Anda di halaman 1dari 36

Journal Reading :

Vitamin‐D supplementation as an adjunct to


standard treatment
of asthma in children: A randomized controlled
trial
(ViDASTA Trial)
Oleh :
Felicia K / 42200430 Dosen Pembimbing Klinik :
Jessica V N / 42200431
Yediva K / 42200432 dr. Devie Kristiani, Sp.A (K)
Stefani O S / 42200433
ABSTRAK
Tujuan : Untuk mengetahui peran suplementasi vitamin D sebagai tambahan untuk pengobatan standar pada asma anak.
Desain Studi : Dalam uji coba terkontrol plasebo, blinded, terkontrol acak ini, kami mendaftarkan 60 anak usia 6 sampai 11
tahun dengan asma persisten sedang dan secara random memberikan mereka ke dalam kelompok intervensi (viitamin D 2000 IU
per hari) dan plasebo (n = 30 masing-masing). Hasil utama adalah kontrol asma yang dinilai oleh skor tes kontrol asma anak-anak
pada 12 minggu pasca-pengacakan. Hasil selanjutnya adalah forced expiration in 1s (FEV1), fractional exhalled nitric oxide
(FeNO), eksaserbasi asma, penggunaan steroid sistemik, jumlah kunjungan darurat, kadar vitamin D pasca-intervensi, dan efek
samping. Kami menganalisis dengan niat untuk mengobati.
Hasil : Tidak ada perbedaan yang signifikan antara skor C-ACT pada keduanya kelompok (median [kuartil pertama-ketiga] skor
adalah 25 di kedua kelompok, p = 0,7. Juga, tidak ada perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok dalam hal FEV1, FeNO,
jumlah eksaserbasi, kunjungan darurat, rawat inap di rumah sakit, dan efek samping. Namun, kadar vitamin D pasca-intervensi
(ng/ml) signifikan lebih tinggi pada kelompok intervensi (35,5 vs 18,8; p <0,001). Dibandingkan ke baseline, kedua kelompok
menunjukkan kontrol asma yang lebih baik pada 12 minggu pasca intervensi, terlepas dari jenis intervensi.
Kesimpulan : Suplementasi vitamin-D sebagai tambahan untuk pengobatan standar, tidak meningkatkan kontrol asma yang baik
pada anak.

KATA KUNCI
asma, tes kontrol asma anak, anak-anak, FeNO, spirometri, vitamin D
PENDAHULUAN
● Peran vitamin D  patogenesis asma dengan efeknya (sistem imun bawaan
dan adaptif).
● Terdapat bukti  hubungan positif antara kontrol asma masa kanak-kanak
dan serum kadar vitamin D.
● Kekurangan vitamin D  peningkatan hiper-responsif saluran napas, fungsi
paru yang lebih rendah, kontrol asma yang buruk, dan kemungkinan resistensi
steroid.
● Berbagai studi observasional : adanya hubungan kekurangan vitamin D dan
peningkatan risiko asma dan alergi masa kanak-kanak
● Sebuah tinjauan sistemik baru-baru ini  anak-anak penderita asma memiliki
kadar vitamin D serum yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
● Terdapat low evidence based  suplementasi rutin vitamin D untuk
mengurangi eksaserbasi asma pada anak-anak.
● Namun  masih ada ketidakpastian apakah suplementasi vitamin D selama
masa kanak-kanak meningkatkan hasil terkait asma lainnya (rawat inap rumah
sakit, tes fungsi paru, dll.) dan menjamin lebih lanjut eksplorasi dalam uji coba
acak terkontrol yang dirancang dengan baik.
PENDAHULUAN
● Kami berhipotesis  suplementasi vitamin D, selain standar pengobatan
asma di antara anak-anak penderita asma antara 6 dan 11 tahun menghasilkan
kontrol asma yang lebih baik, eksaserbasi dan rawat inap rumah sakit yang
lebih rendah, dan fungsi paru yang lebih baik.
● Kami merencanakan uji coba acak terkontrol  menentukan apakah
suplementasi vitamin D sebagai tambahan untuk pengobatan standar asma
pada anak-anak mencapai kontrol asma yang lebih baik daripada plasebo.

