Anda di halaman 1dari 213

MK Filsafat Ilmu

&
Metode Penelitian
OUTLINE PERKULIAHAN
PERTEMUAN
PERTAMA : Filsafat Ilmu
KEDUA : Manusia, Ilmu Pengetahuan
KETIGA : Proses penelitian
KEEMPAT :Penelitian Kuantitatif & Kualitatif
KELIMA : Rumusan Masalah, Variable
KEENAM : Hipotesa, Populasi, Sample
KETUJUH : Rancangan Penelitian
KEDELAPAN : Analisis data
Materi- 1
FILSAFAT ILMU

3
MENGAPA PERLU BELAJAR
FILSAFAT?

 Agar mampu berpikir


sistematis, kritis untuk
memperoleh SUATU
kebenaran.

4
PENGERTIAN FILSAFAT

1. Dari sisi kebahasaan


 Kata filsafat berasal dari bahasa
Yunani, yaitu philosophia. Philo=cinta
Sophia= kebijaksanaan/kebenaran. Jadi
philosophia adalah orang yang
mencintai kebenaran, sehingga
berupaya memperoleh dan memilikinya.

5
lanjutan

 Kata philosophia ditransformasikan ke


berbagai bahasa.
 Dalam bahsa arab disebut falsafah.
 Dalam bahasa Indonesia disebut
falsafat/filsafat.
 Dalam bahsa Belanda dan Jerman
disebut Philosophie.

6
lanjutan

2. Dari sisi filsafat sebagai ilmu


 Plato, fisuf besar Yunani mengatakan,
filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
berusaha mencapai kebenaran yang asli,
karena kebenaran mutlak di tangan
Tuhan. Atau dengan singkat dikatakan
pengetahuan tentang segala yang ada.

7
lanjutan

 Aristoteles, murid Plato mengatakan,


filsafat adalah ilmu pengetahuan yang
meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu matafisika, logika,
retorika, politik, sosial budaya dan
estetika.

8
 Alfarabi, Filsuf besar muslim dengan
gelar Aristoteles ke 2, mengatakan
Filsafat adalah pengetahuann tentang
yang ADA menurut hakikatnya yang
sebenarnya.

9
lanjutan

 Immanuel Kant, Filsuf barat


dengan gelar raksasa pemikir
Eropa, mengatakan filsafat adalah
ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di
dalamnya empat persoalan:

10
lanjutan

 apa dapat kita ketahui, dijawab oleh


metafisika
 apa yang boleh kita kerjakan, dijawab
oleh etika
 apa yang dinamakan manusia, dijawab
oleh antropologi.
 sampai dimana harapan kita, dijawab
oleh agama.
11
lanjutan

 Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu


yang menyelidiki segala sesuatu dengan
mendalam mengenai Ketuhanan, alam
semesta, dan manusia sehingga dapat
melahirkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang
dicapai manusia.

12
lanjutan

3. Filsafat dari sisi benda


 Titus dkk, mengajukan dua pengertian
filsafat.
- filsafat adalah sekumpulan problem-
problem yang langsung dan mendapat
perhatian dari manusia yang dicarikan
jawabannya oleh ahli filsafat.

13
lanjutan

Filsafat adalah sekumpulan


sikap dan kepercayaan
terhapadap kehidupan dan alam
yang biasanya diterima secara
tidak kritis.

14
lanjutan
4. Filsafat sebagai suatu aktifitas
 Filsafat adalah sebagai suatu proses berpikir
untuk memperoleh jawaban-jawaban dari
berbagai problem.
 Titus dkk, memberikan 3 pengertian filsafat sbg
aktifitas:
- Filsafat adalah suatu proses kritik atau
pemikiran terhadap kepercayaan diri dari sikap
yang sangat kita junjung tinggi.

15
lanjutan

- Filsafat adalah sebagai analisi logis dari


bahasa serta penjelasan tentang arti kata
dan konsep.
- Filsafat adalah suatu usaha untuk
memperoleh gambaran keseluruhan

16
BERDASARKAN KONSEP DAN TEORI
TERSEBUT PROSES BERFILSAFAT
TERSEBUT MELALUI EMPAT TAHAP

1. LOGIS, yaitu berpikir dengan menggunakan


logika (undang-undang berpikir) yaitu melalui
tiga tahap; pemahaman, keputusan dan
argumentasi
contoh;:
- Alam berubah-ubah (premis minor)
- Setiap berubah-ubah baru (premis mayor)
- Alam baru (simpulan)

17
lanjutan

2. SISTEMATIS, yaitu berpikir melalui alur yang


sistemik sehingga ditemukan adanya koheren
(saling runtut), diantara satu pertanyaan
dengan pertanyaan lainnya.
3. RADIKAL, berpikir sampai kepada akar
masalah.
4. UNIVERSAL, berpikir secara umum bukan
khusus. Disini perbedaannya ilmu berpikir
secara khusus, filsafat berpikir secara umum.
18
SEJARAH TIMBULNYA
FILSAFAT
 KAPAN MUNCULNYA FILSAFAT?
Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak
adanya pembicaraan manusia. Maka sejarah
lahirnya filsafat dimana-mana Yunani, India,
Persia. Karena filsafat memiliki kualifikasi
tertentu, maka lahirnya filsafat diidentikan
dengan Yunani. Hal ini sesuai dengan karakter
orang yunani ialah Rasional

19
APA YANG MENYEBABKAN
LAHIRNYA FILSAFAT?
1. PERTENTANGAN ANTARA MITOS DAN
LOGOS
Dikalangan masyarakat Yunani dikenal
adanya mitos, sebagai suatu keyakinan lama
yang berkembang dengan pesat misalnya
mite kosmologi yang melukiskan kejadian
alam. Lama-lama mitos hilang dikalahkan
oleh logos, maka logos penyebab pertama
lahirnya filsafat.
20
lanjutan

2. RASA INGIN TAHU


Karena mite hanya bersifat dongeng
belaka, maka orang mulai berpikir
rasional, untuk mencari jawaban-jawaban
yang logis. Keingintahuan terhadap alam
semesta, keingintahuan terhadap
penciptanya dsb.

21
lanjutan
3. RASA KAGUM
Menurut Plato, filsafat lahir adanya
kekaguman manusia tentang dunia dan
lingkungannya. Para filsuf atas
kekagumannya mencoba merumuskan
asal mula alam semesta.
Thales bapak filsafat Yunani, mengatakan
alam semesta berasal dari air.

22
lanjutan
 Anaximandros, alam berasal dari
apairon (api)
 Democrios, alam berasal dari atom
 Empedokles, alam berasal dari empat
unsur; air, api, angin, tanah.
4. PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN
Faktor lain yang menyebakan lahirnya
filsafat adalah kesusastraan.
23
KARAKTERISTIK
FILSAFAT
1. SKEPTISIS
Skeptisis adalah keraguan terhadap suatu
kebenaran sebelum mendapat argumen
yang kuat terhadap kebenaran tersebut.
Dikelompokan;
-bersifat Gradasi , dari ragu ke yakin
-bersifat degradasi, dari yakin ke ragu
-bertahan sophisme, terus menurus ragu.

24
Lanjutan
 Sifat gradasi diungkapkan oleh RENE
DECARTES Filsuf Prancis cagito ergo sum
(saya berpikir maka saya ada)
2.KOMUNALISME
Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat
umum tidak memandang ras, kelas, ekonomi,
dan keyakinan. Misalnya hasil pemikiran
Yunani bermanfaat untuk orang Eropa, Asia
Afrika dsb.

25
lanjutan
3. DISENTERESTEDNESS
YANG BERASAL DARI KATA INTEREST,
yaitu suatu kegiatan filsafat yang tidak
dimotivasi untuk suatu kepentingan tertentu.
4. UNIVERSALISME
Filsafat bersifat umum, berati filsafat adalah
hak seluruh umat manusia secara umum atau
sifatnya internasional. Semua umat manusia
berhak mengadakan kajian filsafat.

26
APA GUNANYA FILSAFAT BAGI
MANUSIA?

 Filsafat mampu memberikan


pemahaman yang menyeluruh
(general) terhadap suatu wujud
(ontologi) sekaligus memberikan
konsep kebenaran
( justifikasi) terhadap wujud tersebut.
Dengan kebenaran manusia akan
bertindak bijaksana (wesdom)
27
lanjutan

 Filsafat dapat memberikan kepuasan


bagi filsuf/seseorang karena
kemampuannya dalam
menggambarkan problem kehidupan
yang sedang dan akan dihadapi sesuai
dengan leluasan pemahamannya.
Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu
kenikmatan yang luar biasa dan kebahagian yang paling
berharga.

28
lanjutan

 Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan


pijakan untuk merubah dunia.
Karl Marx mengatakan, filsafat tidak
hanya hanya menjelaskan pada
dunia(interferd the world) melainkan juga
merubahnya.

29
PROBLEMATIKA FILSAFAT
 Secara Umum terbagi menjadi tiga;
1. ONTOLOGI, yaitu mengkaji hakikat
segala sesuatu, terbagi 2:
1. Kualitas;
- Monisme, asal lam terdiri dari satu
unsur (mono=satu). Thales dari air,
Anaximandros dari apairon, Anaximenes
dari udara, Democritos dari tanah.

30
lanjutan

- Dualisme, yang mengatakan alam


semesta terdiri dari dua unsur yaitu
materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras
dan Aristolteles.
- Pluralisme, alam semesta terdiri dari
empat unsur; air, angin, api, tanah.
Tokohnya Empedokles, Leukippos.

31
lanjutan
2. Kualitas
Pandangan ini membicarakan bagaimana
alam berproses, dalam kaitannya muncul 4
teori:
-Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala
sesuatu berproses secara mekanik.
-Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang
terjadi di alam raya berproses menuju suatu
tujuan, yaitu Tuhan.

32
-Determinisme, kejadian di alam iniberproses
melalui suatu ketentuan yang telah
ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum
alam maupun oleh Tuhan
-Indeterminisme, segala kejadian di alam ini
berlangsung secara bebas, tanpa kendali
tertentu dari Tuhan atau kekuatannya.

33
PROBLEM FILSAFAT
2. EPISTEMOLOGI, membicarakan 2 hal;
a. Hakikat pengetahuan, muncul 2
pandangan;
- realisme, yaitu pengetahuan manusia riil
adanya dalam kehidupan.
- idealisme, yaitu hakikat ilmu pengetahuan
tidak terdapat dalam dunia riil, melainkan
konsep ideal atau dunia ide-ide.

34
lanjutan

b. Sumber Pengetahuan, muncul 3 pandangan;


- rasionalisme, mengatakan bahwa sumber
pengetahuan muncul dari rasio (akal) manusia.
- Empirisme, sumber pengetahuan adalah
indera manusia.
- Kritisme, pengetahuan manusia bersumber
dari luar diri manusia, yaitu Tuhan.

35
PROBLEM FILSAFAT
3. AXIOLOGI, TERBAGI MENJADI 6
PANDANGAN;
a. naturalisme, yang menyatakan ukuran
baik buruk ialah sesuai tidaknya
perbuatan tersebut sesuai dengan
fitrah (natura) manusia.
b. Hedonisme, yang menyatakan bahwa
ukuran baik buruk ialah sejauh mana
suatu perbuatan mendatangkan
kenikmatan (hedone) bagi manusia.
36
lanjutan

a. Vitalisme, ukuran baik buruk


ditentukan oleh sejauh mana suatu
perbuatan tersebut dapat mendorong
manusia untuk hidup lebih maju.
b. Ultitarianisme, Ukuran baik buruk
ditentukan oleh ada tidaknya suatu
perbuatan mendatangkan manfaat
bagi manusia.
37
lanjutan
e. Idealisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh
sesuai tidaknya sesuatu perbuatan dengan
konsep ideal (rancang bangun) pikiran
manusia.
f. Teologis, baik buruknya suatu perbuatan
ditentukan oleh sesuai tidaknya suatu
perbuatan dengan ketentuan agama
(teos=Tuhan, agama)

38
lanjutan

Berdasarkan uraian problematika di


atas kebenaran itu bersifat relatif
tergantung pada latar belakang
pendidikan, sosial, budaya, agama
dan sebagainya.

39
BAGAIMANA HUBUNGAN
ILMU, FILSAFAT, DAN
AGAMA
 Ilmu adalah sistem dari berbagai
pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu pengalaman tertentu
yang disusun melalui sistem tertentu,
sehingga menjadi suatu kesatuan.
 Menuurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga
kesimpulan, yaitu;

40
lanjutan

1. Merupakan akumulasi pengetahuan


yang disistematikan
2. Suatu pendekatan/metode pendekatan
terhadap seluruh dunia empiris, yaitu
dunia yang terikat oleh faktor ruang dan
waktu, dunia yang pada prinsipnya
dapat diamati oleh panca indra
manusia, dan
41
lanjutan

1. Suatu cara yang mengijinkan


kepada ahli-ahli lainnya untuk
menyatakan suatu proporsi.

42
lanjutan

 Filsafat menurut Plato dan Al Faraby;


filsafat adalah pengetahuan tentang
segala yang ada.
AGAMA
Terdapat perbedaan pengertian agama
dikalangan tokoh agama. Hal ini
disebabkan oleh perbedaan bidik
terhadap agama.
43
lanjutan
Agama diartikan secara praktis, adalah
suatu keyakinan akan adanya
aturan/jalan hidup (way of life) yang
bersumber dari suatu kekuatan yang
absolut (Tuhan).
 Agama memiliki empat perangkat sbb:
1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai
kebenaran yang pertama dan terakhir.

44
lanjutan
2. adanya aturan (code hukum) yang harus
dipahami yang termaktub dalam kitab
suci dan kebenarannya bersifat ansolut.
3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa
aturan hukum.
4. Adanya komunitas (manusia) sebagai
pelaksana aturan yang bersumber dari
Tuhan.

45
HUBUNGAN ILMU,
FILSAFAT DAN AGAMA
ILMU, mencari kebenaran dengan cara
penyelidikan (riset) sesuai dengan
eksistensinya yang berhubungan
dengan alam empiris.Dalam penyelidikan
ilmu selalu mencari hukum sebab akibat.
Sebagai hukum sebab akibat maka
kebenaranya pasti ada.

