Anda di halaman 1dari 32

AGAMA HINDU

Disampaikan Kepada Kadet Mahasiswa FV Unhan RI


Belu, Selasa, 30 Nopember 2021

Dosen Pengampu/Penanggung Jawab :


1. Desak Ketut Tri Martini, S.P., M.Si.
BIODATA DOSEN (KOORDINATOR)
Nama : DESAK KETUT TRI MARTINI, S.P., M.Si
Tempat, Tanggal Lahir : Tabanan, 21 Juni 1976
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Hindu
Pendidikan : S1 Jurusan Agronomi Tanaman, Fakultas Pertanian,
Universitas Udayana
S2 Pertanian Lahan Kering, Universitas Udayana
Status : Menikah, 2 orang anak Laki-laki
Alamat : Jalan Yos Sudarso No. 24 Dajan Peken, Tabanan
Bali
Telepon : WA 08311894069, Telp. 0813-3902-9459
Email : desak.martini@idu.ac.id
Perkuliahan ke-
Konsep Tuhan Yang Maha Esa Menurut Agama11
Hindu
A. Keesaaan Tuhan dalam Pandangan Agama Hindu
Di Indonesia, ada enam agama yang dianut masyarakatnya, yaitu Islam, Hindu,
Protestan, Katolik, Buddha, dan Khonghucu. Agama adalah salah satu jalan
manusia menuju Sang Pencipta (Tuhan Yang Maha Esa). Di dalam agama, manusia
mempelajari nilai-nilai Ketuhanan. 
Dalam ajaran agama Hindu, tidak ada pandangan bahwa Tuhan itu berbeda,
antara yang dipuja umat agama yang satu dan lainnya. Konsep dasar memahami
Ketuhanan dalam agama Hindu adalah, bahwa Tuhan itu satu dan dipuja dengan
berbagai cara dan jalan berdasarkan etika.
https://www.google.com/url?sa=i&url=http%3A%2F%2Fblog.tanijoy.id%2F4-jenia-hama-pada-tanaman-
https://www.google.com/url?sa=i&url=http%3A%2F%2Fblog.tanijoy.id%2F4-jenia-hama-pada-tanaman-kentang-dan-tips- kentang-dan-tips-penanggulangan https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?
penanggulangan %2F&psig=AOvVaw3jIbgwd57Mj0qELOXgqwgF&ust=1630597576123000&source=images&cd=vfe&ved=0C
%2F&psig=AOvVaw3jIbgwd57Mj0qELOXgqwgF&ust=1630597576123000&source=images&cd=vfe&ved=0CAsQjRxqFwoTCLCwwsyP https://belajartani.com/wp-content/uploads/2016/03/uret-tebu.jpg AsQjRxqFwoTCLCwwsyP3vICFQAAAAAdAAAAABAp
q=tbn:ANd9GcTmR0l4R8T6Xs0cHPkrIR9GVSqXFnw-Z8t2EQ&usqp=CAU
3vICFQAAAAAdAAAAABAp

APLIKASI KOMPUTER 3
Dalam Sastra Veda dalam Upanisad IV.2.1. menyebutkan : 
Ekam Ewa Adwityam Brahman
Yang artinya Tuhan itu hanya satu, tidak ada duanya.
Sementara dalam Narayana Upanisad ditegaskan : 
Eko Narayana Nadwityo Astikacit
Yang artinya Hanya satu Tuhan, sama sekali tidak ada duanya. 

Dalam mewujudkan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan sifat-Nya
yang Acintya (tidak dapat terfikirkan), manusia dengan sifatnya yang Awidya (tidak
sempurna) memuja Tuhan dengan berbagai rupa, nama dan sebutan, serta berbagai
interprestasi. Ini  seperti tertuang dalam kitab suci Weda :  Ekam Sat Wiprah Bahuda
Wadanti (Hanya satu Tuhan, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak
nama). 
Tuhan bersifat Acintya atau tidak terfikirkan oleh manusia.
Artinya, manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan dengan sempurna.
Sebagai makhluk yang dikarunia akal dan fikiran, manusia memiliki cara untuk
mewujudkan bhaktinya kepada Sang Penguasa Alam Semesta dengan berbagai
cara berdasarkan nilai-nilai dharma (kebenaran).