METODE
● Penelitian kami menggunakan studi design randomized controlled trial
● Rumah sakit perawatan tersier di India Barat mulai Juli 2018 hingga
November 2019.
● Komite etika institut menyetujui protokol studi dan terdaftar di Clinical Trials
Registry–India (pengidentifikasi CTRI/2018/07/014777).
METODE
Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

• Anak-anak berusia 6 hingga 11 tahun dengan • Anak-anak dengan rakhitis,


pertama kali didiagnosis asma di klinik • Displasia bronkopulmoner,
• Mereka dengan asma persisten sedang (Step 3 • penyakit yang berhubungan dengan parenkim
GINA) paru primer (misalnya, cystic fibrosis),
• Bersedia untuk minum obat yang diresepkan • Penyakit jantung bawaan atau didapat,
dan tindak lanjut selama minimal 3 bulan • insufisiensi ginjal atau hati, penggunaan obat
• Keluarga bersedia untuk membantu minum antiepilepsi,
obat selama 3 bulan secara teratur dan tindak • Diketahui adanya kasus defisiensi vitamin D
lanjut. atau penyakit paratiroid,
• Kami mendaftarkan anak-anak yang memenuhi • Dan mereka yang menerima suplemen vitamin
syarat setelah mendapatkan persetujuan tertulis D atau kalsium dalam 3 bulan terakhir
dari orang tua dan persetujuan dari anak-anak.
METODE

● Kami mengalokasikan subjek dengan desain


pengacakan blok yang dihasilkan menggunakan
situs web www.randomizer.com.
● Salah satu penyidik ​​(J.K.) urutan pengacakan
dan dibangun secara acak, bervariasi, permutasi,
bahkan blok nomor untuk setiap strata.
● Dia menyembunyikan ukuran blok sampai akhir
penelitian dan tidak terlibat dalam perekrutan
subjek.
● Penyembunyian kelompok alokasi menggunakan
nomor seri, amplop tertutup buram yang berisi
secarik kertas dengan kelompok alokasi.
METODE
● Obat dan plasebo diproduksi dan dipasok oleh
M/sMankind Pharma Ltd., India, dalam bentuk
tablet, dikemas dalam dosis 2000 IU per tablet.
● Perusahaan tidak memiliki peran dalam studi desain,
pendanaan, pengumpulan data, atau analisis dan data
tidak dibagikan kepada mereka.
● Obat-obatan dan plasebo dikemas secara identik
(strip 10 tablet) dan serupa dalam penampilan, rasa,
dan bau.
● Baik obat dan plasebo diberi kode dan disimpan di
tempat yang sejuk, kering, dan tempat gelap sampai
habis.
● Para pasien, peneliti utama, dokter, dan petugas
laboratorium tidak mengetahui intervensi tersebut.
Obat coding dibuka pada akhir analisis akhir.
METODE
● Investigator pertama memilih subjek + membagi ke kelompok intervensi dan control
 Data klinis awal (baseline) dicatat pada pre-structured proforma  Pemeriksaan
spirometry dan fractional exhaled nitric oxide (FeNO) oleh tenaga ahli yang sudah
terlatih (bukan personel dalam penelitian) saat awal penelitian (baseline) dan diulang
setiap 3 bulan (follow up).
● Pemeriksaan spirometry mengikuti rekomendasi American Thoracic Society (ATS)/
European Respiratory (ERS) dan pencatatan forced expiratory volume dalam 1 detik
(FEV 1) terbaik.
● FeNO ditentukan menggunakan NIOX Mino (Aerocrine AB, Stockholm, Sweden)
sesuai dengan rekomendasi ATS/ERS.
● Sample darah vena diambil sebanyak 3 mililiter pada awal penelitian dan bulan ke -
3disimpan pada serum separator vacutainer kirim ke laboratorium dengan
menggunakan ice-box dan serum telah dipisahkan, telah dilabel, dan disimpan dalam
lemari es dengan suhu -20°C.
● Kadar 25(OH)D serum diukur menggunakan chemiluminescence technology (CLIA)
menggunakan alat yang tersedia di pasaran (LIASON).
METODE
● Partisipan diberikan 30 tablet/ bulan + diinstruksikan untuk mengumpulkan strip obat
yang kosong ke perawat klinik asma  diberikan 30 tablet lagi dengan nomor batch
yang sama.
● Subjek pada kedua kelompok diterapi sesuai dengan guidline GINA budesonide 400 g
dan formoterol 24 g (Step 3)  fixed dose combination mengandung 100 g budesonide
dan 6g formoterol per puff  2 puff pagi hari dan 2 puff malam hari
● Semua partisipan disarankan menggunakan short-acting -agonist jika terjadi
eksaserbasi asma
● Semua partisipan diberikan diary untuk mencatat gejala asma seperti batuk, sesak
nafas, gangguan tidur, tidak masuk sekolah karena asma, dan penggunaan obat obatan
reliver.
● Partisipan harus kembali ke klinik asma setiap bulannya hingga 3 bulan setelah awal
penelitian
● Compliance terhadap terapi diukur menggunakan strip obat yang kosong. Anak anak
yang tidak minum >20% obatnya = tidak compliance.
METODE

