Anda di halaman 1dari 15

KElOMPOK IV

ASUHAN KEPERAWATAN SLE


(SYSTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS)
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Feby .M. Sagisolo
2. Nikomang Julia ayu pita devi
3. Miriam Selviana mariang
4. Rosita Awanda kalapain
5. Nikolaus lolondrian
6. Jefrina tanamera
7. Onna yenjau
8. Hanna ronsumbre
9. Frannsina Taa
Latar belakang
Systemic Lupus Eritematosis (SLE) adalah penyakit hasil dari regulasi sistem imun yang
terganggu, yang menyebabkan antibodi diproduksi berlebihan, yang pada kondisi normal di
produksi dan digunakan untuk melindungi tubuh dari benda asing (virus, bakteri, alergen, dan
lain-lain) namun pada kondisi ini antibody tersebut kehilangan kemampuan untuk membedakan
antara benda asing dan jaringan tubuh sendiri (Fatmawati, 2018).
Penyakit SLE masih tergolong penyakit yang awam di Indonesia. Prevalensi penyakit SLE ini
semakin hari semakin banyak diteliti. Prevalensi berkiar antara 20-150 kasus per 100.000
penduduk, dengan prevalensi yang tertinggi terdapat di Negara Brazil di Amerika Aerikat, orang
ras Afrika, hispanik, atau Asia keturunan cenderung memiliki angka prevalensi yang tinggi
dibandingkan dengan kelompok ras atau etnis lainnya
Di Indonesia data jumlah odapus belum diketahui secara pasti. Survey oleh pusatdata dan
informasi Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan jumlah Odapus (orang
dengan lupus) adalah sebesar 0,5% dari total populasi penduduk yang ada di kota Malang
(Kemenkes Ri, 2017).
Pengertian
 Lupus eritematosus sistemik (SLE) adalah radang kronis yang disebabkan oleh
penyakit autoimun (kekebalan tubuh) di mana sistem pertahanan tubuh yang
tidak normal melawan jaringan tubuh sendiri. Antara jaringan tubuh dan organ
yang dapat terkena adalah seperti kulit, jantung, paru-paru, ginjal, sendi, dan
sistem saraf.
 Systemic lupus erythematosus (SLE) adalah penyakit radang yang menyerang
banyak sistem dalam tubuh, dengan perjalanan penyakit bisa akut atau kronis,
dan disertai adanya antibodi yang menyerang tubuhnya sendiri
 Menurut Laeli (2016) Systemic Lupus Eritematosis merupakan penyakit
autoimun yang bukan disebabkan oleh virus, kuman atau bakteri. Faktor
hormon, lingkungan dan genetik adalah sebagai pemicu penyakit lupus.
Etiologi

Menurut (Hikmah, 2018) penyebab Systemic Lupus Eritematosis dibagi menjadi 2 faktor yaitu:
1. Faktor genetic : Jumlah, usia dan usia anggota keluarga yang menderita penyakit autoimun
menentukan frekuensi autoimun pada keluarga tersebut. Pengaruh riwayat keluarga terhadap
terjadinya penyakit ini pada individu tergolong rendah, yaitu 3-18%. Faktor genetik dapat
mempengaruhi keparahan penyakit dan hubungan familial ini ditemukan lebih besar pada
keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang tinggi
2. Faktor lingkungan :
a. Hormone : Dapat merangsang sistem imun tubuh terutama pada usia reproduktif
b. obat-obatan : melalui mekanisme molecular mimicry, yaitu molekul obat memiliki struktur yang
sama dengan molekul di dalam tubuh sehingga menyebabkan gangguan toleransi imun.
c. infeksi : pelepasan isi sel yang rusak akibat infeksi dan dapat meningkatkan respon imun
sehingga menyebabkan penyakit autoimun.
d. Paparan sinar ultraviolet : kerusakan dan kematian sel kulit serta berkaitan dengan foto
sensitivitas pada penderita
Patofisiologi
Genetik, kuman/virus, sinar ultraviolet, obat-obatan Peningkatan autoimun berlebihan Autoimun menyerang organ-organ tubuh (sel, jar.)
tertentu
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Pembentukan lupus

Gangguan citra tubuh Pencetus penyakit inflamasi multi organ Produksi antibody scr terus-menerus

Kerusakan integritas kulit Hati


Otak
Ruam kupu-kupu, SLE membran, alopesia, urtikaria dan Suplai O2 ke otak ↓ Terjadi kerusakan sintesa zat-zat dibutuhkan tubuh →
vaskulitis, ulserasi dimulut dan nasofaring mual, muntah
Hipoksia
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
Resiko penurunan perfusi jaringan otak tubuh
Kulit
Darah
Paru-paru Ginjal
Hb menurun
Efusi pleura Proteinurinari, sindrom nefrotik
Ketidakefektifan pola nafas
Penurunan suplai O2/nutrien Retensi urine
Sendi