Kita sebagai manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan secara utuh. Kita
hanya dapat menggambarkan Tuhan seperti apa yang kita pikirkan dan untuk
diri kita sendiri. Karena definisi Tuhan menurut saya akan berbeda dengan
definisi Tuhan menurut anda. Namun kebenaran yang mutlak itu adalah Tuhan
itu satu tunggal adanya.

Seperti contohnya orang buta…


Demikian juga kita dalam memahami Tuhan. Tidak ada satu orangpun di dunia
ini yang dapat menggambarkan Tuhan dengan utuh. Mereka memuja Tuhan
dengan cara yang berbeda. Jadi Pujalah Tuhan itu berdasarkan keyakinan yang
mendalam yang tumbuh dari hati sanubarimu yang terdalam. Karena kebenaran
itu muncul dari hati sanubari kita yang terdalam. Maka tanamkan nilai-nilai
keTuhanan itu ke dalam diri kita masing-masing. Ketika nilai-nilai Ketuhanan
yang ada dalam diri kita tumbuh subur, maka tidak ada kesengsaraan, karena
yang ada hanya kedamaian. 
Tuhan yang satu kemudian dikembangkan ke dalam konsepsi tiga, dalam fungsinya sebagai Pencipta
disebut Dewa Brahma, Pemelihara disebut Dewa Wisnu dan Pelebur disebut Dewa Siwa. Ketiga
manifestasi Tuhan dalam fungsi berbeda-beda itu disebut dengan satu istilah, yaitu Tri Murti.

Bagian dari Tri Murti adalah :