● Setiap kunjungan dilakukan pengecekan :


 Diary gejala asama
 Strip obat yang kosong
 Diperiksa secara menyeluruh baik dari klinis dan parameter laboratorium
 Evaluasi compliance partisipan terhadap kortikostreoid inhalasi termasuk teknik
penggunaanya
 Apakah asma terkontrol yang diukur menggunakan GINA asthma control dan
skor childhood asthma control test (C-ACT)

● Semua strip obat yang kosong disimpan hingga akhir penelitian.


● Setiap kunjungaan ke klinik asma juga dilakukan evaluasi compliance partisipan
terhadap kortikostreoid inhalasi termasuk teknik penggunaanya. Setiap kunjungan
juga dievaluasi apakah asma terkontrol yang diukur menggunakan GINA asthma
control dan skor childhood asthma control test (C-ACT)
LUARAN

● Luaran utama  peningkatan skor C-ACT pada akhir penelitian (3 bulan )


dibandaingkan baseline. Skor C-ACT dihitung berdasarkan 7 pertanyaan ( 3
pertanyaan  dijawab orang tua + 4 pertanyaan  dijawab anak)
● Range skor 0-27  Semakin tinggi skor= control gejala asma yang lebih baik; Skor
>19 = gejala asma terkontrol dengan baik.
● Luaran sekunder  perbaikan parameter spirometry seperti FEV1 dan FeNO, jumlah
eksaserbasi asma, penggunaan steroid sistemik, jumlah kunjungan ke IGD, jumlah
rawat inap, kadar vitamin D3 setelah 3 bulan , dan efek samping obat.
KEAMANAN
● Setiap kunjungan semua pasien yang direkrut diperiksa :
 Tanda intoksikasi vitamin D dehidrasi, muntah, penurunan nafsu makan
(anorexia), iritabilitas, konstipasi, kelelahan, kram perut, kelemahan otot,
polyuria
 Tekanan darah diukur setiap kunjungan.
 Efek samping ( yang terjadi dan tidak terjadi ) dimonitor sepanjang penelitian
melalui diary gejala.

SAMPLE SIZE
● Periode follow up penelitian ini 3 bulan.
● Dengan tingkat signifikansi 5%, diperlukan 28 pasien setiap grupnya untuk
mendapatkan power 80% dan untuk menentukan peningkatan 3 poin skor C-ACT
antara grup intervensi dan grup control, dengan asumsi standar deviasi kedua grup
adalah 4.
● Sample size diputuskan 30 orang setiap grup dikarenakan mempertimbangkan adanya
10% kemungkinan partisipan mengundurkan diri dari penelitian
ANALISIS STATISTIK
● Peneliti menggambarkan variabel kategori sebagai persentase, variabel
numerik terdistribusi normal sebagai mean (dengan SD), dan variabel dengan
distribusi miring sebagai median (kuartil pertama dan ketiga).
● Peneliti menentukan kemiringan dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk dan
plot Q-Q.
● Peneliti membandingkan variabel hasil kategoris dengan menggunakan uji X2
atau uji eksak Fisher yang sesuai.
● Peneliti membandingkan variabel numerik dengan menggunakan uji t Student
atau uji Mann-Whitney U
● Karena hasil utama berbeda pada awal itu sendiri, Peneliti menggunakan
analisis kovarians (ANCOVA) untuk menyesuaikan kovariat.
● Peneliti menggunakan SPSS versi 23 (IBM SPSS Statistics; IBM
Corporation) untuk analisis statistik.
● Nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan secara statistik.
● Peneliti menganalisis dengan niat untuk mengobati.
HASIL
Skrining anak asma (n=110)

Eksklusi (n=50)
pendaftaran - Menolak untuk berpartisipasi (n=31)
- Tidak memenuhi kriteria inklusi (n=18)
-Penyakit jantung bawaan (n=1)

• Sebanyak 110 anak disaring


untuk kelayakan, dan 60 anak
didaftarkan (30 masing-
dialokasikan untuk kontrol (n=30)
dialokasikan untuk intervensi (n=30)
 mendapat vitamin D (n=30) Alokasi  menerima plasebo (n=30) masing dalam kelompok
suplementasi vitamin D dan
plasebo).
• Dua peserta di setiap
Hilang untuk di follow-up (n=2) Hilang untuk di follow-up (n=2) kelompok keluar follow-up
 tidak datang untuk follow-up = - tidak datang untuk follow up = 1
- menarik persetujuan = 1
karena berbagai alasan
2
(Gambar 1), dan hasil utama
tersedia 56 anak (28 di setiap
kelompok).
Dianalisis (n =30) Dianalisis (n =30)

Alur peserta dalam penelitian.


HASIL
Tabel 1.
karakteristik dasar dari peserta
penelitian (n=60)

• Namun, kami melakukan analisis untuk mengobati, dan


semua 60 anak dianalisis untuk hasil utama.
• Karakteristik dasar kecuali untuk skor C-ACT serupa di
seluruh kelompok (Tabel 1).
• Skor awal C-ACT secara signifikan lebih tinggi pada
kelompok intervensi (p = 0,001); namun, skor rata-rata
kurang dari 19 pada kedua kelompok, menunjukkan
saat pendaftaran anak memiliki asma yang tidak
terkontrol dengan baik.
HASIL

• Pada akhir masa penelitian, tidak ada perbedaan yang


signifikan antara skor C-ACT pada kedua kelompok (skor
median [kuartil pertama-ketiga] adalah 25 [24-26] pada
kedua kelompok, p = 0,719) (Gambar 2 ).
• Karena skor awal yang berbeda secara signifikan, Peneliti
melakukan ANCOVA univariat untuk menentukan
perbedaan yang signifikan secara statistik antara
vitamin D3 dan kelompok kontrol pada skor C-ACT
pada 3 bulan sambil mengontrol skor C-ACT awal.
• Tidak ada pengaruh yang signifikan dari suplementasi
vitamin D terhadap keparahan asma, setelah
mengontrol baseline keparahan, (F (1, 53) = 0,002; p =
0,96).
• Pada 3 bulan pasca-intervensi, kadar
vitamin-D secara signifikan lebih tinggi HASIL TABEL 2.
Perbandingan hasil primer dan
pada kelompok intervensi.
sekunder pada akhir penelitian
• Lima anak (17%) (semua dalam plasebo)
mengalami defisiensi (<12 ng/ml) pada 3
bulan.
• Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara FEV1 dan FeNO.
• Sebelas anak (18%) mengalami
eksaserbasi (empat di intervensi, tujuh di
kelompok plasebo); namun, tidak satupun
dari mereka memerlukan kunjungan
darurat atau rawat inap.
• Semua mengalami eksaserbasi ringan
dan dikelola secara rawat jalan.
• Tidak ada perbedaan yang signifikan
antara kedua kelompok dalam hal jumlah
eksaserbasi, kunjungan darurat, dan
rawat inap.
• Dari 60 peserta, 11 pasien menerima
steroid sistematis (4 dalam kelompok
intervensi dan 7 pada kelompok plasebo;
p-0,3).
HASIL

