Anda di halaman 1dari 42

SINDROM STEVEN JOHNSON

ITS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA


 Sindroma Steven Johnson adalah suatu variasi berat sekaligus
fatal dari eritema multiforme. Merupakan sindroma yang
mengenai kulit, selaput lendir di orifisium (muara/lubang)
dan mata, dengan keadaan umum yang bervariasi dari yang
ringan sampai berat
 EM (ERITEMA Multiforme) sendiri termasuk dalam
kelompok besar kelainan kulit erupsi obat alergik (EOA)
 EOA adalah reaksi alergi pada kulit dan mukosa yang terjadi sebagai akibat dari pemberian obat, suatu zat yang
diberikan baik secara topikal maupun sistemik, untuk tujuan pencegahan, penegakkan diagnosis, serta pengobatan
suatu penyakit.
 Reaksi simpang obat (RSO) adalah setiap efek berbahaya dan tidak diharapkan pada penggunaan obat dengan
dosis yang benar. EOA merupakan salah satu manifestasi dari RSO tipe B yang didasari oleh reaksi
hipersensitivitas.
 EOA dibagi menjadi erupsi makulopapular, urtikaria, angioedema, dermatitis medikamentosa, dermatitis
eksfoliativa, eksantema fikstum, eksantematosa pustulosis generalisata akut, purpura, vaskulitis kutis, eritema
nodusum, fotoalergik, dan eritema multiforme. Eritema Multiforme (EM) merupakan erupsi mendadak dan
rekuren pada kulit dan mukosa dengan lesi khas berbentuk iris. Berdasarkan keparahannya, EM diklasifikasikan
menjadi tipe minor dan tipe mayor. EM tipe mayor lebih lanjut dibagi menjadi sindrom Stevens Johnson (SSJ) dan
nekrolisis epidermal toksik (NET)
ETIOLOGI

 Penyebab SSJ dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu alergi obat, infeksi,


keganasan, dan idiopatik. Alergi obat merupakan penyebab utama SSJ (50%).
Banyak obat dari golongan yang bervariasi dilaporkan dapat menyebabkan SSJ.
Obat-obat yang memiliki resiko tinggi mengakibatkan SSJ adalah allopurinol,
sulfametoksasol, sulfadiazine, sulfapyridin, sulfadoxine, sulfasalazine,
fenobarbital, carbamazepine, lamotrigine, fenitoin, fenibultazon, nevirapine,
NSAID oxicam Walaupun jarang, sebagian kecil SSJ dilaporkan disebabkan oleh
infeksi virus (HSV, HIV, EBV, coxackie, hepatitis, mumps, variola), infeksi
bakteri (streptococcus alfa, difteri, brucellosis, mikobakteria, tifoid), infeksi
protozoa (trikomonisasis, malaria), infeksi fungal (coccidioidomikosis,
dermatofitosis, histoplasmosis), serta berbagai jenis karsinoma dan limfoma
PATOGENESIS

 Sindrom Stevens-Johnson disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II Coombs dan Gel. Reaksi tersebut
melibatkan kompleks antigen-antibodi yang terfiksasi pada sel sasaran. Untuk kasus SSJ, antigen diperankan oleh
obat, diikat oleh antibodi IgG dan IgM dipermukaan sel sasaran, yaitu keratinosit. kompleks antigen-antibodi pada
keratinosit akan menyebabkan efek sitolitik dengan memanggil neutrofil dan makrofag untuk berikatan secara
langsung atau mengaktifkan kemudian berikatan dengan komplemen, membentuk kompleks antigen-
antibodikomplemen dan menyebabkan efek sitolitik yang diperantai komplemen.
 Perkiraan lain disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi alergi tipe III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada organ. Reaksi alergi tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersensitisasi oleh suatu antigen berkontak kembali dengan antigen yang sama hingga
akhirnya terjadi reaksi radang
TANDA DAN GEJALA

