Anda di halaman 1dari 105

PENGANTAR EBM,

ABNORMALITAS
Prof. DR,Dr R.M. Suryadi Tjekyan DTM&H,MPH
Dr. Achmad Ridwan MO, M.Sc

Achmad.ridwanmo@yahoo.com
08127134097
Pokok Bahasan
1.PENGANTAR EBM
• Definisi, Tujuan, mengapa perlu EBM,
Langkah-Langkah EBM, Ringkasan.
2.NORMAL & ABNORMALITAS
• Definisi, Pengukuran,Variasi, Distribusi, kriteria
abnormalitas, Regresi terhadap Rerata,
Ringkasan
Bawang putih
(garlic) dan
tekanan darah
tinggi (hipertensi)
Gangguan Telinga Membuat Anak Hiperaktif?
Vaksinasi MMR
Evidence Based Medicine atau Kedokteran
berbasis bukti
• Dikembangkan para pakar epidemiologi klinis awal
1990-an. Tahun 1992 ada 2 artikel, tahun 2000
lebih1000 artikel.
• Semua jurnal telah mengadopsi konsep EBM, semua
FK dan RS besar telah menerapkan praktik EBM.
• Banyak program kes menggunakan paradigma EBM
termasuk pembuatan Panduan Praktik Klinik (PPK),
health technology assessement, audit klnis,
keselamatan pasien, dan menjadi baku dlm
penetapan kebijakan kes di banyak negara.
Pengambilan keputusan di klinik
Dalam Praktik 3 hal yg rutin ditemukan dalam
Praktik klinis:
• Penegakan Diagnosis
• Tata laksana (Terapi)
• Prognosis (untuk memprediksi perjalanan
penyakit utk dijelaskan ke pasien dan
keluarganya)
LINGKUP PERTANYAAN KLINIS
• 75 % /lebih pertanyaan pasien pada dokter praktik
menyangkut DIAGNOSIS DAN TERAPI.
• Lingkup Pertanyaan Klinis:
1. Diagnosis
2. TerapI
3. Prognosis
4. Etiologi/Harm
5. Prevensi
6. Cost Analysis
EBM DAN EPID KLINIS
• Epid klinis :penerapan prinsip prinsip epidemiologi dalam
masalah yg ditemukan dalam kedokteran klinis (Fletcher dan
Fletcher).
• Epid klinis: sebagai ilmu dasar bagi kedokteran klinis (Sacket)
• Awal tahun 1990an Sacket dkk mengembangkan EBM , yg tdk
lain adalah penerapan ilmu epidemiologi klinis dalam praktik.
• Secara umum epid klinis merupakan ilmunya sedangkan EBM
penerapan ilmu tsb. Epid klinis berbicara ttg konsep, teori, dan
pelaksanaan penelitian klinis. EBM menerapkan hasil penelitian
tsb dalam praktik klinis.
• Konsep EBM ditujukan pada tata laksana pasien secara
individu, sekarang telah merambah ke ranah Kesehatan
masyarakat
EVIDENCE BASED MEDICINE

 Normalitas/Abnormalitas
 Diagnosis
 Kekerapan (Frekuensi)
 Risiko
 Prognosis
EPIDEMILOGI  Pengobatan CRITICAL
KLINIK  Pencegahan APPRAISAL
SEBAGAI  Kausa
METODA
 Perjalanan/Riwayat alami

GOOD AND VALID EVIDENCE

Give T=the Best to The Patients


THERAPY/INTERVENSI/UJI KLINIK

UNTUK MENGETAHUI TERAPI APA YANG TERBAIK TANPA


EFEK SAMPING YG BERARTI DAN MEMPUNYAI COST BENEFIT
RATIO YG BAIK

IMPORTANCY

RR, ARR, RRR, NNT (OUTCOME NEGATIF)


RR, ABI, RBI, NNT(OUTCOME POSITIF)
DIAGNOSIS

SEJAUH MANA KETEPATAN INSTRUMENT UJI DIAGNOSTIK


ATAU STRATEGI YANG DIGUNAKAN UNTUK MENENTUKAN
SUATU PENYAKIT DIBANDINGKAN DENGAN GOLD STANDARD

9 (SEMBILAN) NILAI DIAGNOSTIK


PENCEGAHAN/PREVENSI
APAKAH PEMBERIAN PERLAKUAN
TERTENTU PADA ORANG TIDAK SAKIT
DAPAT MENCEGAH TIMBULNYA
PENYAKIT

RR, ARR, RRR, NNT (OUTCOME NEGATIF)


RR, ABI, RBI, NNT(OUTCOME POSITIF)
FREKUENSI/KEKERAPAN

SEBERAPA SERING PENYAKIT TERJADI

1.PREVALEN, 2.INSIDEN
3.PREVALEN KLINIK
4.DAN LAIN LAIN
ETIOLOGI/HARM/RISK

FAKTOR FAKTOR APA YANG ADA HUBUNGAN DENGAN


MENINGKATNYA KECENDERUNGAN TERJADINYA
PENYAKIT

1.RR (Cohort study)


2. OR (Case Control study)
CAUSA
PROGNOSIS
APA KONSEKUENSI SETELAH
TIMBULNYA PENYAKIT

1.HAZARD RASIO (HR)


2. SURVIVAL YEARS
Konsep Pengelolaan Pasien Menurut EK

Peneliti (doers)

Epidemiologi Artikel asli


Biostatistika
Klinisi (users)

Telaah Kritis
Science Valid Art
• Logics • Beliefs
• Knowledge • Judgements
• Experience Kuantifikasi Dx, Tx, Px • Intuition

Pasien sehat secara efisien


Doers = disease oriented evidence researchers
area penelitian

biologic onset early diagnosis usual clinical End Points


(patobiology) possible diagnosis • sembuh

* +
• komplikasi
Dx • cacad
• mati
Risk factors Diagnostic Prognostic
Screening Factors
(Causation) test
Clinical Trials
Therapy Diagnostic
Clinical Trials
Clinical Trials test
Prevention I
Prevention II
BATASAN EPIDEMIOLOGI KLINIS

• Epidemiologi klinis adalah studi mengenai


variasi luaran (out come) dan perjalanan
dari penyakit pada perorangan atau
kelompok dan sebab dari variasi tersebut.

