2. TEORI HPI INTERNASIONAL; 3. TEORI TERITORIAL; 4. TEORI HUKUM LOKAL; 5. TEORI ANALISIS KEPENTINGAN (INTEREST ANALYSIS THEORY, TEORI CURRIE) 1. TEORI STATUTA MODERN • Permasalahan: a. Apabila suatu perkara oleh sistem hukum A dikualifikasi sebagai masalah Realia, tp oleh sistem hukum B disebut Personalia b. Atau, khusus masalah Personalia, sistem hukum A berazaskan nasionality, dan sistem hukum B Domisili. KESIMPULAN, TEORI MODERN • Untuk perkara HPI yang: 1) Menyangkut benda atau perbuatan hukum, maka berlaku hukum dari tempat yang berkaitan dengan benda atau perbuatan itu. 2) Menyangkut orang atau subyek hukum, maka hukum yg berlaku adalah hukum personal dr orang tsb. 2. TEORI HPI Internasional, Rabel, Zittelman, Jitta. • HPI adalah suatu kesatuan sistem hukum yg dibentuk utk menyelesaikan sengketa yg timbul akibat fakta bhw sebuah sistem hukum lokal ternyata isinya bertentangan dg sistem hukum lokal lainnya. • Sesuai pikiran Von Savigny, perlu ada Prinsip HPI Universal. 3. Teori Teritorial, Dicey, Beale, Schmithoff. Prinsip: • Sistem hukum yg diberlakukan di dalam badan peradilan suatu negara pada dasarnya adalah sistem hukum intern negara itu; sistem hukum asing hanya akan diberlakukan dan/atau dipertimbangkan sejauh penguasa/ pemegang keda COMITAS GENTIUM • DOCTRINE OF VESTED RIGHTS. • Pemberlakuan hukum asing adalah tidak seperti memberlakukan hukum asing ansich. Tetapi hanya berurusan dg hak yang telah diperoleh. • Badan peradilan suatu negara dapat mengakui hak yang diterbitkan berdasarkan kaidah hukum asing. 4. TEORI HUKUM LOKAL • Tidak ada suatu badan peradilan dalam suatu negara yang memberlakukan kaidah hukum asing kecuali hukum internnya sendiri. • Menghambat perkembangan HPI. 5. TEORI ANALISIS KEPENTINGAN (INTEREST ANALYSIS THEORY). • Pemberlakuan hukum dari suatu negara terhadap perkara HPI akan didasarkan atas pengkajian dari aspek kebijakan dan kepentingan. • Bertitik tolak dari Asumsi: 1. Lex causae adalah Lex Fori. 2. Keputusan forum menyampingkan lex fori dan menggantinya dg kaidah hukum asing hanya dapat dilakukan setelah ada analisis secara kasuistik, dg mempertimbangkan pelbagai polices dan interest dari negara lain yg sistem hukumnya relevan thdp pokok perkara yang dihadapi. • Metodologi teori currie…… 1. Setelah pokok perkara ditentukan, maka tentukan kaidah hukum lokal/intern dari negara yg relevan 2. Pelajari dan bandingkan kaidah hukum intern, baik dari lex fori maupun dari sistem hukum asing yg relevan dan tentukan kebijaksanaan hukum yg direfleksikan oleh kaidah hukum intern tsb. 3. Tentukan ada tidaknya kepentingan (interest) dari negara-negara yg terlibat untuk memberlakukan kaidah hukum intern pada perkara ybs. • Penerapannya……. • Hasil analisis: kedua negara yg sistem hukumnya terlibat dlm perkara ternyata memiliki kepentingan yang sama kuat untuk memberlakukan hukumnya dalam perkara. • Hukum yg diberlakukan: berdasarkan prinsip teritorial, maka bila kedua negara memiliki kepentingan dan salah satu adalah negara forum, maka forum akan mengutamakan kepentingan forum dan memberlakukan lex fori dlm menyelesaikan perkara. • Perkara Babcok V. Jackson, New York (1963). • Fakta-fakta 1. Tergugat adalah pemilik mobil warga New York, dan Penggugat adalah penumpang mobil warga New York. 2. Mobil yg ditumpangi adalah mobil yg terdaftar di New York dan diasuransikan di New York. 3. Tergugat dan Pengugat setuju melakukan perjalanan bersama, dan Penggugat sebagi penumpang tamu. 4. Tujuan perjalanan adalah ke Ontaria, Canada dan kembali New York. 5. Di Ontaria, Tergugat kehilangan kendali atas kendaraannya dan mobil keluar dari lintasan jalan terjadilah kecelakaan. 6. Penggugat mengalami cedera dalam kecelakaan itu dan harus mengeluarkan biaya perawatan yg cukup besar. METODE ANALISIS • DASAR GUGATAN • FAKTA HUKUM • MASALAH HUKUM • ANALYSIS POLCY HUKUM • ANALYSIS INTERESTS • KESIMPULAN Dasar gugatan • Pengugat mengajukan Gugatan di Pengadilan New York dan menuntut ganti rugi kepada Tergugat atas dasar ordinary negligence berdasarkan hukum New York. • Tergugat mohon agar gugatan ditolak dg alasan bahwa hukum yg seharusnya berlaku adalah hukum Ontario Canada sebagai Lex Loci Delicte. Fakta Hukum • Pemilik/pengendara kendaraan bermotor yg tidak termasuk angkutan umum, tidak dapat dituntut bertanggungjawab atas segala kerugian yg timbul akibat cedera fisik atau meninggalnya orang yang menjadi penumpang (hk New York). • seorang penumpang atau ahli warisnya dapat menuntut ganti rugi akibat cedera fisik atau meninggalnya orang yang menjadi penumpang kendaraan bermotor (hk Ontaria). Masalah hukum • Apakah berdasarkan HPI Tradisionil, Hukum Ontario, Canada sbg hukum dari place of tort (lex loci delicti) harus digunakan untuk menentukan adanya hak untuk menuntut ganti rugi akibat perbuatan melawan hukum, atau: • Apakah penentuan ganti rugi akibat tort harus ditentukan berdasarkan faktor lain yg lebih relevan sifatnya. Analysis Polcy Hukum • Hukum New York: melindungi pemilik mobil New York dan perusahaan asuransi New York dari tuntutan ganti rugi yg tidak jujur, beritikad buruk, atau yg berlebihan dari penumpang (guest- passengers), melindungi Tergugat. • Pengemudi yang melanggar hukum akibat kecerobohannya menimbulkan kerugian pada penumpang harus dapat dituntut tanggung- jawabnya mengganti rugi, melindungi penumpang warga Ontaria korban kecerobohan pengemudi. Analysis Interests • Karena Perkara menyangkut seorang Pengemudi New York sbg Tergugat, dan kemungkinan besar Perusahaan Asuransi New York yg harus memenuhi klaim, seandainya gugatan dikabulkan, maka New York mempunyai kepentingan untuk memberlakukan hukumnya. • Karena diantara pihak sama sekali tidak ada warga Ontario Canada, maka Ontario tidak memiliki kepentingan untuk memberlakukan hukumnya dalam perkara ini. Kesimpulan……… • Berdasarkan teori Interset Analysis hukum yg harus diberlakukan dalam False Conflict Case adalah hukum intern dari negara yg memiliki kepentingan saja (hukum New York).