1. Dewa Brahman (Pencipta)
Dewa Brahman adalah kekuatan Sang Hyang Widhi (Tuhan) sebagai pencipta alam. Beliau juga
disebut Dewa Agni (Dewa Api). Karena api dapat mencipta dari apa yang belum ada menjadi ada.
Sakti Dewa Brahman adalah Dewi Saraswati.
Dewa Brahman disimbolkan dengan hurut A (Ang).
Senjata Dewa Brahman adalah Gada.
Arah yang ditempati adalah arah selatan dengan lambang warna merah.
Kekuatan mencipta alam dalam istilah Sanskerta disebut Uttpati.
2. Dewa Wisnu (Pemelihara)
Dewa Wisnu adalah kekuatan Tuhan dalam memelihara alam semesta beserta isinya.
Beliau dilambangkan sebagai Dewa Air, karena dapat memelihara kelangsungan hidup
makhluk di dunia ini.
Seperti Contohnya  ketika kita menanam pohon. Agar pohon itu tidak mati pada musim
kering maka perlu dipelihara dengan cara menyiramnya setiap hari agar tidak
kekeringan.
Demikianlah Tuhan dalam memelihara setiap ciptaannya.
Dewa Wisnu disimbolkan dengan huruf U (Ung).
Sakti Dewa Wisnu adalah Dewi Sri atau Dewi Laksmi. Dewi Sri atau Dewi Laksmi sebagai
Dewi Kesejahteraan.
Dewa Wisnu menempati utara dengan warna Hitam dan Senjata Cakra.
3. Dewa Siwa (Pelebur)
Dewa Siwa adalah kekuatan Tuhan (dewata) sebagai pelebur (praline) alam dan isinya.
Alam dan isinya ini semuanya dari Brahman (Tuhan) dan pada akhirnya akan  kembali kepada
Brahman (asalnya). Hal ini dikarenakan adanya Hukum Rta.
Dewa Siwa adalah kekuatan Tuhan untuk mengembalikan semua yang ada ke asalnya. Semua
yang lahir, tumbuh, berkembang dan pada akhirnya akan mati. Tidak ada yang dapat menahan
kuasa Dewata. Hal inilah yang disebut Hukum Rta (Hukum Alam) yang pasti akan terjadi pada
semua mahluk hidup.
Dewa siwa disimbolkan dengan huruf M (Mang).
Saktinya adalah Dewi Uma atau Dewi Durga.
Dewa Siwa menempati arah tengah dengan warna panca warna, dan senjatanya Padma
Anglayang Atau Tri Sula.
Demikianlah Dewa Tri Murti adalah tiga kekuatan Tuhan dalam mencipta, memelihara dan
melebur. Simbol hurufnya adalah AUM dipadukan menjadi OM. Om adalah aksara suci untuk
menyebut Dewata (Sang Hyang Widhi).
Di dalam agama hindu kita mengenal adanya dasa awatara (Dewata Nawasanga). Dasa awatara
adalah sepuluh jelmaan tuhan yang turun ke dunia untuk menyelamatkan bhuana agung dan bhuana
alit dari ketidakstabilan yang sangat besar . Tugas Dewa Wisnu  adalah memelihara alam semesta ,
maka ketika alam semesta dalam bahaya yang sangat besar  Dewa Wisnu akan lahir sebagai makhluk
hidup untuk menyelamatkan ciptaannya .
Adapun sepuluh bentuk itu ialah :
1. Matysa Awatara yang dimana ia menjadi seekor ikan yang sangat besar, yang telah
menyelamatkan manusia dari banjir besar.
2. Kurma Awatara yang dimana ia menjadi seekor Kura-kura raksasa yang telah menumpu dunia ini
dari bahaya terbenam.
3. Waraha Awatara yang dimana ia menjadi seekor badak yang agung yang telah menyelamatkan
dunia dan mengait dunia dari terbenam.
4. Nara Simba Awatara yang dimana menjadi seseorang yang berkepala Simba (singa) yang dimana
ia telah membasmi kekejaman raja Hirinyakasipu yang telah menindas Dharma (kebenaran).
5. Wamana Awatara yang dimana ia menjadi seseorang yang kerdil akan tetapi berpengetahuan
yang tinggi dan mulia, yang telah menyelamatkan dunia dengan mengalahkan Maharaja Bali yang
selalu menginjak-injak Dharma dan ketidakadilan.
6. Parashurama Awatara yang dimana ia menjadi Rama Pharasu yaitu Rama yang bersenjata kampak
yang telah menyelamatkan dunia dengan membasmi segenap Kasatriya yang telah menyeleweng
dari Dharma (kebenaran).
7. Rama Awatara yang dimana ia menjadi Sri Rama, Putra raja Dasharata yang telah menyelamatkan
dunia dengan membasmi Rawana, raja kedzaliman dan keangkaramurkaan di negri Alengka.
8. Kresna Awatara yang dimana ia menjadi Sri Kresna Raja Dwarawati seorang yang terkenal dan
yang telah membasmi raja Kangsa dan Jarasada tokoh kedzaliman.
9. Buddha Awatara yang dimana ia menjadi Buddha Gusatama, Putra raja Sudhodana yang lahir di
Kapilavastu yang telah menyebarkan Dharma dan memberikan tuntunan bagi manusia.
10.Kalki Awatara yang dimana ini merupakan penjelmaan yang terakhir Sang Hyang Widhi Wasa,
yang akan membasmi segala pengkhianatan agama, selain itu juga menurut kepercayaan umat
Hindu Kalki akan turun pada zaman Kaliyuda yaitu zaman yang memuncaknya pertentangan yang
dimana ia sekarang masih tidur.
B. Tiga Kerangka Dasar Agama Hindu