• Epidemiologi Klinis adalah Penerapan


metode epidemiologi dan biostatistika
pada diagnosis, terapi dan prognosis
pasien.
Definisi Evidence Based Medicine

• Pendekatan pada pengelolaan pasien


yang mengaplikasikan informasi medis
dari hasil penelitian yang sahih (The best
evidence) Give T= the Best to The
Patients
• Kerangka untuk menerapkan bukti mutakhir
yang sahih dalam tata laksanan pasien
• Penerapan Ilmu Epidemiologi klinis dalam
praktik.
Definisi Evidence Based Medicine
(Cont)
“ Evidence-based medicine is the integration of
best research evidence with clinical expertise
and patient values” (Sackett, et al 2001)
- EBM adalah proses yang digunakan secara
sistematis menemukan, menelaah/mereviu,
dan memanfaatkan serta mengevaluasi
penerapan hasil-hasil penelitian sebagai dasar
pengambilan keputusan klinik.
Definisi Evidence Based Medicine
• Penerapan EBM dalam praktik merupakan
interseksi dari 3 komponen yaitu:
– 1) kompetensi dokter sebagai pemberi jasa
pelayanan Kesehatan,
– 2) bukti-bukti yg sahih dari penelitian,
– 3) nilai-nilai dan pilihan pasien (Untuk negara
sedang berkembang termasuk Indonesia,
ketersediaan obat, fasilitas medis dan penunjang
yg diperlukan dan biaya)
Kompetensi dokter
• Keterampilan dan kemampuan menilai oleh
dokter yang didapat dari pengalaman dan praktik
klinik
• Peningkatan kompetensi terlihat melalui berbagai
aspek, namun yang terutama adalah semakin
efektif dan efisien-nya kemampuan menegakkan
diagnosis, dan kemampuan dalam
mengidentifikasi dan mempertimbangkan nilai-
nilai, hak dan pendapat pasien dalam
pengambilan keputusan medis
Bukti ilmiah yang sahih
• Penelitian yang relevan secara klinis, dapat berupa
penelitian ilmu-ilmu kedokteran dasar, tetapi terutama
dari riset-riset klinis yang berorientasi pasien
• Berupa uji ketelitian (accuracy) dan ketepatan
(precision) sebuah metoda diagnosis (termasuk
pemeriksaan fisik), uji kekuatan suatu penanda
prognosis, uji efektivitas dan keamanan suatu terapi,
tindakan rehabilitasi maupun metoda pencegahan
• Sebuah penemuan klinis dapat mengganti sebuah uji
metoda diagnosis maupun terapi yang telah diterima ke
metoda baru yang lebih kuat, tepat, efektif dan aman.
NILAI-NILAI DAN PILIHAN PASIEN
• Contoh Nilai-Nilai: Ada bukti yang konsisten
bahwa minum alkohol merupakan proteksi
terhadap serangan jantung dan stroke.
• Dalam Islam, alkohol diharamkan.
• Hal ini bertentangan dengan Nilai agama
Islam. Jadi Tidak mungkin ada pengobatan
dengan alkohol pada orang Islam yang berisiko
tinggi mengalami serangan jantung dan stroke
meskipun bukti sudah sangat kuat.
EBM bertujuan memperbaiki perawatan
penderita dengan cara

1. Penggunaan yang efisien dan efektif alat


diagnose (EBM Diagnosis)
2. Penggunaan Petanda Prognostik yang baik
(EBM Prognosis)
3. Penggunaan metoda terapi,rehabilitasi dan
prevensi yang efektif dan aman (EBM Terapi,
EBM Preventif)
4. Penyesuaian yang baik tepat sesuai dengan
yang dikehendaki penderita
Paradigma Praktik EBM
SEBELUM ERA EBM
Sebelum era EBM, hal yg lazim dilakukan untuk memecahkan
masalah yg ditemuakan dalam praktik adalah:
1. Menggunakan pengalaman pribadi sebelumnya
2. Berkonsultasi dengan konsultan, senior atau sejawat lain
3. Menggunakan logika patofisiologi dan akal sehat (common
sense)
4. Membaca buku ajar, handbook, panduan, bahkan catatan
kuliah semasa dlm Pendidikan
5. Mengikuti Pendidikan Kedokteran Keprofesian berkelanjutan
(P2KB)
6. Mereka yg beruntung dapat membaca artikel asli dari jurnal,
namun yg dibaca hanya Results nya saja, atau bahkan
abstract-nya saja
Paradigma Praktik EBM
SEBELUM ERA EBM
Pendekatan diatas pada ahirnya secara sadar
telah menafikkan hasil penelitian yg telah dibuat
dg susah payah dan telah dipublikasikan dalam
jurnal kedokteran baik umum, spesialis,
subspesialis, (hanya 10-20 % praktik kedokteran
yg berdasarkan evidence pada kuartal ke 4
tahun 1990an).
Paradigma Praktik EBM
SEBELUM ERA EBM
Tidak adanya kerangka anjuran agar setiap praktik memperbaharui
pengetahuan dg membaca jurnal mutakhir yg relevan dg bidangnya telah
mengakibatkan dua hal sama buruknya:
1. Banyak hasil penelitian tdk dimanfaatkan , terlambat
dimanfaatkan dlm praktik. Contoh. Surfaktan yg sgt efektif utk
peny membrane hialin d bayi premature, baru digunakan dokter
anak dalam praktik belasana tahun setelah uji klinis pertama
dipublikasikan
2. Banyak hal yg sudah diteliti dan terbukti tdk benar, namunmasih
saja dilaksanakan dlm tatalaksana pasien. Contohnya, pemberian
antiobiotik rutin pd bayi dan anak diare akut, suatu hal yg tidak
perlu bahkan berbahaya. Contoh lain: penggunan fetal electric
monitoring pd perempuan yg akan bersalin yg terbukti hanya
menambah biaya tanpa memberikan outcome yg lebih baik kpd
ibu dan bayinya.
Why do we need evidence?
Mengapa perlu EBM
1. Kemajuan ilmu dan teknologi kedok saat ini berlangsung sangat
cepat
2. Tidak seorang dokterpun yg dapat menguasai kemajuan ilmu
kedokteran tsb
3. Secara alamiah kemampuan klinis seorang dokter makin lama akan
makin berkurang sejalan dg waktu ia meninggalkan institusi
pendidikan/pelatihan
4. Program Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan (P2KB) atau
Continuing Medical Education (CME) yg tradisional tlh diteliti
ternyata tdk banyak berperan dalam mengubah perilaku dan
kinerja dokter
5. Praktik EBM yg membina perilaku belajar sendiri seumur hidup
(life-long self education) diharapkan dapat meniadakan/setidaknya
mengurangi kekurangan tsb
Science
Deductive learning Inductive learning
Every Friday Resident A is neat
Dr. AT is on call Resident B is neat
Resident C is neat
Today is Friday etc

Therefore
Dr. AT is on call Therefore:
All residents are neat
PREVIOUS PRACTICE:
Perilaku selama ini

Pendidikan kedokteran Masalah pasien:


5-6 tahun Dx, Rx, Px

Konsultan, sejawat
Praktik kedokteran Buku teks
20-30 tahun Buku panduan/pedoman
Catatan kuliah
Panduan praktik klinis
P2KB, seminar, dll
Jurnal

Biasanya: hanya melihat bagian


“hasil” atau hanya “Abstrak”
100%

Relative $
% of
remaining
knowledge

2 4 6 8 10 12

Years after graduation

THE SLIPPERY SLOPE


Informasi di bidang kedokteran

5,000?
2500000 per hari
Medical Articles per tahun

2000000

1500000
1,400
1000000
55 per per hari
500000 hari

0
Trials MEDLINE BioMedical
5 Langkah dalam Praktik EBM
1. Memformulasikan pertanyaan ilmiah terkait masalah penyakit
yg diderita oleh pasien
2. Penelusuran informasi ilmiah (evidence) berkaitan dg masalah
yg dihadapi
3. Penelaahan terhadap bukti-bukti ilmiah yg ada dengan cara VIA
(Validity, Importancy, Aplicability)
4. Menerapkan hasil penelaahan bukti-bukti ilmiah kedalam praktik
pengambilan keputusan
5. Melakukan evaluasi terhadap efikasi dan efektifitas intervensi.
Tahap ini harus dilakukan untuk mengetahui current best evidence
yg digunakan untuk pengambilan keputusan terapi bermanfaat
secara optimal bagi pasien dan memberikan risiko yg minimal.
5)Masalah pada
pasien

1)Formulasi
4)Penerapan Siklus pertanyaan
bukti EBM klinis

3)Telaah bukti 2)Pencarian


secara kritis bukti
7 LANGKAH EBM
4,5) Sources of
evidence

3) Good clinical 6) Recent relevant


question literature

2) Problem 7) Valid, important,


identification applicable
evidence

8) Integration of
1) Patient current evidence
into practice
FIRST STEP

PATIENT

BACKGROUND QUESTION

CLINICAL SCENARIO
BACKGROUND QUESTION

• 1. GENERAL KNOWLEDGE OF
DISORDER
• 2.ROOT QUESTION:
WHO,WHAT,WHERE,WHEN,HOW,
WHY
• 3.DISORDER OR ASPECT DISORDER
FOREGROUND QUESTION

• PICO
1. PATIENT AND/OR PROBLEM
2. INTERVENTION
3. COMPARISON INTERVENTION ( IF
RELEVANT)
4. OUTCOME
SECOND STEP

CLINICAL SCENARIO

Formulate the clinical problems


into clinical answerable questions
USING P.I.C.O

CLINICAL ANSWERABLE QUESTION


THIRD STEP

TRANSLATING CLINICAL ANSWERABLE


QUESTION INTO
SEARCH STRATEGY/SEARCH KEYWORD
/SEARCH TERM
FOURTH STEP

SEARCHING RELEVANT ARTICLE


USING SEARCH KEY WORD/SEARCH TERM
TO THE ARTICLE SITE
FIFTH STEP

SELECTING THE APPROPRIATE ARTICLE


WHICH RELEVANT TO PATIENT PROBLEM
SIXTH STEP

DOWNLOADING
THE RELEVANT ARTICLE
SEVENTH STEP

CRITICALLY APPRAISED
THE RELEVANT ARTICLE
USING CRITICAL APPRAISAL
WORKSHEET
EIGHTH STEP

APPLY THE VALID EVIDENCE


TO THE PATIENT
CONSIDERING THE SIMILARITY OF
EVIDENCE TO OUR PATIENT
Main area
Diagnosis
(Determination of disease or problem)

Treatment
(Intervention necessary to help the patient)

Prognosis
(Prediction of the outcome of the disease)
Others:
Meta-analysis
Clinical guidelines
Economic analysis
Clinical decision making
Cost-effectiveness analysis
Qualitative research
MENGAPA SEBAGIAN DOKTER ENGGAN MEMPELAJARI
DAN MENERAPKAN EBM

• Faktor-faktor berikut dianggap merupakan penyebabnya.


1. Kemampuan metodologi penelitian para praktisi senior yg
kurang karena selama ini tdk pernah digunakan. Akibatnya
para senior tdk merasa nyaman utk melakukan telaah kiritis.
2. Terbatasnya sumber daya, terutama faktor waktu
3. Kalaupun sarana tersedia , seringkali tdk dpt dioperoleh bukti
(evidence) dg kualitas yg baik utk menjawab pertanyaan klinis
4. Sebagian dokter cukup puass dg praktik yg dillakukan selama
ini (tanpa EBM pun pasien banyak, Sebagian besar dpt
ditolong dan sembuh, mengapa pula harus mempersulit diri
dg EBM…dst).
KRITIK TERHADAP EBM
1. Praktik EBM membuat perawatan kes pasien menjadi
mahal
2. EBM tidak dpt diterapkan di Negara berkembang
3. Penerapan EBM membutuhkan sumberdaya , termasuk
waktu
4. Praktik EBM hanya mengandalkan bukti klinis sehingga
menafikkan aspek patofisologi dan logika
5. EBM menafikkan pengalaman klinis (Clinical experience)
dan penilaian klinis (clinical judgment)
6. Panduan berbasis bukti melanggar autonomi
professional.
• Pros : “New paradigm in medicine”
“Extraordinary innovations,
only 2nd to Human Genome Project”

• Cons : New version of an old song


• ‘Fair’ : Nothing wrong with EBM, but:
• Be careful in searching evidence
• Meta-analyses, clinical trials, and all
observational studies should be critically
appraised
• Keyword for EBM:
• Methodological skill to judge the validity
of study reports (Re. Andersen B: Methodological
errors in medical research, 1989)
KRITIK TERHADAP EBM
1. Praktik EBM membuat perawatan kes pasien menjadi
mahal
a. Tujuan praktik EBM memberikan tt laksnan terbaik kpod
pasien dg knidisi tertentu berdasarkan evidence mutakhir
berakibat pelayanan menjadi mahal (misalnya pemb
surfaktans utk syndrome gawat nafas pd bayi premature,
operasi penyakit jantung tertentu
b. Dilain pihak praktik EBM juga menjadi lbh murah dari yg lazim
dilakukan (misalnya: tdk memberikan antibiotika pada ISPA
akut/diare akut, atau memperketat indikasi bedah SC yg
terlalu longgar,pem canggih yg tdk perlu CT scan pd setiap
paein trauma kepala, pemberian steroid pd pasien batuk
berulang adalah contoh lain yg tdk berdasarkan evidence,
cenderung menimbulkan biaya , bahkan berbahaya.
KRITIK TERHADAP EBM
2. EBM tidak dpt diterapkan di Negara berkembang
Perdefinisi EBM merupakan interseksi dari 3 komponen
(kompetensi dr, bukti yg sahih,dan pilihan psien termasuk
fasilitas dbs). Bila memenuhi syarat mk praktik EBM dpt
diterapkan, bila tdk memenuhi syarat tdk dpt diterapkan.
Memang saat ini evidence yg tersedia di literatur
sebagian besar berasal dari studi di negara negara maju
(Amerika eropah). Fakta ini seharusnya merupakan
pemicu dan pemacu agar kita lbh banyak melakukan
penelitian klinis yg berkualitas shg kelak bukti ilmiah yg
diterapkan dlm praktik
KRITIK TERHADAP EBM
3. Penerapan EBM membutuhkan sumberdaya ,
termasuk waktu
Memang penerpanan EBM membutuhkan s daya
terutama wkatu. Hal ini harus dipandang sbg biaya yg
diperlukan utk memperoleh hasil terbaik. “No fre
lunch” kata org Inggeris, “Jet Basuki mawa beya” kata
orh Jawa.Lagi pula dg melakukan Latihan secara terus
menerus mk waktu yg diperlukan utk mencari makalah
yg diharapkan dpt menjawab pertanyaan klinis
maupun utk melakukan telaah kritis mkn pendek.
KRITIK TERHADAP EBM
4. Praktik EBM hanya mengandalkan bukti klnis
sehingga menafikkan aspek patofisologi dan logika
Penerapan EBM menggunakan alas an klinis yg
ditunjang o bukti yg sahih dan memiliki relevansi
klinis. Patofisiologi dan logika tdk dinafikkan. Namun
logika mamupun pengetahuan ilmu-ilmu dasar tsb hrs
dianggap sebatas sbg hipotesis dan memerlukan
bukti empiris dari penelitian klinis yg sesuai agar
bukti yg dditerapkan memang merupakan bukti klinis
yg sesuai dg keadaa pasien yg kita hadapi.
KRITIK TERHADAP EBM
5. Panduan berbasis bukti melanggar autonomi professional.
Dalam praktik EBM , nilai-nilai professional (kompetensi,altruism,
keterbukaan, kesejawatan dan etika) sgtt ditunjang.
Setiap dr juga diharapkan utk mengembangkan prak kedokteran berdasarkan
profesionalisme, bukti yg sahih, dan nilia-nilia yg dimiliki pasien.
Perlu ditekankan bhw sgl jenis PPK (clinical guideline) yg berbasis bukti juga
hanya bersifat advis, anjuran atau rekomendasi, tdk hrs dan tdk boleh
diterapkan secara membabi buta pd pasien. Penerapannya hrs selalu
disesuaikan dg kondisi klinis masing-masing pasien. Contoh, ekstrem, PPK
pasien yg menderita Urethirits Go adalah pemberian penisilin injeksi. Namun
bila pasien menyatakan alergi segala jenis pensilin, maka memberikan
penisilin kpd pasien tsb merupakan tindakan yg salah.
Ok itulah dalam setiap PPK dicantumkan disclaimer (mewanti, penyangkalan)
yg berisi pembatasan yg perlu diperhatikan dalam penggunaan panduan.
NILAI TAMBAH EBM
1. Praktik EBM meningkatkan kebiasaan membaca, khususnya
membaca kematuahiran ilmu dan tehnologi kedokteran sesuai
dg nidang masing masing yg relevan dg tatalaksana pasien sehari
hari.
2. Meningkatkan ketrampilan metodologi penelitian, dan dpt
memicu serta memacu keinginan meneliti
3. Menjamin praktik dan tata laksana pasien yg terkini dan rasional.
4. Mengurangi intuisi dan penilaian klinis , namun tdk
menghilangkan nya
5. Bila diterapkan secara taat azaz maka praktik dokter akan sesuai
dg aspek etika dan medicolegal
6. EBM dapat, dan harus, menjadi dasar utama dalam kebijakan
pemerintah dlm bidang bidang Kesehatan.
SIMPULAN
• Siklus EBM menghendaki agar setiap saat menghadapi masalah
dlm praktik kita harus melakukan 4 Langkah
(Memformulasikan pertanyaan klinis,mencari bukti, telaah
kritis dan menerapkan bukti.
• Sedangkan Praktik EBM sendiri merupakan interseksi dari 3
komponen (kompetensi dokter, bukti yg sahih,dan
nilai-nilai/pilihan pasien termasuk fasilitas dsb).
• Bila seorg dr secara konsisten melakukan Langkah-Langkah
tsb, mk hasil akhir yg diharapkan perilaku belajar mandiri
seumur hidup dan kemauan utk terus belajar demi
peningkatan kualitas pelayanan yg berkelanjutan.
• Simpulannya, EBM tdk lbh dari kerangka utk menggunakan
secara sistematis hasil penelitian terkni yg sahIh dan penting,
relevan dg nilai-nilai yg ada pada pasien.
NORMALITAS DAN
ABNORMALITAS
PENDAHULUAN
• Pengambilan keputusan tentang apa yg disebut
abnormal merupakan hal yg paling sulit, terutama
diantara pasien yg blm diseleksi yg biasanya
ditemukan diluar RS.
• Tujuan membedakan antara normal dan abnormal
adalah untuk memisahkan observasi-observasi yang
dianggap perlu tindakan dan yang bisa
dikesampingkan
• Tabel 2.1 merupakan contoh yang menunjukkan bagaimana secara
relative sederhana abnormalitas ditentukan oleh data klinis yang
lebih kompleks. Meskipun kasar, daftar tsb dpt berguna sbg dasar
penentuan diagnosis,prognosis, pengobatan—dan keputusan
harus dibuat, baik secara aktif atau pasif.
Tabel 2.1.
Ringkasan data klinik: Daftar problem paslen dan data dimana keluhan itu didasarkan.

Daftar problem Data Kasar


1. Hipertensi Beberapa pembacaan tekanan darah:
170/102, 150/86, 166/92, 172/96
2. Diabetes Tes toleransi glukosa:
mellitus waktu (jam): 0 ½ 1 2
glukosa plasma 110 190 170 140 (mg/100 ml)

3. Insufisiensi Kimia serum:


ginjal Kreatinin 2,7 mg/100 ml
Nitrogen urea 40 mg/100 ml
Bikarbonat 18 mEq/liter
NORMALITAS & ABNORMALITAS
 Last (1995):
 a) Keadaan yang sesuai dengan variasi yang
ada pada populasi
 b) Normal” adalah indikasi peluang yang
rendah untuk mendapatkan penyakit”
 c) Merujuk kepada kurva normal Gauss
normal”adalah bila berada dalam

variasi rata rata ± 2 SD”


NORMAL SECARA KLINIS

 Normal keadaan yang khas pada


populasi secara umum: Chol 200mg/dl

 Normal dapat dindikasikan keadaan


yang tidak memerlukan follow up
lebih lanjut ataupun intervensi
KOLESTER
Kolesterol darah
10

4
Frequency

2 Std. Dev = 33.17


Mean = 169.9

0 N = 50.00
100.0 120.0 140.0 160.0 180.0 200.0 220.0 240.0
110.0 130.0 150.0 170.0 190.0 210.0 230.0

KOLESTER

Abnormalitas bila kadar Kolesterol > rerata + 2 x SD


= > 169.9 + (2 x 33.17)
= 236.24
Normal secara Laboratoris
Biasanya dipakai interval referensi [± 2 SD]
KETERBATASAN
1. Asumsi data berdistribusi normal akan
tetapi tidak selalu data klinis
berdistribusi normal.
2. Pemilihan Rerata ± 2 SD adalah
arbitrase (kesepakatan), mengapa tidak
dipilih 90 % atau 99 %
3. Tidak selalu terdapat hubungan umum
antara penyimpangan statistik dengan
penyakit di Klinik: Anemia dan gejala
kliniknya, Serum Cholesterol dan MCI
4. Interval referensi tergantung pada populasi
referensi
a) dapat terdapat orang yang sakit
didalamnya
b) Tidak seluruh populasi mengikuti test
C) Umur/Sex/Ras berpengaruh terhadap
interval referensi
5.Interval referensi dapat tidak memprediksi
abnormalitas secara akurat
6. Limit interval referensi biasanya tidak tetap
bergantung pada jumlah individu pada ekor
kurva
Pengukuran
• Ungkapan (ekspresi) pengukuran :
nominal, ordinal, interval
• sifat (karakter) pengukuran : lunak,
keras
• kualitas pengukuran : keseksamaan
(accuracy), keterandalan (reliabilitas,
presisi, reproduksibilitas)
Validitas pengukuran
• Sahih (valid) = Keterandalan (Reliabilitas) +
Keseksamaan
• Perkataan validitas sering pula merupakan kata
lain dari keseksamaan (accuracy), Fletcher RH,
(1998).
• Keseksamaan adalah fungsi kesalahan
sistematis (bias) sedangkan keterandalan
dipengaruhi oleh kesalahan acak (Hulley, 1988)
VALID/SAHIH

RELIABLE/TERANDAL
DAN

AKURAT
VALIDITAS DAN RELIABILITAS
Keterandalan Keseksamaan
(Reliability, Reproducibility, (Accuracy, Validity)
Precision)
Batasan : Derajat kesamaan dari nilai Derajat dari hasil pengukuran sesuai
variable apabila dilakukan dengan keadaan sebenarnya dari
pengukuran beberapa kali. fenomena yang diukur.

Cara terbaik : untuk Membandingkan hasil pengukuran yang Membandingkan dengan standar baku
menilai dilakukan berulang kali.

Nilai untuk studi Meningkatkan kekuatan untuk Meningkatkan validitas kesimpulan


mendeteksi efek

Terancam oleh Kesalahan acak yang berasal dari Kesalahan sistematik (bias) yang berasal
pengamatan, subyek, alat pengukur daripengamatan subyek, alat pengukur.

Strategi untuk Standarisasi cara pengukuran, Pelatihan Pengetatan pengukuran (unobstresive)


meningkatkan mutu dan sertifikasi, Pemurnian (refining) alat
pengukurAutomatisasi alat Pembutaan (blinding)
pengukuran Kalibrasi alat pengukur
pengukurPengulangan pengukuran

Secara statistikSimpang baku (SD) dari Membandingkan teknik-teknik baku yang


pengukuraan yang berulang dikenal seksama (akurat) – baku emas (gold
Penilaian Koefisien variasi (coefficient of variation) standard) yang pernyataan statistiknya
berupa rerata (mean) dari perbedaan antara
Koefisien korelasi ( Corellation hasil nilai yang diamati dibagi nilai baku
coefficient) dengan pengukuran (standard)
berpasang
Tabel 2.2
Sumber-sumber Variasi

Sumber Definisi
Pengukuran:
Alat Alat-alat untuk melakukan pengukuran
Pengamat Adalah orang melakukan pengukuran
Biologik: Kumulatif
- Di dalam individu- Perubahan dalam masyarakat dengan waktu
individu dan situasi
- Diantara individu- Perbedaan biologik dari satu orang dengan
individu orang lain
Untuk pengukuran fenomena kedokteran klinik
dan kedokteran dasar,biasanya sudah tersedia
peralatan dan metode pengukuran yang biasa
digunakan

Untuk mengukur fenomena psikososial,


maka peneliti perlu menyusun sendiri
metode maupun alat ukur yang akan
digunakan, baik yang berupa daftar
pertanyaan untuk teknik kuesioner
maupun panduan wawancara untuk
teknik wawancara.
Apabila pengukuran ditujukan pada objek yang tidak dapat
diukur secara langsung dengan sarana fisik maka validitas
pengukuran akan tergantung dari 3 strategi validitas :

1. Validitas isi (content validity)

2. Validitas kriterium (criterion related


validity, validitas prediksi)

3. Validitas konstruk (construct validity)


VALIDITAS ISI/CONTENT VALIDITY

• Suatu tingkat representasi isi atau substansi


pengukuran terhadap konsep variabel
sebagaimana dirumuskan dalam definisi
operasional (sesuai indicator)

SEMAKIN TEPAT
DEFINISI OPERASIONAL
PENELITIAN
SEMAKIN TINGGI VALIDITAS ISI
Validitas kriterium (criterion related
validity, validitas prediksi

Menetapkan seberapa jauh tingkat


keterandalan st instrument pengu kuran
dapat memprediksi suatu fenomena yang
teramati secara langsung.

Contoh: ST paket uji keseimbangan tubuh (vestibuler) dijadikan alat seleksi


bagi calon penerbang pesawat tempur, Bila setelah diterima, ternyata ketram
pilan pengemudian pesawat yg berkaitan fgs vestibuler tsb jelek, berarti
Validitas kriterium uji tsb rendah.
Validitas konstruk (construct validity)

ketepatan pengukuran dalam menilai ciri


atau keadaan subyek yang diukur
berhubungan dengan teori atau hipotesis
yang melatar belakangi penyusunan
instrumen tersebut.
Contoh: Dalam menilai kelancaran wanita menjalani partus kala II, dikembangkan
model pengukuran baru. Pengukuran tsb ialah mengukur kekuatan kontraksi otot perut
utama (M rectus dan m opbliqus int dan ext). Landasan teorinya:Dalam kead noirmal
(tdk ada disproporsi, ke dudukan dan presentasi janin serta his normal) mk lama kala II
ditentukan oleh kekuatan hejan perut.. Kekuatan hejan perut ditentuka oleh kekuatan
otot perut utama.
Bila hasil pengukuran ada hubungan kuat antara kontraksi otot perut dan lama kala II,
sementara lain normal mk pengukuran tsb memp validitas kontruk yg baik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
validitas penelitian meliputi

1) validitas pengukuran,
(2) adekuat tidaknya rancangan
penelitian
(3) analisis data.
Peningkatan validitas dalam suatu penelitian dilakukan
pula dengan cara mengendalikan varian

• Maksimalisasi varians penelitian


• Mengurangi pengaruh variable luar
• Menimalisasi kesalahan varian
(variasi error) pengukuran (Hulley,
SB. 1988)
Disingkat MaKoMin
Distribusi
• Data yang diukur dalam skala interval seringkali
ditayangkan dalam bentuk distribusi kekerapan
(frequency distribution) berupa :
– Deskripsi gambar (pictural decription) yaitu,
tabel kekerapan (frequency table).
– Histogram
– Ringkasan bilangan (numerical summaries)
yaitu : ukuran tendensi sentral (rerata =
mean, median, mode), ukuran
sebaran/disperse (rentang, varians,
simpangan baku)
Data yang diukur dalam skala interval sering
ditayangkan dlm bentuk frequency distribution
berupa :
Deskripsi gambar (pictural decription) yaitu,
tabel kekerapan (frequency table).
Histogram
Ringkasan bilangan (numerical summaries) yaitu
ukuran tendensi sentral (rerata = mean,
median, mode),
ukuran sebaran/disperse (rentang, varians,
simpangan baku)
Tipe Distribusi

– Distribusi actual
• Data dikemukakan sebagai suatu gambar
(figure), menunjukkan banyaknya proporsi
dari kelompok orang tertentu yang
mempunyai nilai pengukuran yang berbeda.
– Distribusi normal (distribusi Gaussian)
• Menggambarkan distribusi dari pengukuran
berulang dari obyek fisik yang sama dan
instrumen yang sama.
DISTRIBUSI AKTUAL (Yg sebenarnya)
DISTRIBUSI NORMAL (Kurva Normal)
Kriteria Dari Abnormalitas
• Abnormal sebagai hal yang tidak
wajar
• Abnormal sebagai asosiasi dengan
penyakit
• Abnormal sebagai hal yang dapat
diobati
Kriteria Abnormal
• Apabila tidak ada garis pemisah yg tegas antara
normal dan abnormal, klinisi bisa menentukan
dimana titik batas diletakkan, lalu aturan dasar dasar
apakah yg harus dipergunakan?
• Ada 3 kriteria yg berguna: sedang tidak wajar,
sedang sakit, atau sedang diobati.
• Untuk masing –masing pengukruan, cara pendekatan
ini tidak perlu saling berhubungan dengan yg lainnya,
shg bila kita menganggap abnormal menurut kriteria
yg satu akan dianggap normal oleh kriteria lainnya.
Abnormal sbg sesuatu yg tidak wajar
• Dalam klinik, normal biasanya dianggap sebagai sesuatu yang paling
banyak muncul atau dalam kondisi biasa. Apa saja yang sering muncul
dinyatakan normal, dan apa yang jarang muncul disebut abnormal. Ini
adalah istilah statistik, yang berdasar pada frekuensi karakteristik
tertentu, biasanya adalah populasi yang tidak sakit.
• Sebagai contoh, kita dapat mengatakan normal bila merasa nyeri
sehabis tindakan bedah atau kadar kolesterol lebih dari 200 mg/dl.
Untuk orang-orang Amerika usia pertengahan.
• Batasan lbh spesifik yg disebut tdk wajar dlm istilah matematik. Salah
satunya titik batas (Cut off point) antara normal dan abnormal, agak
kabur, yaitu semua harga yg lebih dari 2 deviasi standar dianggap
abnormal. Dg asumsi distribusi data yg diselidiki mendekati distribusi
normal, mk 2,.5 % dari observasi akan tampak pd masing masing ekor
distribusi dan hal ini dianggap abnormal.
Abnormal yg ada hubungannya dg Penyakit
• Suatu pendekatan yang baik untuk membedakan bentuk normal
dari bentuk abnormal adalah dengan menyatakan abnormal
untuk observasi- observasi yang biasanya berkaitan dengan
penyakit, ketidak mampuan (disability) atau mati-yakni setiap
cara klinik yang berpangkal pada kesehatan yang baik. Penyakit itu
bisa dinyatakan langsung dengan melihat gejala-gejalanya atau diduga
dengan melihat karakteristiknya yang biasanya berhubungan kuat
dengan kesehatan yang buruk, misalnya seperti "factor risiko" atau
gejala-gejala fisik yang penting secara klinik
• Penentuan tentang risiko yg penting bervariasi, bahkan walau risiko
itu telah diketahui (Gb.2.12) Sebagian besar tentu akan sependapat
bahwa risiko untuk timbulnya penyakit gout masih bisa diabaikan
pada kadar asam urat < 7,0 mg/100 ml. (kadar ini meliputi 95,2% dari
populasi). Setelah itu risiko mulai meningkat hingga pada kadar > 9,0
mg/100 ml banyak orang menderita gout
Abnormal yg ada hubungannya dg Penyakit

Penentuan ttg kapan kelainan tsb terjadi akan sgt tergantung pd penentuan
timbulnya penyakit yg perlu dicegah dg metode-metode terbaru. Utk kadar asam
urat dlm serum ditentukan 8,0 atau 9,0 mg/100 ml.
Abnormal sebagai hal yang bisa diobati
• Untuk beberapa keadaan, terutama pada mereka yang tidak
menimbulkan kesulitan (asimptomatik) akan lebih baik kalau
penentuan abnormal itu hanya dilakukan bila tindkan pengonatan
akan memprbaiki keadaan. Hal ini disebabkan tdks emua pertanda
risiko itu bisa diobati dg baik.
• Menghilangkan fak risiko belum tentu menghilangkan risikonya
sendiri, karena mungkin faktior itu sendiri bukan penyabeb
penyakitnya, tetap hanya ada hubungan dg penyebab , atau karena
keruskan irreversible tekah timbul,
• Selain itu , memberi tanda seseorang sbg abnormal bs
menyebabkan efek spikologis yg burk yg sulit dipastikan bhw
pengobatannya bisa menghialngkan kelainan yg terjadi itu,.
Abnormal sebagai hal yang bisa diobati
• Apa yg disebut sebagai bisa dobati berubah dg perjalanan
waktu. Karena itu keputusan ttg pengobatan hendaklah
didasarkan bukti bukti penelitian klinik yg dilakukan dg
metode yg benar.
• Tingkatan pengobatan yg dinyatakan bermanfaat akan
mengalami perubahan, sesuai dg temuan perocobaan
klinik.
• Gb 2.13. menunjukan bagaimana akumulasi bukti-bukti
pengobatan hipertensi telah mengubah definsi pada tk
mana hipertensi bisa diobati. Keberhasilan penurunan tek
darah diastolic telah menunjukan keberhasilan pengobatan.
Abnormal sebagai hal yang bisa diobati
Regresi Kearah Rerata
(Regression To The Mean)
• Apabila para klinisi menghadapi hasil uji abnormal
yang tidak terduga. Mereka cenderung untuk
mengulanginya. Mengapoa bisa terjadi demikian?
Apakah hal itu bisa diopastikan terjadi?
• Apabila pasien-pasien dengan nilai ekstrim
diseleksi dan uji di ulangi, hasil nilai kedua yang
didapatkan cenderung mendekati bagian sentral
dari distribusi kekerapan (normal secara statitik).
• Nilai-nilai uji berikutnya condong lebih cermat
dalam memperkirakan nilai sebenarnya, dan hal
ini dapat dihasilkan bila dilakukan pengukuran
berulang kali pada pasien tersebut.
• Hal ini dapat disebabkan karena
adanya fluktuasi acak dari variabilitas
intrapersonal dan disebut “regresi
terhadap rerata” dan nilai-nilai ini
dapat diharapkan kembali kearah
harga normal pada pengukuran
berikutnya tanpa adanya perubahan
yang terjadi pada individu
bersangkutan.
Regresi Kearah Rerata (Regression To The
Mean)
Kunjungan TD diastolic rerata (mmHg)
1 99,2
2 91,2
3 90,7

Orang orang dipilih untuk studi diamati dalam 3 kali kunjungan


berurutan. TD dari kunjungan tsb sebelum diterapi tampak di
table diatas.Disini ada penurunan substansial TD dalam
kunjungan pertama dan ketiga,Hal ini dihububgkan dengan
regresi terhadao harga retata., demikian juga terhadaop
adanya kecendrungan penderita utk lbh rileks pd kunjungan
berikutnya. Didapatkan juga ada penurunan serum kolesterol
yg ‘mungkin karena tidak dipengaruhi oleh kecemasan
dari saat ke saat.
SIMPULAN
• Fenomena klinis diukur dengan skala nominal, ordinal dan
interval. Meskipun banyak observasi klinik masih berada dalam
kontinum harga (dalam batas harga), tetapi untuk tujuan praktis
kesemuanya itu seringkali disederhanakan kedalam kategori-
kategori dikotomi (ada atau tidak ada).
• Observasi-observasi untuk fenomena klinik sangat bervariasi,
karena adanya kesalahan pengukuran, perbedaan intraindividu
dari saat ke saat dan juga adanya perbedaan antar individu.
Kemampuan dari metode pengukuran adalah sejauh mana hal itu
bisa diklasifikasi dengan baik, dan hal itu ditunjukkan sebagai
validitas (apakah benar-benar mengukur apa yang ingin diukur?)
dan reliabilitas (apakah pengukuran-pengukuran hal yang sama
juga memberikan hasil yang sama?).
SIMPULAN
• Distribusi frekuensi untuk variabel-variabel klinik mempunyai
bentuk yang berlainan; hal itu bisa diringkas dengan cara
menyajikan kecenderungan sentral dan dispersinya.
• Harga-harga laboratorium dari hasil yang normal dan abnormal
yang seringkali saling tumpang tindih (overlap). Pemilihan pada
suatu titik yang memberikan hasil normal dan abnormal itu
dimulai secara bebas dan seringkali dihubungkan dengan salah
satu dari tiga definisi abnormalitas: secara statistik tidak wajar,
ada hubungannya dengan penyakit, atau yang bisa diobati. Bila
pasien dengan hasil tes yang ckstrim dipilih dan dilakukan uji
pengulangan, maka harga yang kedua itu cenderung akan berada
dekat pada bagian sentral (secara statistik normal) dari distribusi
frekuensi, inilah suatu fenomena yang disebut dengan regressi
terhadap rerata atau mean.
REFERENSI
• Prasad K. 2013. Fundamentals of Evidence-Based Medicine
2nd Ed. India: Springer.
• Robert H. Fletcher et al, Clinical Epidemiology:The
essential, edisi ke 4, 2014
• Sastroasmoro S (editor). Menelusur asas dan kaidah
Evidence Based Medicine. Sagung Seto. 2014
• Sackett DL, Rosenberg WM, Gray JA, Haynes RB, Richardson
WS (1996). "Evidence based medicine: what it is and what
it isn't". BMJ 312 (7023): 71–2.
• Strauss et al. Evidence-Based Medicine: How to Practice
and Teach It, 4th ed. Churcill Livingston, 2011.

Anda mungkin juga menyukai