available fromhttps://www.hukumonline.com/berita/baca/lt601a5c1ef320a/7-
masalah-utama-di-bidang-minerba-sebelum-adanya-uu-cipta-kerja/?page=4, (Diakses
27 Febuari 2024).

Hutomo, Dimas. "Dasar Hukum Privatisasi BUMN Persero",


https://www.hukumonline.com/klinik/a/dasar-hukum-privatisasi-bumn-persero-
cl5864, diakses pada 26 Februari 2024.

Ismi, Hayatul. (2014). Hak Atas Tanah Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam Mineral
Dan Batubara. Jurnal Ilmu Hukum,4 (2), 242-252. doi: org/10.30652/jih.v4i2.2792, h.
242.

Muhammad Akib. (2016) Hukum Lingkungan Perspektif Global dan Nasional, Jakarta, PT
RajaGarfindo Persada, h. 11.

Suryadi, Peran BUMD bagi Perekonomian Nasional, Februari 2023, Damera Press, Pejaten
Timur Jakarta Selatan, 2023, h.77.

Uraian Kode Rekening Pendapatan Kabupaten/Kota dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, hlm.
33.

Anda mungkin juga menyukai