Sindrom Stevens-Johnson disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe II Coombs dan Gel. Reaksi tersebut
melibatkan kompleks antigen-antibodi yang terfiksasi pada sel sasaran. Untuk kasus SSJ, antigen diperankan oleh
obat, diikat oleh antibodi IgG dan IgM dipermukaan sel sasaran, yaitu keratinosit. kompleks antigen-antibodi pada
keratinosit akan menyebabkan efek sitolitik dengan memanggil neutrofil dan makrofag untuk berikatan secara
langsung atau mengaktifkan kemudian berikatan dengan komplemen, membentuk kompleks antigen-
antibodikomplemen dan menyebabkan efek sitolitik yang diperantai komplemen.
Perkiraan lain disebabkan oleh reaksi alergi tipe III dan IV. Reaksi alergi tipe III terjadi akibat terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang pada akhirnya menyebabkan kerusakan pada organ. Reaksi alergi tipe IV terjadi
akibat limfosit T yang tersensitisasi oleh suatu antigen berkontak kembali dengan antigen yang sama hingga
akhirnya terjadi reaksi radang
TANDA DAN GEJALA
Gejala bervariasi ringan sampai berat. Pada yang berat penderita dapat
mengalami koma. Mulainya penyakit akut dapat disertai gejala
prodromal berupa demam tinggi 39-40¢ªC, malaise, nyeri kepala,
batuk, pilek dan nyeri tenggorok. Dengan segera gejala tersebut dapat
menjadi berat. Stomatitis (radang mulut) merupakan gejala awal dan
paling mudah terlihat
SINDROM INI TERLIHAT ADANYA TRIAS KELAINAN BERUPA
Pemeriksaan dari frekuensi nafas dan saturasi oksigen adalah langkah awal yang
dilakukan di UGD. Perubahan apapun harus diperiksa melalui analisa gas darah.
Kadar serum bikarbonat yang dibawah 20mM menandakan prognosis yang buruk.
Hal ini biasanya dihasilkan dari alkalosis respiratorik yang berhubungan dengan
keterlibatan spesifik dari keterlibatan sistem respirasi dan jarang berasal dari asidosis
metabolik. Kehilangan cairan transdermal yang masif bertanggung jawab akan
ketidakseimbangan elektrolit hipoalbumin, hiproteinemia, dan azotemia prerenal
umum ditemukan. Peningkatan kadar urea nitrogen darah salah satu penanda
keparahan.
Anemia biasanya sering dan leukositosis ringan juga trombositopeni dapat terjadi. Neutropenia sering
dipertimbangkan menjadi faktor prognosis yang buruk tapi sangat jarang untuk menjadi dampak pada
SCORTEN. Limfopenia CD4 perifer yang transien hampir selalu konstan terdapat dan diasosiasikan
dengan penurunan fungsi sel T. Peningkatan ringan enzim hepar dan amilase (yang sangat mungkin
berasal dari air liur), sering ditemukan tetapi jarang memberikan dampak pada prognosis
Kondisi hiperkatabolik bertanggungjawab pada inhibisi sekresi insulin atau resistensi insulin, yang
menyebabkan hiperglikemia dan kadang – kadang memunculkan diabetes. Kadar gula darah diatas 14
mM adalah satu penanda keparahan. Abnormalitas lain dalam laboratorium dapat terjadi,
mengindikasikan keterlibatan organ lain dan komplikasi.
DIAGNOSIS BANDING YANG MUNGKIN MIRIP DENGAN EPIDERMAL
NECROLISIS (EN) AWAL (SJS):
Antibiotik diberikan sebagai profilaksis pada penderita SSJ dalam terapi kortikosteroid, dipilih
antibiotik spetrum luas, bakterisidal, nefrotoksik minimal, jarang menyebabkan alergi, dan tidak
segolongan dengan antibiotik yang diduga menyebabkan alergi. Antibiotik yang biasa digunakan
antara lain siprofloksasin 2x400mg iv, klindamisin 2x600mg iv, atau seftriakson 1x2000mg iv
Hal lain adalah perawatan lesi dengan kompres
salin atau larutan burrow pada lesi untuk
mengeringkan lesi. Krim sulfadiazine perak dapat
diberikan untuk efek antiseptik dan astrigen.