• Berdasarkan hukum New York, Gugatan
Penggugat DITOLAK. POLA PIKIR HPI 1. Hakim menerima perkara (didalamnya ada unsur asing/titik taut primer)- harus menentukan apakah perkara HPI? 2. Hakim menentukan ada tidaknya Yurisdiksi 3. Menentukan Titik Taut Sekunder 4. Mencari dan menemukan Kaidah HPI yg tepat melalui Kualifikasi fakta dan kualifikasi hukum; 5. Menentukan kaidah hPI Lex Fori yg relevan dalam penunjukan ke arah lex causae; 6. Memeriksa Kembali Fakta dalam perkara dan mencari titik taut sekunder yang harus digunakan untuk menunjuk ke arah lex causae 7. Menyelesaikan perkara dengan kaidah hukum intern dari lex causae. Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha vs Lexus Daya Utama • Merek Mobil mewah Lexus milik perusahaan Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha, menggugat perusahaan piranti komputer dengan nama Lexus Daya Utama. Pada 20 April 2011, MA mengabulkan permohonan Lexus sebagai pemilik merek tunggal.
• Toyota Jidosha Kabushiki Kaisha menggugat merek helm Lexus.
Toyota Lexus memenangkan dan sebagai pemegang hak ekslusif yang terdaftar sejak 25 Mei 1992 dengan registrasi No.275.609 yang diperbarui pada 25 Mei 2002.
• Toyota juga melayangkan gugatan terhadap ban mobil merek
Innova. Toyota merasa merek ban tersebut menyerupai merek mobil yang diproduksinya sehingga konsumen bisa dibuat bingung. Permohonan Toyota ini dikabulkan oleh PN Jakpus. Hotel Inter-Continental Vs PT Lippo Karawaci Tbk • Hotel Inter-Continental yang bermarkas di Atlanta, Georgia, Amerika Serikat menggugat PT Lippo Karawaci Tbk sebagai pemilik apartemen The Inter-Continental yang berada di Karawaci, Tangerang.
• Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus),
gugatan perusahaan AS ini kandas. Namun di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA), pada November 2011 mengabulkan permohonan kasasi perusahaan dari Atlanta tersebut. Casio Keisanki Kabushiki Kaisha VS K Bing Ciptadi 2011 • Perebutan merek antara Casio Keisanki Kabushiki Kaisha, pemilik merek jam tangan Edifice Casio, perusahaan asal Jepang, menggugat Casio versi lokal milik pengusaha K Bing Ciptadi. • Pada Juli 2011 lalu, PN Jakpus menyatakan Casio versi lokal harus segera dicabut. Kao Corporation vs PT Sintong Abadi • Perusahaan asal Jepang, Kao Corporation pemilik merek Biore. • Kasus bermula saat Kao mendapati merek sabun Biorf beredar di pasaran. Merasa dirugikan, Kao sebagai produsen Biore melayangkan gugatan terhadap PT Sintong Abadi selaku produsen Biorf ke PN Jakpus. • Dalam dalil gugatannya, Biore beralasan telah mendaftarkan merek Biore ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) sejak 17 Juni 1982. • Sedangkan merek Biorf baru terdaftar pada 16 Januari 2012. • Kao menganggap Biorf telah mendompleng merek Biore yang sudah lebih dulu terdaftar dan terkenal. • Pada 24 Mei 2012 PN Jakpus menolak gugatan perusahaan Kao Corporation yang bermarkas di Chuo-ku, Tokyo, Jepang itu. • Kao pun mengajukan kasasi. Dan pada 21 Januari 2013 MA Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya,“ • Dalam putusan menyatakan Biore sebagai merek terkenal dan merek Biorf memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek BIORE untuk barang tidak sejenis. • MA juga menyatakan PT Sintong Abadi tidak beritikad baik saat mendaftarkan merek BIORF dan bertentangan dengan ketertiban umum. • MA juga memerintahkan PT Sintong untuk menghentikan semua tindakan penggunaan merek Biorf sebagai akibat telah dibatalkannya merek Biorf. • "Memerintahkan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) untuk tunduk dan taat pada putusan pengadilan dalam perkara ini dengan melaksanakan pembatalan merek BIORF,