• Untuk membandingkan efek terapi asma selama masa studi, peneliti menggunakan uji t Student untuk
membandingkan berbagai parameter klinis dan laboratorium pada awal dan akhir masa studi (Tabel 3).
• Tingkat vitamin D meningkat secara signifikan pada akhir penelitian pada kelompok intervensi (35,5 vs
15,7, p <0,001), tetapi tidak pada plasebo.
• Skor C-ACT dan FEV1 meningkat secara signifikan pada kedua kelompok.
• Namun, FeNO meningkat secara signifikan pada kelompok plasebo tetapi tidak pada kelompok vitamin
D.
• Ini mungkin menunjukkan bahwa anak-anak dalam kelompok plasebo mungkin memiliki lebih banyak
peradangan eosinofilik yang merespon dengan baik terhadap ICS dibandingkan dengan kelompok vitamin
D.
signifikan dalam
pengendalian asma
DISKUSIdengan
yang dinilai
skor C-ACT setelah 12
minggu
● Suplementasi dari Vit D
tidak memiliki efek
yang menguntungkan
secara signifikan pada
hasil skunder,
termasuk tes fungsi
vitamin D pada anak
anak dengan
DISKUSI asma,
menunjukkan bukti
yang bertentangan
● Studi rieview oleh
Cochrane  suplemen
vitamin D menurunkan
resiko dari eksaserbasi
asma, walaupun tidak
ada efek pada ACT
Vitamin D secara
signifikanDISKUSI
mengurangi
keparahan asma pada
anak.
Vitamin D bulanan
dosis tinggi dan asma
sedang dan berat
dimasukkan  tidak
bisa dibandingkan
langsung dengan
studi ini
● Keterbatasan dari penelitian
DISKUSI
RCT ini :
durasi penelitian yang
singkat
ukuran sampel penelitian
ini yang kecil dan tidak
didukung untuk hasil
skunder
peneliti ini menggunakan
ICS dan LABA pada kedua
kelompok intervensi dan
● Keterbatasan dari penelitian
DISKUSI
RCT ini :
durasi penelitian yang
singkat
ukuran sampel penelitian
ini yang kecil dan tidak
didukung untuk hasil
skunder
peneliti ini menggunakan
ICS dan LABA pada kedua
KESIMPULAN
● Suplementasi vitamin D jangka pendek
dosis menengah, selain untuk pengobatan
standar, mungkin tidak meningkatkan
pengkontrolan asma pada anak.
● Studi multi-sentris lanjut yang lebih besar
diperlukan, dengan kekuatan yang
memadai, followup yang panjangm dan
dosis vitamin D yang berbeda, serta obat
Critical
Appraisal

The Joanna Briggs Institute Critical Appraisal Tools for use in JBI Systematic Reviews.
Checklist for Randomized Controlled Trials
1. Was true randomization used for assignment of participants to treatment groups?
Ya, peneliti mengalokasikan subjek menggunakan situs web www.randomizer.com. pengacakan oleh
penyidik dilakukan secara acak, bervariasi, permutasi bahkan adanya blok nomor tiap strata

2. Was allocation to groups concealed?


Ya, penulis menyembunyikan kelompok alokasi dengan menggunakan nomor seri, amplop tertutup buram
yang berisi secarik kertas dengan kelompok alokasi

3. Were treatment groups similar at the baseline?


Ya, Peneliti mengambil subjek penelitian yaitu anak berusia 6-11 tahun dengan pertama kali didiagnosis asma
di klinik skrining, lalu semua subjek dilakukan pemeriksaan spirometri, FeNO dan pemeriksaan darah vena
pada awal penelitian.
4. Were participants blind to treatment assignment?
Ya, obat dan plasebo dikemas dan dibentuk dalam dosis 200 IU paper tablet. Obat dan plasebo juga
dikemas secara identik dalam strip 10 tablet dan serupa dalam penampilan, rasa dan bau. Obat tersebut
diberikan kode yang dibuka pada analisa akhir. Sehingga peserta, peneliti utama, dokter, dan petugas
laboratorium tidak mengetahui intervensi tersebut.

5. Were those delivering treatment blind to treatment assignment (Apakah mereka yang
memberikan pengobatan, tidak mengetahui terhadap tugas pengobatan) ?
Ya, Dokter, dan petugas laboratorium tidak mengetahui intervensi tersebut. Obat coding dibuka pada
akhir analisis akhir. Obat-obatan dan plasebo dikemas secara identik dalam strip 10 tablet dan serupa
dalam penampilan, rasa, dan bau. Plasebo berisi identik komponen untuk mereka dalam kelompok
pengobatan aktif, kecuali untuk cholecalciferol. Baik obat dan plasebo diberi kode dan disimpan di
tempat yang sejuk, kering, dan tempat gelap sampai digunakan.

6. Were outcomes assessors blind to treatment assignment (Apakah penilai hasil, tidak mengetahui
tugas pengobatan) ?
Ya, Peneliti utama tidak mengetahui intervensi tersebut. Obat coding dibuka pada akhir analisis akhir.
7. Were treatment groups treated identically other than the intervention of interest (Apakah
kelompok perlakuan diperlakukan secara identik selain intervensi yang diinginkan) ?
Ya,
● Semua partisipan dilakukan pemeriksaan spirometry dan fractional exhaled nitric oxide (FeNO) oleh
tenaga ahli yang sudah terlatih (bukan personel dalam penelitian) saat awal penelitian (baseline) dan
diulang setiap 3 bulan (follow up).
● Pada awal penelitian dan pada bulan ke -3 dilakukan pengambilan sampel darah vena sebanyak 3
mililiter yang disimpan pada serum separator vacutainer. Sample segera dikirim ke laboratorium
dengan menggunakan ice box dan serum telah dipisahkan, telah dilabel, dan disimpan dalam lemari
es dengan suhu -20°C. Kadar 25(OH)D serum diukur menggunakan chemiluminescence technology
(CLIA) menggunakan alat yang tersedia di pasaran (LIASON).
● Partisipan diberikan 30 tablet untuk satu bulan serta diinstruksikan untuk mengumpulkan strip obat
yang kosong ke perawat klinik asma, kemudian diberikan 30 tablet lagi dengan nomor batch yang
sama.
● Subjek pada kedua kelompok diterapi sesuai dengan guideline GINA yaitu setiap hari diberikan
budesonide 400 mg dan formoterol 24 mg.
● Semua partisipan disarankan menggunakan short-acting b-agonist jika terjadi eksaserbasi asma.
● Semua partisipan diberikan diary untuk mencatat gejala asma seperti batuk, sesak nafas, gangguan
tidur, tidak masuk sekolah karena asma, dan penggunaan obat obatan reliever.
● Partisipan harus kembali ke klinik asma setiap bulannya hingga 3 bulan setelah awal penelitian dan
setiap kunjungan dilakukan pengecekan diary serta strip obat yang kosong. Partisipan diperiksa
secara menyeluruh baik dari klinis dan parameter laboratorium. Obat atau placebo dibagikan setiap
bulan.
● Setiap kunjungan ke klinik asma juga dilakukan evaluasi kepatuhan partisipan terhadap
kortikosteroid inhalasi termasuk teknik penggunaanya.
● Setiap kunjungan juga dievaluasi apakah asma terkontrol yang diukur menggunakan GINA asthma
control dan skor childhood asthma control test (C-ACT)
8. Was follow up complete and if not, were differences between groups in terms of their follow up
adequately described and analyzed?
Tidak , Meskipun cara mengukur dan hal yang diukur selama follow up kedua grup sama:
● Diary gejala asma
● Pemeriksaan strip obat yang kosong,
● Pemeriksaan klinis dan parameter laboratorium,
● Evaluasi compliance dan teknik penggunaan kortikosteroid inhalasi
● Skor childhood asthma control test (C-ACT)
● FEV1, FeNO, Kadar vitamin D3.
Akan tetapi terdapat partisipan yang loss to follow up pada kelompok intervensi –> tidak dijelaskan
alasan mengapa loss to follow up , apa dampak loss to follow up pada analisis hasil, strategi mengatasi
loss to follow up