Terjadi artritis Leucopenia Anemia, trombositopeni


Resiko infeksi Keletihan
Ansietas
Nyeri Akut Pembengkakan, efusi Aktivitas menurun
Gangguan mobilitas fisik
Manifestasi Klinis

Gejala klinis yang mungkin muncul pada pasein SLE yaitu:


1. Wanita muda dengan keterlibatan dua organ atau lebih.
2. Gejala konstitusional: kelelahan, demam (tanpa bukti infeksi) dan penurunan berat
badan
3. Muskuloskeletal: artritis(radang sendi), artralgia(nyeri sendi), myositis(pembengkakan
otot)
4. Kulit: ruam kupu-kupu (butter• ly atau malar rash), fotosensitivitas, lesi membrane
mukosa, alopesia, fenomena Raynaud, purpura, urtikaria, vaskulitis.
5. Ginjal: hematuria, proteinuria, silinderuria, sindroma nefrotik
6. Gastrointestinal: mual, muntah, nyeri abdomen
7. Paru-paru: pleurisy, hipertensi pulmonal,lesi parenkhim paru.
8. Jantung: perikarditis, endokarditis, miokarditis
9. Retikulo-endotel: organomegali (limfadenopati, splenomegali, hepatomegali)
10.Hematologi: anemia, leukopenia, dan trombositopenia
11.Neuropsikiatri: psikosis, kejang, sindroma otak organik, mielitis transversus, gangguan
kognitif neuropati kranial dan perifer
Klasifikasi
tiga jenis type lupus :
1. Cutaneous Lupus : Tipe ini juga dikenal sebagai Discoid Lupus Tipe lupus ini
hanya terbatas pada kulit dan ditampilkan dalam bentuk ruam yang muncul
pada muka, leher, atau kulit kepala
2. Discoid Lupus : menyebabkan inflamasi pada beberapa macam organ. Untuk
beberapa orang mungkin saja hal ini hanya terbatas pada gangguan kulit dan
sendi.
3. Drug-induced lupus : Tipe lupus ini sangat jarang menyerang ginjal atau
sistem syaraf. Obat yang umumnya dapat menyebabkan druginduced lupus
adalah jenis hidralazin (untuk penanganan tekanan darah tinggi) dan pro-
kainamid (untuk penanganan detak jantung yang tidak teratur/tidak normal).
Asuhan keperawatan SLE
A.Pengkajian
Yang perlu dikaji pada pasien SLE adalah
Identitas pasien : nama, umur, jenis kelamin ,agama, pendidikan, alamat, status
perkawinan, No. CM dan diagnosis medis
Identitas penanggung jawab
Riwayat kesehatan pasien : Keluhan utama,riwayat penyakit sekarang,riwayat penyakit
dahulu,riwayat penyakit keluarga
Pengkajian pola fungsi Gordon : persepsi terhadap kesehatan dan manajemen
kesehatan, pola aktivitas dan laatihan,pola istirahat dan tidur, pola nutrisi metabolic,
pola eliminasi, pola kognitif dan perseptual, kemampuan konsep diri, pola koping
B.Pemeriksaan fisik : keadaan umum,bentuk
kepala,mata,telinga,hidung,mulut,leher,dada,abdomen,genetalia,anus dan
rectum,Eksremitas.
Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan


integritas struktur tulang
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan
struktur/bentuk tubuh
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Intervensi kriteria hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Dukungan mobilisasi Observasi :
mobilitas asuhan Observasi : 1. Mengetahui keluhan lain pasien dan
fisik keperawatan 1. Identifikasi adanya keluhan fisik rencana tindakan berikutnya yang
berhubunga selama 3x24 jam, 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan dapat dilakukan
n dengan diharapkan pergerakan 2. Mengetahui kemampuan dan batasan
kerusakan mobilitas fisik   pasien terkait latihan/gerak yang akan
integritas meningkat dengan Teraupetik : dilakukan berikutnya
struktur krikteria hasil : 3. Fasilitasi melakukan pergerakan Teraupetik :
tulang 1. Pergerakan 4. Melibatkan keluarga untuk membantu 3. Meningkatkan status mobilitas fisik
Meningkat pasien dalam pergerakan pasien
  4. Keluarga dapat secara mendiri
Edukasi : membantu pasien melakukan latihan
5. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi pergerakan
6. Anjurkan melakukan mobilisasi dini Edukasi :
5. Memberikan informasi kepada pasien
dan keluarga terkait tindakan yang
akan diberikan
6. Untuk mengurangi resiko kekauan dan
kelemahan otot yang berkepanjangan
Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi Rasional
Intervensihasil
1. Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen nyeri Observasi :
berhubung asuhan keperawatan Observasi : 1. Untuk mengetahui lokasi,
an dengan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
agen diharapkan tingkat karekterikstik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
pencedera nyeri menurun itensitas nyeri 2. Untuk mengetahui respon nyeri
fisiologis dengan krikteria 2.  Identifikasi respon nyeri pada pasien
hasil : Teraupetik : Teraupetik :
 Keluhan nyeri 3. Ajarkan teknik non-farmakologi 3. Memudahkan pasien untuk
menurun dari untuk mengurangi nyeri (tekhnik mengontrol nyeri dengan cara
skala 5 menjadi 1 relaksasi napas dalam sederhana
 Ekspresi wajah Edukasi : Edukasi :
menurun 4. Jelaskan informasi kepada klien 4. Untuk mengetahui penyebab,
 Kesulitan tidur dan keluarga terkait penyebab, periode, dan pemicu
menurun periode dan pemicu nyeri 5.  Untuk mengetahui penyebab,
 Frekuensi nadi 5. Jelaskan strategi meredakan periode, dan pemicu
membaik dalam nyeri Kolaborasi :
rentang (60-   6. Untuk mengurangi rasa nyeri
100x/menit) Kolaborasi :
6. Kolaborasi dengan dokter terkait
pemberian analgetik
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Intervensi kriteria hasil

1. Gangguan Setelah dilakukan Promosi citra tubuh Observasi :


citra tubuh asuhan keperawatan Observasi : 1. Agar Perawat tahu perubahan citra
berhubungan selama 3x24 jam, 1. Identifikasi perubahan citra tubuh tubuh pasien
dengan diharapkan citra 2. Identifikasi harapan citra tubuh 2. Agar perawat tahu harapan citra tubuh
perubahan tubuh meningkat berdasarkan tahap perkembangan pasien berdasarkan tahap
atruktur/bent dengan krikterial Teraupetik : perkembangannya
uk tubuh hasil : 3. Diskusikan perubahan tubuh dan Teraupetik :
 Verbalisasi fungsinya 3. Agar pasien tahu perubahan dan
perasaan negatif 4. Diskusikan stress yang mempengaruhi fungsinya
tentang citra tubuh 4. Agar pasien tahu stess yang
perubahan Edukasi : mempengaruhi citra tubuh
tubuh menurun 5. Jelaskan pada keluarga tentang Edukasi :
 Verbalisasi perawatan perubahan citra tubuh 5. Untuk keluarga dapat mengetahui
khawatiran pada 6. Anjurkan mengungkapkan gambaran perubahan citra tubuh
penolakan/reaks diri terhadap citra tubuh 6. Untuk mengetahui gambaran diri
i orang lain terhadap citra tubuh
menurun
Implementasi
Implementasi adalah tahap keempat dari proses keperawatan.
Tahap ini muncul jika perencanaan yang dibuat diaplikasikan
pada klien. Implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan yang merupakan tindakan keperawatan
khusus yang digunakan untuk melaksanakan intervensi.
Tindakan yang dilakukan mungkin sama, mungkin juga
berbeda dengan urutan yang telah dibuat pada perencanaan.
Implementasi keperawatan membutuhkan fleksibilitas dan
kreativitas dimana aplikasi yang akan dilakukan pada klien
akan berbeda, disesuaikan dengan kondisi klien saat itu dan
kebutuhan yang paling dirasakan oleh klien (Debora, 2017).
Evaluasi keperawatan

Evaluasi adalah tahap kelima dari proses keperawatan. Pada tahap ini
perawat membandingkan hasil tindakan yang telah dilakukan dengan
krikteria hasil yang sudah ditetapkan serta menilai apakah maslah yang
terjadi sudah teratasi seluruhnya, hanya sebagian, atau bahkan belum
teratasi semuanya. Evaluasi adalah proses berkelanjutan yaitu proses
yang digunakan untuk mengukur dan memonitor kondisi klien untuk
mengetahui : kesesuaian tindakan keperawatan, perbaikan tindakan
keperawatan, kebutuhan klien saat ini, perlunya dirujuk pada tempat
kesehatan lain, dan apakah perlu menutusun ulang prioritas diagnose
supaya kebutuhan klien bisa terpenuhi. Selain digunakan untuk
mengevalusi tindakan keperawatan yang sudah dilakukan, evaluasi juga
digunakan untuk memeriksa semua proses keperawatan (Debora, 2017)
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai