Anda di halaman 1dari 104

EVIDENCE-BASED DIAGNOSIS &

TERAPI

Dr.Sugiarto,dr,SpPD,KEMD,FINASIM
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Dr Moewardi / FK Universitas
Sebelas Maret Surakarta

Kuliah Budaya Ilmiah, September 2015


Alur Penatalaksanaan Pasien
3.
DIAGNOSIS
4.
Mendefinisikan
2. kelompok, sindroma PROGNOSIS:
EVALUASI: atau katagori dalam Memperkirakan
Proses keputusan membantu prognosis tingkat perbaikan
klinik berdasarkan dan terapi. setelah dilakukan
pemeriksaan. terapi

5.
1. TERAPI:
PEMERIKSAAN : •Manfaatdan ketrampilan
•Riwayat penyakit klinisi pada pasien.
6.
•Prosedur test. •Menggunakan metode
•Pengukuran. HASIL: atau tehnik untuk merubah
•Dampak terapi. kondisi pasien.
•Kelemahan. •Pemeriksaan ulang.
•Keterbatasan.
•Kecacatan
Wainner,2001. Physical Therapy
4 Langkah pada evidence based
medicine
 Menentukan dengan jelas problem pasien.

 Meneliti literatur-literatur yang berkaitan dengan


artikel klinik (diagnosis & terapi )

 Mengevaluasi ( kritikal appraiser) kejadian untuk


mengetahui validitas dan pemanfaatanya

 Implementasi memanfaatan pada praktek klinis


Pertanyaan klinik/ PROBLEM ?
Diagnosis / Terapi

Memerlukan
informasi klinik Terapkan hasil-hasil
pada pasien anda
Temukan
evidence yang terbaik
untuk menjawab
pertanyaan

Critically appraise evidence


(validitas dan kegunaan)
Contoh problem diagnosis pasien
 Patient oriented !!!!!!!
 Pasien usia 45 telah dilakukan test
mammografi.
 Hasil yang dibacakan oleh ahli radiologist
dinyatakan "suspek malignancy" .
 Pasien tersebut menanyakan kepada Anda :
“Apakah saya mempunyai cancer?", dan
 kamu menyawab “ Tidak , kita harus melakukan
test lebih lanjut ."  
 Kemudian pasien menjawab sendiri,
 "OK, saya mengerti bahwa mammografi
bukanlah jawaban terakhir, tetapi apa yang
kita ketahui, bahwa saya mempunyai kanker
payudara?".
Itu mudah !!!
 Kemungkinan risiko untuk mendapatkan
kanker payudara pada wanita usia > 45 tahun
dari hasil mammografi adalah 1%.

 Kemungkkinan juga bahwa pemeriksaan


mammografi sensitivity-nya 90% dan
specificity - nya 95% .
EVIDENCE-BASE DIAGNOSIS
 Memberikan terapi tepat seorang klinisi (dokter) harus
menentukan terlebih dahulu diagnosis tepat.
 Diagnosis berhubungan penemuan klinik dengan
penatalaksanaan pasien .
 Diagnosis penyakit diperlukan  test diagnostik.
 Dasar diagnosis:
 Ananmesis : keluhan utama, riwayat penyakit sekarang,
riwayat penyakit dahulu,riwayat keluarga, riwayat sosial
ekonomi, riwayat obstetri.
 Pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan penunjang diperlukan tes diagnosis
PENDAHULUAN……
 Jenis Diagnosis :
 1. Diagnosis etiologi (penyebab penyakit)
 2. Diagnosis anatomi (kelainan makros atau mikroskopis).
 3. Diagnosis fungsional (kelainan fungsi organ tubuh) .
 4. Diagnosis psikiatri (kelainan jiwa).
 5. Diagnosis psikososial (kelainan psikis dan sosial)
 Diagnosis yang tepat berdasarkan :
 Informasi tentang karakteristik test diagnostik
 Penggunaan prosedur test diagnostik
 Jenis test diagnostik
 Dalam memilih test diagnostik diperlukan
pengetahuan evidence-base diagnostik .
5 Alasan perlu dilakukan test Diagnostik
1. Memastikan diagnosis pada keluan pasien .
 Pemeriksaan ECG untuk diagnosis ST-elevation
myocardial infarction (STEMI) pada pasien dengan chest
pain (nyeri dada).

2. Screning penyakit yang tidak mempunyai keluan.


 Pemeriksaan test prostate-specific antigen (PSA) pada
laki-laki usia >50 tahun.

3. Mendapatkan informasi prognosis pada pasien yang


penyakitnya sudah jelas.
 Pemeriksaan jumlah CD4 pada pasien HIV.
5 Alasan perlu dilakukan test Diagnostik…..

4. Monitoring terapi terhadap manfaat dan efek


samping.
 Pengukuran international normalized ratio (INR)

pada pasien yang mendapat warfarin.

5 .Memastikan seseorang tidak menderita penyakit.


 Pemeriksaan test kehamilan untuk menyingkirkan

diagnosis kehamilan yang ekstopik .


The type of question is important and can help lead you
to the best study design
 Diagnosis
 prospective, blind comparison to a gold standard

 Therapy
 RCT > cohort > case control > case series

 Prognosis
 cohort study > case control > case series

 Harm/Etiology
 RCT > cohort > case control > case series

 Prevention
 RCT > cohort study > case control > case series

 Clinical Exam
 prospective, blind comparison to gold standard

 Cost Benefit
 economic analysis
Tujuan

 Bagaimana memilih test diagnostik yang


dipakai pada pasien.
 Memakai PIOPED II:
 Critically appraise (telaah Kritis) pada artikel
penelitian test diagnostik.
 Menghitung dan menginterpretasi (sensitivity,
specificity,accuracy, predictive values,likehood ratio)
Pertanyaan dalam menentukan Test
Diagnostik
1. Bagaimana validitas test diagnostik dan
level of evidence (LOE) yang disajikan?
2. Bagaimana kemampuan test diagnostik
( sensitivity, specificity, predictive value,
likehood ratio dan karakteristiknya)
3. Bagaimana penerapan hasil penelitian dan
test diagnostik terhadap klinik ?
A.
Bagaimana validitas test diagnostik
dan level of evidence (LOE) yang
disajikan?
 Validitas dan ketepatan test diagnostik paling
baik ditentukan dengan membandingkan
“kebenaran yang telah di uji / standart
rujukan”.

 Standart rujukan disebut “gold standard”,


“criterian standard” atau “diagnostic
standard”,”baku emas”

 Strandart rujukan merupakan diagnosis yang


telah di uji kebenarannya berdasarkan
metodologi penelitian.
Levels of evidence untuk metode
diagnostic
 Level 1
Bebas, sesuai dengan standart referensi
 Level 2

 Bebas, tidak sesuai dengan standar t referensi atau terbatas pada


penelitian pasien.
 Level 3

 Bebas, sesuai dengan populasi pasien, tetapi standart referensinya


tidak dapat dipakai pada semua populasi
 Level 4

 Standart refensinya tidak dapat diterapkan secara bebas

 Level 5

 Opini para ahli, tidak ada kritical appraisal,berdasarkan patofisiologi.


B.
Kriteria utama untuk menentukan
validitas test diagnostik :
 1. Punya standart rujukan yang telah
diujicobakan pada setiap pasien
 2. Apakah hasil test baru dan standart rujukan
adalah independent (bebas) ?
 3. Apakah hasil test baru mempengarui standart
rujukan ?
 4. Apakah sampel pasien termasuk pasien yang
dilakukan test diagnostik yang dapat diterapkan
dalam klinik ?
 5. Apakah dapat memperlihatkan diskripsi dari test
baru dan standart rujukan ?
1.
Punya standart rujukan yang
telah diujicobakan pada setiap
pasien.
 Suatu test baru harus dibandingkan dengan
standart rujukan seperti biopsi, pembedahan,autopsi
atau evaluasi yang cukup lama.