 Gejala bervariasi ringan sampai berat. Pada yang berat penderita dapat
mengalami koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi 39-40¢ªC, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Dengan segera gejala tersebut dapat
menjadi berat. Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal dan
paling mudah terlihat
SINDROM INI TERLIHAT ADANYA TRIAS KELAINAN BERUPA

1. Kelainan kulit Kelainan kulit terdiri atas eritema ( kemerahan


pada kulit ), vesikel (gelembung berisi cairan) dan bula (seperti
vesikel namun ukurannya lebih besar). Vesikel dan bula
kemudian pecah sehingga terjadi erosi yang luas. Disamping
itu dapat juga terjadi purpura. Pada bentuk yang berat kelainan
terjadi di seluruh tubuh
2.Kelainan selaput lendir di orifisium Yang tersering adalah di selaput
lendir mulut (100%) kemudian disusul oleh kelainan dilubang alat genital
(50%), di lubang hidung dan anus jarang. Vesikel dan bula yang pecah
menjadi erosi dan ekskoriasi dan krusta kehitaman. Juga dapat membentuk
pseudomembran. Kelainan yang tampak di bibir adalah krusta berwarna
hitam yang tebal. Kelainan dapat juga menyerang saluran pencernaan
bagian atas (faring dan esofagus) dan saluran nafas atas. Keadaan ini dapat
menyebabkan penderita sukar/tidak dapat menelan dan juga sukar bernafas
3. Kelainan mata Kelainan mata merupakan 80% diantara
semua kasus, yang tersering adalah konjungtivitis kataralis
(radang konjungtiva). Dan yang terparah menyebabkan
kebutaan. Disamping kelainan tersebut terdapat juga
kelainan lain seperti radang ginjal, dan kelainan pada kuku
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

 Pemeriksaan dari frekuensi nafas dan saturasi oksigen adalah langkah awal yang
dilakukan di UGD. Perubahan apapun harus diperiksa melalui analisa gas darah.
Kadar serum bikarbonat yang dibawah 20mM menandakan prognosis yang buruk.
 Hal ini biasanya dihasilkan dari alkalosis respiratorik yang berhubungan dengan
keterlibatan spesifik dari keterlibatan sistem respirasi dan jarang berasal dari asidosis
metabolik. Kehilangan cairan transdermal yang masif bertanggung jawab akan
ketidakseimbangan elektrolit hipoalbumin, hiproteinemia, dan azotemia prerenal
umum ditemukan. Peningkatan kadar urea nitrogen darah salah satu penanda
keparahan.
 Anemia biasanya sering dan leukositosis ringan juga trombositopeni dapat terjadi. Neutropenia sering
dipertimbangkan menjadi faktor prognosis yang buruk tapi sangat jarang untuk menjadi dampak pada
SCORTEN. Limfopenia CD4 perifer yang transien hampir selalu konstan terdapat dan diasosiasikan
dengan penurunan fungsi sel T. Peningkatan ringan enzim hepar dan amilase (yang sangat mungkin
berasal dari air liur), sering ditemukan tetapi jarang memberikan dampak pada prognosis
 Kondisi hiperkatabolik bertanggungjawab pada inhibisi sekresi insulin atau resistensi insulin, yang
menyebabkan hiperglikemia dan kadang – kadang memunculkan diabetes. Kadar gula darah diatas 14
mM adalah satu penanda keparahan. Abnormalitas lain dalam laboratorium dapat terjadi,
mengindikasikan keterlibatan organ lain dan komplikasi.
DIAGNOSIS BANDING YANG MUNGKIN MIRIP DENGAN EPIDERMAL
NECROLISIS (EN) AWAL (SJS):

1. Eritema multiforme mayor


2. Varicella
 Tidak ada obat spesifik untuk sindroma steven Johnson. Antibiotik dapat
diberikan untuk mencegah (profilaksis) atau mengatasi infeksi sekunder.
Penggunaan kortikosteroid sistemik dosis tinggi untuk reaksi awal,
prednisone 30-40 mg sehari untuk kasus ringan dan deksametason iv 4-6
x 5 mg sehari atau metilprednisolon dengan dosis yang sama.
 Setelah masa krisis telah teratasi, keadaan membaik dan tidak timbul lesi baru, sedangkan lesi lama
tampak involusi. Dosisnya segera diturunkan secara bertahap, setiap hari diturunkan 5 mg, setelah
dosis mencapai 5 mg sehari lalu diganti dengan tablet kortikosteroid, misalnya prednisone, dengan
dosis 20 mg sehari, kemudian diturunkan lagi menjadi 10 mg kemudian obat tersebut dihentikan. Jadi
lama pengobatan kira-kira 10 hari.

 Antibiotik diberikan sebagai profilaksis pada penderita SSJ dalam terapi kortikosteroid, dipilih
antibiotik spetrum luas, bakterisidal, nefrotoksik minimal, jarang menyebabkan alergi, dan tidak
segolongan dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi. Antibiotik yang biasa digunakan
antara lain siprofloksasin 2x400mg iv, klindamisin 2x600mg iv, atau seftriakson 1x2000mg iv
Hal lain adalah perawatan lesi dengan kompres
salin atau larutan burrow pada lesi untuk
mengeringkan lesi. Krim sulfadiazine perak dapat
diberikan untuk efek antiseptik dan astrigen.
Sementara emolien untuk lesi dengan krusta tebal
 Diet tinggi protein miskin garam dan infus dekstrose 5%, NaCl 9%, ringer laktat (1:1:1) 500ml/8jam untuk
keseimbangan cairan dan nutrisi dan mengimbangi efek kortikosteroid. Setelah seminggu diperiksa pula kadar
elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCl 3 x 500 mg per os. Sementara Transfusi
darah 300 diberikan selama 2 hari berturut sebagai imunorestorasi jika dalam 2 hari belum tampak perbaikkan
atau purpura generalisata.
Pada umumnya, lesi pada SSJ membaik dalam 1 sampai 2
minggu, kecuali terjadi infeksi sekunder. 6 Nilai Scorten
menggunakan variabel yang terdiri dari: usia (>40), keganasan,
tekanan darah (>120), necrolisis epidermal (>10%), BUN (>10),
glukosa serum (>14), dan kadar bikarbonat (< 20 untuk
menentukan prognosis)
Komplikasi
Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
 Kehilangan cairan dan darah
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
 Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
 Gastroenterologi - Esophageal strictures
 Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
 Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni
 Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
 Infeksi sitemik, sepsis
Asuhan Keperawatan
2.9.1.      Pengkajian
1.      Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan nomor register.
2.      Riwayat Kesehatan
-          Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
-          Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya
mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit
tenggorokan.
-          Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang
sebelumnya dialami klien.
-          Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
-          Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
Pola Fungsional Gordon
-          Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
Pada pola ini kita mengkaji:
a.       Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b.      Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?
c.       Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.
-          Pola nutrisi –metabolic
Pada pola ini kita mengkaji:
a.       Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
b.      Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c.       Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
d.      Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e.       Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f.        Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.
-          Pola eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji:\
a.       Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b.      Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c.       Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d.      Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?

.
Pola aktivitas – latihan
Pada pola ini kita mengkaji:
a.       Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
b.      Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c.       Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
d.      Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.
-          Pola istirahat – tidur
: pada pola ini kita mengkaji:
a.       Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b.      Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c.       Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa
panas dan gatal-gatal pada kulit.
Pola kognitif – persepsi
: pada pola ini kita mengkaji:
a.       Kaji tingkat kesadaran klien
b.      Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?
c.       Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d.      Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
-          Pola persepsi diri - konsep diri
: Pada pola ini kita mengkaji:
a.            Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
b.            Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c.            Apakah klien merasa rendah diri?
: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
-          Pola peran – hubungan
: pada pola ini kita mengkaji:
a.       Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b.      Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c.       Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
Pola reproduksi dan seksualitas
: Pada pola ini kita mengkaji:
a.       Bagaimanakah status reproduksi klien?
b.      Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
-          Pola koping dan toleransi stress
: Pada pola ini kita mengkaji:
a.       Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b.      Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c.       Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
-          Pola nilai dan kepercayaan
: Pada pola ini kita mengakaji:
a.       Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b.      Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema
-           Data fokus:
DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas
menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah,
tampak lemas dalam beraktifitas.
5.      Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
 Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
 Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi
sel darah merah, degenerasi lapisan basalis,- nekrosis sel epidermal,
spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
 Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA
Diagnosa Keperawatan
1.  Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi
lapisan kulit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya
jaringan kulit akibat luka.
4.  Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan  kesulitan menelan.
5.  Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan  kelemahan fisik.
6.  Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan,
kejadian traumatic
Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit

Tujuan               : Nyeri dapat dikontrol atau


 

hilang
Kriteria hasil     :
-          Klien melaporkan nyeri berkurang
-          Skala nyeri 0-2
-          Klien dapat beristirahat
-          Ekspresi wajah rileks
-          RR : 16 - 20 x/menit
-          TD : 100-130/60-90 mmHg
-          N    : 60 – 90 x/menit
1 Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan
intervensi

2 Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N) Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik

3 Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan
ketegangan otot

4 Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri

5 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat.
terhadap ketidaknyamanan

6 Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
GANGGUAN INTEGRITAS KULIT BERHUBUNGAN DENGAN KERUSAKAN
PERMUKAAN KULIT KARENA DESTRUKSI LAPISAN KULIT

Tujuan              : integritas kulit menunjukkan regenerasi jaringan


Kriteria hasil    :
-          Luka mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas dari purulent
-          Tidak ada tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, bengkak, panas, fungsio lesi)
-          Kulit membaik/ terjadi regenerasi jaringan
-          TD : 100-130/60-90 mmHg
-          N : 60 – 90 x/menit
-          Suhu : 36,5- 37, 4 C
No                 Intervensi                         Rasional

1 Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka
kondisi sekitar luka

2 Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi Meningkatkan pemulihan dan menurunkan risiko infeksi
  

3 Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi
penyembuhan luka

4 Dorong klien untuk istirahat Untuk mendukung pertahanan tubuh

5 Tingkatkan masukan nutrisi, protein dan karbiohidrat Untuk meningkatkan pembentukan granulasi yang normal dan
kesembuhan

6 Kolaborasi pemberian obat sistemik Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan
KEKURANGAN VOLUME CAIRAN TUBUH BERHUBUNGAN DENGAN PERPINDAHAN
CAIRAN DARI INTRAVASKULER KE DALAM RONGGA INTERSTISIAL DAN RUSAKNYA
JARINGAN KULIT AKIBAT LUKA.

Tujuan               : Tidak terjadi kekurangan volume cairan


Kriteria hasil     :
-          Haluaran urine individu adekuat (0,5-1,0 mg/kg BB/jam)
-          Turgor kulit baik
-          Urin jernih dan berwarna kuning
-          Membran mukosa lembab
-          TD normal (100-130/60-90 mmHg)
-          Denyut nadi (60-90 x/menit)
-          Kadar elektrolit serum dalam batas normal
No                 Intervensi                         Rasional

1 Kaji dan catat turgor kulit Untuk mengetahui keseimbangan cairan


tubuh
2 Observasi tanda vital Untuk memonitor  keadaan umum klien

3 Monitor dan catat cairan yang Agar keseimbangan cairan tubuh klien
masuk dan keluar terpantau

4 Timbang BB klien setiap hari Penggantian cairan tergantung pada BB


klien
5 Berikan penggantian cairan IV Resusitasi cairan menggantikan kehilangan
yang dihitung, elektrolit, plasma, cairan/elektrolit dan mencegah komplikasi
albumin

6 Awasi pemeriksaan laboratorium Mengidentifikasi kehilangan darah atau


(Hb/Ht, natrium urine random) kerusakan sel darah merah, dan kebutuhan
penggantian cairan dan elektrolit
KETIDAKSEIMBANGAN NUTRISI KURANG DARI KEBUTUHAN
TUBUH BERHUBUNGAN DENGAN  KESULITAN MENELAN.