9. Were participants analyzed in the groups to which they were randomized?


Ya, Partisipan dianalisis sesuai dengan grup dimana mereka ditempatkan
10. Were outcomes measured in the same way for treatment groups?
Ya, Outcomes kedua grup dilakukan menggunakan instrumen , prosedur, serta waktu yang sama.
● Semua partisipan dan orang tua partisipan diminta mengisi skor C-ACT.
● Pengukuran FeNO menggunakan NIOX Mino (Aerocrine AB, Stockholm, Sweden)
● FEV1 menggunakan spirometry.
● Kadar 25(OH)D serum  diukur menggunakan chemiluminescence technology (CLIA)
● Skor FeNO, FEV1, dan kadar 25 (OH)D serum semua partisipan diperiksa pada bulan pertama dan
ketiga.
● Luaran jumlah eksaserbasi asma, jumlah kunjungan ke IGD, jumlah rawat inap, dan efek samping
obat semua partisipan dilihat melalui diary gejala asma yang dilakukan setiap bulan.

11. Were outcomes measured in a reliable way?


Ya, hasil dalam penelitian ini menggunakan skor dari baseline C-ACT yang sudah divalidasi dan dihitung
berdasarkan 7 pertanyaan ( 3 pertanyaan dijawab oleh orang tua dan 4 pertanyaan dijawab oleh anak)
dengan range skor 0-27
12. Was appropriate statistical analysis used?
Ya, dalam penelitian ini untuk menguji variabel hasil kategorik menggunakan uji X kuadrat atau Uji
eksak Fisher, untuk membandingkan variabel numerik menggunakan Uji T-student atau uji Mann-
Whitney U dan sebagai hasil akhir untuk menyesuaikan kovariat menggunakan analisis kovariat
(ANCOVA). Analisis statistik yang digunakan yaitu SPSS versi 23 (IBM SPSS Statistics;IBM
Corporation).

13. Was the trial design appropriate for the topic, and any deviations from the standard RCT
design accounted for in the conduct and analysis?
Ya, dalam penelitian ini desainnya sesuai dengan topik. Desain menggunakan randomized controlled trial
dimana pada desain ini menggunakan kelompok kontrol dan kelompok yang diberi perlakuan/intervensi
dengan menguji keberhasilan atau efektivitas pengobatan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah
ada efek pemberian suplementasi vitamin D dalam meningkatkan kontrol asma yg lebih baik dengan
membagi kelompok yg diberikan intervensi dan ada yang kelompok kontrol. Setiap bias/penyimpangan
dalam penelitian ini juga dilakukan analisis oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ali NS, Nanji K. A review on the role of vitamin D in asthma. Cureus.2017;9:e1288.
2. Sandhu MS, Casle TB. The role of vitamin D in asthma. Ann Allergy Ashtma Immunol. 2010;105:191‐199.
3. van Oeffelen AAM, Bekkers MBM, Smit H.A., et al. Serum micro nutrient concentrations and childhood asthma: the PIAMA
birth cohort study: serum nutrients and childhood asthma. Pediatr AllergyImmunol. 2011;22:784 ‐793.
4. Holick MF. Vitamin D deficiency in 2010: health benefits of
vitamin D and sunlight: a D‐bate. Nat Rev Endocrinol. 2011;7:
73‐75.5. Brehm JM, Celedón JC, Soto‐Quiros ME, et al. Serum vitamin D levels and markers of severity of childhood asthma in
Costa Rica. Am J Respir Crit Care Med. 2009;179:765‐771.
6. Litonjua AA. Vitamin D deficiency as a risk factor for childhood al_x0002_lergic disease and asthma. Curr Opin Allergy Clin
Immunol. 2012;12: 179‐185.
7. Jat K, Khairwa A. Vitamin D, and asthma in children: a systematic review and meta‐analysis of observational studies. Lung
India. 2017; 34:355.
8. Riverin BD, Maguire JL, Li P. Vitamin D supplementation for child_x0002_hood asthma: a systematic review and meta‐
analysis. PLOS One. 2015; 10:e0136841.
9. Culver BH, Graham BL, Coates AL, et al. Recommendations for a standardized pulmonary function report. An official
American Thor_x0002_acic Society technical statement. Am J Respir Crit Care Med. 2017;196: 1463‐1472.
10. American Thoracic Society & European Respiratory Society. ATS/ ERS recommendations for standardized procedures for the
online and offline measurement of exhaled lower respiratory nitric oxide and nasal nitric oxide. Am J Respir Crit Care Med.
2005;171:912‐930.
11. Liu AH, Zeiger R, Sorkness C, et al. Development and cross ‐sectional validation of the childhood asthma control test. J
Allergy Clin Immunol. 2007;119:817‐825.
12. Schatz M, Kosinski M, Yarlas AS, Hanlon J, Watson ME, Jhingran P. Theminimally important difference of the asthma
control test. J Allergy Clin Immunol. 2009;124:719‐723.
13. Liu J, Dong Y‐Q, Yin J, et al. Meta‐analysis of vitamin D and lung function in patients with asthma. Respir Res.
2019;20:161.
DAFTAR PUSTAKA
14. Jolliffe DA, Greenberg L, Hooper RL, et al. Vitamin D supplementation to prevent asthma exacerbations: a systematic review
and metaanalysis of individual participant data. Lancet Respir Med. 2017;5:881 ‐890.
15. Stefanidis C, Martineau AR, Nwokoro C, Griffiths CJ, Bush A. Vitamin D for secondary prevention of acute wheeze attacks
in preschool and school‐age children. Thorax. 2019;74:977‐985.
16. Jiao J, Castro M. Vitamin D and asthma: current perspectives. CurrOpin Allergy Clin Immunol. 2015;15:375 ‐382.
17. Martineau AR, Cates CJ, Urashima M, et al. Vitamin D for the management of asthma. Cochrane Database Syst Rev. 2016;
(9).
18. Forno E, Bacharier LB, Phipatanakul W, et al. Effect of vitamin D3 supplementation on severe asthma exacerbation in
children with asthma and low vitamin D levels: the VDKA clinical trial. JAMA. 2020; 25:752‐760.
19. Litonjua AA, Carey VJ, Laranjo N, et al. Effect of prenatal supple mentation with vitamin D on asthma or recurrent wheezing
in off_x0002_spring by age 3 years: the VDAART randomized clinical trial. JAMA.2016;315:362 ‐370.
20. Brustad N, Eliasen AU, Stokholm J, Bønnelykke K, Bisgaard H,
Chawes BL. High‐dose vitamin D supplementation during pregnancy and asthma in offspring at the age of 6 years. JAMA.
2019;321: 1003‐1005.
21. Tachimoto H, Mezawa H, Segawa T, Akiyama N, Ida H, Urashima M. Improved control of childhood asthma with low‐dose,
short‐term vitamin D supplementation: a randomized, double‐blind, placebo‐controlled trial. Allergy. 2016;71:1001 ‐1009.
22. Yadav M, Mittal K. Effect of vitamin D supplementation onmoderate to severe bronchial asthma. Indian J Pediatr.
2014;81:650‐654.
23. Khadilkar, A., Khadilkar, V., Chinnappa, J., et al. Prevention and treatment of vitamin D and calcium deficiency in children
and ado_x0002_lescents: Indian Academy of Pediatrics (IAP) guidelines. Indian Pediatr.2017;54:567 ‐573.
TERIMAKASIH
- GBU -

Anda mungkin juga menyukai