Anda di halaman 1dari 210

FILSAFAT

DR. H. SUHARDI M. ANWAR, DRS.,M.M


NIP. 19621114 1989101 001
NIDN. 00 141162 01

1
MENGAPA HARUS BELAJAR FILSAFAT?
• Untuk mengetahui sejak kapan munculnya ilmu
pengetahuan
• Agar mampu berpikir sistematis, kritis untuk memperoleh
kebenaran.

2
PENGERTIAN FILSAFAT
1. Dari sisi kebahasaan
• Kata filsafat berasal dari bahasa Yunani, yaitu
philosophia. Philo = cinta Sophia =
kebijaksanaan/kebenaran. Jadi philosophia adalah
orang yang mencintai kebenaran, sehingga berupaya
memperoleh dan memilikinya.

3
LANJUTAN

• Kata philosophia ditransformasikan ke berbagai


bahasa. Dalam bahsa arab disebut falsafah.
Dalam bahsa Indonesia disebut falsafat/filsafat.
Dalam bahsa Belanda dan Jerman disebut
Philosophie.

4
LANJUTAN
Dari sisi filsafat sebagai ilmu
• Plato, fisuf besar Yunani mengatakan, filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang berusaha mencapai kebenaran yang asli,
karena kebenaran mutlak di tangan Tuhan. Atau dengan singkat
dikatakan pengetahuan tentang segala yang ada.

5
LANJUTAN

• Aristoteles, murid Plato mengatakan, filsafat


adalah ilmu pengetahuan yang meliputi
kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu
matafisika, logika, retorika, politik, sosial
budaya dan estetika.

6
• Alfarabi, Filsuf besar muslim dengan gelar
Aristoteles ke 2, mengatakan Filsafat adalah
pengetahuan tentang yang ada menurut
hakikatnya yang sebenarnya.

7
LANJUTAN
• Immanuel Kant, Filsuf barat dengan gelar
raksasa pemikir Eropa, mengatakan filsafat
adalah ilmu pokok dan pangkal segala
pengetahuan yang mencakup di dalamnya
empat persoalan:

8
LANJUTAN
1. apa yg dapat kita ketahui, dijawab oleh
metafisika
2. apa yang boleh kita kerjakan, dijawab oleh
etika
3. apa yang dinamakan manusia, dijawab oleh
antropologi.
4. sampai dimana harapan kita, dijawab oleh
agama.

9
LANJUTAN
• Hasbullah Bakry, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala
sesuatu dengan mendalam mengenai Ketuhanan, alam semesta,
dan manusia sehingga dapat melahirkan pengetahuan tentang
bagaimana hakikatnya sejauh yang dicapai manusia.

3. Filsafat dari sisi benda


Titus dkk, mengajukan dua pengertian filsafat.
- filsafat adalah sekumpulan problem - problem yang langsung
dan mendapat perhatian dari manusia yang dicarikan jawabannya
oleh ahli filsafat.

10
LANJUTAN

Filsafat adalah sekumpulan sikap dan


kepercayaan terhapadap kehidupan
dan alam yang biasanya diterima
secara tidak kritis.

11
LANJUTAN
4. Filsafat sebagai suatu aktifitas
• Filsafat adalah sebagai suatu proses berpikir untuk
memperoleh jawaban-jawaban dari berbagai problem.
• Titus dkk, memberikan 3 pengertian filsafat sbg aktifitas:
- Filsafat adlah suatu proses kritik atau pemikiran
terhadap kepercayaan diri dari sikap yang sangat kita
junjung tinggi.

12
LANJUTAN
- Filsafat adalah sebagai analisis logis dari bahasa serta
penjelasan tentang arti kata dan konsep.
- Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh
gambaran keseluruhan

13
Epistemologi ilmu ekonomi :
Epistemologi ilmu ekonomi membahas tentang asal mula atau sumber,
struktur, metode dan validitas ilmu ekonomi. Persoalan yang diangkat
dalam epistemologi ilmu ekonomi adalah bagaimana manusia dapat
mengetahui ilmu ekonomi, darimana ilmu ekonomi berasal dan
bagaimana mengetahui kebenaran tentang ilmu ekonomi.
Secara epistemologis, ilmu ekonomi dimulai dari pemikiran tentang
persoalan ekonomi. Persoalan ekonomi telah dipikirkan oleh Aristotels
pada tahun
Epistemologi 300
ilmu sebelum
ekonomi : masehi dengan menulis tentang harga, nilai,
Epistemologi ilmu ekonomi membahas tentang asal mula atau sumber, struktur, metode dan validitas
pasar, keuangan negara, efisiensi tenaga kerja dan sebagainya. Namun
ilmu ekonomi. Persoalan yang diangkat dalam epistemologi ilmu ekonomi adalah bagaimana
pemikiran
manusia dapatyang sistematis
mengetahui mengenai
ilmu ekonomi, ilmu ekonomi
darimana muncul
ilmu ekonomi berasalpada abad 18
dan bagaimana
mengetahui
oleh Adam kebenaran
Smithtentang
dalamilmu ekonomi.
bukunya yang diterbitkan pada tahun 1776
dengan judul “An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of
Nations”. Adam Smith dianggap sebagai Bapak Ilmu Ekonomi karena
telah merumuskan pokok-pokok masalah, pengertian dasar, dan
kerangka berfikir yang selanjutnya menjadi dasar teori ilmu ekonomi
modern. Kata “ekonomi” sendiri berasal dari kata Yunani “oikos” yang
berarti keluarga/rumah tangga dan “nomos” yang berarti peraturan. Jadi
ekonomi dapat diartikan sebagai aturan rumah tangga.
Ontologi ilmu ekonomi :
Ontologi ilmu ekonomi berkaitan dengan objek yang ditelaah
atau sasaran ilmu dan bagaimana wujud sebenarnya dari objek
tersebut. Secara ontologis, sasaran ilmu ekonomi adalah
hubungan antar manusia dalam memenuhi kebutuhan
materialnya. Sedangkan pemenuhan kebutuhan spiritual tidak
termasuk dalam lingkup ekonomi. Inti dari ilmu ekonomi adalah
upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas
ditengah-tengah jumlah sumber daya ekonomi yang ada
terbatas jumlahnya. Ada banyak yang dipelajari dalam ilmu
ekonomi, namun dapat digolongkan menjadi dua golongan
besar, yaitu ekonomi mikro dan makro.
Aksiologi ilmu ekonomi :
Aksiologi ilmu ekonomi berkaitan dengan kegunaan
ilmu ekonomi. Disini nilai pengetahuan akan terlihat
bagaimana peranan ilmu ekonomi dalam mengatasi
permasalahan yang berkaitan dengan aspek aksiologis
ilmu ekonomi seperti masalah pengangguran, tanggung
jawab sosial perusahaan, peningkatan mutu dan taraf
kehidupan. Dasar aksiologi membimbing dalam
membahas tentang manfaat dari ilmu pengetahuan
ekonomi. Dalam hal ini ilmuwan bidang ekonomi harus
mampu menilai antara yang baik dan yang buruk,
sehingga ilmuwan harus memiliki moral yang kuat agar
kemajuan ilmu yang dihasilkan dapat bermanfaat bagi
kehidupan manusia.
BERDASARKAN KONSEP DAN TEORI TERSEBUT
PROSES BERFILSAFAT TERSEBUT MELALUI EMPAT
TAHAP
1. LOGIS, yaitu berpikir dengan menggunakan logika
(undang-undang berpikir) yaitu melalui tiga tahap;
pemahaman, keputusan dan argumentasi
contoh;:
- Alam berubah-ubah (premis minor)
- Setiap berubah-ubah baru (premis mayor)
- Alam baru (simpulan)

17
LANJUTAN
2. SISTEMATIS, yaitu berpikir melalui alur yang sistemik
sehingga ditemukan adanya koheren (saling runtut),
diantara satu pertanyaan dengan pertanyaan lainnya.
3. RADIKAL, berpikir sampai kepada akar masalah.
4. UNIVERSAL, berpikir secara umum bukan khusus. Disini
perbedaannya ilmu berpikir secara khusus, filsafat
berpikir secara umum.

18
SEJARAH TIMBULNYA FILSAFAT
• KAPAN MUNCULNYA FILSAFAT?
Filsafat muncul sejak manusia ada dan sejak adanya
pembicaraan manusia. Maka sejarah lahirnya filsafat
dimana-mana Yunani, India, Persia. Karena filsafat
memiliki kualifikasi tertentu, maka lahirnya filsafat
diidentikan dengan Yunani. Hal ini sesuai dengan
karakter orang yunani ialah Rasional

19
APA YANG MENYEBABKAN LAHIRNYA
FILSAFAT?
1. PERTENTANGAN ANTARA MITOS DAN LOGOS
Dikalangan masyarakat Yunani dikenal adanya mitos,
sebagai suatu keyakinan lama yang berkembang
dengan pesat misalnya mite kosmologi yang
melukiskan kejadian alam. Lama-lama mitos hilang
dikalahkan oleh logos, maka logos penyebab pertama
lahirnya filsafat.

20
LANJUTAN
2. RASA INGIN TAHU
Karena mite hanya bersifat dongeng belaka, maka orang mulai berpikir
rasional, untuk mencari jawaban-jawaban yang logis. Keingintahuan
terhadap alam semesta, keingintahuan terhadap penciptanya dsb.
3. RASA KAGUM
Menurut Plato, filsafat lahir adanya kekaguman manusia tentang
dunia dan lingkungannya. Para filsuf atas kekagumannya
mencoba merumuskan asal mula alam semesta.
Thales bapak filsafat Yunani, mengatakan alam semesta berasal
dari air.

21
LANJUTAN

• Anaximandros, alam berasal dari apairon (api)


• Democrios, alam berasal dari atom
• Empedokles, alam berasal dari empat unsur; air, api, angin, tanah.

4. PERKEMBANGAN KESUSASTRAAN
Faktor lain yang menyebakan lahirnya filsafat adalah
kesusastraan.

22
KARAKTERISTIK FILSAFAT
1. SKEPTISIS
Skeptisis adalah keraguan terhadap suatu kebenaran sebelum
mendapat argumen yang kuat terhadap kebenaran tersebut.
Dikelompokan;
-bersifat Gradasi , dari ragu ke yakin
-bersifat degradasi, dari yakin ke ragu
-bertahan sophisme, terus menurus ragu.

23
LANJUTAN
• Sifat gradasi diungkapkan oleh RENE DECARTES
Filsuf Prancis cagito ergo sum
(saya berpikir maka saya ada)

2.KOMUNALISME
Hasil pemikiran filsafat dimiliki masyarakat umum tidak
memandang ras, kelas, ekonomi, dan keyakinan.
Misalnya hasil pemikiran Yunani bermanfaat untuk orang
Eropa, Asia Afrika dsb.

24
LANJUTAN
3. DISENTERESTEDNESS
YANG BERASAL DARI KATA INTEREST, yaitu suatu
kegiatan filsafat yang tidak dimotivasi untuk suatu
kepentingan tertentu.

4. UNIVERSALISME
Filsafat bersifat umum, berati filsafat adalah hak seluruh
umat manusia secara umum atau sifatnya internasional.
Semua umat manusia berhak mengadakan kajian
filsafat.
25
APA GUNANYA FILSAFAT BAGI MANUSIA?

• Filsafat mampu memberikan pemahaman yang


menyeluruh (general) terhadap suatu wujud
(ontologi) sekaligus memberikan konsep
kebenaran ( justifikasi) terhadap wujud
tersebut. Dengan kebenaran manusia akan
bertindak bijaksana (wesdom)

26
LANJUTAN
• Filsafat dapat memberikan kepuasan bagi
filsuf/seseorang karena kemampuannya dalam
menggambarkan problem kehidupan yang
sedang dan akan dihadapi sesuai dengan
leluasan pemahamannya.
Plato mengatakan, berpikir dan memikirkan itu suatu
kenikmatan yang luar biasa dan kebahagian yang paling
berharga.

27
LANJUTAN
• Filsafat dapat dijadikan sebagai bahan pijakan untuk merubah
dunia.
Karl Marx mengatakan, filsafat tidak hanya menjelaskan pada
dunia (interferd the world) melainkan juga merubahnya.

28
PROBLEMATIKA FILSAFAT
Secara Umum terbagi menjadi tiga;
1. ONTOLOGI, yaitu mengkaji hakikat segala sesuatu, terbagi 2:
1. Kualitas;
 Monisme, asal alam terdiri dari satu unsur (mono=satu). Thales dari
air, Anaximandros dari apairon, Anaximenes dari udara, Democritos
dari tanah.
 -Dualisme, yang mengatakan alam semesta terdiri dari dua unsur
yaitu materi dan roh. Tokohnya Anaxagoras dan Aristolteles.
 Pluralisme, alam semesta terdiri dari empat unsur; air, angin, api,
tanah. Tokohnya Empedokles, Leukippos.

29
LANJUTAN
2. Kualitas
Pandangan ini membicarakan bagaimana alam
berproses, dalam kaitannya muncul 4 teori:
 Mekanisme, yang mengatakan bahwa segala sesuatu berproses
secara mekanik.
 Teleologi, mengatakan bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam raya
berproses menuju suatu tujuan, yaitu Tuhan.
 Determinisme, kejadian di alam ini berproses melalui suatu ketentuan
yang telah ditetapkan sebelumnya, baik oleh hukum alam maupun
oleh Tuhan
 -Indeterminisme, segala kejadian di alam ini berlangsung secara
bebas, tanpa kendali tertentu dari Tuhan atau kekuatannya.
30
PROBLEM FILSAFAT
2. EPISTEMOLOGI, membicarakan 2 hal;
a. Hakikat pengetahuan, muncul 2 pandangan;
- realisme, yaitu pengetahuan manusia riil adanya dalam
kehidupan.
- idealisme, yaitu hakikat ilmu pengetahuan tidak terdapat
dalam dunia riil, melainkan konsep ideal atau dunia ide-ide.

31
LANJUTAN
b. Sumber Pengetahuan, muncul 3 pandangan;
- rasionalisme, mengatakan bahwa sumber pengetahuan
muncul dari rasio (akal) manusia.
- Empirisme, sumber pengetahuan adalah indera manusia.
- Kritisme, pengetahuan manusia bersumber dari luar diri
manusia, yaitu Tuhan.

32
PROBLEM FILSAFAT
3. AXIOLOGI, TERBAGI MENJADI 6 PANDANGAN;
a. naturalisme, yang menyatakan ukuran baik
buruk ialah sesuai tidaknya perbuatan tersebut
dengan fitrah (natura) manusia.
b. Hedonisme, yang menyatakan bahwa ukuran
baik buruk ialah sejauh mana suatu perbuatan
mendatangkan kenikmatan (hedone) bagi
manusia.

33
LANJUTAN
c. Vitalisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh
sejauh mana suatu perbuatan tersebut dapat
mendorong manusia untuk hidup lebih maju.
d. Utilitarianisme, Ukuran baik buruk ditentukan
oleh ada tidaknya suatu perbuatan
mendatangkan manfaat bagi manusia.

34
LANJUTAN
e. Idealisme, ukuran baik buruk ditentukan oleh sesuai
tidaknya sesuatu perbuatan dengan konsep ideal
(rancang bangun) pikiran manusia.
f. Teologis, baik buruknya suatu perbuatan ditentukan
oleh sesuai tidaknya suatu perbuatan dengan
ketentuan agama (teos=Tuhan, agama)

35
LANJUTAN

Berdasarkan uraian problematika di atas


kebenaran itu bersifat relatif tergantung
pada latar belakang pendidikan, sosial,
budaya, agama dan sebagainya.

36
BAGAIMANA HUBUNGAN ILMU,
FILSAFAT, DAN AGAMA
• Ilmu adalah sistem dari berbagai pengetahuan yang masing-masing
mengenai suatu pengalaman tertentu yang disusun melalui sistem
tertentu, sehingga menjadi suatu kesatuan.
• Menurut Harsojo, ilmu terdiri dari tiga kesimpulan, yaitu;
Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematikan
Suatu pendekatan/metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris,
yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada
prinsipnya dapat diamati oleh panca indra manusia, dan

37
LANJUTAN

1. Suatu cara yang mengijinkan kepada ahli-


ahli lainnya untuk menyatakan suatu
proporsi.

38
LANJUTAN
• Filsafat menurut Plato dan Al Faraby; filsafat adalah pengetahuan
tentang segala yang ada.
AGAMA
Terdapat perbedaan pengertian agama dikalangan tokoh agama.
Hal ini disebabkan oleh perbedaan bidik terhadap agama.

39
LANJUTAN
Agama diartikan secara praktis, adalah suatu
keyakinan akan adanya aturan/jalan hidup
(way of life) yang bersumber dari suatu
kekuatan yang absolut (Tuhan).
• Agama memiliki empat perangkat sbb:
1. Adanya pengatur (Tuhan) sebagai kebenaran
yang pertama dan terakhir.

40
LANJUTAN

2. adanya aturan (kode hukum) yang harus dipahami yang termaktub


dalam kitab suci dan kebenarannya bersifat ansolut.
3. Adanya seorang nabi sebagai pembawa aturan hukum.
4. Adanya komunitas (manusia) sebagai pelaksana aturan yang
bersumber dari Tuhan.

ILMU, mencari kebenaran dengan cara penyelidikan (riset) sesuai


dengan eksistensinya yang berhubungan dengan alam
empiris.Dalam penyelidikan ilmu selalu mencari hukum sebab
akibat. Sebagai hukum sebab akibat maka kebenaranya pasti
ada.

41
LANJUTAN

FILSAFAT, karena selalu berhadapan dengan alam empiris,


(metafisika, ghaib) maka ia komit dengan organon (alatnya) yaitu
logika. Cara kerjanya selalu diawali dengan pertanyaan apa….
Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal.

AGAMA, menemukan konsep kebenaran bersumber pada wahyu,


kebenarannya bersifat mutlak, absolut sebagai kebenaran
tertinggi.

42
Lanjutan

Ilmu kebenarannya bersifat empiris, filsafat kebenarannya


bersifat spekulatif (berdasrkan nalar dan logika), keduanya
bersifat nisbi. Agama kebenarannya bersifat absolut mutlak,
dalam penentuannya semua perlu perumusan

43
LANJUTAN

Hubungan ilmu filsafat dan agama, Albert Einstein


menagatakan dengan singkat’
“science with out is blind, religion with out science is
blame” Ilmu tanpa agama buta, agama tanpa ilmu
lumpuh.

44
BAGAIMANAKAH KATEGORI MANUSIA ITU?
1. MANUSIA ADA YANG TIDAK TAHU DALAM
KETIDAKAHUANNYA
2. MANUSIA TIDAK TAHU DALAM KETAHUANNYA
3. MANUSIA TAHU AKAN KETIDAKTAHUANNYA
4. MANUSIA TAHU AKAN KETAHUANNYA
Kategori manakah yang paling baik?

45
MANUSIA ADALAH MAKHLUK CIPTAAN TUHAN YANG TERCANGGIH. MEMILIKI
BANYAK KELEBIHAN DI BANDING DENGAN MAKHLUK LAIN TERUTAMA
AKALNYA.
• Memiliki rasa ingin tahu, maka diaktualisasikan dalam bentuk
bertanya.
• Melalui rasio maka manusia memberikan jawaban terhadap aneka
pertanyaan
• Manusia bertanya, manusia pula menjawab
• Manusialah yang benar-benar bereksistensi karena memiliki
kesadaran dan otonomi dirinya.

46
LANJUTAN

DENGAN KATA LAIN


Malalui akalnya manusia mampu menyamai makhluk lain.
• Burung terbang tinggi, manusia terbang dengan pesawat
ciptaannya.
• Angsa bisa berenang ke ujung pulau, manusia berenang
dengan kapal Feri ciptaannya.
• Ikan mampu menembus dasar lautan, manusia
menembus lautan dengan kapal selam ciptaannya.

47
APAKAH SETIAP MANUSIA MAMPU BERFILSAFAT?
TIDAK JUGA. RULE OF THE GAME (ADA ATURAN MAINNYA)

yakni : Berpikir logis, sistematis, radikal, dan universal.

Dengan mengindahkan ke empat aturan main tersebut,


maka Anda bisa menjadi seorang filsuf

48
LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN
SEJAK KAPAN LAHIRNYA ILMU PENGETAHUAN?
• Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang tercanggih.
• Dengan akalnya manusia mampu. berpikir, dengan
pikirannya memperoleh pengetahuan, dengan
pengetahuannya manusia memiliki ilmu, dengan ilmunya
manusia mampu berpikir rasional, logis dan sistematis.

49
JADI PENGETAHUAN LAHIR SEJAK MANUSIA ITU ADA
SEJAK MANUSIA BERPIKIR
SEJAK MANUSIA BERINTERAKSI DENGAN ALAM

50
BAGAIMANA HUBUNGAN (ILMU PENGETAHUAN
DENGAN FILSAFAT?
• Pengetahuan bagian dari kajian filsafat ilmu,
pengetahuan lahir sejak adanya peradaban manusia dan
berkembang pesat sesuai dengan budayanya.
• Pengetahuan lahir dari aktivitas
• Aktivitas memerlukan metode
• Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
• Ilmu dan pengetahuan tidak bisa dipisahkan.

51
LANJUTAN

• Aktivitas memerlukan metode


• Pengetahuan melahirkan ilmu-ilmu.
• Ilmu dan pengetahuan tidak bisa
dipisahkan.

52
SIKLUS ILMU

ILMU AKTIVITAS

METODE PENGETAHUAN

53
PENGERTIAN ILMU SEBAGAI PENGETAHUAN
Dari segi maknanya pengertian ilmu sekurang-kurangnya
merujuk tiga hal:
 Pengetahuan
 Aktivitas
 metode

54
PENGERTIAN UMUM
• Ilmu adalah sesuatu kumpulan yang
sistematis dari pengetahuan.
• Ilmu berarti semua pengetahuan yang
dihimpun dengan perantara metode ilmiah
(John G. Kemeny).

55
LANJUTAN
• Menurut Norman Campbell :
Ilmu adalah suatu kumpulan pengetahuan yang
berguna dan praktis dan suatu metode untuk
memperoleh pengetahuan
Ilmu tidak bersangkutan dengan kehidupan praktis
dan tidak dapat mempengaruhinya kecuali dalam
cara yang paling tak langsung, baik kebaikan atau
keburukan.

56
SIMPULAN
• Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional
dan kognitif dengan berbagai metode berupa aneka
prosedur dan tata langkah sehingga menghasilkan
kumpulan pengetahuan yang sistematis mengenai
gejala-gejala kealaman, kemasyarakatan atau
keorangan untuk tujuan mencapai kebenaran,
memperoleh pemahaman, memberikan penjelasan,
ataupun melakukan penerapan.

57
LANJUTAN
ILMU SEBAGAI RANGKAIAN AKTIVITAS MANUSIA:

1. Rasional: proses pemikiran yang berpegang


pada kaidah-kaidah logika
2. Kognitif : proses mengetahui dan
memperoleh pengetahuan

58
LANJUTAN
1. Teologis:
• mencapai kebenaran memperoleh pemahaman
• Memberi penjelasan
• Melakukan penerapan dengan peramalan atau
pengendalian

59
ILMU SEBAGAI METODE ILMIAH
• ANALISIS (analysis)
• PEMERIAN (description)
• PENGUKURAN (measurement)
• PERBANDINGAN (comparison)
• SURVAI (survey)

60
PENGELOMPOKAN PENGETAHUAN
• Menurut Bertrand Russell, pengetahuan dibedakan menjadi 2:
1. Pengetahuan mengenai fakta-fakta (knowledge of facts)
2. Pengetahuan mengenai hubungan umum antara fakta
(knowledge of general connection between facts)

61
LEDGER WOOD MEMBAGI PENGETAHUAN
MENJADI:

1.Non inferential Apprehension; pengetahuan


nonpenyimpulan yang merupakan
pengenalan terhadap benda, orang, atau
sifat tertentu.

62
Bentuknya:
• Perception; pengenalan objek diluar diri seseorang
• Introspection; pengenalan terhadap dirinya sendiri
dengan segenap kemampuan, pikiran kehendak, dan
perasaan

63
LANJUTAN
2. Inferential Knowledge, meliputi;
• Knowledge of other selves; pengetahuan mengenai diri
orang lain.
• Historical knowledge; pengetahuan menyangkut masa
lampau.
• Scientific knowledge; pengetahuan ilmiah.

64
GEORGE KLUBERTANZ
• Pengetahuan langsung berdasarkan pengenalannya
terhadap objek-objek pengalaman.
• Pengetahuan kemanusian (humanistic knowledge) yang
diperoleh karena mempelajari
• Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge) berdasarkan
azas-azas yang cocok dan dapat membuktikan
kesimpulannya kebenaran.

65
LANJUTAN

• Pengetahuan Ilmiah (scientific knowledge)


berdasarkan azas-azas yang cocok dan
dapat membuktikan kesimpulannya
kebenaran.

66
HAKIKAT PENGETAHUAN
• Darimanakah hakikat pengetahuan itu?
1. Realisme; pengetahuan manusia riil adanya dari
kehidupan.
2. Idealisme; pengetahuan tidak terdapat dalam dunia riil
melainkan hanya dalam dunia konsep ideal atau dunia
ide-ide.

67
DARI MANAKAH SUMBER PENGETAHUAN
MANUSIA?
1. Rasionalisme; sumber pengetahuan berasal dari rasio
(akal) manusia.
2. Empirisme; sumber pengetahuan adalah indra
manusia (empiri)
3. Kritisisme/transidentalisme; pengetahuan manusia
bersumber dari luar diri manusia, yaitu Tuhan.

68
PENGETAHUAN SEBAGAI DASAR TEORITIS YANG
MELAHIRKAN PENGETAHUAN ILMIAH

CAKUPAN PENGETAHUAN ILMIAH:


• 1. Jenis sasaran
• 2. Bentuk-bentuk pernyataan
• 3. Ragam-ragam proposisi
• 4. Ciri-ciri pokok
• 5. Pembagian sistematis

69
LANJUTAN

Jenis sasaran Pengetahuan Ilmiah:


• Objek material; fenomena di dunia ini yang
ditelaah oleh ilmu
• Objek formal; pusat perhatian penelaahan
ilmuwan terhadap fenomena itu.

70
LANJUTAN
OBJEK MATERIAL PENGETAHUAN ILMIAH
DIKELOMPOKAN MENJADI 6:
• IDE ABSTRAK
• BENDA FISIK
• JASAD HIDUP
• GEJALA ROHANI
• PERISTIWA SOSIAL
• PROSES TANDA

71
OBJEK MATERIAL

KONSEP GUNUNG MERAPI, BURUNG, INGATAN DST

DITELAAH BERDASARKAN OBJEK FORMAL

72
TELAAH OBJEK FORMAL

• BIOLOGI

MANUSIA •
• PSIKOLOGI
FILSAFAT KODRATI

OBJEK TELAAH FORMAL

73
SEPERTI APA BENTUK PENGETAHUAN ILMIAH ITU?

1. DESKRIPTIF
•ANATOMI
•GEOGRAFI

•UKURAN
2. PRESKRIPSI •AZAS-AZAS
•PETUNJUK
•PROSEDUR
74
LANJUTAN

• SOSIOLOGI
• POLA-POLA BUDAYA
• ANTROPOLOGI
• PERKEMBANGAN
BUDAYA

75
LANJUTAN

4. REKONTRUKSI
HISTORIS

• HISTORIOGRAFI
• PURBAKALA
• PALEONTOLOGI 76
PROPOSISI ILMU PENGETAHUAN

• MENGANDUNG KEBENARAN UMUM


BERDASARKAN FAKTA YANG TELAH
DIAMATI

1. AZAS ILMIAH ILMU SOSIAL

77
LANJUTAN
2. KAIDAH ILMIAH

• Mengungkapkan keajegan
atau hubungan tertib yang
dapat diperiksa kebenarannya
diantara fenomena secara
umum berlaku pula untuk
berbagai fenomena yang
sejenis.
• Boyle, Newton, Pascal

78
LANJUTAN

3. TEORI ILMIAH • Teori Darwin

• Kemampuan proposisi
yang saling berkaitan
secara logis untuk
memberi penjelasan
mengenai sejumlah Kau lahir dariku

fenomena. bodoh

79
LANJUTAN

• Teori; sekumpulam proposisi yang


mencakup konsep-konsep tertentu yang
saling berhubungan

80
APA MANFAAT DAN PERANAN TEORI?

• Mensistematiskan dan menyususn data maupun


pemikiran tentang data sehingga tercapai pertalian yang
logis diantara aneka data yang semula kacau balau. Jadi
teori berfungsi sebagai kerangka, pedoman, bagan
sistematisasi atau sistem acuan.

81
LANJUTAN
• Memberikan skema atau rencana sementara mengenai
medan yang semula belum dipetakan sehingga terdapat
suatu orientasi
• Menunjukkan atau menyarankan arah-arah untuk
penyelidikan lebih lanjut.

82
PEMBAGIAN ILMU PENGETAHUAN

• Ilmu Pengetahuan dibedakan atas:


1. Ilmu Pengetahuan Sosial (social science); membahas
hubungan manusia sebagai makhluk sosial.
a. Psikologi; ilmu pengetahuan yang mempelajari
proses mental dan tingkah laku.
b. Pendidikan; suatu perlakuan atau nproses latihan yang
terarah dan sistematis meneju ke suatu tujuan.

83
LANJUTAN
c. Antropologi; suatu ilmu pengetahuan yang pempelajari
asal-usul dan perkembangan jasmani, sosial,
kebudayaan serta tingkah laku manusia.
d. Etnologi; studi antropologi dari aspek sistem sosio
ekonomi dan pewarisan kebudayaan terutama
keaslian, perkembangan dan perubuhan dalam
masyarakat primitif.

84
LANJUTAN
e. Sejarah; suatu pencataan peristiwa – peristiwa yang telah terjadi pada suatu bangsa, negara
atau individu.
f. Ekonomi; ilmu penghetahuan yang berhubungan dengan produksi, tukar menukar barang
produksi, pengelolaan dalam lingkup rumah tangga, perusahaan atau negara.

85
LANJUTAN
g. Sosiologi; suatu studi tingkah laku sosial, terutama asal-
usul organisasi, institusi dan perkembangan masyarakat
manusia.
2. Ilmu Pengetahuan Alam; yang membahas alam semesta
dengan segala isinya, ilmu ini terbagi atas:
a. Fisika (physics); suatu kajian tentang benda mati dari
aspek wujud dengan perubahan yang bersifat
sementara.

86
LANJUTAN
b. Kimia (chemistry); mempelajari benda hidup dan tidak
hidup dari aspek susunan materi dan perubahan-
perubahan yang bersifat tetap;
Kimia secara garis besar dibagi menjadi:
• Kimia anorganik
• Kimia organik
c. Biologi (biological science); ilmu pengetahuan yang
mempelajari makhluk hidup dan gejala-gejalanya.

87
LANJUTAN
• Cabang-cabang biologi:
1. Botani; mempelajari seluk beluk tumbuhan
2. Zoologi; mempelajari hewan
3. Anatomi; mempelajari strukur dalam makhluk
hidup
4. Fisiologi; studi tentang fungsi tubuh

88
5. Sitologi; studi tentang sel secara mendalam
6. Sitologi; studi tentang jaringan tubuh atau
organ makhluk hidup
7. Palaentologi:studi tentang makhluk masa
lampau yang kebanyakan hanya berupa
fosil

89
LANJUTAN
3. Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa (earth science and space)
a. Geologi; studi tentang struktur bumi
• Petrologi membahas batu-batuan
• Vulkanologi, membahas gempa bumi
• Mineralogi, membahas bahan mineral/bahan galian
• Kristalografi, membahas bentuk-bentuk kristal dari mineral.

90
LANJUTAN
b. Astronomi; suatu ilmu pengetahuan yang membahas benda-benda ruang angkasa dan alam
semesta.
b. Geografi; ilmu pengetahuan tentang muka bumi dan produk ekonomi sehubungan dengan
makhluk hidup terutama manusia.

91
ILMU PENGETAHUAN BERDASARKAN KURUN
WAKTUNYA
• ILMU PENGETAHUAN KONVENSIONAL

• ILMU PENGETAHUAN MODERN

92
LANJUTAN
• Ilmu penetahuan konvensional mengedepankan mitos, daripada logos.
• Ilmu pengetahuan modern mengutamakan rasio, akal sehingga segala sesuatu harus bersifat
rasional. Mengedepankan logos daripada mitos.

93
PERKEMBANGAN PENGETAHUAN MODERN
• Konsep atau teori Pengetahuan modern berkembang
berabad-abad, sejak manusia mempelajari alam
semesta. Thales sebagai Bapak ilmu pengetahuan,
Aristoteles, Scorattes sampai ke generasi Newton.

Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan terus


berkembang hingga melahirkan teori-teori dan wujud
untuk kepentingan umat manusia.

94
LANJUTAN
Berdasarkan pemikiran manusia pengetahuan terus berkembang hingga melahirkan teori-teori
dan wujud untuk kepentingan umat manusia.

95
LANJUTAN
• Aristoteles berpendapat, berdasarkan pengamatan bebnda-benda hidup itu mungkin dapat
timbul dari benda tak hidup. Contoh cacing berasal dari lumpur, ulat berasal dari daging yang
membusuk dan lain lain.

96
ILMU PENGETAHUAN ABAD KE-13
• TOKOH; NIKOLAS KOPERNIKUS
Berkebangsaan Polandia yang mencetuskan revolusi dunia ilmu.
Teorinya menyatakan bahwa matahari merupakan pusat tata surya yang diedari oleh bumi serta
planet lainnya.

97
ILMU PENGETAHUAN ABAD KE-16
• TOKOH; SIR ISAAC NEWTON
Berkebangsaan Inggris yang mencetuskan hukum gravitasi bumi,pencipta teleskop cermin.
Teorinya sangat mempengaruhi alam pikiran abad-18

98
LANJUTAN
• Perkembangan ilmu pengetahuan abad 18, 19 melahirkan ilmu ilmu yang sangat bermanfaat
bagi kehidupan umat manusia.
• Thomas Alpha Edison, dengan lampu listriknya
• Albert Enstain dengan teori atomnya

99
PUNCAK PENGETAHUAN
DI ABAD 20
• Para ilmuwan memanfatkan materi dan energi. Materi merupakan benda sedangkan energi
yang memiliki kekuatan.
• Materi merupakan benda-benda hasil olahan

100
LANJUTAN
• Dalam kehidupan modrn penggunaan energi semakin meluas.
• Energi berwujud dalam berbagai bentuk; cahaya, kimia, panas, gerak, nuklir dan sebagainya.

101
TERIMA KASIH
SELAMAT BELAJAR

102
REFERENSI
• Nasution, HB. 2001. Filsafat Umum. Jakarta :Gaya Media Pratama
• Haryono Imam. 1994. Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Gramedia
• The Lian Gie. 1991. Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta : Liberty

103
104
BAB 3

Filsafat dan Ilmu dalam Sejarah

105
ORIENTASI SEJARAH
Hubungan Sejarah
• Filsafat dan ilmu di dalam filsafat ilmu berhubungan dengan sejarah barat
• Berpusat di Eropa, terutama Eropa Barat

Pembabakan Sejarah
• Sejarah dibagi ke dalam sejumlah babak, dari zaman dahulu sampai
sekarang
• Pembabakan sejarah mengikuti pembabakan yang lazim di sejarah Eropa

Filsafat dan Ilmu


• Di dalam sejarah ini, filsafat dan ilmu tidak diuraikan secara terpisah
106
PEMBABAKAN ZAMAN

• Zaman Kuno
sebelum abad ke-5 sM
• Zaman Yunani Kuno
abad ke-5 sM sampai abad ke-1 sM
• Zaman Romawi
abad ke-1 sM sampai abad ke-5
• Zaman Gelap (Dark Ages)
abad ke-5 sampai abad ke-10
• Zaman Pertengahan (Medieval)
abad ke-10 sampai abad ke-15
• Zaman Kebangkitan (Rennaissance) 107
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Keteraturan Alam (Louis de Broglie)
• Gembala Chaldea di Mesopotamia memperhatikan gejala di langit
terutama di malam hari
• Gerak benda langit teratur sehingga mereka yakin akan keteraturan alam
• Muncul pengetahuan astronomi termasuk kalender bulan dan muncul ilmu
• Mereka juga mengenal musim, sehingga satu tahun terdiri atas 12 bulan
(tidak tepat)

Keteraturan Alam (Dennis Gabor)


• Manusia percaya bahwa ada keteraturan pada dasar gelaja alam
• Keteraturan ini layak dinyatakan melalui logika
108
• Kepercayaan ini melahirkan ilmu
THE HISTORY OF SCIENCE
On the simplest level, science is knowledge of the world of nature. There are
many regularities in nature that mankind has had to recognize for survival since
the emergence of Homo Sapiens as a species. The Sun and the Moon periodically
repeat their movements. Some motions, like the daily “motions” of the Sun, are
simple to observe; others, like the annual “motion” of the Sun, are far more
difficult. Both motions correlate with important terrestial events. Day and night
provide the basic rhythm of human existence; the seasons determine the
migration of animals upon which human depended for millennia for survival. With
the invention of agriculture, the seasons became even more crucial, for failure to
recognize the proper time for planting could lead to starvation. Science defined
simply as knowledge of natural processes is universal among mankind, and it has
existed since the dawn of human existence.
The mere recognition of regularities does not exhaust the full meaning,
however. In the first place, regularities may be simply constructs of the human
mind. Humans leap to conclusions; the mind cannot tolerate chaos, so it
constructs regularities even when none objectively exists. Thus, for example, one
of the

109
astronomical “laws” of the Middle Ages was that the appearance of comets
presaged a great upheaval, as the Norman Conquest of Britain followed the comet
of 1066. True regularities must be established by detached examinations of data.
Science, therefore, must employ a certain degree of skepticism to prevent
premature generalization.
Regularities, even when expressed mathematically as laws of nature, are not
fully satisfactory to everyone. Some insist that genuine understanding demand
explanations of the causes of the laws, but it is in the realm of causation that there
is the greatest disagreement. Modern quantum mechanics, for example, has given
up the quest for causation and today rests only on mathematical expression .
Modern biology, on the other hand, thrives on causal chains that permit the
understanding of physiological and evolutionary processes in terms of the physical
activities of entities such as molecules, cells, and organism. But even if causation
and explanation are admitted as necessary, there is little argument on the kinds of
causes that are permissible, or possible in science. If the history of science is to
make any sense whatsoever it is necessary to deal with the past on its own terms,
and the fact in that for most of the history of science natural philosophers
appealed to causes that

110
would be summarily rejected by modern scientists. Spiritual and divine forces
were accepted as both real and necessary until the end of 18th century and, in
areas such as biology, deep into the 19th century as well.
Certain conventions governed the appeal to God or the gods or the spirits, it
was held, could not be completely arbitrary in their actions; otherwise the proper
response would be propitiation, not rational investigation. But since the deity or
deities were themselves rational, or bound by rational principles, it was possible
for humans to uncover the rational order of the world. Faith in the world could
actually stimulate original scientific work. Kepler’s laws, Newton’s absolute space,
and Einstein’s rejection of the probabilistic nature of quantum mechanics were all
based on theological, not scientific, assumptions. For sensitive interpreters of
phenomena, the ultimate intelligibility of nature has seemed to demand some
rational guiding spirit. A notable expression on this idea is Einstein’s statement
that the wonder is not that mankind comprehends the world, but that the world is
comprehensible.
Science, then is to be considered in this article as knowledge of natural
regularities that is subjected to some degree of skeptical vigour and explained by
rati-

111
onal causes. One final caution is necessary. Nature is known only through the
senses, of which sight, touch, and hearing are the dominant ones, and the human
notion of reality is skewed toward objects of these senses. The invention of such
instruments as the telescope, the microscope, and the Geiger counter has brought
an ever-increasing range of phenomena with the scope of the senses. Thus,
scientific knowledge of the world is only partial, and progress of science follows
the ability of humans to make phenomena perceivable.

112
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Keteraturan Alam (di Mesir Kuno)
• Sungai Nil banjir setiap tahun secara teratur menghapus batas tanah
sehingga lahir ilmu ukur untuk menemukan kembali batas itu
• Ilmu ukur digunakan juga untuk membuat piramida
• Secara teratur, gerak naik bintang sothis (sirius) sinkron dengan siklus
banjir sungai Nil, dan berlangsung setahun sekali
• Muncul pengetahuan astronomi dan kalender matahari di samping kalender
bulan

Keteraturan Alam (di Yunani Kuno)


• Pengetahuan dari Mesopotamia dan Mesir Kuno masuk ke Yunani Kuno

113
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Keteraturan Alam (di Romawi Kuno)
• Sebelum Romawi menjadi negara adikuasa (abad ke-1 sM), mereka juga
menerima kalender dari Yunani Kuno
• Romawi menyusun kalender matahari yang berubah-ubah yang kemudian
distandardisasi oleh Julius Ceaser
• Kalender inilah yang kemudian menjadi kalender internasional yang kita
pergunakan sekarang (disempurnakan oleh Paus Gregorius)

Keteraturan Alam (Kalender)


• Salah satu pengetahuan astronomi (mungkin tertua) yang dilahirkan oleh
keteraturan alam adalah kalender
• Di samping astronomi, muncul pula pengetahuan lain yang dikenal
sebagai astrologi 114
LUNAR CALENDAR

Any dating system based on a year consisting of synodic months—i.e. complete


cycles of phases of the Moon. In every solar year (or year of the seasons), there
are about 12.37 synodic months. Therefore, if a lunar-year calendar is to be kept
in step with the seasonal year, a periodic intercalation (addition) of days is
necessary.
The Sumerians were probably the first to develop a calendar based entirely on the
recurrence of lunar phases. Each Sumero-Babylonian month began on the first
day of visibility of the new Moon. Although an intercalary month was used
periodically, intercalations were haphazard, inserted when the royal astrologers
realized that the calendar had fallen severely out of step with the seasons.
Starting about 380 BC, however, fixed rules regarding intercalations were
established, providing for the distribution of seven intercalary months at
designated intervals over 19-year periods. Greek astronomers also devised rules
for intercalations to coordinate the lunar and solar years. It is likely that the Roman
republican calendar was based on the lunar calendar of the Greeks.
115
Lunar calendars remain in use among certain religious groups today. The Jewish
calendar, which supposedly dates from 3,760 and three months before the
Christian Era (BCE) is one example. The Jewish religious year begins in autumn
and consists of 12 months alternating between 30 and 29 days. It allows for a
periodic leap year and an intercalary month. Another lunar calendar, the Muslim,
dates from the Hegira—July 15, AD 622, the day on which sthe prophet
Muhammad began his migration from Mecca to Medina. It makes no effort to keep
calendric and seasonal years together.

SOLAR CALENDAR
Any dating system based on the seasonal year of approximately 365¼ days, the
time it takes the earth to revolve once around the Sun. The Egyptians appear to
have been the first to develop a solar calendar, using as a fixed point the annual
sunrise reappearance of the Dog Star—Sirius, or Sothis--in the eastern sky,
which coincided with the annual flooding of the Nile. They constructed a calendar
of 365 days, consisting of 12

116
months of 30 days each, with a 5 days added at the year’s end. The Egyptian’s
failure to account for the extra fraction of a day, however, caused their calendar to
drift gradually into error.
Ptolemy III Euergetes of Egypt, in the Decree of Canopus (237 BC), introduced an
extra day every four years to the basic 365-day calendar (this practice also having
been introduced in the Seleucid calendar adopted in 312 BC). In the Roman
Republic, Julius Ceaser in 45 BC replaced the confused Roman Republican
calendar. Which probably was based on the lunar calendar of the Greeks, with the
Julian calendar. The Julian calendar assigned 30 or 31 days to 11 months but
fewer to February; it allowed for a leap year every four years. The Julian calendar,
however, made the solar year slightly too long by adding a full quarter of day
annually—the solar year actually runs 365.2422 days. By mid-16th century the
extra time had resulted in an accumulated error of about 10 days. To correct this
error, Pope Gregory XIII instituted the Gregorian calendar in 1582, dropping
October 5-14 that year and omitting leap years when they fell on centurial years
not divisible by 400—e.g., 1700, 1800, 1900.

117
• Penanggalan Romawi mula-mula hanya 10 bulan, dari Martius sampai December.
Oleh kaisar Romawi ke-2, ditambah 2 bulan pada musim dingin sehingga menjadi

Martius
Aprilis
Maius
Junius
Quintilis (Julius)
Sextilis (Augustus)
September
October
November
December 118
Pada tahun ke-45 sebelum Masehi, penanggalan Romawai cukup kacau. Julius
Ceaser minta Sosigenes membenahi kalender.

Dasar pembenahan adalah 365 ¼ hari setahun sehingga setahun 365 hari dan
interkalasi 4 tahun sekali dengan 366 hari. Dimulai tahun 44 sebelum Masehi
sehingga tahun 45 sM menjadi 400 hari lebih.

Senat menghormati Julius Ceaser dan mengganti Quintilis menjadi Julius. Pada
tahun 4 sM, Senat menghormati Augustus Ceaser dan mengganti Sextilis menjadi
Augustus. Bulan Julius dan Augustus dibuat sama 31 hari.

Ternyata setahun mengandung 365 ¼ hari kurang sedikit sehingga kelebihan.


Pada abad ke-16 kelebihan sampai 10 hari. Agar cocok pada tahun 1527, 10 hari
itu dihilangkan pada bulan Oktober (tanggal 5 lompat ke 15) dan selanjutnya
setiap 400 tahun dikurangi 3 hari pada tahun ratusan.

119
• Penanggalan

• Masehi : 1 – 1 – 2000
• Hijrah : 24 Ramadhan 1420
• Jawa : 24 Pasa 1932
• Yahudi : 5761
• Koptik : 1717
• Ethiopia : 1993
• Persia : 1379
• Hindu : 5101
• Konghucu : 25 – 11 – 2550
• Jepang : 1 – 1 – 2660
• Romawi : 2753
• Thailand : 1 – 1 - 2543 120
• TANGGAL JULIAN DI DALAM KOMPUTER
• Oleh Dali S. Naga
• Abstract. Database management systems uses Julian date in calculating calendar days. To understand Julian date, we have to trace it into the history of our calendar. Our calendar is
based on the movement of the moon and the sun. Intercalations and cycles are needed to come back to the previous positions of the moon and the sun. One of the intercalation and system of
cycle is Julian date. Julian date begins from 1 January 4713, B.C.
• Di dalam komputer, seperti pada program manajemen basis data, tanggal yang digunakan adalah tanggal Julian. Apa sebenarnya tanggal Julian itu? Untuk itu, kita perlu menelaah
sejarah kalender yang sekarang kita gunakan. Namun, sebelumnya, kita perlu membedakan dua hal yakni kalender dan era. Tanggal kita 2 April, hari Rabu, jam 12.00 adalah kalender, tetapi tahun
kita 2003 adalah era. Gabungan mereka, kalender dan era Masehi menghasilkan tanggal 2 April 2003.
• Era Masehi
• Era yang digunakan pada penanggalan kita adalah era Masehi, di samping era lain seperti era Hijrah, era Saka, dan era Konghucu. Era Masehi dihitung sejak kelahiran Yesus.
Sekalipun demikian, pada waktu kelahiran Yesus, belum ada era Masehi. Era Masehi baru kemudian disusun dan diusulkan oleh seorang rahib bernama Denys le Petit pada tahun 532 Masehi.
Pada waktu itu, Denys mencoba menghitung mundur untuk menemukan tanggal lahir Yesus. Menurut hasil hitung Denys, Yesus lahir pada tanggal 25 Desember, 532 tahun lalu. Dengan demikian,
Denys menetapkan bahwa era Masehi dimulai pada hari Sabtu, tanggal 1 Januari 532 tahun sebelumnya.
• Walaupun Denys le Petit telah menciptakan era Masehi pada tahun 532, namun era Masehi baru dipakai di Barat setelah tiga atau empat abad kemudian. Dengan demikian, era
Masehi baru ada di dalam pemakaian pada abad ke-9 atau ke-10. Sebelum abad ke-9 atau ke-10, belum ada penggunaan era Masehi. Selanjutnya, era Masehi tidak mengenal tahun 0. Di dalam
perhitungan mundur, hanya ada tahun 1 Masehi dan tahun 1 sebelum Masehi.
• Kalender
• Kini kita beralih ke kalender. Di dalam kalender, kita mengenal hari. Kapan suatu hari dimulai? Ternyata banyak caranya. Ada orang yang menghitungnya sejak subuh ke subuh, ada
orang yang menghitungnya sejak senja ke senja, ada orang yang menghitungnya sejak tengah hari ke tengah hari. Orang Romawi kuno menghitungnya dari tengah malam ke tengah malam.
Tradisi Romawi inilah yang kita gunakan sekarang pada kalender kita yakni hari kita dimulai sejak tengah malam ke tengah malam berikutnya.
• Sehari dibagi menjadi 24 jam berasal dari zaman kuno yakni dari zaman Babylonia. Mereka menggunakan bilangan Sumeria yakni bilangan yang berbasis 60. Dari basis 60 inilah
ditemukan bilangan 12 yang masing-masing digunakan untuk siang dan untuk malam sehingga sehari menjadi 2 x 12 jam = 24 jam. Hal ini pun diterima di mana-mana. Hari kita pada saat ini juga
terdiri atas 2 x 12 jam = 24 jam. Satu jam sebanyak 60 menit dan satu menit sebanyak 60 detik juga berasal dari bilangan berbasis enam puluh (sexagesimal) yang digunakan oleh orang Sumeria.
• Siklus Minggu kita yang 7 hari panjangnya berasal dari Babylonia dan Yahudi. Di Afrika Barat, siklus itu adalah 4 hari; di Asia Tengah dan juga di Jawa dikenal siklus 5 hari; Mesir kuno
mengenal siklus 10 hari; dan Romawi kuno mengenal siklus 8 hari. Diduga bahwa siklus 7 hari berasal dari penanggalan bulan yakni waktu selama seperempat bulan. Pengguaan siklus 7 hari di
dalam kalender kita didasarkan atas dekrit Kaisar Constantine I dan dimulai pada tahun 321 dengan hari Minggu sebagai hari pertama. Di dalam dekrit Kaisar Constantine I itu, hari Minggu
dinyatakan sebagai hari libur. Dan libur Minggu itu masih terus kita gunakan sampai sekarang.
• Bulan merupakan satu bagian dari kalender. Perhitungan bulan dilakukan melalui fasa bulan. Perhitungan bulan menimbulkan masalah karena satu bulan terdiri atas 29 hari lebih
sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam bulan adalah bulat. Demikian pula dengan tahun. Satu tahun matahari terdiri atas 365 hari lebih sekian jam, pada hal jumlah hari di dalam setahun adalah
bulat. Akibatnya, pada ulang bulan, kedudukan bulan tidak tepat sama seperti kedudukannya pada bulan lalu. Pada ulang tahun, kedudukan matahari tidak tepat sama seperti kedudukannya pada
tahun lalu.
• Untuk menyelesaikan masalah sekian jam yang lebih pada setiap bulan dan pada setiap tahun, maka pada bulan dan tahun tertentu diberikan tambahan hari. Hal ini dikenal sebagai interkalasi.
Interkalasi merupakan hal yang cukup rumit di dalam kalender. Tidak mudah untuk menemukan interikalasi yang menyebabkan kedudukan bulan atau matahari tepat kembali sama seperti pada
waktu sebelumnya.
• Kalender Romawi
• Kita tinggalkan dulu interkalasi ini dan menengok ke sejarah kalender kita. Kalender kita berasal dari kalender Romawi kuno. Konon kabarnya, kalender Romawi kuno ditetapkan oleh
raja pertamanya pada abad ke-7 atau ke-8 sebelum Masehi. Pada ketentuan raja Romulus ini, awal tahun dimulai pada bulan Martius dan diakhiri pada bulan December (desi = 10). Panjang tahun
adalah 10 bulan. Setiap bulan terdiri atas 30 atau 31 hari sehingga di dalam setahun terdapat 304 hari. Setelah itu terdapat celah musim dingin yang tidak ada kalendernya.
• Raja kedua Numa Pompilius membagi celah musim dingin itu menjadi dua bulan yakni bulan Januarius dan Februarius. Dua bulan tambahan sebanyak 50 hari ini diletakkan di akhir
tahun sehingga di dalam setahun terdapat 354 hari. Kemudian pada bulan Januarius ditambahkan satu hari lagi sehingga di dalam setahun terdapat 355 hari.
• Raja kelima Tarquinius Priscus (616 – 579 sM) adalah orang Etruscan. Kalender diubah menjadi kalender republik. Pada kalender republik ini, Februarius 28 hari; Martius, Maius, Julius (waktu itu
masih bernama Quintilis), dan October, masing-masing 31 hari; serta Januarius, Aprilis, Junius, Augustus (waktu itu masih bernama Sextilis), dan December, masing-masing 29 hari. Di dalam 121
setahun terdapat 355 hari. Raja ini juga memindahkan awal tahun ke bulan Januarius namun pada tahun 510 sM, melalui pengusiran orang Estrucan, awal tahun dikembalikan ke bulan Maret.
122
123
• Tanggal Julian (tahun 1583 oleh Joseph Justus Scaliger)

• Menggabungkan tiga siklus interkalasi

• 19 x 15 x 28 = 7980 tahun

• Titik temu terakhir pada tahun 4713 sM

• Patokan tanggaln Julian 1 Januari 4713 sM sebagai tanggal 1 (dimulai tengah


hari)

• 2 Oktober 2004 = 2 454 178

124
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Keteraturan Alam (Ramuan Bahan)
• Keteraturan alam lainnya terdapat pada ramuan bahan (material, logam,
obat)
• Mereka menjadi ilmu bahan dan farmasi
• Di samping ilmu bahan dan farmasi, terdapat pula ramuan bercampur
kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai alkemi

Keteraturan Alam (Pengobatan)


• Keteraturan alam juga terdapat pada pengobatan orang sakit
• Mereka menjadi tabib dan dukun
• Di samping itu, terdapat pula kepercayaan dan mistik yang dikenal sebagai
tenung 125
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Keteraturan Alam (Pertukangan)
• Keteraturan alam lainnya adalah pembuatan alat
• Mereka dikenal sebagai pertukangan
• Salah satu kegiatan arkeologi adalah mencari karya pertukangan pada
zaman purbakala

Tenung
• Merupakan kekuatan gaib yang dapat menyembuhkan atau menyakitkan
orang
• Sekalipun tidak ada dasar ilmiahnya, sampai sekarang pun, kalangan
tertentu masih percaya akan kekuatan tenung (guna-guna)

126
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Astrologi
• Di samping astronomi, muncul juga pengetahuan lain yang dikenal
sebagai astrologi
• Menurut astrologi, dunia bintang-bintang adalah makrokosmos dan dunia
manusia adalah mikrokosmos
• Mikrokosmos adalah refleksi dari makrokosmos sehingga nasib manusia
dapat diramal dari gejala bintang-bintang di langit
• Jam dan tanggal lahir menjadi patokan untuk ramalan nasib manusia

Peranan Astrologi
• Peranan astrologi melampau batas zaman kuno
127
• Sampai sekarang pun masih muncul ramalan astrologi di dalam majalah
ASTROLOGY

Astrology is the type of divination that consists in interpreting the


influence of planets and the stars on earthly affairs in order ot predict the
destinies of individuals, groups, or nations. At times regarded as science,
astrology has exerted an extensive or a peripheral influence in many
civilizations, both ancient and modern. Astrology has also been defined as a
pseudoscience and considered to diametrically opposed to the theories and
findings of modern science.
Astrology originated in Mesopotamia, perhaps in the 3rd millenium BC,
but attained its full development in the Western world much later, within the
orbit of Greek civilization of the Hellenistic period. It spread to India in its older
Mesopotamian form. Islamic culture absorbed it as part of the Greek heritage;
and in the Middle Ages, when Western Europe was strongly affected by
Islamic science, European astrology also felt the influence of the Orient.
The Egyptian also contributed though less
128
directly, to the rise of astrology. They constructed a calendar, containing 12
months of 30 days each with five days added at the end of the year, that was
subsequently taken over by the Greeks as a standard of reference for
astronomical observations. In order that the starry sky might serve them as a
clock, the Egyptians selected a successian of 36 bright stars whose risings were
separated from each other by intervals of 10 days. Each of these stars, called
decans by Latin writers, was conceived of as a spirit with power over the period of
time for which it served; they later centered the zodiac as subdivisions of its 12
signs.
In pre-Imperial China, the belief in an intelligible cosmic order, comprehended
aspects of which would permit influences on correlated incomprehended aspects,
found expression in correlation charts that juxtaposed natural phenomena with the
activities and the fate of man. The transition from the belief to a truly astrological
belief in the direct influence of the stars on human affairs was slow, and numerous
systems of observation and strains of lore developed. When Western astronomy
and astrology became known in China through Arabic influence in

129
Mongol times, their data were also integrated into the Chinese astrological corpus.
In the later centuries of Imperial China it was universal practice to have a
horoscope case for each newborn child and at all decisive junctures in life.
Once established in the classical world, the astrological conception of causation
invaded the sciences; particularly medicine and allied disciplines. The Stoics,
espousing the doctrine of a universal “sympathy’ linking microcosm of man with
the macrocosm of nature, found in astrology a virtual map of such a universe.
Greek astrology was slow to be absorbed by the Romans, who had their own
native methods of divination, but by the times of Augustus, the art had resumed its
original role as a royal prerogative. Attempts to stress its influence on the
populace met repeatedly with failure.
Throughout pagan antiquity the words astronomy and astrology had been
synonymous; in the first Christian centuries the modern distinction between
astronomy, the science of stars, began to appear. As against the omnipotence of
the stars, Christianity

130
taught the omnipotence of their Creator. To the determinism of astrology
Christianity opposed the freedom of the will. But within these limits the astrological
worldview was accepted. To reject it would have been to reject the whole heritage
of classical culture, which had assumed an astrological complexion. Even at the
centre of Christian history, Persian magi were reported to have followed a celestial
omen to the scene of the Nativity.
Although various Christian councils condemned astrology the belief in the
worldview it implies was not seriously shaken. In the late European Middle Ages, a
number of universities, among them Paris, Padua, Bologna, and Florence, had
chairs of astrology. The revival of ancient studies by the humanists only
encouraged this interest, which persisted into the Renaissance and even into the
Reformation.
It was Copernican revolution of the 16th century that dealt with the geocentric
worldview of astrology its shattering blow. As a popular pastime or superstition,
however, astrology continued into modern times to engage the attention of millions
of people.

131
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM
Alkemi
• Di samping ramuan bahan secara alamiah, muncul kepercayaan dan mistik
berkenaan dengan ramuan bahan itu
• Ramuan dengan kepercayaan seperti ini dikenal sebagai alkemi
• Alkemi bertujuan untuk membuat emas dari bahan murah serta membuat
obat panjang umur yang membuat orang tidak mati
• Ada alkemi yang hanya rajin menulis melalui sandi rahasia serta ada alkemi
yang rajin meramu bahan

Peranan Alkemi
• Peranan alkemi melampaui batas zaman kuno
• Mereka baru hilang pada zaman modern (abad ke-18 dan ke-19) 132
ZAMAN KUNO
SEBELUM ABAD KE-5 SM

Asas Determinisme Universal


• Ada keteraturan alam yang ditemukan oleh manusia
• Ada kepastian tentang keteraturan alam itu
• Mereka menjadi suatu asas yakni asas determinisme universal
• Asas ini dikenal sejak Zaman Kuno dan terus berlangsung sampai
sekarrang
• Asas determinisme universal menjadi dasar untuk menemukan dan
mengembangkan ilmu

Asas Indeterminisme
• Dikenal sebagai uncertainty principle, ditemukan oleh Heisenberg pada
tahun 1928
• Bertentangan dengan asas determinisme universal, tetapi hanya berlaku133
ZAMAN YUNANI KUNO
5 SM SAMPAI 1 SM
Kebudayaan Yunani
• Zaman ini merupakan zaman emas Yunani Kuno
• Budaya berkembang ke arah kecendekiaan
• Sekalipun Yunani Kuno mengenal dewa dan dewi, pemikiran mereka tidak
melibatkan dewa dewi itu
• Di zaman itu lahir filsafat dan demokrasi dan sangat berpengaruh terhadap
kebudayaan barat sampai sekarang

Babakan
• Zaman pra-Sokrates
• Zaman Sokrates
• Zaman pasca-Sokrates 134
ZAMAN YUNANI KUNO
5 SM SAMPAI 1 SM
Zaman Pra-Sokrates
• Ada tiga pemikiran besar pada zaman itu yang dibicarakan di sini:
• Unsur dasar pembentuk alam dan bentuk alam
• Alam tunggal dan alam jamak
• Realitas bilangan

Zaman Sokrates (Sokrates, Plato, Aristoteles)


• Dialog
• Metafisika dan epistemologi
• Logika
• Etika dan estetika
135
Greece
Greece, officially called Hellenic Republic (Greek: Ελληνική Δημοκρατία Eliniki
Dhimokratia), is a country in the southeast of Europe on the southern tip of the Balkan
peninsula.
The historical name of Greece in Greek is Έλλάς Ellas. This name is also
written Hellas in English, following the ancient Greek pronunciation. More commonly, it
is called Ελλάδα Elladha in modern Greek. The mythical ancestor of the Greek is the
eponymous Hellen.
The name of Greece in European languages (English: Greece, French: Grèce,
Portuguese: Grécia, Spanish and Italian: Grecia, German: Griechenland, Russian:
Греция, etc) comes from a different root: Γραικός Graikόs (via Latin Graecus) which
according to Aristotle was an ancient name of the Greeks. On the other hand, the
name of Greece in some Middle Eastern and Eastern languages (Turkish: Yunanistan,
Arabic (tulisan Arab Yunan), Hebrew (tulisan Hebrew), ancient Persian: Yauná, Indian
Pali: Yona, Malay and Indonesian: Yunani) derives from the Greek toponym Ίωνία
Iōnia. Norwegian is one of the few languages apart from Greek in which the name
Hellas predominates.
136
THE HELLENISTIC WORLD
The history of the Greek-speaking world in antiquity may be divided into three
periods: that of the free City States, which was brought to an end by Philip and
Alexander; that of the Macedonian domination, of which the last remnant was
extinguished by the Roman annexation of Egypt after the death of Cleopatra; and
finally that of the Roman Empire. Of these three periods, the first is characterized
by freedom and disorder, and the second by subjection and disorder, the third by
subjection and order.
The second of these periods is known as the Hellenistic age. In science and
mathematics, the work done during this period is the best ever achieved by the
Greeks. In philosophy, it includes the foundation of the Epicurean and Stoic
schools, and also of scepticism as a definitely formulated doctrine; it is therefore
still important philosophically, though less so than the period of Plato and Aristotle.
After the third century BC, there is nothing really new in Greek philosophy until the
Neoplatonists in the third century AD. But meanwhile the Roman world was being
prepared for the victory of Christianity. ...
After Alexander’s death, there was an attempt to preserve the unity of his
empire. But of his two sons,

137
one was an infant and the other was not yet born. Each had supporters, but in the
resultant civil war both were thrust aside. In the end, his empire was divided
between the families of three generals, of whom, roughly speaking one obtained
the European, one the African, and one the Asiatic parts of Alexander’s
possessions. The European part fell ultimately to Antigonus’s descendants;
Ptolemy, who obtained Egypt, made Alexandria his capital; Seleucus, who
obtained Asia after many wars, was too busy with campaigns to have a fixed
capital, but at later times Antioch was the chief city of his dynasty. …
From the point of view of Hellenistic culture, the most brilliant success of the
third century BC was the city of Alexandria. Egypt was less exposed to war than
the European and Asiatic parts of the Macedonian domain, and Alexandria was in
extraordinarily favoured position for commerce. The Ptolemies were patrons of
learning, and attracted to their capital many of the best men of the age.
Mathematics became, and remained until the fall of Rome, mainly Alexandrian …
[from Bertrand Russell, History of Western Philosophy]

138
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: UNSUR ALAM
Unsur Dasar Alam
• Menurut Thales dari Miletus (± 624 sM - ± 546 sM) adalah air
• Menurut Anaximenes (± 570 sM - ± 500 sM) adalah udara
• Menurut Xenophanes (± 570 sM - ± 480 sM) adalah tanah
• Menurut Heraklitus (± 540 sM - ± 475 sM) adalah api
• Menurut Empedokles (± 490 sM - ± 430 sM) adalah kombinasi dari air,
udara, tanah, dan api

Sifat Dasar Unsur


• panas dan dingin
• kering dan basah
139
THALES OF MILETUS

Thales of Miletus (fl. 6th century BC), philosopher remembered for his
cosmology based on water as the essence of all matter. According to the
Greek thinker Apollodorus, he was born in 624; the Greek historian Diogenes
Laeritus placed his death in the 58th Olympiad (548-545) at the age of 78.
No writings by Thales survive, and no contemporary sources exist; thus,
his achievement are difficult to assess. Inclusion of his name in the canon of
legendary Seven Wise Men led to his idealization, and numerous acts and
sayings, many of them no doubt spurious, were attributed to him. According to
Herodotus, Thales was a practical statesman who advocated the federation of
Ionian cities of the Aegian region. The Greek scholar Callimachus recorded a
traditional belief that Thales advised navigators to steer by the Little Bear
(Ursa Minor) rather than by the Great Bear (Ursa Major), both prominent
constellation in the north.

140
He is also said to have used his knowledge of geometry to measure the Egyptian
pyramids and to calculate the distance from the shore of ships at sea. Although
such stories are probably apocryphal, they illustrate Thales’ reputation. The Greek
writer Xenophanes claimed that Thales predicted the solar eclipse that stopped
the battle between the Lydian Alyattes and the Median Cyaxares, evidently on
May 48, 585. Modern scholars believe, however, that he could not possibly have
had the knowledge to predict accurately either the locality or the character of an
eclipse. Thus, his feat was apparently isolated and only approximate; Herodotus
spoke of his foretelling the year only. That the eclipse was nearly total and
occurred during a crucial battle probably contributed considerably to his
exaggerated reputation as an astronomer.
In geometry Thales has been credited with the discovery of five theorems: (1) that
a circle is bisected by its diameter, (2) that angles at the base of a triangle having
two sides of equal length are equal, (3) the opposite angles of intersecting straight
lines are equal, (4) that the angle inscribed in a semicircle is a right angle, and (5)
that a triangle is determined if its base and the angles relative to the base are
given. His mathematical achievements are difficult o assess, however, because of
the ancient practice of crediting particular discoveries to men with a general
reputation for wisdom.

141
The claim that Thales was the founder of a European philosophy rests primarily on
Aristotle, who wrote that Thales was the first to suggest a single material
substratum for the universe—namely, water, or moisture. Even though Thales as
philosopher renounced mythology, his choice of water as the fundamental building
block of matter had its precedent in tradition. A likely consideration in this choice
was the seeming motion that water exhibits, as seen in its ability to become
vapour; for what changes or moves itself was thought by the Greeks to be close to
life itself. To Thales the entire universe is a living organism, nourished by
exhalations from water.
Thales’ significance lies in his choice of water as the essential substance than in
his attempt to explain nature by the simplification of phenomena and in his search
for causes within nature itself rather than in the caprices of anthropomorphic gods.
Like his successors Anaximander and Anaximenes, Thales is important in bridging
the worlds of myth and reason.

142
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: UNSUR ALAM
Letak Unsur
• Tanah
di tengah alam, benda jatuh karena kembali ke letak asal
• Air
di tepi tanah, air keluar dari tanah melalui mata air karena kembali ke letak
asal
• udara
di tepi air, udara di dalam air bergelembung naik karena kembali ke letak asal
• api
di tepi udara, dalam bentuk kilat di langit

• Unsur kelima (quintessential) 143


ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: UNSUR ALAM
Sifat Unsur
tanah kering dingin
air basah dingin
udara basah panas
api kering panas

Benda
Benda merupakan kombinasi dari keempat unsur beserta sifat mereka

Asumsi
Unsur alam beserta sifatnya ini dijadikan asumsi di dalam pengetahuan 144
kemudian
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: UNSUR ALAM
Unsur dasar pembentuk alam dan sifat mereka

quintessential (unsur kelima)

api (kering dan panas)

udara (basah dan panas)

air (basah dan dingin)

tanah (kering dan dingin)

145
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: UNSUR ALAM

Bentuk Alam
• Menurut Anaximander (± 610 sM - ± 546 sM) dari Miletus langit berentuk
bola serta permukaan bumi melengkung dan berbentuk silinder dengan
sumbu timur-barat
• Menurut Anaximenes dari Miletus, bumi berbentuk meja bundar (cakram)
• Menurut Pythagoras, bumi berbentuk bola

Alam
• alam terdiri atas substansi dan bentuk

Peta Zaman Kuno


146
• Timur (orient) terletak di atas
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM
Paham Alam Tunggal (Monisme)
• Realitas alam adalah tunggal walaupun tampak jamak
• Tidak ada celah
• Tidak terbagi
• Tiada gerakan (statis)
• Penganut: perguruan Elea yang dipimpin oleh Parmenides

147
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM
Paham Alam Jamak (Pluralisme)
• Realitas alam adalah jamah (banyak)
• Ada celah
• Terbagi
• Ada gerakan (dinamis)
• Penganut: Heraklitus dan Empedokles

148
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM

Perguruan Elea
• Dipimpin oleh Parmenides
• Pengikut terkenal adalah Zeno dari Elea
• Menganut alam tunggal (monisme)

Heraklitus
• Mengagumi api yang bergerak dan air yang mengalir
• Ucapan terkenal “panta rhei = semua mengalir”
• Menganut alam jamak

Empedokles 149
PARMENIDES
Parmenides (b. c. 515 BC), Greek philosopher of Elea in southern Italy who
founded Eleaticism, one of the leading per-Socratic schools of Greek thought. His
general teaching has been diligently reconstructed from the few surviving
fragments of his principal work, a lengthy three-part verse composition titled On
Nature.
Parmenides held that the multiplicity of existing things, their changing forms and
motion, are but an appearance of a single eternal reality (“Being”), thus giving rise
to the Parmenidian principle that “all is one.” From this concept of Being, he went
on to say that all claims of change or or bob-Being are illogical. Because he
introduced the method of basing claims about appearances on a logical concept of
Being, he is considered one of the founders of metaphysics.
Plato’s dialogue the Parmenides deals with his thought. An English translation of
his work was edited by L. Taran (1965).

150
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM
Paradoks Zeno
• Zeno dari Elea (penganut paham alam tunggal) membantah paham alam
jamak melalui empat paradoks
• Paradoks dikotomi
• Paradoks Achilles
• Paradoks panah
• Paradoks stadion

Cara
• Menggunakan paham alam jamak (terbagi) dan menunjukkan
ketidaklogisan
151
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM
Paradoks Dikotomi
• Dari titik A bergerak menuju ke titik B
• Kalau jarak ini terbagi (paham jamak) maka jalan itu dibagi dua
• Setelah tiba di tengah jalan, sisa jalan dibagi dua lagi
• Setelah mencapai titik tengahnya, sisa jalan dibagi dua lagi
• Demikian seterusnya, sehingga kita tidak mungkin tiba di B

A B

152
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM
Paradoks Achilles
• Achilles adalah dewa Yunani yang larinya tercepat; kura-kura adalah hewan
yang jalannya paling lambat
• Achilles ingin menyusul kura-kura yang sudah lebih dahulu berjalan
• Setiap kali Achilles tiba ke tempat kura-kura, sang kura-kura sudah maju
sedikit
• Demikian seterusnya, sehingga Achilles tidak mungkin melewati kura-kura
• Bahkan menurut paradoks dikotomi, Achilles tidak mungkin mencapai
tempat kura-kura

Achilles Kura-kura

153
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: WUJUD ALAM
Teori Atom
• Leucippus dan Democritos muncul dengan teori atom ( a tomos = tidak
terpenggal)
• Menurut mereka segala sesuatu memiliki bagian terkecil berupa atom
• Segala sesuatu itu meliputi benda dan bukan benda (berbeda dengan atom
unsur di kimia)
• Benda: kayu, batu, air; bukan benda: api, jiwa, perasaan, pikiran
• Ada atom kasar seperti atom api; ada atom halus (eidola) seperti atom jiwa
(psyche)
• Pemenggalan sesuatu akan terhenti pada atom
• Tampaknya teori atom ini dapat menjawab paradoks Zeno

154
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
Perguruan Pythagoras
• Kita mengenal dalil Pythagoras di geometri (sebelum Pythagoras, dalil ini
sudah dikenal)
• Sebenarnya, banyak hal yang dikemukakan oleh Perguruan Pythagoras,
dan kesemuanya berkenaan dengan bilangan

Paham Pythagoras
• Segala sesuatu duduk di atas bilangan dan dapat dinyatakan dalam
bilangan
• Perguruan Pythagoras menemukan berbagai sifat bilangan
• Tugas ahli filsafat, menurut perguruan Pythagoras, adalah mencari
bilangan itu
155
PYTHAGOREAN PHILOSOPHY

Although much of the tradition about Pythagorean philosophy is confused


because of dissensions within the school and on account of intermixture of later
speculation with earlier doctrine, yet some of the chief principles are quite clear.
Pythagoras’s discoveries in musical theory, such as that the basic musical
harmonies depend on very simple numerical ratios between the dimensions of the
instruments (such as strings, pipes, disks) producing them, let him interpret the
world as a whole through numbers. The discovery was the basis for the
Pythagorean theory of numbers, of which the systematic study induced the
intense Pythagorean devotion to mathematics and the subsequent development of
this science by Greek scientists. Pythagoras taught that number is the
fundamental part of the world’s framework. According to his theory that the
dominant note of the universe are proportion, order, and harmony. All three are
expressible by numerical relations. Pythagoreans thus considered that the
universe’s essential character is number, but they went beyond this by asserting
that the world is made of numbers—a doctrine that is the core of Pythagorean

156
philosophy. In preaching this principle the Pythagoreans both propounded several
semi mystical speculations and discovered more scientific truths.
On the speculative side occurs the celebrated Pythagorean table of opposites,
derived from their proposition that the universe is composed of pairs of
contradictories. The pairs are 10 in number: (1) limited and unlimited; (2) odd and
even; (3) one and many; (4) right and left; (5) masculine and feminine; (6) rest and
motion; (7) straight and crooked; (8) light and darkness; (9) good and evil; (10)
square and oblong. Though this theory may not be so fantastic as it appears, the
Pythagorean development of numbers was quite arbitrary in the following
proposition. The number 1 is the point, 2 is the line, 3 is the plane, 4 is the solid, 5
is physical qualities, 6 is animation, 7 is intelligence and health, 8 is love,
friendship, wisdom. Identification of different numbers with different things
exemplifies no principle. The Pythagoreans themselves disagreed on what
number should be assigned to what things. Thus, since justice is that which
returns equal for equal, the only numbers which do this are square numbers; thus
4 equals 2 into 2 and so returns equal for

157
for equal; thus 4 must be justice. But since 9 is equally square of 3, 9 also can
represent justice. Such speculation seems sterile, save to numerologists.
Among the Pythagorean achievements in science were:
(1) The Pythagorean theorem, reliably reported to have been discovered by
Pythagoras, to whose speculation was owed also, quite probably, most of the first
book of Euclid’s Stoicheaia (Elements) on geometry.
(2) By 500 BC the earth sphericity was proclaimed by Pythagoreans, who were
among the first, if not the first, to teach it.
(3) Hippasus (fl. 450 BC) discovered incommensurability and elaborated a theory
of proportions applicable to incommensurables.
(4) By 400 BC the Pythagoreans taught the theory that the earth, sun, and moon,
planets, and fixed stars revolve around a central fire—a denial of the earlier and
later geocentric view of the universe and an anticipation of Nicolaus Copernicus’
heliocentric hypothesis announced in 1543. From this theory they

158
developed the doctrine of the music of the spheres, which lasted into modern
times.
(5) Archytas of Tarentum (fl. 360 BC) developed a very advanced theory of
acoustics and founded mechanics.
(6) At an undetermined date Pythagoreans developed the theory of
mathematical “means” and they also invented the theory of polygonal numbers.
Pythagorean ethics consisted in ascetics practice. Happiness was the
perfection of the soul’s virtue, which was a kind of harmony. The process of
purification of the soul was accomplished by metemorsychosis, the transmigration
of the soul, a theory imported by Pythagoreans from the Orient and one of their
most characteristic dogmas.

159
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
Harmoni
• Pythagoras menemukan bahwa nada dapat dinyatakan dengan rasio
panjang kawat yang menghasilkan nada (1 : ¾ : 2/3 : ½ ) atau (12 : 9 : 8:
6)
• oktaf (diaspason) 12 : 6; fourth (diatessaron) 8 : 6; fifth (diapente) 12 : 8
• Rasio ini dinamakan harmoni
• Menurut mereka, jarak benda langit ke bumi juga memiliki rasio harmonis
(music of the sphere)
• Menurut mereka, tubuh manusia sehat memiliki tone yang harmonis; sakit
berarti tone tidak harmonis lagi, diobati dengan tonikum

160
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
Arti Bilangan
1 = titik; penalaran
2 = garis; pendapat
3 = bidang
4 = bentuk ruang; keadilan
5 = kualitas fisik; perkawinan
6 = animasi; semangat
7 = inteligensi; kesehatan
8 = cinta; persahabatan; kearifan
9 = keadilan

161
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
Bilangan 10
Bilangan 10 adalah ideal karena 1 + 2 + 3 +4 = 10

Ada 10 pasang lawanan


• terbatas lawan tak terbatas
• ganjil lawan genap
• satu lawan banyak
• kanan lawan kiri
• lelaki lawan perempuan
• diam lawan gerak
• lurus lawan bengkok
• terang lawan gelap 162
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
Bilangan dan Gambar
• Bilangan bulat = bilangan segi tiga
• Bilangan ganjil = bilangan bujur sangkar
• Bilangan genap = bilangan persegi panjang
• Bilangan segi lima
• Bilangan kubik

Number and Figure


• Di dalam bahasa Inggris figure dapat diartikan number atau bilangan;
rupanya dari sini

163
Bilangan Irasional
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
BILANGAN SEGITIGA 1= 1
1+2= 3
1+2+3= 6
1 + 2 + 3 + 4 = 10
...
1 3 6 10
BILANGAN
BUJUR SANGKAR 1 = 12
1 + 3 = 22
1 + 3 + 5 = 32
1 + 3 + 5 + 7 = 42
...
1 4 9 16

BILANGAN 2=2X1
PERSEGI PANJANG 2+4=3X2
2+4+6=4X3
2+4+6+8=5X4
...
2 6 12 20

BILANGAN`SEGILIMA
1=1
1+4=5
1 + 4 + 7 = 12
1 + 4 + 7 + 10 = 22
...
1 5 12 22

BILANGAN KUBIK
1 = 13
1 + 7 = 23
1 + 7 + 19 = 33
1 + 7 + 19 + 37 = 43
...
1 8 27
164
THE SQUARE ROOT OF TWO
The square root of 2, which was the first irrational to be discovered, was
known to the early Pythagoreans, and ingenious methods of approximating to its
value was discovered. The best was as follows: Form two columns of numbers,
which we will call the a’s and the b’s; each starts with 1. The next a, at each stage,
is formed by adding the last a and b already obtained; the next b is formed by
adding twice the previous a to the previous b. The first 6 pairs so obtained are
(1,1), (2,3), (5,7), (12,17), (29,41), (70,99). In each pair, 2a2b2 is 1 or 1. Thus
b/a is nearly the square root of two, and at each fresh step it gets nearer. For
instance, the reader may satisfy himself that the square of 99/70 is very nearly
equal to 2. [from Bertrand Russell, History of Western Philosophy]

(a, b), (a’, b’), …

a’ = a + b
b’ = 2a +b  = b/a
165
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: BILANGAN
Sifat Bilangan
Bilangan sempurna
• jumlah faktor = bilangan
• mis. 1 + 2 + 3 = 6
• 1 + 2 + 4 + 7 + 14 = 28
Bilangan berkekurangan
• jumlah faktor < bilangan
• mis. 1 + 2 + 4 < 8
Bilangan berlimpahan
• jumlah faktor > bilangan
• mis. 1 + 2 + 3 + 4 + 6 > 12
Bilangan bersahabat 166
ZAMAN YUNANI KUNO
PRA-SOKRATES: PROTAGORAS
Protagoras (c. 500 sM)
• Menyatakan dirinya sebagai sophist
• Tidak mendirikan perguruan, menerima bayaran dari jasa mengajar

Ukuran
• Menurut Protagoras, manusia adalah ukuran dari semua benda, tentang
benda yang ada dan tentang benda yang tidak ada
• Akibatnya, menurut orang yang satu, benda adalah seperti ini, tetapi
menurut orang yang lain, bisa lain lagi

Baik dan benar


• Sesuatu bisa lebih baik tetapi belum tentu lebih benar
167
ZAMAN YUNANI KUNO
SOKRATES
Perguruan
• Sokrates adalah guru dari Plato
• Plato adalah guru dari Aristoteles
• Sokrates, Plato, Aristoteles adalah tiga ahli filsafat yang terkenal dari zaman
Yunani Kuno
• Setelah Aristoteles, Yunani ditaklukkan oleh Alexander, dan mengalami
kemunduran

Kegiatan Sokrates (± 470 sM - 399 sM)


• Memiliki perguruan
• Tidak menulis buku; karyanya terdapat di dalam tulisan Plato
• Ikut dalam politik sehingga dihukum mati pada tahun 399 sM
• Merintis metoda dialog 168
ZAMAN YUNANI KUNO
PLATO
Perguruan
• Memberi pelajaran di taman Akademon di pinggir kota Athena
• Dikenal sebagai Perguruan Akademia (asal usul dari kata akademik) dari
387 sM sampai 529

Perguruan Akademia
• Akademia tua oleh Plato (387 sM), diteruskan oleh pengikutnya (dan
kemanakan) Speusippus, Xenokrates dari Khalkedon, Polemon dari
Athena, Krates
• Akademia pertengahan diteruskan oleh Arkesilaus (316 - 241 sM)
• Akademia baru oleh Kameades (214?sM - 129 sM)
• Dibubarkan oleh Kaisar Justinian pada tahun 529 169
ZAMAN YUNANI KUNO
PLATO
Kegiatan Plato (± 427 sM - ± 347 sM)
• Meninggalkan banyak karya; paling terkenal adalah “Dialogue”
• Merintis teori bentuk (form, ide) yakni bentuk umum (universal) dari
sesuatu seperti kursi, biru, buku, pohon
• Diduga bahwa bentuk umum ini ada di dalam ide, maka dikenal juga
sebagai ide
• Berkarya juga di bidang epistemologi, logika, etika, hukum, metoda
dialektika (dialog)

Paham tentang Pengetahuan


• Menganut paham tunggal dari Parmenides, terutama tentang
ketidakubahan pengetahuan
170
• Benda berubah tetapi bentuk tidak berubah; pengetahuan harus melalui
ZAMAN YUNANI KUNO
ARISTOTELES

Perguruan
• Memberi pelajaran sambil berjalan-jalan (peripatetik) di taman Lyceum
• Dikenal sebagai Perguruan Lyceum
• Karena mengajar sambil berjalan-jalan, anggota perguruan ini dikenal
sebagai Peripatetik
• Pernah memberi pelajaran kepada anak Raja yang kemudian menjadi
Alexander Agung

Kegiatan Aristoteles (384 sM - 322 sM)


• Meninggalkan banyak sekali karya
• Merintis logika, terutama silogisme
• Merintis kategori: substansi, kuantitas, kualitas, relasi, tempat, waktu, 171
ZAMAN YUNANI KUNO
ARISTOTELES
Kegiatan Ilmiah
• Sebagai anak dokter, ia banyak menelaah alam terutama biologi dan
psikologi
• Tidak sepaham dengan Plato tentang bentuk (ide); Plato bentuk sebelum
materi, Aristotles bentuk di dalam materi

Bidang Karya Aristoteles


• Dari karya yang masih dapat ditemukan, karya Aristoteles dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa bidang
• Filsafat teoretik atau spekulatif (teologi, fisik, metafisika, biopsikologi)
• Filsafat Praktis (etika dan ilmu politik)
• Filsafat Produktif (retorika, estetika, kritik sastra)
172
ZAMAN YUNANI KUNO
ARISTOTELES
Karya Aristoteles
Logika di dalam Organon
• kategori, tentang interpretasi, prior analytics
• posterior analytics, topik, sophistical refutations
Filsafat Alam
• tentang langit (meteorologi)
• fisika (materi dan bentuk atau form)
• tentang unsur (tanah, air, udara, api)
• astronomi, geografi, kimia, biologi
Psikologi
• raga dan jiwa (materi dan bentuk)
• pikiran 173
CATEGORY
Category, in logic, a term used to denote the several most general or highest
types of thought forms of entities, or to denote any distinction such that, if a form
or entity belonging to one category is substituted into a statement in place of one
belonging to another a nonsensical assertion must result.
The term was used by Aristotle to denote a predicate type; i.e., the many things
that may be said (or predicated) of a given subject fall into classes—such as
quantities, substances, relations, and states—which Aristotle called categories. To
the Greeks, the clarification of predicate categories helped resolve questions that
seemed to be paradoxes. In the course of a year or so, for example, Socrates
could cease to be taller and come to be shorter than Alcibiades; so he is not now
what he was at an earlier date. Yet he does not cease to be human being. One
may wonder how he can not be what he used to be (taller) and still be what he
used to be (a human being). The answer is that the categories are different: a
change of relation is not a change of substance.
Though the Stoics, philosophers of ancient Greece, had recognized only 4
“most generic” notions, Aristotle’s 10 categories were treated throughout the

174
Middle Ages as though they were definitive. In a commentary on Aristotle’s Categoriae
(Categories), the Neoplatonist Prophyry set the stage for the entire medieval controversy
over universals, or general abstract terms (see Nominalism), and he thus posed the issues
that any theory of categories must resolve.
In the 18th century Immanuel Kant revived the term category to designate the different
types of judgments or ways in which logical propositions function. It should thus be clear
that, whereas Kant retained the Aristotelian term “category” and even some of the
subterms, such as “quality,” “quantity,” and “relation,” his distinctions were different from
those of Aristotle. For Aristotle, for example, “quality” referred to such predicates as “white”
or “sweet,” whereas for Kant it designated the distinction between affirmative and negative.
After Kant, G.W.F Hegel arranged many categories in a dialectical structure of
ascending triads and thus initiated the modern tendency to regard them as many and as
comprising the basic principles of a logical and/or metaphysical system; thus, for Hegel the
categories encompassed both form and content. Early in the 20th century, Bertrand Russell,
faced with a “contradiction” in the foundations of mathematics, developed the theory of
types, which distinguished different levels of language and held that the levels should not
be intermixed .
Meanwhile, Charles Sanders Peirce, an American logician and Pragmatist, arguing from
Kant’s categories, proposed a

175
reduced list of categories. He defended the view that there can be three and only
three types of predicates: “firstness,” that of “pure possibility”; “secondness,” that
of “actual existence”; and “thirdness,” that of “real generality.” Clearly, if universals
belong to the category of thirdness, then the Nominalist, who urges that universals
have no existence (the secondness category) is confusing categories and, by the
definition of “category,” is making a nonsensical statement. Such misjudgments,
made famous as “category-mistakes” by Gilbert Ryle, a mind 20th-century Oxford
Analytical philosopher, have played an important role in recent linguistic
philosophy, which, with the proliferation of categories, has applied this critique,
with powerful therapeutic effect, to philosophical discourse.
Stanislaw Lesniewski (1886-1939), a Polish logician, and Rudolf Carnap
(1891-1970), a German-American semanticist, distinguished between syntactical
categories (dealing with the interrelations of concepts) and semantical categories
(dealing with concepts and referents). Distinctions akin to those of Aristotle are
thus apt to be described today as semantical, as distinctions between kinds and
modes of significance rather than kinds of linguistic expressions or of things or
happenings. P.F. Strawson, another Oxford philosopher, discussed the
implications of category theory for a descriptive metaphysics.

176
ZAMAN YUNANI KUNO
ARISTOTELES
Metoda Induksi dan Deduksi
• Dari Aristoteles
• Induksi: dari observasi ke penjelasan (teori)
• Deduksi: dari teori ke konklusi sesuatu

Sebab
• Ada material cause (bahan pembuat)
• Ada formal cause (bentuk buatan) 177
CAUSE
Cause, in the philosophy of Aristotle, is a special generic term referring to the
four principles through which one arrives at knowledge of any entity. In
distinguishing between the material, formal, efficient, and final causes of a
substance, Aristotle attempted to take into account everything necessary to
produce it.
Background. The theories of the pre-Socratic philosophers postulated the
elements from which all things were formed: earth, air, fire, and water. This view
corresponds somewhat to Aristotle’s concept of a material cause; however, it was
too limited to account for an ordered cosmos and its intelligibility.
Plato’s concept of the causes of things in part resembles Aristotle’s formal
cause. Plato made the mistake of treating the essences of entities (the Platonic
Forms or Ideas) as though they were substances in their own right.
The Four Causes. Aristotle found unacceptable Plato’s view that the essence
of entities reside in a separate realm of Forms. He attempted to describe the
existence of all things in terms of the things themselves, without postulating a
special metaphysical realm. According to Aristotelian analysis, all material things
(sensible substances) are composed of matter and form. Matter, or the material
cause, is the “stuff” 178
of which a thing is made—brick is the material cause of a house. It is important to
note here that “matter” is a relative term for Aristotle; by it he means the materials
of a thing relative to the structure that holds them together. Thus, the elements are
the material cause of organs; tissues are the material cause of the living body.
The form of an entity, either its “shape” or its structural plan, is its formal cause.
The blueprint, or the actual structure of a house, are the formal causes of the
house. The formal and material causes are generally inseparable for Aristotle—
each requires the other.
Although each individual entity is a composite of matter and form, these two
categories do not sufficiently account for why things are what they are. There must
be an agent or force that imposes the form on the matter. That something is
Aristotle’s sufficient cause, the vis a tergo, or “push from behind.” The builder of a
house (or the builder in the act of building) is the efficient cause of the house. This
cause most closely corresponds to the ordinary meaning of “cause” today.
Just as the “push from behind” pushes the substance

179
to change in a specific direction, that direction is predetermined by the vis a fronte,
or “pull from the front”: the entelechy, or final cause. This cause is the end,
purpose, or goal at which the process of change aims and terminates. The final
cause of a house might be “being comfortable to live in.”
Present-Day Implications. The Aristotelian account of causation is not generally
used in modern analysis of cause, which is interested in clarifying statements
concerning cause in ordinary and scientific discourse. However, the subject of
final causes (teleological explanation) is still vigorously discussed, particularly in
the life and social sciences.

180
ZAMAN YUNANI KUNO
ARISTOTELES
Aristoteles tentang Alam
• Alam di bawah bulan (sublunar) terdiri atas tanah (berat), air, udara, dan api
(ringan). Alam di atas bulan terbuat dari unsur kelima (quintessential) yang
sempurna
• Gerakan di bawah bulan adalah lurus; gerakan di atas bulan adalah
melingkar
• Penggerak di alam adalah benda langit dan angin serta hewan dan
manusia
• Pertumbuhan terjadi karena adalah prinsip internal yang merupakan
potensi
• Tidak mungkin ada hampa
• Pandangan Aristoteles diadopsi oleh katedral sehingga sukar dibantah.
Ketika dibantah oleh ilmuwan zaman kebangkitan, terjadi kontradiksi
181
ZAMAN YUNANI KUNO
PASCA-ARISTOTELES

• Zaman Pasca-Arsitoteles
• Yunani Kuno dikuasai oleh Alexander Agung dan mengalami kemunduran,
serta terus mundur pada masa pasca-Alexander Agung
• Ada empat paham dogmatis pada zaman itu, Stoik, Epikurus, Skeptik,
Cynics

Paham Stoik
• Dasar kebahagiaan adalah hidup dalam kecocokan dengan diri sendiri
(kemudian dengan alam)
• Kebaikan sejati adalah kebajikan dan bukan harta; dasar kebajikan
adalah kontrol diri

182
ZAMAN YUNANI KUNO
PENGETAHUAN MATEMATIKA DAN ALAM
Matematika
• Matematika cukup maju melalui tokoh seperti Euclides, Eratosthenes,
Pythagoras, Apollonius

Pengobatan
• Tokoh terkenal di bidang pengobatan mencakup Hippocrates, Galen
(zaman Romawi)

Fisika
• Tokoh terkenal di bidang fisika mencakup Archimedes (gaya timbul,
pengungkit, katrol)
183
ZAMAN YUNANI KUNO
PENDIDIKAN
Pendidikan Sophist
• Pendidikan tinggi (belum ada universsitas) berlangsung tanpa perguruan
dengan para sophist sebagai guru

Perguruan Philosopher
• Para philosopher seperti Sokrates, Plato, dan Aristoteles sebagai guru;
mereka membentuk perguruan

Pendidikan Anak
• Anak belajar pada waktu senggang
• Dalam bahasa Yunani, waktu senggang adalah “skhole,” dan daripadanya
lahir kata sekolah
• Guru adalah paidagogos yakni budak tua yang sudah berpengalaman dan184
ZAMAN ROMAWI
ABAD KE-1 SM - ABAD KE-5
Karateristik Zaman
• Romawi menjadi besar pada abad ke-1 sM dengan menaklukkan Yunani,
Eropa, Asia Barat, dan Afrika Utara
• Tokoh terkenal: Julius Ceaser, Augustus Ceaser
• Lebih tertarik kepada peperangan, memerintah, hukum, daripada kepada
filsafat
• Membiarkan filsafat diteruskan oleh orang Yunani, sehingga perguruan
Akademia dapat terus hidup
• Mula-mula bukan nasrani, tetapi kemudian menjadi nasrani (di mulai dari
Romawi Timur)
• Dengan alasan bukan nasrani, Perguruan Akademia ditutup oleh Kaisar
Justinian pada tahun 529
185
ZAMAN ROMAWI
ABAD KE-1 SM - ABAD KE-5
Runtuhnya Romawi
• Romawi diserang oleh Goth dari Utara serta oleh Vandals
• Pada akhir abad ke-4, Romawi pecah menjadi Romawi Barat (di Roma)
dan Romawi Timur (di Konstantinopel)
• Romawi Barat runtuh pada abad ke-5
• Romawi Timur dapat bertahan sampai tahun 1475 namun mereka lebih
dikenal sebagai Byzantium daripada sebagai Romawi
• Di sini, Zaman Romawi diakhiri dengan runtuhnya Romawi Barat
• Dengan demikian, Zaman Romawi adalah dari abad ke-1 sM sampai abad
ke-5

186
ZAMAN ROMAWI
FILSAFAT DAN ILMU
Filsafat
• Diteruskan oleh orang Yunani
• Mereka meneruskan filsafat dari zaman Yunani Kuno
• Mereka dikenal sebagai Neo-Pythagoras, Neo-Plato, Neo-Aristoteles

Astronomi
• Pada waktu itu, Claudius Ptolemaeus mengemukakan paham geosentris
(benda langit beredar mengelilingi bumi)
• Asumsi ini cocok dengan anggapan bahwa manusia adalah pusat alam dan
dianut oleh katedral (gereja)
• Asumsi ini bertahan sampai Zaman Kebangkitan
187
ZAMAN ROMAWI
FILSAFAT DAN ILMU
Kalender
• Julius Ceaser menugaskan Sosigenes menstandarkan kalender
• Sebelum menggunakan kalender baru, tahun terakhir berlangsung
selama 445 hari
• Kalender ini yang kita gunakan sekarang (pada abad ke-15 dikoreksi oleh
Paus Gregorius) dengan mengurangi tiga hari pada setiap empat abad;
ketika diterapkan, terjadi lompatan 10 hari

Ilmu
• Sebagian ilmu diteruskan oleh orang Yunani dan sebagian lagi oleh orang
Romawi
• Tokoh terkenal pada waktu itu: Ptolemaeus (astronomi), Sosigenes
(astronomi), Galen, Celsus (medik), Vitruvius (arsitek), Diophantus,
Pappus, Hypatia (matematika) 188
ZAMAN ROMAWI
KARYA
Karya Zaman Romawi
• Banyak karya peninggalan zaman ini
• Karya arsitektur melalui bangunan besar yang reruntuhannya masih
tampak sampai sekarang
• Karya di bidang jalan untuk transportasi yang menghubungkan banyak
daerah
• Karya akuadak di bidang penyaluran air ke kota Roma
• Karya di bidang bahan (logam dan nonlogam)

Kegiatan di Luar Ilmu


• Astrologi
• Alkemi 189
ZAMAN ROMAWI
ALKEMI
Kemunculan
• Berkembang sekitar tahun 100 di Alexandria, Mesir
• Gabungan dari beberapa sumber
• Filsafat Yunani Kuno
• Tukang Mesir
• Astrologi Mesopotamia

Filsafat Yunani Kuno


• Semua bahan terbuat dari kombinasi panas, dingin, kering, dan basah
• Kombinasi ini membentuk tanah (kering dingin), air (basah dingin), udara
(basah panas) dan api (kering panas)
190
• Benda lain terdiri atas kombinasi mereka
ZAMAN ROMAWI
ALKEMI
Pertukangan Mesir
• Mereka mahir di dalam pembuatan logam dan bahan warna
• Mengetahui bahwa bahan dapat berubah
• Bahan yang sempurna dan langka adalah emas

Astrologi Mesopotamia
• Logam berkaitan dengan planet (makrokosmos)
• Planet berkaitan dengan kehidupan manusia (mikrokosmos), hewan, dan
tumbuhan yang bisa lahir, tumbuh, sakit, dan mati
• Logam dapat lahir, tumbuh, sakit, dan mati
• Karena itu, logam dapat disempurnakan
191
• Emas adalah logam sempurna
ZAMAN ROMAWI
ALKEMI

Kegiatan Alkemi
• Meramu berbagai bahan dengan harapan menghasilkan emas dari
bahan murah
• Membuat catatan yang dirahasiakan (emas tidak akan berharga lagi
kalau rahasia membuatnya dari bahan murah diketahui orang lain)

Eksoterik dan Esoterik


• Pada abad keempat, alkemi pecah menjadi kelompok eksoterik dan
esoterik
• Eksoterik terus meramu bahan di laboratorium mereka
• Esoterik hanya menuliskannya dengan sandi rahasia
• Eksoterik melemah dan esoterik menguat sehingga alkemi penuh
192
dengan mistik
ZAMAN GELAP
ABAD KE-5 SAMPAI ABAD KE-10
Karakteristik Zaman
• Berlangsung setelah keruntuhan Romawi (Barat) pada abad ke-5 karena
serangan Goth dan Vandal
• Penyerangan Goth dan Vandal berlangsung secara barbarisme
• Terjadi kemunduran di bidang ekonomi dan demofrafi
• Terlalu sedikit dokumen yang ditemukan (survive) untuk menceriterakan
keadaan pada waktu itu, sehingga muncul istilah Zaman Gelap (Dark
Ages)
• Pada zaman itu, Arab bangkit dan memiliki pusat kecendekiaan di Baghdad
(Sultan Harun Al-Rasyid) dan di Cordoba (Spanyol)

193
ZAMAN GELAP
CENDEKIAWAN ARAB
Sultan Harun Al-Rasyid
• Mula-mula penguasa adalah kalifat Umayyad dan kemudian diganti oleh
Kalifat Abbasid
• Kalifat Abbasid memindahkan pusat pemerintahan dari Damaskus ke
Baghdad
• Kalifat Abbasid mencapai puncaknya pada Sultan Harun Al-Rasyid yang
mengumpulkan para cendekiawan
• Para cendekiawan ini mempelajari ajaran Plato dan Aristitoles serta ajaran
dari India dan Cina

Setelah Sultan Harun Al-Rasyid


• Kekuasaan kalifat terpecah-pecah
194
• Setelah abad ke-12, tidak lagi muncul cendekiawan penerus
ZAMAN GELAP
CENDEKIAWAN ARAB
Cendekiawan Arab
• Arab bangkit setelah bangkitnya Islam pada abad ke-7
• Cendekiawan ini berpusat di Baghdad dan di Cordoba
• Mereka menerjemahkan karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Arab
• Mereka juga menyerap kebudayaan dari India dan dari Cina
• Terjemahan ini menyebabkan banyak karya Yunani Kuno tidak sampai
hilang
• Setelah Zaman Gelap, terjemahan bahasa Arab ini diterjemahkan lagi ke
dalam bahasa Latin oleh cendekiawan Eropa

195
ZAMAN GELAP
CENDEKIAWAN ARAB

Cendekiawan di Bidang Filsafat


Al-Kindi ( - 867)
Ar-Razi (± 865 - 925)
Al-Farabi (± 870 - 950)
Ibn-Sina (980 - 1037)
Al-Ghazali (1058 - 1111) Teologi
Ibn-Rushdi (1126 - 1198) Teologi

Cendekiawan di Bidang Ilmu


Ibn-Hayyam : alkemi, kimia
Al-Khwarizmi : aljabar
196
ZAMAN GELAP
ABAD KE-5 SAMPAI ABAD KE-10

Akhir Cendekiawan Arab


• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang (tidak ada
penerus)

Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari Cina (dari
Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya esoterik dan
eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda alkali)

197
Zaman Gelap
Abad ke-5 sampai Abad ke-10

Akhir Cendekiawan Arab


• Setelah tahun 1100, cendekiawan Arab terus berkurang
(tidak ada penerus)

Alkemi
• Arab juga meneruskan kegiatan alkemi
• Mereka memadukan alkemi dari Yunani dengan alkemi dari
Cina (dari Taoisme)
• Kelompok eksoterik menguat lagi sehingga kedua-duanya
esoterik dan eksoterik sama kuatnya
• Dari kegiatan mereka ditemukan bahan alkali caustik (soda
alkali)

Zaman Pertengahan
• Zaman Gelap disusul oleh Zaman Pertengahan (Medieval)
198
pada abad ke-10
Zaman Pertengahan
Abad ke-10 sampai Abad ke-15

Karakteristik Zaman
• Kehidupan di Eropa relatif lebih tenang
• Kegairahan belajar mulai bangkit lagi. Mulai ada pendidikan
di luar katedral
• Karya Yunani dan Arab diterjemahkan dari bahasa Arab ke
bahasa Latin terutama oleh orang Yahudi
• Perhatian kepada filsafat tararah ke metafisika dan bahkan
diperdebatkan
• Filsafat digunakan untuk menjustifikasi agama
• Universitas dengan istilah universitas mulai muncul pada
zaman ini
• Metoda induktif mulai digunakan di dalam pencarian
pengetahuan 199
Zaman Pertengahan
Filsafat Metafisika

Aliran Filsafat
• Sejak zaman Yunani Kuno sudah ada perbedaan aliran di
bidang metafisika
• Pada zaman pertengahan, setiap aliran mengemukakan
argumentasi masing-masing
• Ada yang berpegang kepada Plato serta ada yang
berpegang kepada Aristoteles

Perdebatan
• Ada kalanya, aliran berbeda saling berdebat
• Argumentasi cukup marak pada abad ke-12 sampai ke-14;
Universitas juga mempelajari esensi universal pada filsafat
200
• Dari zaman ke zaman terjadi pergeseran anutan dari satu
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Studium
• Bermunculan studium yakni tempat orang mempelajari
bidang pengetahuan tertentu di bawah pengajar
• Ada tiga studium yang sangat terkenal yakni studium di
Salerno (medik), Bologna (hukum dan teologi), dan Paris
(seni dan teologi); semacam program studi sekarang

Studium Generale
• Studium generale adalah studium yang terbuka untuk semua
pelajar (dari berbagai negeri)
• Jadi generale di sini berarti terbuka untuk semua jenis
pelajar
• Biasanya studium yang terkenal berbentuk studium generale
201
Zaman Pertengahan
Studium dan Uunivesitas

Docendi, Doctor, Magister


• Pengajaran di studium dilakukan melalui docendi
(menggurui)
• Kemudian pengajar dibekali lisensi mengajar oleh katedral
atau kaisar berupa licentiae docendi dan ius ubique docendi
(berhak mengajar di mana-mana)
• Pelaksana docendi adalah doctor sehingga arti doctor
adalah pemberi docendi atau guru
• Pengajar juga dikenal sebagai magister yang artinya juga
guru
• Doctor dan magister adalah sejajar. Ada jenis studium yang
menggunakan istilah doctor dan ada yang menggunakan
istilah magister 202
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Legere
• Jarang ada buku sehingga buku hanya dimiliki oleh para
pengajar
• Pengajaran berlangsung melalui pembacaan (legere,
lectus) oleh pengajar dan pelajar mencatatnya
• Pengajar yang membaca dikenal sebagai lektor yakni
mereka yang membaca (sekarang dikenal sebagai lektor)
• Ada juga commentatio (komentar) dan summa (ringkasan)

Disputatio dan Tesis


• Sewaktu-waktu ada disputatio yakni perdebatan
• Di dalam disputatio, ada yang mendudukkan atau
menempatkan (thesis) pemikiran yang perlu
dipertahankannya terhadap sanggahan 203
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Tujuan Belajar
• Tujuan belajar di studium adalah untuk menjadi doctor atau
magister dengan hak mengajar (dengan semua hak yang
berkenaan dengan jabatannya)

Gelar
• Kecuali hukum, medik, dan teologi, semua lainnya adalah
filsasat, sehingga gelar lulusan menjadi PhD
• Lulusan medik adalah MD dan luluan hukum LLD (bukan
PhD)

Pakaian
• Di Oxford dan Cambridge, toga adalah pakaian sehari-hari
(kini dipakai pada upacara saja) 204
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas
Universitas Scholarium
• Dalam bahasa Latin, universitas berarti organisasi atau
korporasi
• Karena mahasiswa luar kota di Bologna mengalami
sejumlah kesulitan (pemondokan, makan), pada tahun ±
1158, mereka membentuk universitas scholarium (korporasi
pelajar)
• Mahasiswa berasal dari setiap negeri membentuk consiliarii
masing-masing
• Mereka mengangkat rector scholarium (rektor pelajar) untuk
menentukan kurikulum dan upah pengajar
• Dari Bologna, model universitas scholarium menyebar ke
Padua, Roma, Montpellier, Salamanca, Perancis bagian
selatan (umumnya di Eropa selatan)
205
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Universitas Magistrorum
• Di Paris, universitas dibentuk oleh para magister menjadi
universitas magistrorum (korporasi pengajar)
• Pimpinan dan organisasi universitas dipegang oleh para
magister
• Model universitas magistrorum menyebar ke Oxford,
Cambridge, dan Eropa utara (dan ke jajahan mereka)

Cessatio
• Cessastio adalah berhenti (mogok). Cessatio terjadi kalau
timbul masalah serius
• Pada tahun 1229, terjadi cessatio di Universitas Paris
selama hampir dua tahun. Banyak magister dan pelajar 206
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Tradisi di Universitas Paris


• Metoda ajar belajar: collatio (kuliah) dan lectio (penjelasan)
• Masa kuliah:
 1. St Remi (Okt) - Lent, dan
 2. Easter - St. Pierre (29 Juni)
• Lulusan: di bawah magister adalah determinatio
(baccaulaureate) dengan hak mengajar di bawah supervisi
magister

Upacara di Universitas Paris


• Di Paris terdapat upacara wisuda berupa pidato pengukuhan
(sekarang: untuk guru besar), duduk di kursi magister dan
207
memakai topi magister
Zaman Pertengahan
Studium dan Universitas

Pembentukan Universitas Baru


• Mula-mula reputasi universitas bergantung kepada
namanya yang terkenal
• Pengajar dari universitas kurang terkenal yang pindah ke
universitas lebih terkenal sering harus menempuh ujian
dulu
• Kaisar atau raja ingin mendirikan universitas. Agar memiliki
reputasi, pendiriannya dilakukan melalui keputusan kaisar
atau raja
• Sering terjadi bahwa kaisar atau raja sendiri yang menjadi
kepala dari universitas itu dan menjabat sebagai chancellor
• Dengan demikian, orang yang sehari-hari mengepalai
universitas menjadi vice chancellor. Di sejumlah 208
universitas, tradisi ini masih berlaku sampai sekarang
Zaman Pertengahan
Metoda Deduktif dan Induktif

Metoda Deduktif
• Dimulai dari yang telah diketahui (premis), melalui
penalaran, mencapai konklusi
• Metoda ini digemari karena argumentasinya sangat kuat
dan lagi pula mereka tidak usah melakukan kegiatan
manual (kegiatan manual dilakukan oleh para budak)

Asumsi
• Kelemahan metoda deduktif terletak pada kasus ketika
yang diketahui itu (premis) tidak ada
• Diciptakan asumsi untuk dijadikan yang diketahui itu yakni
dijadikan premis
• Asumsi tidak diuji, terserah mau diterima atau tidak 209
Zaman Pertengahan
Metoda Deduktif dan Induktif

Belantara Asumsi
• Karena banyak hal tidak memiliki atau menemukan
premis, maka asumsi bermunculan tanpa kendali
• Hal yang sama dapat diterangkan melalui asumsi yang
berbeda-beda

Parsimoni (Pisau Cukur Ockham)


• William Ockham mempopulerkan kegiatan untuk hanya
memilih argumentasi yang paling sederhana untuk diterima
dan yang lainnya ditolak (seperti dicukur)
• Prinsip untuk hanya menerima argumentasi yang paling
sederhana dikenal sebagai parsimoni atau pisau cukur
Ockham 210

Anda mungkin juga menyukai