Tujuan               : Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi


Kriteria hasil     :
-          Tidak terjadi penurunan BB/BB ideal
-          Nafsu makan meningkat
-          Lesi di bibir atau mulut tidak ada
-          Makanan yang disediakan 80% dihabiskan
No                 Intervensi                         Rasional
1 Monitor intake dan output Untuk mengetahui pemasukan dan
nutrisi pengeluaran makanan
2 Kaji terhadap malnutrisi Memberikan pengukuran objektif terhadap
dengan mengukur tinggi dan status nutrisi
BB
3 Jaga kebersihan mulut untuk Mulut yang bersih memungkinkan
menambah nafsu makan peningkatan nafsu makan
pasien
4 Berikan makan sedikit tapi Makanan dalam porsi kecil mudah
sering hingga jumlah asupan dikonsumsi oleh klien dan mencegah
nutrisi tercukupi terjadinya anoreksia.
5 Berikan makanan untuk Memudahkan pasien dalam menelan
pasien dalam bentuk hangat makanan
dan sedian lunak/bubur
6 Kolaborasi dengan ahli gizi Agar kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
untuk menentukan
kebutuhan nutsi klien
7 Kolaborasi dengan tim Memberikan dukungan nutrisi bila klien
medis tentang makanan tidak bisa mengkonsumsi jumlah yang
pengganti (enteral cukup banyak peroral.
/parenteral)
INTOLERANSI AKTIVITAS BERHUBUNGAN DENGAN
 KELEMAHAN FISIK.

Tujuan               : Klien dapat bertoleransi terhadap aktivitas


Kriteria Hasil    : Klien mengatakan peningkatan toleransi aktivitas
N                 Intervensi                         Rasional
o
1 Kaji respon individu terhadap aktivitas Untuk mengetahui tingkat kemampuan individu
dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.

2 Bantu klien dalam memenuhi aktivitas Energi yang dikeluarkan lebih optimal
sehari-hari dengan tingkat keterbatasan
yang dimiliki klien

3 Jelaskan pentingnya pembatasan Pembatasan aktivitas penting untuk membatasi


aktivitas energi yang dikeluarkan, karena energi penting
untuk membantu proses metabolisme tubuh

4 Libatkan keluarga dalam pemenuhan Klien mendapat dukungan psikologi dari


aktivitas klien keluarga
RESIKO INFEKSI BERHUBUNGAN DENGAN HILANGNYA
BARIER/PERLINDUNGAN KULIT

Tujuan               :  Tidak terjadi infeksi lokal atau sistemik


Kriteria hasil     :
-          Tidak ada tanda-tanda infeksi (merah, bengkak, panas, nyeri, fungsio lesi)
-          Leukosit (5000 - 10000/mm3)
-          Suhu tubuh dalam batas normal (36,5 - 37,4  C)
-          RR : 16 – 20 x/menit
-          TD : 100-139/60-96 mmHg
-          N    : 60 – 100 x/menit
-          Luka mencapai penyembuhan tepat waktu, bebas dari purulen dan tidak demam
No Intervensi Rasional
1 Monitor tanda-tanda vital Perubahan tanda vital secara drastis merupakan komplikasi lanjut
untuk terjadinya infeksi
2 Observasi keadaan luka setiap hari Untuk mengidentifikasi adanya penyembuhan
3 Jaga agar luka tetap bersih atau steril Menurunkan resiko inspeksi dan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi silang
4 Lakukan perawatan luka setiap hari (kompres Untuk mempercepat penyembuhan
luka dengan NaCl) dan bersihkan jaringan
nekrotik
5 Berikan perawatan pada mata Mata dapat membengkak oleh drainase luka
6 Tingkatkan asupan nutrsisi Nutrisi mempengaruhi sintesis protein dan fotositosis
7 Batasi pengunjung dan anjurkan pada Untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang
keluarga/pengunjung untuk mencuci tangan
sebelum kontak langsung dengan klien
8 Pantau hitung leukosit, hasil kultur dan tes Peningkatan leukosit menunjukkan infeksi, pemeriksaan kultur
sensitivitas dan sensitivitas menunjukkan mikroorganisme yang ada dan
antibiotic yang tepat diberikan
9 Kolaborasi berikan antibiotic Mengurangi jumlah bakteri
GANGGUAN CITRA TUBUH : PENAMPILAN PERAN BERHUBUNGAN
DENGAN KRISIS SITUASI, KECACATAN, KEJADIAN TRAUMATIC