Tujuan agama Hindu adalah mencapai kebahagiaan rohani dan kesejahteraan


jasmani.
Dalam pustaka Weda disebut “Mokshartham Jagathitaya Ca Iti Dharma”.
Agama atau dharma itu ialah untuk mencapai moksa (kebahagiaan rohani)
dan jagathita yang artinya mencapai kebebasan jiwatman terhadap
kebahagiaan duniawi. Untuk mencapai hal tersebut, agama Hindu
menjabarkan menjadi tiga kerangka dasar, yaitu: “Tatwa (filsafat), Etika
(susila), dan Upacara (ritual).
1. Tatwa/Filsafat
Agama Hindu mempunyai kerangka dasar kebenaran yang sangat kokoh karena masuk akal
dan konseptual. Konsep pencarian kebenaran yang hakiki di dalam Hindu diuraikan dalam
ajaran filsafat yang disebut Tattwa. Tattwa dalam agama Hindu dapat diserap sepenuhnya
oleh pikiran manusia melalui beberapa cara dan pendekatan yang disebut Pramana.
Ada tiga cara penyerapan pokok yang disebut Tri Pramana.
a. Pretyaksa Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan  dengan melakukan
pengamatan  langsung di tempat kejadian.
b. Anumana Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan melihat gejala-
gejala yang ada.
c. Agama Premana. Yaitu, cara mendapatkan ilmu pengetahuan dengan jalan mempelajari
kitab suci dan mendengarkan petunjuk-petunjuk dari orang yang dapat dipercaya
kebenarannya.
Tri Pramana ini, menyebabkan akal budi dan pengertian manusia dapat menerima
kebenaran hakiki dalam Tattwa, sehingga berkembang menjadi keyakinan dan
kepercayaan. Kepercayaan dan keyakinan dalam Hindu disebut dengan Sradha. Dalam
Hindu, Sradha disarikan menjadi lima esensi, disebut Panca Sradha, yaitu:
a. Yakin dan percaya dengan Sang Hyang Widhi
b. Yakin dan percaya dengan adanya Atman
c. Yakin dan percaya dengan adanya  hukum karma phala
d. Yakin dan percaya dengan adanya / punarbawa
e. Yakin percaya dengn adanya moksa
Berbekal Panca Sradha yang diserap menggunakan Tri Pramana ini, perjalanan hidup
seorang Hindu menuju ke satu tujuan yang pasti. Yaitu, ke arah kesempurnaan lahir dan
batin, Jagadhita dan Moksa.
2. Etika/Susila
Susila terdiri dari dua suku kata: “Su” dan “Sila”. “Su” berarti baik, indah, harmonis.
“Sila” berarti perilaku, tata laku. Jadi Susila adalah tingkah laku manusia yang baik.
Pengertian Susila menurut pandangan Agama Hindu adalah tingkah laku hubungan
timbal balik yang selaras dan harmonis antara sesama manusia dengan alam semesta
(lingkungan) yang berlandaskan atas korban suci (Yadnya), keikhlasan dan kasih
sayang.

Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah
engkau). Ajaran ini mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong
orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti
pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian
Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan.
Biasanya hambatan kita untuk menjalankan tata susila/etika adalah masih
bersemayamnya perbuatan jahat, baik dari luar maupun dari dalam. Yaitu :
▪ Sad Ripu yaitu enam musuh dalam diri manusia (kama artinya hawa nafsu,
lobha artinya tamak atau rakus, krodha artinya marah, moha artinya bingung,
mada artinya mabuk dan matsarya artinya iri hati atau dengki)
▪ Sad Atatayi, yaitu enam cara untuk melakukan pembunuhan (Agnida artinya
membakar milik orang lain, Wisada artinya meracun, Atharwa artinya
melakukan ilmu hitam, Satraghna artinya mengamuk, Dratikrama artinya
memperkosa, Raja Pisuna artinya memfitnah
▪ Sapta Timira yaitu tujuh hal yang menyebabkan kegelapan (Surupa artinya
kecantikan atau ketampanan, Dhana artinya kekayaan, Guna artinya
kepandaian, Kulina artinya keturunan, Yowana artinya masa muda, Sura
artinya minuman keras, Kasuran artinya keberanian).
Untuk menetralisir kejahatan ini, dengan ajaran Tri kaya parisuda yaitu tiga jenis
perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh
setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya.
Tri Kaya Parisudha tersebut adalah :
1. Manacika – penyucian pikiran
a. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal.
b. Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain.
c. Tidak mengingkari HUKUM KARMA PHALA.
2. Wacika – Penyucian perkataan
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di kendalikan,
yaitu:
a. Tidak suka mencaci maki.
b. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
c. Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain
d. Tidak ingkar janji atau berkata bohong.
3. Kayika – Penyucian perbuatan fisik dan perilaku
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:
a. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
b. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
c. Tidak berjinah atau yang serupa itu.
3. Upakara/Acara
Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/rohani
dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda).
Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik
(kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa
yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan
Sang Hyang Widhi Wasa.