Sementara emolien untuk lesi dengan krusta tebal
Diet tinggi protein miskin garam dan infus dekstrose 5%, NaCl 9%, ringer laktat (1:1:1) 500ml/8jam untuk
keseimbangan cairan dan nutrisi dan mengimbangi efek kortikosteroid. Setelah seminggu diperiksa pula kadar
elektrolit dalam darah. Bila terdapat penurunan K dapat diberikan KCl 3 x 500 mg per os. Sementara Transfusi
darah 300 diberikan selama 2 hari berturut sebagai imunorestorasi jika dalam 2 hari belum tampak perbaikkan
atau purpura generalisata.
Pada umumnya, lesi pada SSJ membaik dalam 1 sampai 2
minggu, kecuali terjadi infeksi sekunder. 6 Nilai Scorten
menggunakan variabel yang terdiri dari: usia (>40), keganasan,
tekanan darah (>120), necrolisis epidermal (>10%), BUN (>10),
glukosa serum (>14), dan kadar bikarbonat (< 20 untuk
menentukan prognosis)
Komplikasi
Bronkopneumonia (16%), sepsis, kehilangan cairan/darah, gangguan keseimbangan elektrolit, syok, dan kebutaan karena gangguan lakrimasi.
Sindrom steven johnson sering menimbulkan komplikasi, antara lain sebagai berikut:
Kehilangan cairan dan darah
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, Shock
Oftalmologi – ulserasi kornea, uveitis anterior, panophthalmitis, kebutaan
Gastroenterologi - Esophageal strictures
Genitourinaria – nekrosis tubular ginjal, gagal ginjal, penile scarring, stenosis vagina
Pulmonari – pneumonia, bronchopneumoni
Kutaneus – timbulnya jaringan parut dan kerusakan kulit permanen, infeksi kulit sekunder
Infeksi sitemik, sepsis
Asuhan Keperawatan
2.9.1. Pengkajian
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan,
alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Kaji apa alasan klien membutuhkan pelayanan kesehatan
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan Steven Johnson biasanya
mengeluhkan dema, malaise, kulit merah dan gatal, nyeri kepala, batuk, pilek, dan sakit
tenggorokan.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan klien, riwayat konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang
sebelumnya dialami klien.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit yang sama.
- Riwayat Psikososial
Kaji bagaimana hubungan klien dengan keluarganya dan interaksi sosial.
Pola Fungsional Gordon
- Pola persepsi kesehatan - manajemen kesehatan
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b. Apakah klien klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-obatan tertentu?
c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya penting dikaji riwayat konsumsi obat-obatan tertentu.
- Pola nutrisi –metabolic
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau sebaliknya?
Pada klien dengan Steven Johnson, biasanya mengalami penurunan nafsu makan, sariawan pada mulut, dan kesulitan menelan.
- Pola eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji:\
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?
.
Pola aktivitas – latihan
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumah sakit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien
0 = mandiri
1 = membutuhkan alat bantu
2 = membutuhkan pengawasan
3 = membutuhkan bantuan dari orang lain
4 = ketergantungan
d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?
: Klien dengan Steven Johnson biasanya tampak gelisah dan merasa lemas, sehingga sulit untuk beraktifitas.
- Pola istirahat – tidur
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?
: Klien dengan Steven Johnson, akan mengalami kesulitan untuk tidur dan istirahat karena nyeri yang dirasakan, rasa
panas dan gatal-gatal pada kulit.
Pola kognitif – persepsi
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah mengalami perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?
: Klien dengan Steven Johnson akan mengalami kekaburan pada penglihatannya, serta rasa nyeri dan panas di kulitnya
- Pola persepsi diri - konsep diri
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang dialaminya?
b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?
: Dengan keadaan kulitnya yang mengalami kemerahan, klien merasa malu dengan keadaan tersebut, dan mengalami gangguan pada citra dirinya.
- Pola peran – hubungan
: pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan sosial klien terhadap masyarakat sekitarnya?
Pola reproduksi dan seksualitas
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?
- Pola koping dan toleransi stress
: Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami stress terhadap kondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?
- Pola nilai dan kepercayaan
: Pada pola ini kita mengakaji:
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi: Warna, suhu, kelembapan, kekeringan
Palpasi: Turgor kulit, edema
- Data fokus:
DS: gatal-gatal pada kulit, sulit menelan, pandangan kabur, aktifitas
menurun
DO: kemerah-merahan, memegang tenggorokan, tampak gelisah,
tampak lemas dalam beraktifitas.
5. Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang
Laboratorium : leukositosis atau esosinefilia
Histopatologi : infiltrat sel mononuklear, oedema dan ekstravasasi
sel darah merah, degenerasi lapisan basalis,- nekrosis sel epidermal,
spongiosis dan edema intrasel di epidermis.
Imunologi : deposis IgM dan C3 serta terdapat komplek imun yang
mengandung IgG, IgM, IgA
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
2. Gangguan integritas kulit berhungan dengan kerusakan permukaan kulit karena destruksi
lapisan kulit
3. Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan perpindahan cairan dari
intravaskuler ke dalam rongga interstisial, hilangnya cairan secara evaporasi, rusaknya
jaringan kulit akibat luka.
4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan menelan.
5. Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
6. Infeksi berhubungan dengan hilangnya barier/perlindungan kulit
7. Gangguan citra tubuh : penampilan peran berhubungan dengan krisis situasi, kecacatan,
kejadian traumatic
Nyeri berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit
hilang
Kriteria hasil :
- Klien melaporkan nyeri berkurang
- Skala nyeri 0-2
- Klien dapat beristirahat
- Ekspresi wajah rileks
- RR : 16 - 20 x/menit
- TD : 100-130/60-90 mmHg
- N : 60 – 90 x/menit
1 Kaji tingkat skala nyeri 1 – 10, lokasi dan intensitas nyeri Untuk mengetahui tingkat nyeri klien dan merupakan data dasar untuk memberikan
intervensi
2 Kaji tanda-tanda vital (TD, RR, N) Untuk memonitor keadaan klien dan mengetahui terjadinaya syok neurologik
3 Anjurkan dan ajarkan klien tehnik relaksasi nafas dalam, distraksi, imajinasi Untuk mengurangi persepsi nyeri, meningkatkan relaksasi dan menurunkan
ketegangan otot
4 Tingkatkan periode tidur tanpa gangguan Kekurangan tidur dapat meningkatkan persepsi nyeri
5 Kendalikan faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi respon pasien Lingkungan yang tenang dapat menjadikan pasien dapat istirahat.
terhadap ketidaknyamanan
6 Kolaborasi dalam pemberian obat analgetik Membantu mengurangi atau menghilangkan nyeri
GANGGUAN INTEGRITAS KULIT BERHUBUNGAN DENGAN KERUSAKAN
PERMUKAAN KULIT KARENA DESTRUKSI LAPISAN KULIT
1 Kaji ukuran, warna luka, perhatikan jaringan nekrotik dan Memberikan informasi dasar tentang kondisi luka
kondisi sekitar luka
2 Berikan perawatan luka yang tepat dan tindakan kontrol infeksi Meningkatkan pemulihan dan menurunkan risiko infeksi
3 Berikan lingkungan yang lembab dengan kompres Lingkungan yang lembab memberikan kondisi optimum bagi
penyembuhan luka
5 Tingkatkan masukan nutrisi, protein dan karbiohidrat Untuk meningkatkan pembentukan granulasi yang normal dan
kesembuhan
6 Kolaborasi pemberian obat sistemik Memperlancar terapi dan mempercepat proses penyembuhan
KEKURANGAN VOLUME CAIRAN TUBUH BERHUBUNGAN DENGAN PERPINDAHAN
CAIRAN DARI INTRAVASKULER KE DALAM RONGGA INTERSTISIAL DAN RUSAKNYA
JARINGAN KULIT AKIBAT LUKA.
3 Monitor dan catat cairan yang Agar keseimbangan cairan tubuh klien
masuk dan keluar terpantau
2 Bantu klien dalam memenuhi aktivitas Energi yang dikeluarkan lebih optimal
sehari-hari dengan tingkat keterbatasan
yang dimiliki klien