5016201050 SEJARAH Dari Bahasa jawa dan sanskerta. “maja” sama dengan majapahit yang diambil dari kata “buah maja” dan kerto yang berarti “kota/daerah” Mojokerto dahulu disebut sebagai Japan, merupakan pintu masuk delta Brantas sebelah barat yang sangat subur dan berada pada posisi strategis Sejarah Mojokerto dahulu disebut sebagai Japan (pintu masuk delta brantas sebelah barat yang sangat subur) Sungai Brantas sebagai salah satu urat nadi lalu lintas antar perekonomian menjadikannya sebagai lahan perebutan pihak dengan perbedaan kepentingan. Salah satu upaya menjembatani perbedaan kepentingan adalah melalui pembagian daerah dalam perjanjian Giyanti tahun 1755 yang menyebutkan wilayah Mataram dibagi menjadi dua yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Wilayah Japan (Mojokerto) untuk Kasultanan Yogyakarta dan Wirosobo (Mojoagung) untuk Kasunanan Surakarta. Perjanjian lainnya antara Hamengku Buwana III dan Gubernemen Inggris (Raffles) menyatakan bahwa Sultan menyerahkan Japan dan beberapa lainnya ke Inggris. Karena mengalami kegagalan. Sebagai hukumannya Sunan Surakarta dipaksa untuk menyerahkan daerah Wirosobo, Kedu, Pacitan dan Blora kepada Inggris. Setelah pemerintah Inggris meninggalkan Indonesia tahun 1816 masa pemerintahannya beralih ke Belanda. Pada masa ini wilayah Wirosobo dan Japan disatukan kembali dengan Kabupaten Japan beralih menjadi Mojokerto dengan Wirosobo didalamnya. Beberapa pendapat tentang perubahan nama Japan menjadi Mojokerto. Pendapat tersebut diantaranya dikemukakan oleh R.A.A Kromodjojo Adi Negoro dan J.F Niermeyer. R.A.A Kromodjojo Adi Negoro menyebutkan bahwa nama “Mojo” berasal dari nama desa Mojojejer dan didasarkan pada keserasian nama sesuai dalam Besluit no. 14/ 1838, tanggal 12 September 1838. Lain halnya J.F Niermeyer menyebutkan kata “Japan” kurang tepat untuk semangat kerja karena berarti “malas” dan akhirnya mengalami perubahan menjadi Mojokerto. Hal ini dimaksudkan sebagai penyemangat etos kerja di bidang pertanian/ perkebunan dan efisiensi administrasi pemerintahan. KONDISI GEOGRAFIS
Secara geografis wilayah Kabupaten Mojokerto terletak antara
111°20’13” s/d 111°40’47” Bujur Timur dan antara 7°18’35” s/d 7°47” Lintang Selatan. Luas Wilayah Kabupaten Mojokerto adalah 969.360 Km2 atau sekitar 2,09% dari luas Propinsi Jawa Timur yang seluruhnya berupa daratan. Batas wilayah administrasi Kabupaten Mojokerto adalah sebagai berikut : 1. Sebelah utara: Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik 2. Sebelah timur : Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan 3. Sebelah selatan : Kabupaten Malang dan Kota Batu 4. Sebelah barat : Kabupaten Jombang 5. Tengah : Kota Mojokerto
Topografi wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung cekung di
bagian tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan bagian pegunungan yang subur, meliputi kecamatan Pacet, Trawas, Gondang, dan Jatirejo. Bagian tengah merupakan bagian dataran, sedangkan bagian utara merupakan daerah perbukitan kapur yang cenderung kurang subur. Arti nama Tempat tumbuhnya pohon maja yang selalu tenteram
Lintang & bujur Lintang : 7°36′33.13″ LS
Bujur : 112°29′51.21″ BT
Topografi Pegunungan, dataran sedang
Jenis tanah Aluvial, andosol
SDA Tebu, tembakau, palawija, padi
Nomor lembar peta 1508-344
POTENSI
Kawasan Industri Pariwisata
Pengembangan kawasan industri 1. Pengembangan wisata budaya
kec. Ngoro dan kawasan industri peninggalan sejarah kerajaan Utara sungai yaitu kec. Jetis, Majapahit di kec. Trowulan Kemlagi, dan Dawarblandong 2. Pengembangan wisata alam di kec. seluas +- 10.000 ha Pacet dan kec. Trawas permasalahan
Di wilayah ini rawan terjadi kekeringan saat kemarau
karena tidak adanya kejadian hidrogeologis yaitu di Kecamatan Dawarblandong dan Kecamatan Kemlagi. Namun, saat musim hujan juga rawan terjadi banjir akibat luapan sungai besar solusi Strategi berkaitan dengan supply sumber daya air dapat dilakukan dengan cara: 1. Optimalisasi saluran perasapan air tanah 2. Penangangan wilayah sungai
Untuk mengoptimalkan laju resapan air tanah, bisa dilakukan upaya
mengendalikan pembangunan lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun terutama di kawasan resapan air dan kawasan lindung. Karena pada daerah tersebut, tidak ada irigasi yang cukup dan pada lahan sawah hanya ada sawah tadah hujan, maka dapat dikendalikan dengan pembuatan saluran irigasi yang juga tersambung dengan sungai- sungai kecil yang juga terhubung dengan sungai besar yang menyebabkan banjir atau dengan Konsep drainase konvensional dengan mengalirkan air buangan secara alami ke hilir sehingga tidak menimbulkan banjir Thanks! Sumber: DO YOU HAVE ANY QUESTIONS? Mojokertokab.go.id