 Test baru dan standart rujukan sama-sama


diujicobakan pada setiap pasien yang akan diteliti.

 Misal : Test mikroabuminuri urine dengan


membandingkan antara :
 24-Hour Urinary Albumin excretion Rate (Standart rujukan )
dengan Urinary Albumin: creatine ratio ( test baru).
 Kedua test ini harus diujicobakan pada setiap pasien yang
diteliti.
2.Apakah hasil test baru dan standart rujukan
adalah independent (bebas) ?

3. Apakah hasil test baru mempengarui standart


rujukan ?

Untuk mencegah apakah hasil test diagnostik baru


dipengaruhi oleh test standart rujukan, maka hasil
test harus independent.

Misal : hasil test fundoskopi berbeda dengan


angiografi.
4. Apakah dapat memperlihatkan
diskripsi dari test baru dan standart
rujukan ?

 Point penting adalah test dapat membedakan


antara laki-laki dan wanita.
 apakah secara umum dapat diterima menjadi
standart rujukan.
5. Apakah sampel pasien termasuk
pasien yang dilakukan test diagnostik
yang dapat diterapkan dalam klinik ?
 Test diagnostik hanya digunakan untuk
membedakan penyakit yang belum jelas.

 Test diagnotik dapat membedakan antara


yang sehat dengan yang sakit.

 Nilai pragmatis dari test ini adalah hanya


pada penelitian itu sendiri yang menyerupai
dalam praktek klinik.
C.
Bagaimana kemampuan test
diagnostik ( sensitivity, specificity,
predictive value,likehood ratio dan
karakteristiknya)
Sensitivity, specificity and LRs
don’t help to make a diagnosis
 Apa yang perlu diketahui,
berikan hasil positip atau
negatip
 Apakah kemungkinan
pasien mempunyai
penyakit.
 Tidak…. Jika mereka
penyakit kemungkinan
test positive(sensitivity)
or negative (specificity)
Test & Treatment Thresholds in
Diagnosis
Further testing

st

t
te

ea
No

Tr
0% 100%

Test Treatment
Threshold Threshold

Probability of Disease
Sensitivity & specificity depend on more
than just the ‘quality’ of a test…
If the cut off point of this test
is set low then it will be
sensitive (all patients with
Healthy disease will test positive) but
there will also be a number
of false positives (lowering
specificity)

Diseased
Designs of a diagnostic test evaluation
study
Standart test Disease
Patient with disease
No disease

New Test Disease


Patient with /without disease
No disease

Disease

New Test +
Patient with & with /without Gold standart No disease
disease -
Disease
Contingency Table Created by Comparing the Results
of the Diagnostic Test and the Reference Standard
Test Diagnostik
 1. Sensitivity : a/( a+c)
 2. Specificity : d/(b+d).
 3. Accuracy : (a+d)/(a+b+c+d)
 4. Predictive value :
 Positip Predictive value : a/(a+b)
 Negatip Predictive value : d/(c+d)
 5. Likelihood Ratio :
 Positip Likehood Ratio : a/(a+c) : b/(b+d)
 Negatip Likehood Ratio : c/(a+c) : d/(b+d)
 Tingginya sensitivity dan specifity akan
menentukan hasil test “rule in atau rule out”.
 Contoh :
 Sensitivity 100 % dan negatip Predictive value
100%  rule out.
 Specificity 100 % dan positip Predictive value 100
% rule in.
RULE IN ATAU RULE OUT

“Spin” (a positive result for a 100% specifi c test rules in disease) and

“Snout” (a negative result for a 100% sensitive test rules out disease) rules.
Hubungan antara hasil tes dan situasi
sebenarnya (Table 4 PIOPED II)

Penyakit
Hasil test Ada Tidak ada

Positip True positip False positip


a b
Negatip False negatip True negatip
c d
a+c b+d
 1. Sensitivity :
 Adalah
 indek prosentase yang menunjukkan kemampuan uji diagnosis baru dalam
mendeteksi adanya penyakit kalau memang ada penyakitnya berdasarkan
uji diagnosis baku emas.
 Proporsi orang dengan gangguan penyakit yang
memberikan hasil test positip (abnormal)
 Merupakan rujukan kasus yang benar-benar positip adanya
penyakit.
 Umumnya lebih sensitip suatu test untuk penyakit , rata-rata
false-positive (positip palsu),lebih rendah spesifitasnya. 
 Hasil sensitivity yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk
screning suatu penyakit.
Pemeriksaan test sensoris pada kaki
diabetes dengan monofilament
Kaki diabetes
Hasil Test monofilament Test
Pemeriksaan positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
c d
a+c = 169 b+d= 128
Sensitivity = 34 / 169 = 21,1 % artinya :
dengan pemeriksaan monofilament 21 % penderita benar
benar ada gangguan sensoris
2. Specificity
 Adalah
 indek yang menunjukkan kemampuan uji diagnosis yang

sedang diteliti dalam mendeteksi tidak adanya penyakit bila


memang tidak ada penyakit berdasarkan uji diagnosis baku
emas
 Adalah proporsi orang tanpa gangguan penyakit yang

memberikan hasil test negatip (normal).


 Berfungsi hanya untuk menentukan tidak adanya suatu

penyakit pada diri seseorang


 Merupakan rujukan kasus yang benar-benar negatip tidak

adanya penyakit.
Test sensoris pada kaki diabetes dengan
monofilament Kaki diabetes
Hasil test Test monofilament Test
positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
a+cc= 169 b+d=d128
Specificity = 126 / 128 = 98,4 % artinya :
dengan pemeriksaan monofilament 98 % penderita yang tidak
menderita sensoris benar-benar tidak ada gangguan sensoris
Perlu diingat !

 Sensitivity dan specificity hanya digunakan


ketika keduanya sangat tinggi ( 95% ).
Kurve ROC yang menggambarkan
hubungan antara sensitivity vs (1-specificity)

false positive rate’ (1- specificity


 3. Accuracy :

 Adalah kesesuaian secara keseluruhan antara uji


diagnosis baru yang sedang diteliti dengan uji
diagnosis baku emas

 Kemapuan test untuk memisahkan penyakit


dengan baik.
Test sensoris pada kaki diabetes dengan
monofilament Kaki diabetes
Hasil test Test monofilament Test
positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
a+cc= 169 b+d=d128
Accuracy: (a+d)/(a+b+c+d) =160/297 = 53,9 % artinya :
dengan pemeriksaan monofilament ketepatan mendiagnosis
gangguan sensoris sebesar 53,9%
 4. Predictive value:

 Merupakan gambaran prevalensi dan karakteristik


penyakit pada penelitian.

 Positip Predictive value :


 Adalah seberapa besar kemampuan uji diagnosis

yang sedang diteliti dalam memprediksi benar-


benar adanya penyakit apabila hasil uji diagnosis
tersebut positif
 Kemungkinan hasil test positip yang mempunyai

penyakit.
 Negatip Predictive value :
 Adalah seberapa besar kemampuan uji

diagnosis yang sedang diteliti dalam


memprediksi benar-benar tidak ada penyakit
apabila hasil uji diagnosis tersebut negatif
 Kemungkinan hasil test negatip yang tidak

mempunyai penyakit.
Test sensoris pada kaki diabetes dengan
monofilament Kaki diabetes
Hasil test Test monofilament Test
positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
a+b = 36 c+d= 261 c d

Positip Predictive value : a /(a+b) = 34 / 36 = 94,4 % artinya :


dengan pemeriksaan monofilament kemungkinan 94 % benar
benar menderita gangguan sensoris
Test sensoris pada kaki diabetes dengan
monofilament Kaki diabetes
Hasil test Test monofilament Test
positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
a+b = 36 c+d= 261 c d

Negatip Predictive value :d/(c+d) = 126 / 261 = 48,3 % artinya :


dengan pemeriksaan monofilament kemungkinan negatif (48,3
%) atau benar benar tidak menderita gangguan sensoris dan
51,7 % benar benar ada gangguan sensoris.
 5. Likehood ratio( LR):
 Merupakan proporsi probabilitas (kemungkianan) setelah
dilakukan test.
 Digunakan untuk memperkirakan ketepatan adanya penyakit
atau kelainan pada waktu test.
 Tingkatan test diagnostik meningkatkan atau menurunkan
kemungkinan suatu penyakit yang dapat dilihat dari
pengukuran pre-tes terhadap post-testnya.
LR =1 artinya kemungkinan post-tes sama dengan pre-tes.
 Positip Likehood Ratio
LR >1 artinya kemungkinan terjadi penyakit lebih besar.
 Negatip Likehood Ratio
LR<1 artinya kemungkinan terjadinya penyakit lebih kecil.
Likelihood Ratios
 Indicate by how much a given diagnostic
test result will raise or lower the pretest
probability of the target disorder
 LR = 1 means the post-test probability is

exactly the same as the pre-test


probability
 LR > 1 increases the probability that the

target disorder is present


 LR < 1 decreases the probability that the

target disorder is present


Guide to the Significance of LRs

 LR > 10 or < 0.1 generate large and often conclusive changes from
pre-test to post-test probability
 LR = 5 - 10 or 0.1 - 0.2 generate moderate shifts pre-test to post-test
 LR = 2 – 5 or 0.5 – 0.2 generate small, but sometimes important
changes in probability
 LR = 1 – 2 or 0.5 – 1 are rarely important shifts
Interpretasi Likehood ratio

Qualitative LR(+) LR(-)


Strength
Excellent 10 0,1

Very good 6 0,2

Fair 2 0,5

Useless 1 1
Contoh !

 Dilaporkan bahwa CT scan kepala pada


infark “high probability”. pre-test probability of
70% dan mempunyai LR of 18.3 yang
berhubungan dengan high-probability scan,
post-test probability adalah > 97%.
Test sensoris pada kaki diabetes dengan
monofilament Kaki diabetes
Hasil test Test monofilament Test
positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
a+c =c 169 d 128
b+d=
Positip Likelihood Ratio :a/(a+c) : b/(b+d)
= 34/169 : 2/128 = 12,56 artinya :
dengan pemeriksaan monofilament kemungkinan menderita
gangguan sensoris sebesar 12,6. (LR > 1)
Test sensoris pada kaki diabetes dengan
monofilament Kaki diabetes
Hasil test Test monofilament Test
positip monofilament
negatif
Sensoris positip 34 2
a b
Sensoris negatip 135 126
a+c =c 169 d 128
b+d=
Negatif Likelihood Ratio :c/(a+c) : d/(b+d)
= 135/169 : 126/128 = 0,81 artinya :
dengan pemeriksaan monofilament kemungkinan tidak ada
gangguan sensoris sebesar 0,81. (LR <1)
3.
Bagaimana penerapan hasil
penelitian dan test diagnostik
terhadap klinik ?
Illustration of the probabilistic nature to the diagnostic
process.
The determination of which tests will most efficiently
provide the critical examination information is made from
the likelihood ratio values.
Terapi atau tidak ?
Testing is most useful in cases with intermediate probability of disease
 Apakah test dapat direproduksi?
 Test yang baik harus bisa membedakan yang
normal dengan abnormal pada keadaan stabil.

 Apakah hasil test dapat diterapkan pada


pasien ?
 Hasil test dapat memperlihatkan perbedaan
kelainan pada setiap kondisi.
 LR > 1 meningkatkan sensitifitas penyakit.
 LR<1  menurunkan sensitifitas penyakit
 LR =1  test tidak bermanfaat.
 Apakah test dapat merubah penatalaksaan ?
 Hasil test akan menentukan diagnosis pasien.
 Ketepatan diagnosis memberikan ketepatan dalam terapi.
 Untuk memutuskan hasil tes dapat dimamfaaftkan atau
tidak dapat dilihat pada besaran LR.
 Jikan LR =1 test tidak bermanfaat.

 Apakah test dimanfaatkan atau tidak ?

 Tes tidak dimanfaatkan jika tidak bisa untuk


mendiagnosis, berbahaya pada pasien, punya
resiko
EVIDENCE-BASE TERAPI
 Untuk penanganan pasien 
 seorang klinisi harus menggabungkan prinsip
penalaksanaan penyakit dengan penelitian klinik
dan literatur.

 Seorang klinisi harus lebih PERCAYA


memanfaatkan  sumber Evidence-Base
medicine.
 Guideline praktis “ Evidence-Base Clinic”
sering dipublikasikan oleh organisasi di
beberapa negara yang merupakan acuan
praktis dan bisa dimanfaatkan oleh klinisi
atau dokter.

 Guideline Praktis tentang petalaksanaan :


 Berisi :
 Kesimpulan hasil penelitian dan literatur yang
telah dikritisi oleh para ahli.
 ada aspek manfaat dan efek samping.
ADA/EASD 2012 Position Statement
Isu-isu praktis yang berhubungan
dengan terapi
Adalah dengan 8 pertanyaan
1.Pertimbangankan manfaat, efek samping dan
biaya.

2.Dimana dan Bagaimana mendapatkan


informasi ?

3.Bagaimana validitas informasi yang didapat ?

4.Menilai manfaat dan efek samping


5.Bagaimana manfaat dan efek samping di
munculkan ?

6.Hasil apa yang dipaparkan dalam penelitian ?

7.Bagaimana menerapkan penelitian uji klinik


terhadap praktek klinik ?

8.Bagaimana menerapkan hasil penelitian pada


individual versus populasi di masyarakat?
1.
Pertimbangankan manfaat, efek
samping dan biaya.
 Pengambilan keputusan oleh klinisi merupakan
hal yang harus dikerjakan dalam terapi.
 Setiap keputusan terapi akan berdampak
terhadap penderita, masyarakat dan sistem
pelayanan kesehatan secara keseluruhan.
 Bila berhadapan dengan problem dan rentan
terapi, seorang klinisi harus
mempertimbangkan manfaat, efek samping
dan biaya terapi.
 Evaluasi ekonomi perlu dipertimbangkan.
Pertanyaan yang berhubungan dengan Manfaat, Efek
samping & biaya.
Manfaat Efek samping Biaya

Pertanyaa •Apakah terapi Apakah jenis dan Biaya terhadap:


n lebih efektip dari kekerapan efek samping • Individu.
pada placebo ? yg berhubungan dengan •Tenaga kesehatan.
•Apakah terapi terapi ? •Sistem &
lebih efektip dari masyarakat luas.
pada terapi
sekarang ?

Sumber •Randomized Studi non- Analisis ekonomi.


informasi controlled trials. eksperimental : Case-costing
•Meta-analysis. •Cohort. studies.
•Case -control. Pihak ketiga
•Studi database (cohort (penjual).
atau Case-control Pemerintah
design) (Asuransi).
•Industri farmasi.
•Surveilen post-
2
Dimana dan Bagaimana
mendapatkan informasi ?
Sumber-sumber informasi
 EBM praktis:
 Ada 2 databese yaitu
 MEDLINE.
 EMBASE.
 Literatur kedokteran.
 Texbook.
 Temu ahli/ worshop
 Simposium
1. MEDLINE

 Di buat oleh US National Library of Medicine.


 MEDLINE bisa mengakses > 4.500 jurnal
biomedik.
 Sedikit ilmu psikologi,sosiologi medik dan
farmakologi non klinik.
 Databese dalam bentuk CD-ROM dan internet.
 Internet dapat dialamatkan dengan PudMed site
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/PudMed/ )
2. EMBASE

 Database dalam bentuk CD-ROM dan internet.


 Dibuat di Nederland oleh perusahaan Elsevier
Publishing Company dengan alamat
(http:www.silverplatter.com/catalog/embx.htm)
3.
Bagaimana validitas(kebenaran)
informasi yang didapat ?
1.Apakah sumber informasi tersedia ?
2. Apa dasar Level of Evidence dan tipe
penelitian ?
1.Apakah sumber informasi tersedia ?

 Sebagai sumber informasi untuk


keputusan klinik :
 Systemic overview.

 Practice guidelines.
1. Evidence Based Medicine Working group dan
McMaster University :
 1.Journal of the American Medical Association
(JAMA) tentang:
 Terapi,Prevensi.,Efek
samping.,Prognosis.,Diagnosis.
 Overview,

 Analisis keputusan klinik,Analysis practice


guidelines
 Economic analysis.

 2. Britis Medical Journal (BMJ) tentang :


 Evidence-base practice.

 Politik.
 3. Cochrane Collaboration Group membuat
Cochrane Library dapat diacari melalui
MEDLINE tentang:
 Systemic review.

 4. American College of Physicians (APC)


meproduksi journal Annals of Internal Medicine
disebut ACP Journal Club (APCJC) tentang :
 Evidence base medicine (data elektronik Baik)

 5. United States Agency for Health Care Policy


and Reasearch (AHCPR) dengan alamat :(
http://www.ahcpr.gov/)
2. Apa dasar Level of Evidence dan tipe
penelitian ?
 Evidence yang mempunyai kualitas tinggi
adalah :
 Double-blind RCTs.
 Tidak semua masalah klinik dapat
diselesaikan dengan RCT.
 Masalah klinik yang berbeda diperlukan tipe
studi yang berbeda.
1 . Level of Evidence (LOE)
 Level I:
 Designed randomized controlled trial.
 Level II-1:
 Designed controllled trial tanpa random
 Level II-2:
 Studi cohort atau case-control analytic.
 Level II-3:
 Multiple time series dengan atau tanpa intervensi.
 Level III:
 Pendapat ahli, penelitian klinik dasar, studi
descriptive atau laporan kasus.
Kategori dari rekomendasi
( US. Preventive Services Task Force)
 Level A:
 Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik lebih baik dengan
resiko sedikit.

 Level B:
 Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit lebih baik
dengan resiko sedikit

 Level C:
 Suatu penelitian yang memberikan manfaat klinik sedikit, dimana
perbandingan antara manfaat dan resiko sama.
 Level D:
 Suatu penelitian yang memberikan resiko klinik lebih berat.

 Level E:
 Suatu penelitian yang tidak mempunyai bukti cukup, kualitas jelek
atau banyak pertentangan.
Types of Studies
What clinical trials tell us about medicines
4.
Menilai manfaat dan efek samping
Menilai manfaat terapi
 Manfaat terapi merupakan step yang harus dinilai selain
validitas penelitian.
 Contoh penelitian yang benilai manffat terapi di inggris adalah
United Kingdom Prospective Diabetes Study ( UKPDS).
 UKPDS merupakan suatu penelitian dengan sample besar
dengan metode randomized ,double-blind RCT yang meneliti
penyakit diabetes, hipertensi dan komplikasinya.
 Penelitiannya membandingkan beberapa obat diabetes seperti
sulfonylurea, metformin dan insulin.
 Penelitian lainya adalah efek tingginya tekanan darah terhadap
komplikasinya.
Menilai efek samping
 Suatu penelitian jarang dirancang khusus untuk
menilai efek samping terapi.
 RCT terkadang memperlihatkan efek samping yang
berhubungan dengan terapi, efek samping yang
muncul sering tidak diperhatikan atau sedikit
dilaporkan.
 Secara statistik jarang memperlhatkan efek samping
diantara group penelitian.
 Yang sering menjadi sorotan adalah efek samping
yang serius.

5.
Bagaimana manfaat dan efek
samping di munculkan ?
 1.Relative risk (RR):
 Memperlihatkan ratio dari risiko suatu penyakit pada
group terapi dibanding dengan kontrol.
 Contoh : RR 0,5 artinya risiko terkena penyakit
setengahnya ,sedangkan RR 2 artinya risiko terkena
penyakit 2 kali.

 2.Odds ratio (OR).


 Memperlihatkan rintangan dari goup terapi terhadap
group kontrol.
 3.Relative risk reduction (RRR)
 Perupakan proporsi penurunan relatip
hasil pada group terapi terhadap group
kontrol.

 4.Absolut risk reduction (ARR):


 Mendiskripsikan perubahan absolut dari
risiko terhadap hasil antara group terapi
dan kontrol.

 5.Number needed to treat(NNT):


 Mendiskripsikan sejumlah pasien yang
memerlukan terapi untuk dicegah.
6.
Apa hasil yang dipaparkan dalam
penelitian ?
 Apa yang diperlihatkan ?

 Hubungan antara obat hasil penelitian terhadap


obat lain dalam kelompok yang sama.
 Apakah ada perubahan setelah diterapkan di
masyarakat.
7.
Bagaimana menerapkan penelitian
uji klinik terhadap praktek klinik ?
 Bagaimana ?
 Efikasi(kemanjuran)
 Effectiveness (efektifitas)

 Apa ada perbedaan antara hasil penelitian


dan praktek klinik?.

 Apakah bisa dapat diberikan terhadap


praktek klinik ?
8.
Bagaimana menerapkan hasil
penelitian pada individual versus
populasi ?
 Jika pasien masuk dalam kelompok inklusi,
maka hasil penelitian dapat diterapkan pada
pasien secara individu.

 tetapi
 jika diluar kriteria inklusi, maka sulit untuk
menerapkan dalam praktek klinik/
masyarakat .
Diagnosis
 Diagnosis tepat suatu penyakit diperlukan
tanda-tanda, penemuan klinik dan
pemeriksaan penunjang (test diagnostik).
 Interpretasi dan penggunaan hasil test
diagnostik merupakan kunci terhadap
diagnosis penyakit.
Terapi
 Klinisi dan pasien mempunyai berbagai tipe, materi dan
topik dalam penelitian.

 Klinisi harus mempunyai informasi dan managerial pada


pasiennya.

 Tantangan adalah implementasi hasil penelitian klinis


kedalam praktek klinik.

 Memberikan terapi seorang klinisi harus


mempertimbangkan asas manfaat, efek samping dan
biaya.
 Terapi diperlukan “evidance-base “ yang terbaru.
 Perhitungan LR menentukan penyakit atau tidak adanya
penyakit
DAFTAR PUSTAKA
 Elavunkal,2009. Updated: Nov 9
 Gerstein and Haynes, 2001. Evidence-Based Diabetes Care. Canada. Bc
Decker Inc
 Hawkins RC,2005. The Evidence Based Medicine Approach to Diagnostic
Testing: practicalities and limitations .Clin Biochem Rev ;26: 7-18
 Jaeschke, et al. 1994. Based on the Users' Guides to Evidence-based
Medicine .JAMA :271(5):389-391) dan 271(9):703-707)
 Soeparto ,dkk. 1998. Epidemiologi Klinis Gramik FK UNAIR
 Wainner and Fritz, 2001. Examining Diagnostic Tests: An Evidence-Based
Perspective.Physical Therapy ;81;1546-1564
 William Rosenberg dan Anna Donald, Evidence based medicine: an
approach to clinical problem-solvingBMJ1995;310:1 122-6
DAFTAR PUSTAKA
 MANTZOUKAS S ,2008. Journal of Clinical Nursing 17,
214–223
 Pratiknya AW,1993.Dasar-dasar Metodologi Penelitian
Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.
 Gerstein and Haynes, 2001. Evidence-Based Diabetes Care.
Canada. Bc Decker Inc
 Groff MW. 2009 How to Incorporate Clinical Experience Into
Evidence-Based Medicine. Clinical Neurosurgery :56.
 Soeparto ,dkk. 1998. Epidemiologi Klinis Gramik FK
UNAIR
socrates

Anda mungkin juga menyukai