Di dalamnya terkandung nilai-nilai tentang rasa tulus ikhlas dan kesucian serta rasa bakti
dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan
Bangsa, dan kemanusiaan. Di dalam pelaksanaannya dengan kemampuan masing-masing
menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra). Suatu ajaran dan Catur Weda
yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.
C. Lima Keyakinan Dasar dalam Agama Hindu (Panca Sradha)
Umat Hindu berpegang teguh pada dasar keyakinan dalam menjalankan agamanya.
Dasar inilah yang selanjutnya menjadikan semua umat beragama Hindu percaya dan
sangat meyakini keberadaan Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa. Dasar keyakinan ini
terdiri dari lima aspek yang disebut dengan Panca Sradha. Kelima aspek tersebut
antara lain :
1. Brahman - Keyakinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Atman - percaya terhadap adanya atman
3. Karmaphala – keyakinan terhadap hukum karmaphala
4. Punarbhawa/Samsara – keyakinan terhadap penjelmaan kembali (Reinkarnasi),
5. Moksa - keyakinan terhadap bersatunya Atman dengan Brahman
1. Brahman - Keyakinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Dalam menguasai alam semesta Tuhan Yang Maha Esa dikenal dalam berbagai
manifestasi sesuai fungsi dan kemahakuasaan-Nya dalam nama “Dewa”
Dalam Kitab Upanishad IV 2.1 disebutkan :
Ekam Sat Wipra Bahuda Wadanti, Agnim Yamam Matariswanam yang artinya Tuhan
hanya satu tidak ada duanya.

Tuhan adalah sumber dari segala sumber kehidupan dan akhir dari segala yang
tercipta. Tuhan itu dijelaskan dalam sloka yang berbunyi :
Ekam eva adityam Brahman, artinya Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.
 
Atau dalam sloka yang berbunyi :
Eko narayana na dwityo’sti kascit artinya hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada
duanya.
Brahman memiliki 3 aspek :
1. Sat : sebagai Maha Ada satu-satunya, tidak ada keberadaan yang lain di luar beliau
Tidak ada satupun benda-benda alam semesta ini yang tidak bisa bersatu kembali dengan Tuhan,
karena tidak ada barang atau zat lain di alam semesta ini selain Tuhan.

2. Cit : sebagai Maha Tahu


Beliaulah sumber ilmu pengetahuan, bukan pengetahuan agama, tetapi sumber segala pengetahuan.
Dengan pengetahuan maka dunia ini menjadi berkembang dan berevolusi, dari bentuk yang
sederhana bergerak menuju bentuk yang sempurna. Dari avidya (kekurangtahuan) menuju vidya atau
maha tahu.