46
lanjutan

ILSAFAT, karena selalu berhadapan


denga alam empiris, (metafisika, ghaib)
maka ia komit dengan organon (alatnya)
yaitu logika. Cara kerjanya selalu diawali
dengan pertanyaan apa…. Berpikir logis,
sistematis, radikal, dan universal.

47
lanjutan

AGAMA, menemukan konsep


kebenaran bersumber pada wahyu,
kebenarannya bersifat mutlak,
absolut sebagiai kebenaran
tertinggi.

48
 Ilmu kebenarannya bersifat empiris,
filsafat kebenarannya bersifat spekulatif
(berdasrkan nalar dan logika), keduanya
bersifat nisbi. Agama kebenarannya
bersifat absolut mutlak, dalam
penentuannya semua perlu perumusan

49
lanjutan

 Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert


Einstein menagatakan dengan singkat’
“science with out is blind, religion with out
science is blame” Ilmu tanpa agama
buta, agama tanpa ilmu lumpuh.

50
BAGAIMANAKAH
KATEGORI MANUSIA ITU?
1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM
KETIDAKAHUANNYA
2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM
KETAHUANNYA
3. MANUSIA TAHU AKAN
KETIDAKTAHUANNYA
4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA
Kategori manakah yang paling baik?

51
Manusia adalah akhluk ciptaan Tuhan
yang tercanggih. Memiliki banyak
kelebihan dibanding dengan makhluk lain
terutama akalnya.
 Memiliki rasa ingin tahu, maka
diaktuakisasikan dalam bentuk bertanya.
 Melalui rasio maka manusia memberikan
jawaban terhadap aneka pertanyaan
 Manusia bertanya, manusia pula menjawab
 Manusialah yang benar-benar bereksistensi
karena memiliki kesadaran dan otonomi
dirinya.

52
Lanjutan

DENGAN KATA LAIN


Malalui akalnya manusia mampu menyamai
makhluk lain.
 Burung terbang tinggi, manusia tefrbang
dengan pesawat ciptaannya.
 Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia
berenang dengan kapal Feri ciptaannya.
 Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia
menembus lautan dengan kapal selam
ciptaannya.

53
APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU
BERFILSAFAT? Tidak juga. Rule of the
game ( ada aturan mainnya)

 Berpikir logis, sistematis, radikal, dan


universal.

Dengan mengindahkan ke empat aturan


main tersebut, maka Anda bisa menjadi
seorang filsuf

54
LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN
SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU
PENGETAHUAN?

 Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan


yang tercanggih.
 Dengan akalnya manusia mampu.
berpikir, dengan pikirannya memperoleh
pengetahuan, dengan pengetahuannya
manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya
manusia mampu berpikir rasional, logis
dan sistematis.
55
JADI PENGETAHUAN LAHIR
SEJAK MANUSIA ITU ADA
SEJAK MANUSIA BERPIKIR
SEJAK MANUSIA BERINTERAKSI
DENGAN ALAM

56
BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU
PENGETAHUAN DENGAN FILSAFAT?

 Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu,


pengetahuan lahir sejak adanya peradaban
manusia dan berkembang pesat sesuai
dengan budayanya.
 Pengetahuan lahir dari aktivitas
 Aktivitas memerlukan metode
 Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
 Ilmu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan.

57
lanjutan

 Aktivitas memerlukan metode


 Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
 Ilmu dan pengetahuan tidak bisa
dipisahkan.

58
SIKLUS ILMU

ILMU AKTIVITAS

METODE PENGETAHUAN

59
PENGERTIAN ILMU
SEBAGAI PENGETAHUAN
Dari segi maknanya pengertian ilmu
sekurang-kurangnya merujuk tiga hal:
 Pengetahuan
 Aktivitas
 metode

60
Pengertian Umum

 Ilmu adalah sesuatu kumpulan


yang sistematis dari pengetahuan.
 Ilmu berarti semua pengetahuan
yang dihimpun dengan perantara
metode ilmiah (John G. Kemeny).

61
lanjutan
 Menurut Norman Campbell :
 Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan
yang berguna dan praktis dan suatu
metode untuk memperoleh pengetahuan
 Ilmu tidak bersangkutan dengan
kehidupan praktis dan tidak dapat
mempengaruhinya kecuali dalam cara
yang paling tak langsung, baik kebaikan
atau keburukan.
62
SIMPULAN
 Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang
rasional dan kognitif dengan berbagai metode
berupa aneka prosedur dan tata langkah
sehingga menghasilkan kumpulan
pengetahuan yang sistematis mengenai gejala-
gejala kealaman, kemasyarakatan atau
keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan
penjelasan, ataupun melakukan penerapan.

63
LANJUTAN
ILMU SEBAGAI RANGKAIAN AKTIVITAS
MANUSIA:

1. Rasional: proses pemikiran yang


berpegang pada kaidah-kaidah logika
2. Kognitif : proses mengetahui dan
memperoleh pengetahuan

64
lanjutan

1. Teologis:
 mencapai kebenaran memperoleh
pemahaman
 Memberi penjelasan
 Meakukan penerapan dengan peramalan
atau pengendalian

65
ILMU SEBAGAI METODE
ILMIAH
 ANALISIS (analysis)
 PEMERIAN (description)
 PENGUKURAN (measurement)
 PERBANDINGAN (comparison)
 SURVAI (survey)

66
Pengelompokan
Pengetahuan
 Menurut Bertrand Russell, pengetahuan
dibedakan menjadi 2:
1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta
(knowledge of facts)
2. Pengetahuan mengenai hubungan
umum antara fakta (knowledge of
general connection berween facts)

67
Ledger Wood membagi
pengetahuan menjadi:
1.Non inferential Apprehension;
pengetahuan nonpenyimpulan yang
merupakan pengenalan terhadap
benda, orang, atau sifat tertentu.

68
Bentuknya:
 Perception ;pengenalan objek diluar diri
seseorang
 Introspection; pengenalan terhadap
dirinya sendiri dengan segenap
kemampuan, pikiran kehendak, dan
perasaan

69
Lanjutan

2. Inferential Knowledge, meliputi;


 Knowledge of other selves; pengetahuan
mengenai diri orang lain.
 Historical knowledge; pengetahuan
menyangkut masa lampau.
 Scientific knowledge; pengetahuan
ilmiah.

70
George Klubertanz
 Pengetahuan langsung berdasarkan
pengenalannya terhadap objek-objek
pengalaman.
 Pengetahuan kemanusian (humanistic
knowledge) yang diperoleh karena
mempelajari
 Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge)
berdasarkan azas-azas yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya kebenaran.
71
lanjutan

 Pengetahuan Ilmiah (scientific


knowledge) berdasarkan azas-azas
yang cocok dan dapat
membuktikan kesimpulannya
kebenaran.

72
HAKIKAT PENGETAHUAN

 Darimanakah hakikat pengetahuan itu?


1. Realisme; pengetahuan manusia riil
adanya dari kehidupan.
2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat
dalam dunia riil melainkan hanya dalam
dunia konsep ideal atau dunia ide-ide.

73
Dari manakah sumber
pengetahuan manusia?
1. Rasionalisme; sumber pengetahuan
berasal dari rasio (akal) manusia.
2. Empirisme; sumber pengetahuan
adalah indra manusia (empiri)
3. Kritisisme/transidentalisme;
pengetahuan manusia bersumber dari
luar diri manusia, yaitu Tuhan.

74
PENGETAHUAN SEBAGAI DASAR
TEORITIS YANG MELAHIRKAN
PENGETAHUAN ILMIAH
 CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH:
 1. Jenis sasaran
 2. Bentuk-bentuk pernyataan
 3. Ragam-ragam proposisi
 4. Ciri-ciri pokok
 5. Pembagian sistematis

75
Lanjutan

Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:


 Objek material; fenomena di dunia
ini yang ditelaah oleh ilmu
 Objek formal; pusat perhatian
penelaahan ilmuwan terhadap
fenomena itu.

76
lanjutan
OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH
DIKELOMPOKAN MENJADI 6:
 IDE ABSTRAK
 BENDA FISIK
 JASAD HIDUP
 GEJALA ROHANI
 PERISTIWA SOSIAL
 PROSES TANDA
77
OBJEK MATERIAL

KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG,


INGATAN DST

DITELAAH BERDASARKAN OBJEK FORMAL

78
TELAAH OBJEK FORMAL

 BIOLOGI
MANUSIA  PSIKOLOGI
 FILSAFAT KODRATI

OBJEK TELAAH
FORMAL

79
SEPERTI APA BENTUK
PENGETAHUAN ILMIAH
ITU?
1. DESKRIPTIF
• ANATOMI
•GEOGRAFI

•UKURAN
2. PRESKRIPSI •AZAS-AZAS
•PETUNJUK
•PROSEDUR
80
LANJUTAN

 SOSIOLOGI
 POLA-POLA
3. EKSPOSISI POLA
BUDAYA
 ANTROPOLOGI
 PERKEMBANGAN
BUDAYA

81
LANJUTAN

4. REKONTRUKSI
HISTORIS

 HISTORIOGRAFI
 PURBAKALA
 PALEONTOLOGI

82
PROPOSISI ILMU
PENGETAHUAN
 MENGANDUNG
KEBENARAN UMUM
BERDASARKAN
FAKTA YANG
1. AZAS ILMIAH TELAH DIAMATI

ILMU SOSIAL
83
LANJUTAN
2. KAIDAH ILMIAH

 Mengungkapkan
keajegan atau hubungan
tertib yang dapat
diperiksa kebenarannya
diantara fenomena
secara umum berlaku
pula untuk berbagai
fenomena yang sejenis.
 Boyle, Newton, Pascal

84
LANJUTAN
3. TEORI ILMIAH  Teori Darwin
 Kemampuan
proposisi yang
saling berkaitan
secara logis untuk
memberi penjelasan
mengenai Kau lahir dariku
sejumlah fenomena. bodoh

85
lanjutan

 Teori; sekumpulam proposisi yang


mencakup konsep-konsep tertentu
yang saling berhubungan

86
APA MANFAAT DAN PERANAN
TEORI?

 Mensistematiskan dan menyususn data


maupun pemikiran tentang data sehingga
tercapai pertalian yang logis diantara
aneka data yang semula kacau balau.
Jadi teori berfungsi sebagai kerangka,
pedoman, bagan sistematisasi atau
sistem acuan.

87
lanjutan

 Memberikan skema atau rencana


sementara mengenai medan yang
semula belum dipetakan sehingga
terdapat suatu orientasi
 Menunjukkan atau menyarankan arah-
arah untuk penyelidikan lebih lanjut.

88
PEMBAGIAN ILMU
PENGETAHUAN
 Ilmu Pengetahuan dibedakan atas:
1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science);
membahas hubungan manusia sebagai
makhluk sosial.
a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang
mempelajari proses mental dan tingkah laku.
b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses
latihan yang terarah dan sistematis meneju
ke suatu tujuan.

89
Lanjutan
c. Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang
pempelajari asal-usul dan perkembangan
jasmani, sosial, kebudayaan serta tingkah
laku manusia.
d. Etnologi; studi antropologi dari aspek
sistem sosio ekonomi dan pewarisan
kebudayaan terutama keaslian,
perkembangan dan perubuhan dalam
masyarakat primitif.

90
Lanjutan

e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa –


peristiwa yang telah terjadi pada suatu
bangsa, negara atau individu.
f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang
berhubungan dengan produksi, tukar
menukar barang produksi, pengelolaan
dalam lingkup rumah tangga,
perusahaan atau negara.
91
Lanjutan

g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial,


terutama asal-usul organisasi, institusi dan
perkembangan masyarakat manusia.
2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas
alam semesta dengan segala isinya, ilmu ini
terbagi atas:
a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda
mati dari aspek wujud dengan perubahan yang
bersifat sementara.
92
lanjutan
b. Kimia (chemistry); mempelajari benda hidup
dan tidak hidup dari aspek susunan materi dan
perubahan-perubahan yang bersifat tetap;
Kimia secara garis besar dibagi menjadi:
 Kimia anorganik
 Kimia organik
c. Biologi (biological science); ilmu pengetahuan
yang mempelajari makhluk hidup dan gejala-
gejalanya.

93
lanjutan

 Cabang-cabang biologi:
1. Botani; mempelajari seluk beluk
tumbuhan
2. Zoologi; mempelajari hewan
3. Anatomi; mempelajari strukur dalam
makhluk hidup
4. Fisiologi; studi tentang fungsi tubuh

94
5. Sitologi; studi tentang sel secara
mendalam
6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh
atau organ makhluk hidup
7. Palaentologi:studi tentang makhluk
masa lampau yang kebanyakan
hanya berupa fosil
95
lanjutan
3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa
(earth science and space)
a. Geologi; studi tentang struktur bumi
 Petrologi membahas batu-batuan
 Vulkanologi, membahas gempa bumi
 Mineralogi, membahas bahan
mineral/bahan galian
 Kristalografi, membahas bentuk-bentuk
kristal dari mineral.
96
lanjutan

b. Astronomi; suatu ilmu pengetahuan


yang membahas benda-benda ruang
angkasa dan alam semesta.
b. Geografi; ilmu pengetahuan tentang
muka bumi dan produk ekonomi
sehubungan dengan makhluk hidup
terutama manusia.

97
ILMU PENGETAHUAN
BERDASARKAN KURUN
WAKTUNYA
 ILMU PENGETAHUAN
KONVENSIONAL

 ILMU PENGETAHUAN MODERN

98
Lanjutan

 Ilmu penetahuan konvensional


mengedepankan mitos, daripada logos.
 Ilmu pengetahuan modern
mengutamakan rasio, akal sehingga
segala sesuatu harus bersifat rasional.
Mengedepankan logos daripada mitos.

99
PERKEMBANGAN
PENGETAHUAN MODERN
 Konsep atau teori Pengetahuan modern
berkembang berabad-abad, sejak manusia
mempelajari alam semesta. Thales sebagai
Bapak ilmu pengetahuan, Aristoteles,
Scorattes sampai ke generasi Newton.

Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan


terus berkembang hingga melahirkan teori-
teori dan wujud untuk kepentingan umat
manusia.
100
lanjutan

Berdasarkan pemikiran manusia


pengetahuan terus berkembang hingga
melahirkan teori-teori dan wujud untuk
kepentingan umat manusia.

101
lanjutan

 Aristoteles berpendapat, berdasarkan


pengamatan bebnda-benda hidup itu
mungkin dapat timbul dari benda tak
hidup. Contoh cacing berasal dari
lumpur, ulat berasal dari daging yang
membusuk dan lain lain.

102
ILMU PENGETAHUAN
ABAD KE-13
 TOKOH; NIKOLAS KOPERNIKUS
Berkebangsaan Polandia yang
mencetuskan revolusi dunia ilmu.
Teorinya menyatakan bahwa matahari
merupakan pusat tata surya yang diedari
oleh bumi serta planet lainnya.

103
ILMU PENGETAHUAN
ABAD KE-16
 TOKOH; SIR ISAAC NEWTON
Berkebangsaan Inggris yang
mencetuskan hukum gravitasi
bumi,pencipta teleskop cermin.
Teorinya sangat mempengaruhi alam
pikiran abad-18

104
lanjutan

 Perkembangan ilmu pengetahuan abad


18, 19 melahirkan ilmu ilmu yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan umat
manusia.
 Thomas Alpha Edison, dengan lampu
listriknya
 Albert Enstain dengan teori atomnya

105
PUNCAK PENGETAHUAN
DI ABAD 20
 Para ilmuwan memanfatkan materi dan
energi. Materi merupakan benda
sedangkan energi yang memiliki
kekuatan.
 Materi merupakan benda-benda hasil
olahan

106
lanjutan

 Dalam kehidupan modrn penggunaan


energi semakin meluas.
 Energi berwujud dalam berbagai bentuk;
cahaya, kimia, panas, gerak, nuklir dan
sebagainya.

107
TERIMA KASIH
SELAMAT BELAJAR

108
REFERENSI

 Nasution, HB. 2001. Filsafat Umum.


Jakarta :Gaya Media Pratama
 Haryono Imam. 1994. Filsafat Ilmu
Pengetahuan. Jakarta : Gramedia
 The Lian Gie. 1991. Pengantar Filsafat
Ilmu. Yogyakarta : Liberty

109
110
Bab 3

Filsafat dan Ilmu dalam Sejarah

111
Orientasi Sejarah

Hubungan Sejarah
• Filsafat dan ilmu di dalam filsafat ilmu berhubungan dengan sejarah barat
• Berpusat di Eropa, terutama Eropa Barat

Pembabakan Sejarah
• Sejarah dibagi ke dalam sejumlah babak, dari zaman dahulu sampai
sekarang
• Pembabakan sejarah mengikuti pembabakan yang lazim di sejarah Eropa

Filsafat dan Ilmu


• Di dalam sejarah ini, filsafat dan ilmu tidak diuraikan secara terpisah

112
Pembabakan Zaman

 Zaman Kuno
sebelum abad ke-5 sM
 Zaman Yunani Kuno
abad ke-5 sM sampai abad ke-1 sM
 Zaman Romawi
abad ke-1 sM sampai abad ke-5
 Zaman Gelap (Dark Ages)
abad ke-5 sampai abad ke-10
 Zaman Pertengahan (Medieval)
abad ke-10 sampai abad ke-15
 Zaman Kebangkitan (Rennaissance)
abad ke-15 sampai abad ke-18
 Zaman Modern
abad ke-18 sampai sekarang

113
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Keteraturan Alam (Louis de Broglie)


• Gembala Chaldea di Mesopotamia memperhatikan gejala di langit
terutama di malam hari
• Gerak benda langit teratur sehingga mereka yakin akan keteraturan
alam
• Muncul pengetahuan astronomi termasuk kalender bulan dan muncul
ilmu
• Mereka juga mengenal musim, sehingga satu tahun terdiri atas 12
bulan (tidak tepat)

Keteraturan Alam (Dennis Gabor)


• Manusia percaya bahwa ada keteraturan pada dasar gelaja alam
• Keteraturan ini layak dinyatakan melalui logika
• Kepercayaan ini melahirkan ilmu

114
THE HISTORY OF SCIENCE
On the simplest level, science is knowledge of the world of nature.
There are many regularities in nature that mankind has had to
recognize for survival since the emergence of Homo Sapiens as a
species. The Sun and the Moon periodically repeat their movements.
Some motions, like the daily “motions” of the Sun, are simple to
observe; others, like the annual “motion” of the Sun, are far more
difficult. Both motions correlate with important terrestial events. Day
and night provide the basic rhythm of human existence; the seasons
determine the migration of animals upon which human depended for
millennia for survival. With the invention of agriculture, the seasons
became even more crucial, for failure to recognize the proper time for
planting could lead to starvation. Science defined simply as knowledge
of natural processes is universal among mankind, and it has existed
since the dawn of human existence.
The mere recognition of regularities does not exhaust the full
meaning, however. In the first place, regularities may be simply
constructs of the human mind. Humans leap to conclusions; the mind
cannot tolerate chaos, so it constructs regularities even when none
objectively exists. Thus, for example, one of the

115
astronomical “laws” of the Middle Ages was that the appearance of
comets presaged a great upheaval, as the Norman Conquest of Britain
followed the comet of 1066. True regularities must be established by
detached examinations of data. Science, therefore, must employ a
certain degree of skepticism to prevent premature generalization.
Regularities, even when expressed mathematically as laws of
nature, are not fully satisfactory to everyone. Some insist that genuine
understanding demand explanations of the causes of the laws, but it is
in the realm of causation that there is the greatest disagreement.
Modern quantum mechanics, for example, has given up the quest for
causation and today rests only on mathematical expression . Modern
biology, on the other hand, thrives on causal chains that permit the
understanding of physiological and evolutionary processes in terms of
the physical activities of entities such as molecules, cells, and
organism. But even if causation and explanation are admitted as
necessary, there is little argument on the kinds of causes that are
permissible, or possible in science. If the history of science is to make
any sense whatsoever it is necessary to deal with the past on its own
terms, and the fact in that for most of the history of science natural
philosophers appealed to causes that

116
would be summarily rejected by modern scientists. Spiritual and divine
forces were accepted as both real and necessary until the end of 18 th
century and, in areas such as biology, deep into the 19 th century as
well.
Certain conventions governed the appeal to God or the gods or the
spirits, it was held, could not be completely arbitrary in their actions;
otherwise the proper response would be propitiation, not rational
investigation. But since the deity or deities were themselves rational, or
bound by rational principles, it was possible for humans to uncover the
rational order of the world. Faith in the world could actually stimulate
original scientific work. Kepler’s laws, Newton’s absolute space, and
Einstein’s rejection of the probabilistic nature of quantum mechanics
were all based on theological, not scientific, assumptions. For sensitive
interpreters of phenomena, the ultimate intelligibility of nature has
seemed to demand some rational guiding spirit. A notable expression
on this idea is Einstein’s statement that the wonder is not that mankind
comprehends the world, but that the world is comprehensible.
Science, then is to be considered in this article as knowledge of
natural regularities that is subjected to some degree of skeptical vigour
and explained by rati-
117
onal causes. One final caution is necessary. Nature is known only
through the senses, of which sight, touch, and hearing are the
dominant ones, and the human notion of reality is skewed toward
objects of these senses. The invention of such instruments as the
telescope, the microscope, and the Geiger counter has brought an
ever-increasing range of phenomena with the scope of the senses.
Thus, scientific knowledge of the world is only partial, and progress
of science follows the ability of humans to make phenomena
perceivable.

118
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Keteraturan Alam (di Mesir Kuno)


• Sungai Nil banjir setiap tahun secara teratur menghapus batas
tanah sehingga lahir ilmu ukur untuk menemukan kembali batas itu
• Ilmu ukur digunakan juga untuk membuat piramida
• Secara teratur, gerak naik bintang sothis (sirius) sinkron dengan
siklus banjir sungai Nil, dan berlangsung setahun sekali
• Muncul pengetahuan astronomi dan kalender matahari di samping
kalender bulan

Keteraturan Alam (di Yunani Kuno)


• Pengetahuan dari Mesopotamia dan Mesir Kuno masuk ke Yunani
Kuno

119
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Keteraturan Alam (di Romawi Kuno)


• Sebelum Romawi menjadi negara adikuasa (abad ke-1 sM), mereka
juga menerima kalender dari Yunani Kuno
• Romawi menyusun kalender matahari yang berubah-ubah yang
kemudian distandardisasi oleh Julius Ceaser
• Kalender inilah yang kemudian menjadi kalender internasional yang
kita pergunakan sekarang (disempurnakan oleh Paus Gregorius)

Keteraturan Alam (Kalender)


• Salah satu pengetahuan astronomi (mungkin tertua) yang
dilahirkan oleh keteraturan alam adalah kalender
• Di samping astronomi, muncul pula pengetahuan lain yang
dikenal sebagai astrologi

120
LUNAR CALENDAR

Any dating system based on a year consisting of synodic months


—i.e. complete cycles of phases of the Moon. In every solar year (or year
of the seasons), there are about 12.37 synodic months. Therefore, if a
lunar-year calendar is to be kept in step with the seasonal year, a periodic
intercalation (addition) of days is necessary.
The Sumerians were probably the first to develop a calendar
based entirely on the recurrence of lunar phases. Each Sumero-
Babylonian month began on the first day of visibility of the new Moon.
Although an intercalary month was used periodically, intercalations were
haphazard, inserted when the royal astrologers realized that the calendar
had fallen severely out of step with the seasons. Starting about 380 BC,
however, fixed rules regarding intercalations were established, providing
for the distribution of seven intercalary months at designated intervals over
19-year periods. Greek astronomers also devised rules for intercalations
to coordinate the lunar and solar years. It is likely that the Roman
republican calendar was based on the lunar calendar of the Greeks.

121
Lunar calendars remain in use among certain religious groups
today. The Jewish calendar, which supposedly dates from 3,760 and
three months before the Christian Era (BCE) is one example. The
Jewish religious year begins in autumn and consists of 12 months
alternating between 30 and 29 days. It allows for a periodic leap year
and an intercalary month. Another lunar calendar, the Muslim, dates
from the Hegira—July 15, AD 622, the day on which sthe prophet
Muhammad began his migration from Mecca to Medina. It makes no
effort to keep calendric and seasonal years together.

SOLAR CALENDAR
Any dating system based on the seasonal year of approximately
365¼ days, the time it takes the earth to revolve once around the Sun.
The Egyptians appear to have been the first to develop a solar calendar,
using as a fixed point the annual sunrise reappearance of the Dog Star
—Sirius, or Sothis--in the eastern sky, which coincided with the annual
flooding of the Nile. They constructed a calendar of 365 days, consisting
of 12

122
months of 30 days each, with a 5 days added at the year’s end. The
Egyptian’s failure to account for the extra fraction of a day,
however, caused their calendar to drift gradually into error.
Ptolemy III Euergetes of Egypt, in the Decree of Canopus
(237 BC), introduced an extra day every four years to the basic
365-day calendar (this practice also having been introduced in the
Seleucid calendar adopted in 312 BC). In the Roman Republic,
Julius Ceaser in 45 BC replaced the confused Roman Republican
calendar. Which probably was based on the lunar calendar of the
Greeks, with the Julian calendar. The Julian calendar assigned 30
or 31 days to 11 months but fewer to February; it allowed for a leap
year every four years. The Julian calendar, however, made the
solar year slightly too long by adding a full quarter of day annually—
the solar year actually runs 365.2422 days. By mid-16th century the
extra time had resulted in an accumulated error of about 10 days.
To correct this error, Pope Gregory XIII instituted the Gregorian
calendar in 1582, dropping October 5-14 that year and omitting leap
years when they fell on centurial years not divisible by 400—e.g.,
1700, 1800, 1900.

123
 Penanggalan Romawi mula-mula hanya 10 bulan, dari Martius sampai December. Oleh
kaisar Romawi ke-2, ditambah 2 bulan pada musim dingin sehingga menjadi

Martius
Aprilis
Maius
Junius
Quintilis (Julius)
Sextilis (Augustus)
September
October
November
December
Januarius
Februarius

Karena ada upacara pada bulan Januarius, maka kemudian awal tahun digeser ke
Januarius

124
Pada tahun ke-45 sebelum Masehi, penanggalan Romawai cukup
kacau. Julius Ceaser minta Sosigenes membenahi kalender.

Dasar pembenahan adalah 365 ¼ hari setahun sehingga setahun


365 hari dan interkalasi 4 tahun sekali dengan 366 hari. Dimulai tahun
44 sebelum Masehi sehingga tahun 45 sM menjadi 400 hari lebih.

Senat menghormati Julius Ceaser dan mengganti Quintilis menjadi


Julius. Pada tahun 4 sM, Senat menghormati Augustus Ceaser dan
mengganti Sextilis menjadi Augustus. Bulan Julius dan Augustus
dibuat sama 31 hari.

Ternyata setahun mengandung 365 ¼ hari kurang sedikit sehingga


kelebihan. Pada abad ke-16 kelebihan sampai 10 hari. Agar cocok
pada tahun 1527, 10 hari itu dihilangkan pada bulan Oktober (tanggal
5 lompat ke 15) dan selanjutnya setiap 400 tahun dikurangi 3 hari
pada tahun ratusan.

125
 Penanggalan

 Masehi : 1 – 1 – 2000
 Hijrah : 24 Ramadhan 1420
 Jawa : 24 Pasa 1932
 Yahudi : 5761
 Koptik : 1717
 Ethiopia : 1993
 Persia : 1379
 Hindu : 5101
 Konghucu : 25 – 11 – 2550
 Jepang : 1 – 1 – 2660
 Romawi : 2753
 Thailand : 1 – 1 - 2543

126
 TANGGAL JULIAN DI DALAM KOMPUTER
 Oleh Dali S. Naga
 Abstract. Database management systems uses Julian date in calculating calendar days. To understand Julian date, we have to trace it into the history of our calendar. Our calendar is based on the movement of the moon and the sun. Intercalations and cycles are needed to come back to the previous
positions of the moon and the sun. One of the intercalation and system of cycle is Julian date. Julian date begins from 1 January 4713, B.C.
 Di dalam komputer, seperti pada program manajemen basis data, tanggal yang digunakan adalah tanggal Julian. Apa sebenarnya tanggal Julian itu? Untuk itu, kita perlu menelaah sejarah kalender yang sekarang kita gunakan. Namun, sebelumnya, kita perlu membedakan dua hal yakni kalender dan
era. Tanggal kita 2 April, hari Rabu, jam 12.00 adalah kalender, tetapi tahun kita 2003 adalah era. Gabungan mereka, kalender dan era Masehi menghasilkan tanggal 2 April 2003.
 Era Masehi
 Era yang digunakan pada penanggalan kita adalah era Masehi, di samping era lain seperti era Hijrah, era Saka, dan era Konghucu. Era Masehi dihitung sejak kelahiran Yesus. Sekalipun demikian, pada waktu kelahiran Yesus, belum ada era Masehi. Era Masehi baru kemudian disusun dan diusulkan
oleh seorang rahib bernama Denys le Petit pada tahun 532 Masehi. Pada waktu itu, Denys mencoba menghitung mundur untuk menemukan tanggal lahir Yesus. Menurut hasil hitung Denys, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, 532 tahun lalu. Dengan demikian, Denys menetapkan bahwa era Masehi dimulai pada hari
Sabtu, tanggal 1 Januari 532 tahun sebelumnya.
 Walaupun Denys le Petit telah menciptakan era Masehi pada tahun 532, namun era Masehi baru dipakai di Barat setelah tiga atau empat abad kemudian. Dengan demikian, era Masehi baru ada di dalam pemakaian pada abad ke-9 atau ke-10. Sebelum abad ke-9 atau ke-10, belum ada penggunaan era
Masehi. Selanjutnya, era Masehi tidak mengenal tahun 0. Di dalam perhitungan mundur, hanya ada tahun 1 Masehi dan tahun 1 sebelum Masehi.
 Kalender
 Kini kita beralih ke kalender. Di dalam kalender, kita mengenal hari. Kapan suatu hari dimulai? Ternyata banyak caranya. Ada orang yang menghitungnya sejak subuh ke subuh, ada orang yang menghitungnya sejak senja ke senja, ada orang yang menghitungnya sejak tengah hari ke tengah hari. Orang
Romawi kuno menghitungnya dari tengah malam ke tengah malam. Tradisi Romawi inilah yang kita gunakan sekarang pada kalender kita yakni hari kita dimulai sejak tengah malam ke tengah malam berikutnya.
 Sehari dibagi menjadi 24 jam berasal dari zaman kuno yakni dari zaman Babylonia. Mereka menggunakan bilangan Sumeria yakni bilangan yang berbasis 60. Dari basis 60 inilah ditemukan bilangan 12 yang masing-masing digunakan untuk siang dan untuk malam sehingga sehari menjadi 2 x 12 jam =
24 jam. Hal ini pun diterima di mana-mana. Hari kita pada saat ini juga terdiri atas 2 x 12 jam = 24 jam. Satu jam sebanyak 60 menit dan satu menit sebanyak 60 detik juga berasal dari bilangan berbasis enam puluh (sexagesimal) yang digunakan oleh orang Sumeria.
 Siklus Minggu kita yang 7 hari panjangnya berasal dari Babylonia dan Yahudi. Di Afrika Barat, siklus itu adalah 4 hari; di Asia Tengah dan juga di Jawa dikenal siklus 5 hari; Mesir kuno mengenal siklus 10 hari; dan Romawi kuno mengenal siklus 8 hari. Diduga bahwa siklus 7 hari berasal dari
penanggalan bulan yakni waktu selama seperempat bulan. Pengguaan siklus 7 hari di dalam kalender kita didasarkan atas dekrit Kaisar Constantine I dan dimulai pada tahun 321 dengan hari Minggu sebagai hari pertama. Di dalam dekrit Kaisar Constantine I itu, hari Minggu dinyatakan sebagai hari libur. Dan libur Minggu
itu masih terus kita gunakan sampai sekarang.
 Bulan merupakan satu bagian dari kalender. Perhitungan bulan dilakukan melalui fasa bulan. Perhitungan bulan menimbulkan masalah karena satu bulan terdiri atas 29 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam bulan adalah bulat. Demikian pula dengan tahun. Satu tahun matahari terdiri atas
365 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam setahun adalah bulat. Akibatnya, pada ulang bulan, kedudukan bulan tidak tepat sama seperti kedudukannya pada bulan lalu. Pada ulang tahun, kedudukan matahari tidak tepat sama seperti kedudukannya pada tahun lalu.
 Untuk menyelesaikan masalah sekian jam yang lebih pada setiap bulan dan pada setiap tahun, maka pada bulan dan tahun tertentu diberikan tambahan hari. Hal ini dikenal sebagai interkalasi. Interkalasi merupakan hal yang cukup rumit di dalam kalender. Tidak mudah untuk menemukan interikalasi yang menyebabkan
kedudukan bulan atau matahari tepat kembali sama seperti pada waktu sebelumnya.
 Kalender Romawi
 Kita tinggalkan dulu interkalasi ini dan menengok ke sejarah kalender kita. Kalender kita berasal dari kalender Romawi kuno. Konon kabarnya, kalender Romawi kuno ditetapkan oleh raja pertamanya pada abad ke-7 atau ke-8 sebelum Masehi. Pada ketentuan raja Romulus ini, awal tahun dimulai pada
bulan Martius dan diakhiri pada bulan December (desi = 10). Panjang tahun adalah 10 bulan. Setiap bulan terdiri atas 30 atau 31 hari sehingga di dalam setahun terdapat 304 hari. Setelah itu terdapat celah musim dingin yang tidak ada kalendernya.
 Raja kedua Numa Pompilius membagi celah musim dingin itu menjadi dua bulan yakni bulan Januarius dan Februarius. Dua bulan tambahan sebanyak 50 hari ini diletakkan di akhir tahun sehingga di dalam setahun terdapat 354 hari. Kemudian pada bulan Januarius ditambahkan satu hari lagi sehingga
di dalam setahun terdapat 355 hari.
 Raja kelima Tarquinius Priscus (616 – 579 sM) adalah orang Etruscan. Kalender diubah menjadi kalender republik. Pada kalender republik ini, Februarius 28 hari; Martius, Maius, Julius (waktu itu masih bernama Quintilis), dan October, masing-masing 31 hari; serta Januarius, Aprilis, Junius, Augustus (waktu itu masih
bernama Sextilis), dan December, masing-masing 29 hari. Di dalam setahun terdapat 355 hari. Raja ini juga memindahkan awal tahun ke bulan Januarius namun pada tahun 510 sM, melalui pengusiran orang Estrucan, awal tahun dikembalikan ke bulan Maret.
 Pada setiap akhir tahun, orang Romawi melakukan pembayaran upah. Sering upah berkenaan dengan pekerjaan di dalam musim yang dipengaruhi oleh kedudukan matahari. Namun dengan 355 hari setahun, kedudukan matahari bergeser dari akhir tahun ke akhir tahun. Karena itu orang Romawi menambahkan 22 dan 23
hari selang-seling pada setiap dua tahun, dan tambahan diselipkan di antara tanggal 23 dan 24 Februarius. Dengan demikian, setiap empat tahun terdapat 1465 hari atau rerata di dalam setahun terdapat 366,25 hari.
 Julius Ceaser memanggil Sosigenes untuk membenahi kalender. Sosigenes menggunakan tahun dengan 365,25 hari. Pada tahun 46 sM, Sosigenes menambah 67 hari ke dalam kalender sehingga pada tahun itu terdapat 445 hari. Mulai tahun 45 sM, Romawi menggunakan kalender baru yakni tahun dimulai pada tanggal
1 Januarius. Bulan Januarius, Martius, Maius, Quintilis (Juli), September, November terdiri atas 31 hari. Bulan Aprilis, Junius, Sextilis (Agustus), October, dan December terdiri atas 30 hari. Bulan Februarius terdiri atas 29 hari. Di dalam setahun terdapat 365 hari. Dan setiap empat tahun, di antara tanggal 23 dan 24 Februari
ditambah satu hari.
 Pada tahun 44 sM, Senat Romawi mengusulkan bulan Quintilis diubah menjadi Julius untuk menghormati Julius Caesar serta pada tahun 8 sM, Senat mengusulkan bulan Sextilis diubah menjadi Augustus untuk menghormati Augustus Caesar. Kedua kaisar ini harus sama besarnya sehingga bulan Julius dan Augustus
masing-masing harus terdiri atas 31 hari. Satu hari tambahan pada bulan Agustus diambil dari bulan Februarius sehingga bulan Februarius berkurang menjadi 28 hari. Karena terdapat berturut-turut Julius, Augustus, September sebesar 31 hari, maka diadakan perubahan. Dengan perubahan itu, September dan November
terdiri atas 30 hari serta October dan December menjadi 31 hari. Di dalam setahun terdapat 365 hari. Dan setiap empat tahun, bulan Februarius terdiri atas 29 hari.
 Ternyata penambahan satu hari di dalam empat tahun adalah terlalu banyak. Satu tahun tropis terdiri atas 365,242199 hari sehingga setelah lebih dari 15 abad, kelebihan itu menjadi sepuluh hari. Pada tahun 1582, Paus Gregorius XIII memangkas kalender sebanyak 10 hari sehingga setelah tanggal 4 October, besoknya
menjadi tanggal 15 October. Selain itu, setiap empat abad, dikurangi 3 hari. Pengurangan ini ditempuh dengan menghilangkan tahun kabisat pada tahun ratusan yang tidak habis dibagi empat ratus. Ini berarti tahun 1700, 1800, dan 1900 bukan tahun kabisat tetapi tahun 1600 dan 2000 adalah tahun kabisat.
 Interkalasi dan Tanggal Julian
 Kini kita kembali ke interkalasi. Interkalasi berusaha menambah hari agar keadaan fasa bulan atau kedudukan matahari kembali ke keadaan sebelumnya. Bersama itu muncul bermacam aturan interkalasi, yang satu lebih tepat dari yang lainnya. Waktu di antara interkalasi dikenal sebagai siklus. Dengan demikian, kita
mengenal sejumlah siklus. Selain siklus dua bulanan yang menghasilkan bulan dengan 29 dan 30 hari, kita mengenal juga siklus Sothic setiap empat tahun, yakni tahun kabisat dengan menambah satu hari pada bulan Februari.
 Di Yunani kuno ada siklus octaëteris sepanjang 8 tahun. Ada siklus Metonik (dari Meton, 432 sM) sepanjang 19 tahun. Ada siklus Callippus sepanjang 76 tahun, dan ada siklus Hipparchus sepanjang 304 tahun. Ada juga siklus indiction sepanjang 15 tahun, serta ada siklus dominik sepanjang 28 tahun. Siklus yang dijadikan
judul tulisan ini adalah siklus Julian dan dikenal sebagai tanggal Julian yang digunakan di dalam komputer kita.
 Pada tahun 1583, Joseph Justus Scaliger (1540-1609) mencari siklus yang akurat. Untuk itu, ia menggabungkan siklus Metonik, siklus indiction, dan siklus dominik menjadi satu. Kemudian ia menamakan siklus ini menurut nama ayahnya Julius Caesar Scaliger (1484-1558) sehingga siklus ini dikenal sebagai siklus Julian.
Panjang siklus Julian adalah 19 x 15 x 28 = 7980 tahun. Kemudian ia mencari saat pada masa lampau ketika ketiga siklus ini bertemu. Titik temu itu jatuh pada tahun 4713 sebelum Masehi. Karena itu, tanggal Julian dihitung mulai pada tengah hari, hari Senin, tanggal 1 Januari 4713 sM.
 Tanggal setelah itu dihitung sebagai tanggal Julian. Dengan cara ini, tengah hari tanggal 21 November 1967 adalah tanggal Julian 2.439.816. Dan tengah hari tanggal 2 April 2003 adalah tanggal Julian 2.452.732. Tanggal inilah yang dicatat di dalam program komputer seperti terdapat di dalam program manajemen basis
data. Setelah 7980 tahun, siklus pertama dari siklus Julian akan berakhir. Siklus Julian pertama itu akan berakhir pada tengah hari, hari Senin, tanggal 1 Januari 3268. Sekiranya kita ingin menghitung tahun dengan tahun 4713 sebelum Masehi sebagai tahun 1 maka tahun 2003 ini menjadi tahun 6716.
 Itulah penjelasan tentang tanggal Julian yang digunakan di dalam program komputer ketika komputer menghitung kalender. Ada sejumlah kemudahan yang dihasilkan oleh tanggal Julian ini. Karena tanggal Julian berurutan tanpa terputus, maka perhitungan waktu di antara dua tanggal dapat dihitung dengan mudah. Dua
tanggal berbeda, masing-masing diubah ke dalam tanggal Julian dan selisih di antara kedua tanggal Julian itu merupakan selisih waktu di antara kedua tanggal yang berbeda itu.
 Rumus Konversi Tanggal Julian
 Banyak orang berusaha menyusun rumus untuk mengubah tanggal kita ke dalam tanggal Julian dan sebagainya. Dari rumus itu, dapat dibuat program komputer sehingga konversi tanggal dapat dilakukan melalui program komputer di komputer. Karena tanggal kita menggunakan kalender Paus
Gregorius, maka konversi itu terjadi di antara tanggal Gregorius ke tanggal Julian dan sebaliknya. Di sini, tanggal Gregorius disingkat menjadi TG serta tanggal Julian disingkat menjadi TJ.
 TG mengenal hari (H), bulan (B), dan tahun (TG) sedangkan TJ hanya mengenal hari yang dapat dinyatakan dengan TJ saja. Kalau jam diperhitungkan maka jam dapat dinyatakan dengan J. Dari Scienceworld.Wolfram.com di internet, kita menemukan beberapa rumus konversi. Satu di antaranya adalah
konversi dari TG ke TJ untuk masa tahun 1901 sampai 2099. Untuk jangka waktu di antara tahun-tahun itu, rumus konversi dapat diringkas menjadi sebagai berikut.
 TJ = 367T – INT(7(TG + INT((M + 9)/12))/4) + INT (275B/9) + 17210132,5 + J/24
 Angka setengah pada 17210132,5 muncul karena TG menghitung hari dari tengah malam sedangkan TJ menghitungnya dari tengah hari.
 Dalam bentuk program komputer, konversi itu dapat diturunkan dari bentuk berikut ini.
 Dari TG ke TJ
 Z = 0,99999
 W = INT((B – 14)/12 + Z)
 TJ = INT(1461 x (TG + 4800 + W)/4)
 M = 367 x (B – 2 – W/12)/12
 Jika M < 0 maka B = B + Z
 M = INT(M)
 TJ = TJ + M
 M = INT(INT(3 x (TG + 4900 + W)/100/4)
 TJ = TJ + H – 32075 – M
 Dari TJ ke TG
 W = TJ + 68569
 R = INT(4 x W/146097)
 W = W – INT((146097 x R + 3)/4)
 TG = INT(4000 x (W + 1)/1461001
 W = W – INT(1461 x TG/4) + 31
 B = INT(80 x W/2447)
 H = W – INT(2447 x B)/80)
 W = INT(B/11)
 B = B + 2 – 12 x W
 TG = 100 x (R – 49) + TG + W
 TG adalah hari (H), bulan (B), tahun (TG)
 Dengan rumus dan program ini, kita dapat melakukan konversi dua arah, dari tanggal Gregorius ke tanggal Julian serta dari tanggal Julian ke tanggal Gregorius. Satu hal yang perlu kita perhatikan yakni jam dimulainya suatu tanggal. Pada tanggal Gregorius, awal hari dimulai pada tengah malam
sedangkan pada tanggal Julian, awal hari dimulai pada tengah hari.
 Daftar Bacaan
 Encyclopedia Americana
 The Encyclopedia Britannica
 Rugg, Tom and Phil Feldman. 32 Basic Programs for the Apple Computer. Beaverton, Oregon: Dilithium Press, 1981
 Wolfram. http://scienceworld.wolfram.com/astronomy/JulianDate.html