Tujuan : terjadi perbaikan penampilan peran


Kriteria hasil :
-          Klien tidak berperasaan negative tentang dirinya
-          Klien menyatakan penerimaan situasi diri
-          Klien tidak takut/malu berinteraksi dengan orang lain
-          Klien bicara dengan keluarga terdekat tentang situasi/ perubahan yang  terjadi
No Intervensi Rasional

1 Kaji makna kehilangan/perubahan Episode traumatic mengakibatkan perubahan tiba-


pada pasien/orang terdekat tiba
2 Terima dan akui ekspresi frustasi, Penerimaan perasaan sebagai respons normal
ketergatnungan, marah, kedukaan. terhadap apa yang terjadi membantu perbaikan
Perhatikan perilaku menarik diri
dan penggunaan penyangkalan
3 Bersikap realistis dan positif Meingkatkan kepercayaan dan mengadakan
selama pengobatan, pada hubungan antara pasien dan perawat
penyuluhan kesehatan dan
menyusun tujuan dalam
keterbatasan
4 Berikan harapan dalam parameter Meningkatkan perilaku positif dan memberikan
situasi individu kesempatan untuk menyusu tujuan dan rencana
untuk masa depan berdasarkan realita
5 Berikan penguatan positif terhadap Kata-kata penguatan dapat mendukung terjadinya
kemajuan dan dorong usaha untuk perilaku koping positif
mengikuti tujuan rehabilitasi
6 Dorong interaksi keluarga dan Mempertahankan /membuka garis komunikasi dan
dengan tim medis rehabilitasi memberikan dukungan terus-menerus pada pasien
dan keluarga
DAFTAR PUSTAKA
1.Adhi Djuanda and Mochtar Hamzah. Jakarta. Fifth Edition. 2009. Page 163-165.
2.Arthur Rook et all. Textbook of Dermatology. London. Fourth Edition. Vol.2. 1986. Page 1085-1088.
3.Delwyn dyall-Smith, and Robin Marks. USA. 1999. Page 130.
4.Harry L. Arnold, et all. Philadelphia. Eight Edition. 1990. Page 136-137.
5.Mark Lebwohl, et all. Philadelpihia. 2002. Page 633-636.
6.O. Braun-Falco, et all. Dermatology. New York. Revised Edition. Vol.2. 1996. Page 579-582.
7.Thomas B. Fitzpatrick, et all. Dermatology in General Medicine. USA. Seventh edition. Vol.1. 2008. Page 349-355.
8.Thomas P. Habif. Clinical Dermatology. British. 2010. Page 714-716.
9.Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth, edisi volume 3.Buku
Kedokteran EGC : Jakarta.
Tim Penyusun. 1982. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta: Media Aesculapius.
10.
Tim Penyusun. 2000. Kapita Selekta Kedokteran 2.Jakarta: Media Aesculapius.
11.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3, jilid 2. Media Aesculapius : Jakarta
12.

Anda mungkin juga menyukai