3. Ananda
Ananda adalah kebahagiaan abadi yang bebas dari penderitaan dan suka duka.
Kebahagiaan yang paling rendah ialah berwujud kenikmatan instingtif yang dimiliki oleh binatang
pada waktu menyantap makanan . Tingkatan yang lebih tinggi ialah kesenangan yang bersifat
sementara yang kemudian disusul duka. Tingkatan yang tertinggi adalah suka tan pawali duhka,
kebahagian abadi, bebas dari daya tarik atau kemelekatan terhadap benda-benda duniawi.
2. Atman - percaya terhadap adanya atman
Bahwa setiap makhluk hidup di dunia ini adalah ciptaan Tuhan dan bagian dari Tuhan. Atman merupakan sinar suci
atau bagian terkecil dari Brahman. Kitab Upanishad juga menyebutkan :
Atman Brahman Aikyam yang artinya Brahman dan Atman adalah satu.
Dalam kitab Bhagawad Gita dijelaskan berbagai sifat-sifat atman antara lain :
a. Achedya yang artinya tidak terlukai oleh senjata
b. Adahya yang artinya tidak terbakar oleh api
c. Akledya yang artinya tidak terkeringkan oleh angin
d. Acesyah yang artinya tidak terbasahkan oleh air
e. Nitya yang artinya kekal atau abadi
f. Sarwagatah yang artinya berada dimana-mana
g. Sthanu yang artinya tidak berpindah-pindah
h. Acala yang artinya tidak bergerak
i. Sanatana yang artinya selalu sama
j. Awyakta yang artinya tidak dilahirkan
k. Acintya yang artinya tidak terpikirkan
l. Awikara yang artinya tidak berubah dan sempurna tidak laki-laki maupun perempuan
Percaya dengan adanya atman artinya bahwa setiap makhluk hidup di dunia ini adalah
ciptaan Tuhan dan bagian dari Tuhan. Atman merupakan sinar suci atau bagian terkecil
dari Brahman. Setiap yang bernafas di dunia ini memiliki Atman sehingga mereka bisa
hidup. Atman adalah sumber hidupnya makhluk hidup baik manusia, hewan maupun
tumbuhan.
3. Karmaphala – keyakinan terhadap hukum karmaphala
Percaya dengan adanya karmaphala artinya percaya dengan hasil perbuatan yang telah
kita lakukan ataupun yang akan kita lakukan. Inilah hokum universal yang dipercaya
oleh umat Hindu.
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu :
a. Sancita Karmaphala
Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan
masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
b. Prarabda Karmaphala
Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
c. Kriyamana Karmaphala
Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus
diterima pada kehidupan yang akan datang.
4. Punarbhawa/Samsara – keyakinan terhadap penjelmaan kembali (Reinkarnasi),
Purnabhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami Reinkarnasi.
Dalam ajaran Purnabhawa, Reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil
perbuatan pada kehidupan yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati
hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk
menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, muncullah proses
Reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikamati hasil perbuatannya (baik
atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses Reinkarnasi diakhiri apabila
seseorang mencapai kesadaran tertinggi (Moksa)
5. Moksa - keyakinan terhadap bersatunya Atman dengan Brahman
Dalam keyakinan umat Hindu Moksa merupakan suatu keadaan dimana jiwa merasa
sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi
oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan
Moksa, jiwa terlepas dari siklus Reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka
duka dunia. Oleh karena itu Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat
Hindu.
Tingkatan moksa ada 4 (empat) yaitu :
1. Samipya, artinya suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di
dunia. Hal ini dapat dilakukan oleh para yogi atau para Maha Rsi. Beliau dalam melakukan yoga
semadhi dapat melepaskan unsur-unsur maya, sehingga beliau dapat mendengarkan wahyu
Tuhan, dalam keadaan demikian itu, Atman sangat dekat dengan Tuhan atau Brahman.
2. Sarupya, artinya suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang di dunia ini karena kelahirannya
dimana kedudukan Atman merupakan pancaran dari Kemahakuasaan Tuhan.