127
128
129
 Tanggal Julian (tahun 1583 oleh Joseph Justus Scaliger)

 Menggabungkan tiga siklus interkalasi

 19 x 15 x 28 = 7980 tahun

 Titik temu terakhir pada tahun 4713 sM

 Patokan tanggaln Julian 1 Januari 4713 sM sebagai tanggal 1


(dimulai tengah hari)

 2 Oktober 2004 = 2 454 178

130
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Keteraturan Alam (Ramuan Bahan)


• Keteraturan alam lainnya terdapat pada ramuan bahan (material,
logam, obat)
• Mereka menjadi ilmu bahan dan farmasi
• Di samping ilmu bahan dan farmasi, terdapat pula ramuan
bercampur kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai alkemi

Keteraturan Alam (Pengobatan)


• Keteraturan alam juga terdapat pada pengobatan orang sakit
• Mereka menjadi tabib dan dukun
• Di samping itu, terdapat pula kepercayaan dan mistik yang dikenal
sebagai tenung

131
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Keteraturan Alam (Pertukangan)


• Keteraturan alam lainnya adalah pembuatan alat
• Mereka dikenal sebagai pertukangan
• Salah satu kegiatan arkeologi adalah mencari karya pertukangan
pada zaman purbakala

Tenung
• Merupakan kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan atau
menyakitkan orang
• Sekalipun tidak ada dasar ilmiahnya, sampai sekarang pun,
kalangan tertentu masih percaya akan kekuatan tenung (guna-
guna)

132
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM
Astrologi
• Di samping astronomi, muncul juga pengetahuan lain yang dikenal
sebagai astrologi
• Menurut astrologi, dunia bintang-bintang adalah makrokosmos dan
dunia manusia adalah mikrokosmos
• Mikrokosmos adalah refleksi dari makrokosmos sehingga nasib
manusia dapat diramal dari gejala bintang-bintang di langit
• Jam dan tanggal lahir menjadi patokan untuk ramalan nasib manusia

Peranan Astrologi
• Peranan astrologi melampau batas zaman kuno
• Sampai sekarang pun masih muncul ramalan astrologi di dalam
majalah

133
ASTROLOGY

Astrology is the type of divination that consists in interpreting the


influence of planets and the stars on earthly affairs in order ot predict
the destinies of individuals, groups, or nations. At times regarded as
science, astrology has exerted an extensive or a peripheral influence
in many civilizations, both ancient and modern. Astrology has also
been defined as a pseudoscience and considered to diametrically
opposed to the theories and findings of modern science.
Astrology originated in Mesopotamia, perhaps in the 3rd millenium
BC, but attained its full development in the Western world much later,
within the orbit of Greek civilization of the Hellenistic period. It spread
to India in its older Mesopotamian form. Islamic culture absorbed it as
part of the Greek heritage; and in the Middle Ages, when Western
Europe was strongly affected by Islamic science, European astrology
also felt the influence of the Orient.
The Egyptian also contributed though less

134
directly, to the rise of astrology. They constructed a calendar, containing
12 months of 30 days each with five days added at the end of the year,
that was subsequently taken over by the Greeks as a standard of
reference for astronomical observations. In order that the starry sky
might serve them as a clock, the Egyptians selected a successian of 36
bright stars whose risings were separated from each other by intervals
of 10 days. Each of these stars, called decans by Latin writers, was
conceived of as a spirit with power over the period of time for which it
served; they later centered the zodiac as subdivisions of its 12 signs.
In pre-Imperial China, the belief in an intelligible cosmic order,
comprehended aspects of which would permit influences on correlated
incomprehended aspects, found expression in correlation charts that
juxtaposed natural phenomena with the activities and the fate of man.
The transition from the belief to a truly astrological belief in the direct
influence of the stars on human affairs was slow, and numerous
systems of observation and strains of lore developed. When Western
astronomy and astrology became known in China through Arabic
influence in

135
Mongol times, their data were also integrated into the Chinese
astrological corpus. In the later centuries of Imperial China it was
universal practice to have a horoscope case for each newborn child
and at all decisive junctures in life.
Once established in the classical world, the astrological
conception of causation invaded the sciences; particularly medicine
and allied disciplines. The Stoics, espousing the doctrine of a universal
“sympathy’ linking microcosm of man with the macrocosm of nature,
found in astrology a virtual map of such a universe.
Greek astrology was slow to be absorbed by the Romans, who
had their own native methods of divination, but by the times of
Augustus, the art had resumed its original role as a royal prerogative.
Attempts to stress its influence on the populace met repeatedly with
failure.
Throughout pagan antiquity the words astronomy and astrology
had been synonymous; in the first Christian centuries the modern
distinction between astronomy, the science of stars, began to appear.
As against the omnipotence of the stars, Christianity

136
taught the omnipotence of their Creator. To the determinism of
astrology Christianity opposed the freedom of the will. But within
these limits the astrological worldview was accepted. To reject it
would have been to reject the whole heritage of classical culture,
which had assumed an astrological complexion. Even at the centre of
Christian history, Persian magi were reported to have followed a
celestial omen to the scene of the Nativity.
Although various Christian councils condemned astrology the
belief in the worldview it implies was not seriously shaken. In the late
European Middle Ages, a number of universities, among them Paris,
Padua, Bologna, and Florence, had chairs of astrology. The revival
of ancient studies by the humanists only encouraged this interest,
which persisted into the Renaissance and even into the Reformation.
It was Copernican revolution of the 16th century that dealt
with the geocentric worldview of astrology its shattering blow. As a
popular pastime or superstition, however, astrology continued into
modern times to engage the attention of millions of people.

137
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Alkemi
• Di samping ramuan bahan secara alamiah, muncul kepercayaan
dan mistik berkenaan dengan ramuan bahan itu
• Ramuan dengan kepercayaan seperti ini dikenal sebagai alkemi
• Alkemi bertujuan untuk membuat emas dari bahan murah serta
membuat obat panjang umur yang membuat orang tidak mati
• Ada alkemi yang hanya rajin menulis melalui sandi rahasia serta
ada alkemi yang rajin meramu bahan

Peranan Alkemi
• Peranan alkemi melampaui batas zaman kuno
• Mereka baru hilang pada zaman modern (abad ke-18 dan ke-19)

138
Zaman Kuno
Sebelum Abad ke-5 sM

Asas Determinisme Universal


• Ada keteraturan alam yang ditemukan oleh manusia
• Ada kepastian tentang keteraturan alam itu
• Mereka menjadi suatu asas yakni asas determinisme universal
• Asas ini dikenal sejak Zaman Kuno dan terus berlangsung sampai
sekarrang
• Asas determinisme universal menjadi dasar untuk menemukan dan
mengembangkan ilmu

Asas Indeterminisme
• Dikenal sebagai uncertainty principle, ditemukan oleh Heisenberg
pada tahun 1928
• Bertentangan dengan asas determinisme universal, tetapi hanya
berlaku di fisika partikel subatomik dan dalam ukuran yang sangat
kecil

139
Zaman Yunani Kuno
5 sM sampai 1 sM

Kebudayaan Yunani
• Zaman ini merupakan zaman emas Yunani Kuno
• Budaya berkembang ke arah kecendekiaan
• Sekalipun Yunani Kuno mengenal dewa dan dewi, pemikiran
mereka tidak melibatkan dewa dewi itu
• Di zaman itu lahir filsafat dan demokrasi dan sangat berpengaruh
terhadap kebudayaan barat sampai sekarang

Babakan
• Zaman pra-Sokrates
• Zaman Sokrates
• Zaman pasca-Sokrates

140
Zaman Yunani Kuno
5 sM sampai 1 sM
Zaman Pra-Sokrates
• Ada tiga pemikiran besar pada zaman itu yang dibicarakan di sini:
• Unsur dasar pembentuk alam dan bentuk alam
• Alam tunggal dan alam jamak
• Realitas bilangan

Zaman Sokrates (Sokrates, Plato, Aristoteles)


• Dialog
• Metafisika dan epistemologi
• Logika
• Etika dan estetika

Zaman Pasca-Sokrates
• Stoik, Epikurus, Cynics, dan Skeptik

141
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam

Unsur Dasar Alam


• Menurut Thales dari Miletus (± 624 sM - ± 546 sM) adalah air
• Menurut Anaximenes (± 570 sM - ± 500 sM) adalah udara
• Menurut Xenophanes (± 570 sM - ± 480 sM) adalah tanah
• Menurut Heraklitus (± 540 sM - ± 475 sM) adalah api
• Menurut Empedokles (± 490 sM - ± 430 sM) adalah kombinasi
dari air, udara, tanah, dan api

Sifat Dasar Unsur


• panas dan dingin
• kering dan basah

142
THALES OF MILETUS

Thales of Miletus (fl. 6th century BC), philosopher remembered for


his cosmology based on water as the essence of all matter.
According to the Greek thinker Apollodorus, he was born in 624;
the Greek historian Diogenes Laeritus placed his death in the 58 th
Olympiad (548-545) at the age of 78.
No writings by Thales survive, and no contemporary sources exist;
thus, his achievement are difficult to assess. Inclusion of his
name in the canon of legendary Seven Wise Men led to his
idealization, and numerous acts and sayings, many of them no
doubt spurious, were attributed to him. According to Herodotus,
Thales was a practical statesman who advocated the federation of
Ionian cities of the Aegian region. The Greek scholar Callimachus
recorded a traditional belief that Thales advised navigators to
steer by the Little Bear (Ursa Minor) rather than by the Great Bear
(Ursa Major), both prominent constellation in the north.

143
He is also said to have used his knowledge of geometry to measure
the Egyptian pyramids and to calculate the distance from the shore of
ships at sea. Although such stories are probably apocryphal, they
illustrate Thales’ reputation. The Greek writer Xenophanes claimed
that Thales predicted the solar eclipse that stopped the battle
between the Lydian Alyattes and the Median Cyaxares, evidently on
May 48, 585. Modern scholars believe, however, that he could not
possibly have had the knowledge to predict accurately either the
locality or the character of an eclipse. Thus, his feat was apparently
isolated and only approximate; Herodotus spoke of his foretelling the
year only. That the eclipse was nearly total and occurred during a
crucial battle probably contributed considerably to his exaggerated
reputation as an astronomer.
In geometry Thales has been credited with the discovery of
five theorems: (1) that a circle is bisected by its diameter, (2) that
angles at the base of a triangle having two sides of equal length are
equal, (3) the opposite angles of intersecting straight lines are equal,
(4) that the angle inscribed in a semicircle is a right angle, and (5)
that a triangle is determined if its base and the angles relative to the
base are given. His mathematical achievements are difficult o
assess, however, because of the ancient practice of crediting
particular discoveries to men with a general reputation for wisdom.
144
The claim that Thales was the founder of a European
philosophy rests primarily on Aristotle, who wrote that Thales was
the first to suggest a single material substratum for the universe—
namely, water, or moisture. Even though Thales as philosopher
renounced mythology, his choice of water as the fundamental
building block of matter had its precedent in tradition. A likely
consideration in this choice was the seeming motion that water
exhibits, as seen in its ability to become vapour; for what changes
or moves itself was thought by the Greeks to be close to life itself.
To Thales the entire universe is a living organism, nourished by
exhalations from water.
Thales’ significance lies in his choice of water as the
essential substance than in his attempt to explain nature by the
simplification of phenomena and in his search for causes within
nature itself rather than in the caprices of anthropomorphic gods.
Like his successors Anaximander and Anaximenes, Thales is
important in bridging the worlds of myth and reason.
145
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam

Letak Unsur
• Tanah
di tengah alam, benda jatuh karena kembali ke letak asal
• Air
di tepi tanah, air keluar dari tanah melalui mata air karena kembali ke letak
asal
• udara
di tepi air, udara di dalam air bergelembung naik karena kembali ke letak asal
• api
di tepi udara, dalam bentuk kilat di langit

• Unsur kelima (quintessential)


unsur pembentuk benda langit, unsur sempurna

146
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam

Sifat Unsur
tanah kering dingin
air basah dingin
udara basah panas
api kering panas

Benda
Benda merupakan kombinasi dari keempat unsur beserta sifat mereka

Asumsi
Unsur alam beserta sifatnya ini dijadikan asumsi di dalam
pengetahuan kemudian

147
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam

U n s u r d as ar p e m b en tu k alam d an s ifat m erek a

quintessential (unsur kelim a)

api (kering dan panas)

udara (basah dan panas)

air (basah dan dingin)

tanah (kering dan dingin)

148
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Unsur Alam

Bentuk Alam
• Menurut Anaximander (± 610 sM - ± 546 sM) dari Miletus langit berentuk
bola serta permukaan bumi melengkung dan berbentuk silinder dengan
sumbu timur-barat
• Menurut Anaximenes dari Miletus, bumi berbentuk meja bundar (cakram)
• Menurut Pythagoras, bumi berbentuk bola

Alam
• alam terdiri atas substansi dan bentuk

Peta Zaman Kuno


• Timur (orient) terletak di atas
• Membaca peta, perlu mencari letak timur dulu
• Pencarian letak timur (orient) adalah orientasi

149
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Paham Alam Tunggal (Monisme)


• Realitas alam adalah tunggal walaupun tampak jamak
• Tidak ada celah
• Tidak terbagi
• Tiada gerakan (statis)
• Penganut: perguruan Elea yang dipimpin oleh Parmenides

150
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Paham Alam Jamak (Pluralisme)


• Realitas alam adalah jamah (banyak)
• Ada celah
• Terbagi
• Ada gerakan (dinamis)
• Penganut: Heraklitus dan Empedokles

151
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Perguruan Elea
• Dipimpin oleh Parmenides
• Pengikut terkenal adalah Zeno dari Elea
• Menganut alam tunggal (monisme)

Heraklitus
• Mengagumi api yang bergerak dan air yang mengalir
• Ucapan terkenal “panta rhei = semua mengalir”
• Menganut alam jamak

Empedokles
• Substansi alam terus bergerak, berpadu melalui kasih, dan bercerai
melalui benci, berulang-ulang terjadi secara periodik
• Menganut alam jamak

152
PARMENIDES
Parmenides (b. c. 515 BC), Greek philosopher of Elea in
southern Italy who founded Eleaticism, one of the leading per-
Socratic schools of Greek thought. His general teaching has been
diligently reconstructed from the few surviving fragments of his
principal work, a lengthy three-part verse composition titled On
Nature.
Parmenides held that the multiplicity of existing things, their
changing forms and motion, are but an appearance of a single
eternal reality (“Being”), thus giving rise to the Parmenidian principle
that “all is one.” From this concept of Being, he went on to say that
all claims of change or or bob-Being are illogical. Because he
introduced the method of basing claims about appearances on a
logical concept of Being, he is considered one of the founders of
metaphysics.
Plato’s dialogue the Parmenides deals with his thought. An
English translation of his work was edited by L. Taran (1965).
153
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Paradoks Zeno
• Zeno dari Elea (penganut paham alam tunggal) membantah
paham alam jamak melalui empat paradoks
• Paradoks dikotomi
• Paradoks Achilles
• Paradoks panah
• Paradoks stadion

Cara
• Menggunakan paham alam jamak (terbagi) dan menunjukkan
ketidaklogisan
154
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Paradoks Dikotomi
• Dari titik A bergerak menuju ke titik B
• Kalau jarak ini terbagi (paham jamak) maka jalan itu dibagi
dua
• Setelah tiba di tengah jalan, sisa jalan dibagi dua lagi
• Setelah mencapai titik tengahnya, sisa jalan dibagi dua lagi
• Demikian seterusnya, sehingga kita tidak mungkin tiba di B

A B

155
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Paradoks Achilles
• Achilles adalah dewa Yunani yang larinya tercepat; kura-kura
adalah hewan yang jalannya paling lambat
• Achilles ingin menyusul kura-kura yang sudah lebih dahulu
berjalan
• Setiap kali Achilles tiba ke tempat kura-kura, sang kura-kura
sudah maju sedikit
• Demikian seterusnya, sehingga Achilles tidak mungkin
melewati kura-kura
• Bahkan menurut paradoks dikotomi, Achilles tidak mungkin
mencapai tempat kura-kura
Achilles Kura-kura

156
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Wujud Alam

Teori Atom
• Leucippus dan Democritos muncul dengan teori atom ( a tomos
= tidak terpenggal)
• Menurut mereka segala sesuatu memiliki bagian terkecil berupa
atom
• Segala sesuatu itu meliputi benda dan bukan benda (berbeda
dengan atom unsur di kimia)
• Benda: kayu, batu, air; bukan benda: api, jiwa, perasaan, pikiran
• Ada atom kasar seperti atom api; ada atom halus (eidola) seperti
atom jiwa (psyche)
• Pemenggalan sesuatu akan terhenti pada atom
• Tampaknya teori atom ini dapat menjawab paradoks Zeno

157
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

Perguruan Pythagoras
• Kita mengenal dalil Pythagoras di geometri (sebelum Pythagoras,
dalil ini sudah dikenal)
• Sebenarnya, banyak hal yang dikemukakan oleh Perguruan
Pythagoras, dan kesemuanya berkenaan dengan bilangan

Paham Pythagoras
• Segala sesuatu duduk di atas bilangan dan dapat dinyatakan
dalam bilangan
• Perguruan Pythagoras menemukan berbagai sifat bilangan
• Tugas ahli filsafat, menurut perguruan Pythagoras, adalah
mencari bilangan itu
158
PYTHAGOREAN PHILOSOPHY

Although much of the tradition about Pythagorean philosophy is


confused because of dissensions within the school and on account of
intermixture of later speculation with earlier doctrine, yet some of the
chief principles are quite clear. Pythagoras’s discoveries in musical
theory, such as that the basic musical harmonies depend on very
simple numerical ratios between the dimensions of the instruments
(such as strings, pipes, disks) producing them, let him interpret the
world as a whole through numbers. The discovery was the basis for the
Pythagorean theory of numbers, of which the systematic study induced
the intense Pythagorean devotion to mathematics and the subsequent
development of this science by Greek scientists. Pythagoras taught that
number is the fundamental part of the world’s framework. According to
his theory that the dominant note of the universe are proportion, order,
and harmony. All three are expressible by numerical relations.
Pythagoreans thus considered that the universe’s essential character is
number, but they went beyond this by asserting that the world is made
of numbers—a doctrine that is the core of Pythagorean

159
philosophy. In preaching this principle the Pythagoreans both
propounded several semi mystical speculations and discovered
more scientific truths.
On the speculative side occurs the celebrated Pythagorean
table of opposites, derived from their proposition that the universe
is composed of pairs of contradictories. The pairs are 10 in
number: (1) limited and unlimited; (2) odd and even; (3) one and
many; (4) right and left; (5) masculine and feminine; (6) rest and
motion; (7) straight and crooked; (8) light and darkness; (9) good
and evil; (10) square and oblong. Though this theory may not be so
fantastic as it appears, the Pythagorean development of numbers
was quite arbitrary in the following proposition. The number 1 is the
point, 2 is the line, 3 is the plane, 4 is the solid, 5 is physical
qualities, 6 is animation, 7 is intelligence and health, 8 is love,
friendship, wisdom. Identification of different numbers with different
things exemplifies no principle. The Pythagoreans themselves
disagreed on what number should be assigned to what things.
Thus, since justice is that which returns equal for equal, the only
160
numbers which do this are square numbers; thus 4 equals 2 into 2
for equal; thus 4 must be justice. But since 9 is equally square of 3, 9
also can represent justice. Such speculation seems sterile, save to
numerologists.
Among the Pythagorean achievements in science were:
(1) The Pythagorean theorem, reliably reported to have been
discovered by Pythagoras, to whose speculation was owed also, quite
probably, most of the first book of Euclid’s Stoicheaia (Elements) on
geometry.
(2) By 500 BC the earth sphericity was proclaimed by
Pythagoreans, who were among the first, if not the first, to teach it.
(3) Hippasus (fl. 450 BC) discovered incommensurability and
elaborated a theory of proportions applicable to incommensurables.
(4) By 400 BC the Pythagoreans taught the theory that the
earth, sun, and moon, planets, and fixed stars revolve around a central
fire—a denial of the earlier and later geocentric view of the universe
and an anticipation of Nicolaus Copernicus’ heliocentric hypothesis
announced in 1543. From this theory they

161
developed the doctrine of the music of the spheres, which lasted
into modern times.
(5) Archytas of Tarentum (fl. 360 BC) developed a very
advanced theory of acoustics and founded mechanics.
(6) At an undetermined date Pythagoreans developed the theory
of mathematical “means” and they also invented the theory of
polygonal numbers.
Pythagorean ethics consisted in ascetics practice. Happiness
was the perfection of the soul’s virtue, which was a kind of
harmony. The process of purification of the soul was accomplished
by metemorsychosis, the transmigration of the soul, a theory
imported by Pythagoreans from the Orient and one of their most
characteristic dogmas.

162
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

Harmoni
• Pythagoras menemukan bahwa nada dapat dinyatakan
dengan rasio panjang kawat yang menghasilkan nada (1 :
¾ : 2/3 : ½ ) atau (12 : 9 : 8: 6)
• oktaf (diaspason) 12 : 6; fourth (diatessaron) 8 : 6; fifth
(diapente) 12 : 8
• Rasio ini dinamakan harmoni
• Menurut mereka, jarak benda langit ke bumi juga memiliki
rasio harmonis (music of the sphere)
• Menurut mereka, tubuh manusia sehat memiliki tone yang
harmonis; sakit berarti tone tidak harmonis lagi, diobati dengan
tonikum

163
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

Arti Bilangan
1 = titik; penalaran
2 = garis; pendapat
3 = bidang
4 = bentuk ruang; keadilan
5 = kualitas fisik; perkawinan
6 = animasi; semangat
7 = inteligensi; kesehatan
8 = cinta; persahabatan; kearifan
9 = keadilan

Genap Ganjil
• Bilangan genap (artios) tidak disukai karena mudah terbagi/pecah
• Bilangan ganjil (perissos) disukai karena tidak mudah terbagi/pecah

164
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

Bilangan 10
Bilangan 10 adalah ideal karena 1 + 2 + 3 +4 = 10

Ada 10 pasang lawanan


 terbatas lawan tak terbatas
 ganjil lawan genap
 satu lawan banyak
 kanan lawan kiri
 lelaki lawan perempuan
 diam lawan gerak
 lurus lawan bengkok
 terang lawan gelap
 baik lawan jahat
 bujur sangkar lawan lonjong

165
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

Bilangan dan Gambar


• Bilangan bulat = bilangan segi tiga
• Bilangan ganjil = bilangan bujur sangkar
• Bilangan genap = bilangan persegi panjang
• Bilangan segi lima
• Bilangan kubik

Number and Figure


• Di dalam bahasa Inggris figure dapat diartikan number atau bilangan; rupanya
dari sini

Bilangan Irasional
• Bilangan 2, 3 membingungkan perguruan ini karena tidak dapat dinyatakan
sebagai rasio dua bilangan bulat

166
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan
BILANGAN SEGITIGA 1= 1
1+2= 3
1+2+3= 6
1 + 2 + 3 + 4 = 10
...
1 3 6 10
BILANGAN
BUJUR SANGKAR 1 = 12
1 + 3 = 22
1 + 3 + 5 = 32
1 + 3 + 5 + 7 = 42
...
1 4 9 16

BILANGAN 2=2X1
PERSEGI PANJANG 2+4=3X2
2+4+6=4X3
2+4+6+8=5X4
...
2 6 12 20

BILANGAN`SEGILIMA
1=1
1+4=5
1 + 4 + 7 = 12
1 + 4 + 7 + 10 = 22
...
1 5 12 22

BILANGAN KUBIK
1 = 13
1 + 7 = 23
1 + 7 + 19 = 33
1 + 7 + 19 + 37 = 43
1 8 27
... 167
THE SQUARE ROOT OF TWO
The square root of 2, which was the first irrational to be discovered,
was known to the early Pythagoreans, and ingenious methods of
approximating to its value was discovered. The best was as follows: Form
two columns of numbers, which we will call the a’s and the b’s; each
starts with 1. The next a, at each stage, is formed by adding the last a
and b already obtained; the next b is formed by adding twice the previous
a to the previous b. The first 6 pairs so obtained are (1,1), (2,3), (5,7),
(12,17), (29,41), (70,99). In each pair, 2a2 b2 is 1 or 1. Thus b/a is
nearly the square root of two, and at each fresh step it gets nearer. For
instance, the reader may satisfy himself that the square of 99/70 is very
nearly equal to 2. [from Bertrand Russell, History of Western Philosophy ]

(a, b), (a’, b’), …

a’ = a + b
b’ = 2a +b  = b/a

168
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Bilangan

Sifat Bilangan
Bilangan sempurna
 jumlah faktor = bilangan
 mis. 1 + 2 + 3 = 6
 1 + 2 + 4 + 7 + 14 = 28
Bilangan berkekurangan
 jumlah faktor < bilangan
 mis. 1 + 2 + 4 < 8
Bilangan berlimpahan
 jumlah faktor > bilangan
 mis. 1 + 2 + 3 + 4 + 6 > 12
Bilangan bersahabat
 jumlah faktor bilangan = bilangan sahabatnya
 mis. 1+2+4+5+10+11+20+22+44+55+110=284
 1+2+4+71+142=220

169
Zaman Yunani Kuno
Pra-Sokrates: Protagoras

Protagoras (c. 500 sM)


• Menyatakan dirinya sebagai sophist
• Tidak mendirikan perguruan, menerima bayaran dari jasa
mengajar

Ukuran
• Menurut Protagoras, manusia adalah ukuran dari semua benda,
tentang benda yang ada dan tentang benda yang tidak ada
• Akibatnya, menurut orang yang satu, benda adalah seperti ini,
tetapi menurut orang yang lain, bisa lain lagi

Baik dan benar


• Sesuatu bisa lebih baik tetapi belum tentu lebih benar

170
Zaman Yunani Kuno
Sokrates

Perguruan
• Sokrates adalah guru dari Plato
• Plato adalah guru dari Aristoteles
• Sokrates, Plato, Aristoteles adalah tiga ahli filsafat yang terkenal dari
zaman Yunani Kuno
• Setelah Aristoteles, Yunani ditaklukkan oleh Alexander, dan mengalami
kemunduran

Kegiatan Sokrates (± 470 sM - 399 sM)


• Memiliki perguruan
• Tidak menulis buku; karyanya terdapat di dalam tulisan Plato
• Ikut dalam politik sehingga dihukum mati pada tahun 399 sM
• Merintis metoda dialog
• Filsafat moral dan hipotesis

171
Zaman Yunani Kuno
Plato

Perguruan
• Memberi pelajaran di taman Akademon di pinggir kota Athena
• Dikenal sebagai Perguruan Akademia (asal usul dari kata
akademik) dari 387 sM sampai 529

Perguruan Akademia
• Akademia tua oleh Plato (387 sM), diteruskan oleh pengikutnya
(dan kemanakan) Speusippus, Xenokrates dari Khalkedon,
Polemon dari Athena, Krates
• Akademia pertengahan diteruskan oleh Arkesilaus (316 - 241
sM)
• Akademia baru oleh Kameades (214?sM - 129 sM)
• Dibubarkan oleh Kaisar Justinian pada tahun 529

172
Zaman Yunani Kuno
Plato

Kegiatan Plato (± 427 sM - ± 347 sM)


• Meninggalkan banyak karya; paling terkenal adalah “Dialogue”
• Merintis teori bentuk (form, ide) yakni bentuk umum (universal) dari
sesuatu seperti kursi, biru, buku, pohon
• Diduga bahwa bentuk umum ini ada di dalam ide, maka dikenal juga
sebagai ide
• Berkarya juga di bidang epistemologi, logika, etika, hukum, metoda
dialektika (dialog)

Paham tentang Pengetahuan


• Menganut paham tunggal dari Parmenides, terutama tentang
ketidakubahan pengetahuan
• Benda berubah tetapi bentuk tidak berubah; pengetahuan harus
melalui bentuk atau ide yang tidak berubah

173
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles

Perguruan
• Memberi pelajaran sambil berjalan-jalan (peripatetik) di taman Lyceum
• Dikenal sebagai Perguruan Lyceum
• Karena mengajar sambil berjalan-jalan, anggota perguruan ini dikenal
sebagai Peripatetik
• Pernah memberi pelajaran kepada anak Raja yang kemudian menjadi
Alexander Agung

Kegiatan Aristoteles (384 sM - 322 sM)


• Meninggalkan banyak sekali karya
• Merintis logika, terutama silogisme
• Merintis kategori: substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu,
posisi, status, aksi, kepasifan (terkena aksi)
• Terkenal dengan metoda induksi dan deduksi, serta teleologi

174
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles

Kegiatan Ilmiah
• Sebagai anak dokter, ia banyak menelaah alam terutama biologi
dan psikologi
• Tidak sepaham dengan Plato tentang bentuk (ide); Plato bentuk
sebelum materi, Aristotles bentuk di dalam materi

Bidang Karya Aristoteles


• Dari karya yang masih dapat ditemukan, karya Aristoteles dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa bidang
• Filsafat teoretik atau spekulatif (teologi, fisik, metafisika,
biopsikologi)
• Filsafat Praktis (etika dan ilmu politik)
• Filsafat Produktif (retorika, estetika, kritik sastra)
175
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles

Karya Aristoteles
Logika di dalam Organon
 kategori, tentang interpretasi, prior analytics
 posterior analytics, topik, sophistical refutations
Filsafat Alam
 tentang langit (meteorologi)
 fisika (materi dan bentuk atau form)
 tentang unsur (tanah, air, udara, api)
 astronomi, geografi, kimia, biologi
Psikologi
 raga dan jiwa (materi dan bentuk)
 pikiran
Metafisika
Etika dan Politik
Seni dan Retorika

176
CATEGORY
Category, in logic, a term used to denote the several most general or
highest types of thought forms of entities, or to denote any distinction
such that, if a form or entity belonging to one category is substituted into
a statement in place of one belonging to another a nonsensical assertion
must result.
The term was used by Aristotle to denote a predicate type; i.e., the
many things that may be said (or predicated) of a given subject fall into
classes—such as quantities, substances, relations, and states—which
Aristotle called categories. To the Greeks, the clarification of predicate
categories helped resolve questions that seemed to be paradoxes. In the
course of a year or so, for example, Socrates could cease to be taller
and come to be shorter than Alcibiades; so he is not now what he was at
an earlier date. Yet he does not cease to be human being. One may
wonder how he can not be what he used to be (taller) and still be what
he used to be (a human being). The answer is that the categories are
different: a change of relation is not a change of substance.
Though the Stoics, philosophers of ancient Greece, had recognized
only 4 “most generic” notions, Aristotle’s 10 categories were treated
throughout the

177
Middle Ages as though they were definitive. In a commentary on Aristotle’s
Categoriae (Categories), the Neoplatonist Prophyry set the stage for the entire
medieval controversy over universals, or general abstract terms (see
Nominalism), and he thus posed the issues that any theory of categories must
resolve.
In the 18th century Immanuel Kant revived the term category to designate
the different types of judgments or ways in which logical propositions function.
It should thus be clear that, whereas Kant retained the Aristotelian term
“category” and even some of the subterms, such as “quality,” “quantity,” and
“relation,” his distinctions were different from those of Aristotle. For Aristotle, for
example, “quality” referred to such predicates as “white” or “sweet,” whereas
for Kant it designated the distinction between affirmative and negative.
After Kant, G.W.F Hegel arranged many categories in a dialectical structure
of ascending triads and thus initiated the modern tendency to regard them as
many and as comprising the basic principles of a logical and/or metaphysical
system; thus, for Hegel the categories encompassed both form and content.
Early in the 20th century, Bertrand Russell, faced with a “contradiction” in the
foundations of mathematics, developed the theory of types, which
distinguished different levels of language and held that the levels should not be
intermixed .
Meanwhile, Charles Sanders Peirce, an American logician and Pragmatist,
arguing from Kant’s categories, proposed a

178
reduced list of categories. He defended the view that there can be three and
only three types of predicates: “firstness,” that of “pure possibility”;
“secondness,” that of “actual existence”; and “thirdness,” that of “real
generality.” Clearly, if universals belong to the category of thirdness, then
the Nominalist, who urges that universals have no existence (the
secondness category) is confusing categories and, by the definition of
“category,” is making a nonsensical statement. Such misjudgments, made
famous as “category-mistakes” by Gilbert Ryle, a mind 20 th-century Oxford
Analytical philosopher, have played an important role in recent linguistic
philosophy, which, with the proliferation of categories, has applied this
critique, with powerful therapeutic effect, to philosophical discourse.
Stanislaw Lesniewski (1886-1939), a Polish logician, and Rudolf Carnap
(1891-1970), a German-American semanticist, distinguished between
syntactical categories (dealing with the interrelations of concepts) and
semantical categories (dealing with concepts and referents). Distinctions
akin to those of Aristotle are thus apt to be described today as semantical,
as distinctions between kinds and modes of significance rather than kinds of
linguistic expressions or of things or happenings. P.F. Strawson, another
Oxford philosopher, discussed the implications of category theory for a
descriptive metaphysics.

179
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles

Metoda Induksi dan Deduksi


• Dari Aristoteles
• Induksi: dari observasi ke penjelasan (teori)
• Deduksi: dari teori ke konklusi sesuatu

Sebab
• Ada material cause (bahan pembuat)
• Ada formal cause (bentuk buatan)
• Ada efficient cause (pengerjaan pembuatan)
• Ada final cause (niatan pembuatan)

180
CAUSE
Cause, in the philosophy of Aristotle, is a special generic term referring to
the four principles through which one arrives at knowledge of any entity. In
distinguishing between the material, formal, efficient, and final causes of a
substance, Aristotle attempted to take into account everything necessary to
produce it.
Background. The theories of the pre-Socratic philosophers postulated the
elements from which all things were formed: earth, air, fire, and water. This
view corresponds somewhat to Aristotle’s concept of a material cause;
however, it was too limited to account for an ordered cosmos and its
intelligibility.
Plato’s concept of the causes of things in part resembles Aristotle’s formal
cause. Plato made the mistake of treating the essences of entities (the
Platonic Forms or Ideas) as though they were substances in their own right.
The Four Causes. Aristotle found unacceptable Plato’s view that the
essence of entities reside in a separate realm of Forms. He attempted to
describe the existence of all things in terms of the things themselves, without
postulating a special metaphysical realm. According to Aristotelian analysis,
all material things (sensible substances) are composed of matter and form.
Matter, or the material cause, is the “stuff”

181
of which a thing is made—brick is the material cause of a house. It is
important to note here that “matter” is a relative term for Aristotle; by
it he means the materials of a thing relative to the structure that holds
them together. Thus, the elements are the material cause of organs;
tissues are the material cause of the living body.
The form of an entity, either its “shape” or its structural plan, is its
formal cause. The blueprint, or the actual structure of a house, are
the formal causes of the house. The formal and material causes are
generally inseparable for Aristotle—each requires the other.
Although each individual entity is a composite of matter and form,
these two categories do not sufficiently account for why things are
what they are. There must be an agent or force that imposes the form
on the matter. That something is Aristotle’s sufficient cause, the vis a
tergo, or “push from behind.” The builder of a house (or the builder in
the act of building) is the efficient cause of the house. This cause
most closely corresponds to the ordinary meaning of “cause” today.
Just as the “push from behind” pushes the substance

182
to change in a specific direction, that direction is predetermined by
the vis a fronte, or “pull from the front”: the entelechy, or final
cause. This cause is the end, purpose, or goal at which the
process of change aims and terminates. The final cause of a house
might be “being comfortable to live in.”
Present-Day Implications. The Aristotelian account of causation
is not generally used in modern analysis of cause, which is
interested in clarifying statements concerning cause in ordinary
and scientific discourse. However, the subject of final causes
(teleological explanation) is still vigorously discussed, particularly in
the life and social sciences.

183
Zaman Yunani Kuno
Aristoteles

Aristoteles tentang Alam


• Alam di bawah bulan (sublunar) terdiri atas tanah (berat), air, udara,
dan api (ringan). Alam di atas bulan terbuat dari unsur kelima
(quintessential) yang sempurna
• Gerakan di bawah bulan adalah lurus; gerakan di atas bulan adalah
melingkar
• Penggerak di alam adalah benda langit dan angin serta hewan dan
manusia
• Pertumbuhan terjadi karena adalah prinsip internal yang merupakan
potensi
• Tidak mungkin ada hampa
• Pandangan Aristoteles diadopsi oleh katedral sehingga sukar dibantah.
Ketika dibantah oleh ilmuwan zaman kebangkitan, terjadi kontradiksi

184
Zaman Yunani Kuno
Pasca-Aristoteles

 Zaman Pasca-Arsitoteles
• Yunani Kuno dikuasai oleh Alexander Agung dan mengalami
kemunduran, serta terus mundur pada masa pasca-Alexander Agung
• Ada empat paham dogmatis pada zaman itu, Stoik, Epikurus, Skeptik,
Cynics

Paham Stoik
• Dasar kebahagiaan adalah hidup dalam kecocokan dengan diri sendiri
(kemudian dengan alam)
• Kebaikan sejati adalah kebajikan dan bukan harta; dasar kebajikan
adalah kontrol diri

Paham Epikurus
• Hal terpenting di dalam kehidupan adalah kesenangan (pleasurre)

185
Zaman Yunani Kuno
Pengetahuan Matematika dan Alam

Matematika
• Matematika cukup maju melalui tokoh seperti Euclides, Eratosthenes, Pythagoras,
Apollonius

Pengobatan
• Tokoh terkenal di bidang pengobatan mencakup Hippocrates, Galen (zaman Romawi)

Fisika
• Tokoh terkenal di bidang fisika mencakup Archimedes (gaya timbul, pengungkit, katrol)

Atronomi
• Tokoh di bidang ini Aristarchus, Hipparchus, Sosigenes, Ptolemaeus (zaman Romawi)

186
Zaman Yunani Kuno
Pendidikan

Pendidikan Sophist
• Pendidikan tinggi (belum ada universsitas) berlangsung tanpa
perguruan dengan para sophist sebagai guru

Perguruan Philosopher
• Para philosopher seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles sebagai guru;
mereka membentuk perguruan

Pendidikan Anak
• Anak belajar pada waktu senggang
• Dalam bahasa Yunani, waktu senggang adalah “skhole,” dan
daripadanya lahir kata sekolah
• Guru adalah paidagogos yakni budak tua yang sudah berpengalaman
dan dipercaya

187
Zaman Romawi
Abad ke-1 sM - Abad ke-5

Karateristik Zaman
• Romawi menjadi besar pada abad ke-1 sM dengan
menaklukkan Yunani, Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara
• Tokoh terkenal: Julius Ceaser, Augustus Ceaser
• Lebih tertarik kepada peperangan, memerintah, hukum,
daripada kepada filsafat
• Membiarkan filsafat diteruskan oleh orang Yunani, sehingga
perguruan Akademia dapat terus hidup
• Mula-mula bukan nasrani, tetapi kemudian menjadi nasrani (di
mulai dari Romawi Timur)
• Dengan alasan bukan nasrani, Perguruan Akademia ditutup
oleh Kaisar Justinian pada tahun 529

188
Zaman Romawi
Abad ke-1 sM - Abad ke-5

Runtuhnya Romawi
• Romawi diserang oleh Goth dari Utara serta oleh Vandals
• Pada akhir abad ke-4, Romawi pecah menjadi Romawi Barat
(di Roma) dan Romawi Timur (di Konstantinopel)
• Romawi Barat runtuh pada abad ke-5
• Romawi Timur dapat bertahan sampai tahun 1475 namun
mereka lebih dikenal sebagai Byzantium daripada sebagai
Romawi
• Di sini, Zaman Romawi diakhiri dengan runtuhnya Romawi
Barat
• Dengan demikian, Zaman Romawi adalah dari abad ke-1 sM
sampai abad ke-5

189
Zaman Romawi
Filsafat dan Ilmu

Filsafat
• Diteruskan oleh orang Yunani
• Mereka meneruskan filsafat dari zaman Yunani Kuno
• Mereka dikenal sebagai Neo-Pythagoras, Neo-Plato, Neo-
Aristoteles

Astronomi
• Pada waktu itu, Claudius Ptolemaeus mengemukakan paham
geosentris (benda langit beredar mengelilingi bumi)
• Asumsi ini cocok dengan anggapan bahwa manusia adalah pusat
alam dan dianut oleh katedral (gereja)
• Asumsi ini bertahan sampai Zaman Kebangkitan

190
Zaman Romawi
Filsafat dan Ilmu
Kalender
• Julius Ceaser menugaskan Sosigenes menstandarkan kalender
• Sebelum menggunakan kalender baru, tahun terakhir
berlangsung selama 445 hari
• Kalender ini yang kita gunakan sekarang (pada abad ke-15
dikoreksi oleh Paus Gregorius) dengan mengurangi tiga hari pada
setiap empat abad; ketika diterapkan, terjadi lompatan 10 hari

Ilmu
• Sebagian ilmu diteruskan oleh orang Yunani dan sebagian lagi
oleh orang Romawi
• Tokoh terkenal pada waktu itu: Ptolemaeus (astronomi),
Sosigenes (astronomi), Galen, Celsus (medik), Vitruvius (arsitek),
Diophantus, Pappus, Hypatia (matematika)

191
Zaman Romawi
Karya

Karya Zaman Romawi


• Banyak karya peninggalan zaman ini
• Karya arsitektur melalui bangunan besar yang reruntuhannya masih
tampak sampai sekarang
• Karya di bidang jalan untuk transportasi yang menghubungkan banyak
daerah
• Karya akuadak di bidang penyaluran air ke kota Roma
• Karya di bidang bahan (logam dan nonlogam)

Kegiatan di Luar Ilmu


• Astrologi
• Alkemi
• Tenung dan witchcraft

192
Zaman Romawi
Alkemi

Kemunculan
• Berkembang sekitar tahun 100 di Alexandria, Mesir
• Gabungan dari beberapa sumber
 Filsafat Yunani Kuno
 Tukang Mesir
 Astrologi Mesopotamia

Filsafat Yunani Kuno


• Semua bahan terbuat dari kombinasi panas, dingin, kering, dan basah
• Kombinasi ini membentuk tanah (kering dingin), air (basah dingin),
udara (basah panas) dan api (kering panas)
• Benda lain terdiri atas kombinasi mereka

193
Zaman Romawi
Alkemi

Pertukangan Mesir
• Mereka mahir di dalam pembuatan logam dan bahan warna
• Mengetahui bahwa bahan dapat berubah
• Bahan yang sempurna dan langka adalah emas

Astrologi Mesopotamia
• Logam berkaitan dengan planet (makrokosmos)
• Planet berkaitan dengan kehidupan manusia (mikrokosmos),
hewan, dan tumbuhan yang bisa lahir, tumbuh, sakit, dan mati
• Logam dapat lahir, tumbuh, sakit, dan mati
• Karena itu, logam dapat disempurnakan
• Emas adalah logam sempurna

194
Zaman Romawi
Alkemi

Kegiatan Alkemi
• Meramu berbagai bahan dengan harapan menghasilkan emas dari
bahan murah
• Membuat catatan yang dirahasiakan (emas tidak akan berharga
lagi kalau rahasia membuatnya dari bahan murah diketahui orang
lain)

Eksoterik dan Esoterik


• Pada abad keempat, alkemi pecah menjadi kelompok eksoterik
dan esoterik
• Eksoterik terus meramu bahan di laboratorium mereka
• Esoterik hanya menuliskannya dengan sandi rahasia
• Eksoterik melemah dan esoterik menguat sehingga alkemi penuh
dengan mistik

195
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10

Karakteristik Zaman
• Berlangsung setelah keruntuhan Romawi (Barat) pada abad
ke-5 karena serangan Goth dan Vandal
• Penyerangan Goth dan Vandal berlangsung secara
barbarisme
• Terjadi kemunduran di bidang ekonomi dan demofrafi
• Terlalu sedikit dokumen yang ditemukan (survive) untuk
menceriterakan keadaan pada waktu itu, sehingga muncul
istilah Zaman Gelap (Dark Ages)
• Pada zaman itu, Arab bangkit dan memiliki pusat
kecendekiaan di Baghdad (Sultan Harun Al-Rasyid) dan di
Cordoba (Spanyol)

196
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab

Sultan Harun Al-Rasyid


• Mula-mula penguasa adalah kalifat Umayyad dan kemudian diganti
oleh Kalifat Abbasid
• Kalifat Abbasid memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke
Baghdad
• Kalifat Abbasid mencapai puncaknya pada Sultan Harun Al-Rasyid
yang mengumpulkan para cendekiawan
• Para cendekiawan ini mempelajari ajaran Plato dan Aristitoles serta
ajaran dari India dan Cina

Setelah Sultan Harun Al-Rasyid


• Kekuasaan kalifat terpecah-pecah
• Setelah abad ke-12, tidak lagi muncul cendekiawan penerus

197
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab

Cendekiawan Arab
• Arab bangkit setelah bangkitnya Islam pada abad ke-7
• Cendekiawan ini berpusat di Baghdad dan di Cordoba
• Mereka menerjemahkan karya Yunani Kuno ke dalam bahasa
Arab
• Mereka juga menyerap kebudayaan dari India dan dari Cina
• Terjemahan ini menyebabkan banyak karya Yunani Kuno
tidak sampai hilang
• Setelah Zaman Gelap, terjemahan bahasa Arab ini
diterjemahkan lagi ke dalam bahasa Latin oleh cendekiawan
Eropa

198
Zaman Gelap
Cendekiawan Arab

Cendekiawan di Bidang Filsafat


Al-Kindi ( - 867)
Ar-Razi (± 865 - 925)
Al-Farabi (± 870 - 950)
Ibn-Sina (980 - 1037)
Al-Ghazali (1058 - 1111) Teologi
Ibn-Rushdi (1126 - 1198) Teologi

Cendekiawan di Bidang Ilmu


Ibn-Hayyam : alkemi, kimia
Al-Khwarizmi : aljabar
Al-Razi : pengobatan
Al-Battani : astronomi
Ibn-Sani : fisika, pengobatan
Al-Zarkali : astronomi, geografi
Al-Haytham : optika, matematika

199
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10

Akhir Cendekiawan Arab


• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang (tidak ada
penerus)

Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari Cina (dari
Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya esoterik dan
eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda alkali)

Zaman Pertengahan
• Zaman Gelap disusul oleh Zaman Pertengahan (Medieval) pada abad ke-
10

200
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10

Akhir Cendekiawan Arab


• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang
(tidak ada penerus)

Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari
Cina (dari Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya
esoterik dan eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda
alkali)

Zaman Pertengahan 201


• Zaman Gelap disusul oleh Zaman Pertengahan (Medieval)
Zaman Pertengahan
Abad ke-10 sampai Abad ke-15

Karakteristik Zaman
• Kehidupan di Eropa relatif lebih tenang
• Kegairahan belajar mulai bangkit lagi. Mulai ada pendidikan
di luar katedral
• Karya Yunani dan Arab diterjemahkan dari bahasa Arab ke
bahasa Latin terutama oleh orang Yahudi
• Perhatian kepada filsafat tararah ke metafisika dan bahkan
diperdebatkan
• Filsafat digunakan untuk menjustifikasi agama
• Universitas dengan istilah universitas mulai muncul pada
zaman ini
• Metoda induktif mulai digunakan di dalam pencarian
202
pengetahuan
Zaman Pertengahan
Filsafat Metafisika

Aliran Filsafat
• Sejak zaman Yunani Kuno sudah ada perbedaan aliran di
bidang metafisika
• Pada zaman pertengahan, setiap aliran mengemukakan
argumentasi masing-masing
• Ada yang berpegang kepada Plato serta ada yang
berpegang kepada Aristoteles

Perdebatan
• Ada kalanya, aliran berbeda saling berdebat
• Argumentasi cukup marak pada abad ke-12 sampai ke-14;
Universitas juga mempelajari esensi universal pada filsafat 203
• Dari zaman ke zaman terjadi pergeseran anutan dari satu
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Studium
• Bermunculan studium yakni tempat orang mempelajari
bidang pengetahuan tertentu di bawah pengajar
• Ada tiga studium yang sangat terkenal yakni studium di
Salerno (medik), Bologna (hukum dan teologi), dan Paris
(seni dan teologi); semacam program studi sekarang

Studium Generale
• Studium generale adalah studium yang terbuka untuk
semua pelajar (dari berbagai negeri)
• Jadi generale di sini berarti terbuka untuk semua jenis
pelajar
204
• Biasanya studium yang terkenal berbentuk studium generale
Zaman Pertengahan
Studium dan Uunivesitas

Docendi, Doctor, Magister


• Pengajaran di studium dilakukan melalui docendi
(menggurui)
• Kemudian pengajar dibekali lisensi mengajar oleh katedral
atau kaisar berupa licentiae docendi dan ius ubique docendi
(berhak mengajar di mana-mana)
• Pelaksana docendi adalah doctor sehingga arti doctor
adalah pemberi docendi atau guru
• Pengajar juga dikenal sebagai magister yang artinya juga
guru
• Doctor dan magister adalah sejajar. Ada jenis studium yang
menggunakan istilah doctor dan ada yang menggunakan
istilah magister 205
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Legere
• Jarang ada buku sehingga buku hanya dimiliki oleh para
pengajar
• Pengajaran berlangsung melalui pembacaan (legere,
lectus) oleh pengajar dan pelajar mencatatnya
• Pengajar yang membaca dikenal sebagai lektor yakni
mereka yang membaca (sekarang dikenal sebagai lektor)
• Ada juga commentatio (komentar) dan summa (ringkasan)

Disputatio dan Tesis


• Sewaktu-waktu ada disputatio yakni perdebatan
• Di dalam disputatio, ada yang mendudukkan atau
menempatkan (thesis) pemikiran yang perlu
dipertahankannya terhadap sanggahan 206
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Tujuan Belajar
• Tujuan belajar di studium adalah untuk menjadi doctor atau
magister dengan hak mengajar (dengan semua hak yang
berkenaan dengan jabatannya)

Gelar
• Kecuali hukum, medik, dan teologi, semua lainnya adalah
filsasat, sehingga gelar lulusan menjadi PhD
• Lulusan medik adalah MD dan luluan hukum LLD (bukan
PhD)

Pakaian
• Di Oxford dan Cambridge, toga adalah pakaian sehari-hari
207
(kini dipakai pada upacara saja)
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Universitas Scholarium
• Dalam bahasa Latin, universitas berarti organisasi atau
korporasi
• Karena mahasiswa luar kota di Bologna mengalami
sejumlah kesulitan (pemondokan, makan), pada tahun ±
1158, mereka membentuk universitas scholarium (korporasi
pelajar)
• Mahasiswa berasal dari setiap negeri membentuk consiliarii
masing-masing
• Mereka mengangkat rector scholarium (rektor pelajar) untuk
menentukan kurikulum dan upah pengajar
• Dari Bologna, model universitas scholarium menyebar ke
Padua, Roma, Montpellier, Salamanca, Perancis bagian
selatan (umumnya di Eropa selatan) 208
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Universitas Magistrorum
• Di Paris, universitas dibentuk oleh para magister menjadi
universitas magistrorum (korporasi pengajar)
• Pimpinan dan organisasi universitas dipegang oleh para
magister
• Model universitas magistrorum menyebar ke Oxford,
Cambridge, dan Eropa utara (dan ke jajahan mereka)

Cessatio
• Cessastio adalah berhenti (mogok). Cessatio terjadi kalau
timbul masalah serius
• Pada tahun 1229, terjadi cessatio di Universitas Paris 209
selama hampir dua tahun. Banyak magister dan pelajar
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Tradisi di Universitas Paris


• Metoda ajar belajar: collatio (kuliah) dan lectio (penjelasan)
• Masa kuliah:
 1. St Remi (Okt) - Lent, dan
 2. Easter - St. Pierre (29 Juni)
• Lulusan: di bawah magister adalah determinatio
(baccaulaureate) dengan hak mengajar di bawah supervisi
magister

Upacara di Universitas Paris


• Di Paris terdapat upacara wisuda berupa pidato
pengukuhan (sekarang: untuk guru besar), duduk di kursi 210
magister dan memakai topi magister
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Pembentukan Universitas Baru


• Mula-mula reputasi universitas bergantung kepada
namanya yang terkenal
• Pengajar dari universitas kurang terkenal yang pindah ke
universitas lebih terkenal sering harus menempuh ujian
dulu
• Kaisar atau raja ingin mendirikan universitas. Agar memiliki
reputasi, pendiriannya dilakukan melalui keputusan kaisar
atau raja
• Sering terjadi bahwa kaisar atau raja sendiri yang menjadi
kepala dari universitas itu dan menjabat sebagai chancellor
• Dengan demikian, orang yang sehari-hari mengepalai
universitas menjadi vice chancellor. Di sejumlah 211
universitas, tradisi ini masih berlaku sampai sekarang
Zaman Pertengahan
Metoda Deduktif dan Induktif

Metoda Deduktif
• Dimulai dari yang telah diketahui (premis), melalui
penalaran, mencapai konklusi
• Metoda ini digemari karena argumentasinya sangat kuat
dan lagi pula mereka tidak usah melakukan kegiatan
manual (kegiatan manual dilakukan oleh para budak)

Asumsi
• Kelemahan metoda deduktif terletak pada kasus ketika
yang diketahui itu (premis) tidak ada
• Diciptakan asumsi untuk dijadikan yang diketahui itu yakni
dijadikan premis
212
• Asumsi tidak diuji, terserah mau diterima atau tidak
Zaman Pertengahan
Metoda Deduktif dan Induktif

Belantara Asumsi
• Karena banyak hal tidak memiliki atau menemukan
premis, maka asumsi bermunculan tanpa kendali
• Hal yang sama dapat diterangkan melalui asumsi yang
berbeda-beda

Parsimoni (Pisau Cukur Ockham)


• William Ockham mempopulerkan kegiatan untuk hanya
memilih argumentasi yang paling sederhana untuk diterima
dan yang lainnya ditolak (seperti dicukur)
• Prinsip untuk hanya menerima argumentasi yang paling
sederhana dikenal sebagai parsimoni atau pisau cukur
213
Ockham

Anda mungkin juga menyukai