3. Salokya, artinya suatu kebebasan yang dicapai oleh Atman dimana atman tersebut telah
berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dalam keadaan ini dapat
dikatakan Atman mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari Tuhan itu
sendiri.
4. Sayujya artinya suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana Atman sudah dapat bersatu
dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa. Dalam keadaan seperti ini disebut dalam sloka
“Brahman Atman Aikyam” yang artinya Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal
D. Ajaran Tri Parartha
Tri  Parārtha, berasal dari bahasa Sanskeṛta, dari kata tri artinya tiga dan parārtha artinya
kebahagian atau kesejahteraan. Tri Parārtha artinya tiga jenis perilaku yang dapat mewujudkan
kebahagian dan kesejahteraan makhluk hidup. Ketiga jenis perilaku tersebut adalah seperti
berikut.
1. Asih
Perilaku asih adalah perilaku menyayangi, mengasihi seluruh makhluk hidup dan juga peduli
lingkungan. Peduli lingkungan merupakan salah satu penerapan perilaku asih karena dengan
menumbuhkan sikap peduli, akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua
ciptaan Tuhan. Perilaku asih dapat menyebabkan kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan
sehingga mampu saling asah (harga-menghargai), saling asih (cinta mencintai), saling asuh
(hormat-menghormati) sesama teman dan sesama makhluk hidup (Sumartawan, 2007: 47),
(Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 2). Bagi orang-orang yang telah menumbuhkan rasa kasih
sayang dan welas asih kepada semua makhluk dan kepada Sang Hyang Widhi, jiwa dan
pikirannya telah terbebas dari belenggu kama. Melakukan kasih sayang dengan sepenuh hati
dapat memberikan kebahagiaan yang tiada taranya (Prabhupāda: 2013).
B. Punya
Perilaku puṇya adalah perilaku saling menolong kepada sesama untuk menumbuhkan cinta
kasih. Contohnya, memberikan sesuatu atau benda yang kita miliki tanpa pamrih, berbagi
pengetahuan, berbagi kesenangan, dan berguna bagi yang membutuhkan. Menumbuhkan sikap
tolong-menolong akan terasa indah karena kita akan memiliki banyak teman.
Berdana punia atau Puṇya dengan keikhlasan, tanpa pamrih dan tidak dengki, memiliki
keteguhan sraddha dalam berbuat kebajikan. Maka, niscaya selalu selamat dan sama pahalanya
dengan beryajña (Gun-gun, 2012: 210).
Tangan yang indah adalah tangan yang selalu memberikan dana-punia kepada orang lain. Kepala
yang agung adalah yang selalu menunduk di depan guru. Keindahan bibir adalah yang selalu
berkata benar. Ketegapan bahu adalah yang memiliki kekuatan untuk menang. Hati yang baik
adalah yang memiliki belas kasihan. Telinga yang indah adalah yang mendengarkan weda. Bagi
orang-orang baik, keindahan-keindahan itu merupakan busana yang terbaik, bukanlah kekayaan
(Bhagavan Dwija: 2013), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 3).
C. Bhakti
Perilaku bhakti adalah perilaku hormat dan menyayangi. Perilaku bhakti dapat dilakukan
dengan tulus hati. Melalui sujud dan bhakti kepada orang tua, para guru, orang suci,
pemerintah, dan Sang Hyang Widhi. Menjadi anak yang suputra merupakan wujud bhakti
kepada orang tua. Orang tua yang telah melahirkan kita dengan penuh pengorbanan.
Orang tua telah menjaga dan merawat kita hingga tumbuh menjadi anak yang sempurna.
 
Hormat dan bhakti perlu diberikan kepada guru yang memberikan ilmu pengetahuan.
Caranya ialah dengan menerapkan ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh guru. Kita
harus selalu bersyukur atas anugerah yang diberikan Sang Hyang Widhi. Kita harus rajin
bersembahyang, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Melakukan hal-hal tersebut di
atas akan mengantarkan kita pada pencapaian kehidupan yang bahagia, (Susila dan Sri
Mulia Dewi, 2015: 4).
Tugas :
Buatlah resume tentang (Pilih salah satu) :
1. Konsep ketuhanan dalam ajaran agama Hindu
2. Lima Keyakinan Dasar dalam Agama Hindu (Panca Sradha)

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai