APLIKASI KOMPUTER 3
Dalam Sastra Veda dalam Upanisad IV.2.1. menyebutkan :
Ekam Ewa Adwityam Brahman
Yang artinya Tuhan itu hanya satu, tidak ada duanya.
Sementara dalam Narayana Upanisad ditegaskan :
Eko Narayana Nadwityo Astikacit
Yang artinya Hanya satu Tuhan, sama sekali tidak ada duanya.
Dalam mewujudkan bhakti kepada Tuhan Yang Maha Esa, dengan sifat-Nya
yang Acintya (tidak dapat terfikirkan), manusia dengan sifatnya yang Awidya (tidak
sempurna) memuja Tuhan dengan berbagai rupa, nama dan sebutan, serta berbagai
interprestasi. Ini seperti tertuang dalam kitab suci Weda : Ekam Sat Wiprah Bahuda
Wadanti (Hanya satu Tuhan, namun orang bijaksana menyebut-Nya dengan banyak
nama).
Tuhan bersifat Acintya atau tidak terfikirkan oleh manusia.
Artinya, manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan dengan sempurna.
Sebagai makhluk yang dikarunia akal dan fikiran, manusia memiliki cara untuk
mewujudkan bhaktinya kepada Sang Penguasa Alam Semesta dengan berbagai
cara berdasarkan nilai-nilai dharma (kebenaran).
Kita sebagai manusia tidak dapat menggambarkan Tuhan secara utuh. Kita
hanya dapat menggambarkan Tuhan seperti apa yang kita pikirkan dan untuk
diri kita sendiri. Karena definisi Tuhan menurut saya akan berbeda dengan
definisi Tuhan menurut anda. Namun kebenaran yang mutlak itu adalah Tuhan
itu satu tunggal adanya.
Pola hubungan tersebut adalah berprinsip pada ajaran Tat Twam Asi (Ia adalah
engkau). Ajaran ini mengandung makna bahwa hidup segala makhluk sama, menolong
orang lain berarti menolong diri sendiri, dan sebaliknya menyakiti orang lain berarti
pula menyakiti diri sendiri. Jiwa sosial demikian diresapi oleh sinar tuntunan kesucian
Tuhan dan sama sekali bukan atas dasar pamrih kebendaan.
Biasanya hambatan kita untuk menjalankan tata susila/etika adalah masih
bersemayamnya perbuatan jahat, baik dari luar maupun dari dalam. Yaitu :
▪ Sad Ripu yaitu enam musuh dalam diri manusia (kama artinya hawa nafsu,
lobha artinya tamak atau rakus, krodha artinya marah, moha artinya bingung,
mada artinya mabuk dan matsarya artinya iri hati atau dengki)
▪ Sad Atatayi, yaitu enam cara untuk melakukan pembunuhan (Agnida artinya
membakar milik orang lain, Wisada artinya meracun, Atharwa artinya
melakukan ilmu hitam, Satraghna artinya mengamuk, Dratikrama artinya
memperkosa, Raja Pisuna artinya memfitnah
▪ Sapta Timira yaitu tujuh hal yang menyebabkan kegelapan (Surupa artinya
kecantikan atau ketampanan, Dhana artinya kekayaan, Guna artinya
kepandaian, Kulina artinya keturunan, Yowana artinya masa muda, Sura
artinya minuman keras, Kasuran artinya keberanian).
Untuk menetralisir kejahatan ini, dengan ajaran Tri kaya parisuda yaitu tiga jenis
perbuatan yang merupakan landasan ajaran Etika Agama Hindu yang dipedomani oleh
setiap individu guna mencapai kesempurnaan dan kesucian hidupnya.
Tri Kaya Parisudha tersebut adalah :
1. Manacika – penyucian pikiran
a. Tidak menginginkan sesuatu yang tidak layak atau halal.
b. Tidak berpikiran negatif terhadap makhluk lain.
c. Tidak mengingkari HUKUM KARMA PHALA.
2. Wacika – Penyucian perkataan
Terdapat empat macam perbuatan melalui perkataan yang patut di kendalikan,
yaitu:
a. Tidak suka mencaci maki.
b. Tidak berkata-kata kasar pada siapapun.
c. Tidak menjelek-jelekan, apalagi memfitnah makhluk lain
d. Tidak ingkar janji atau berkata bohong.
3. Kayika – Penyucian perbuatan fisik dan perilaku
Terdapat tiga hal utama yang harus dikendalikan, yaitu:
a. Tidak menyakiti, menyiksa, apalagi membunuh-bunuh makhluk lain.
b. Tidak berbuat curang, sehingga berakibat merugikan siapa saja.
c. Tidak berjinah atau yang serupa itu.
3. Upakara/Acara
Yadnya adalah suatu karya suci yang dilaksanakan dengan ikhlas karena getaran jiwa/rohani
dalam kehidupan ini berdasarkan dharma, sesuai ajaran sastra suci Hindu yang ada (Weda).
Yadnya dapat pula diartikan memuja, menghormati, berkorban, mengabdi, berbuat baik
(kebajikan), pemberian, dan penyerahan dengan penuh kerelaan (tulus ikhlas) berupa apa
yang dimiliki demi kesejahteraan serta kesempurnaan hidup bersama dan kemahamuliaan
Sang Hyang Widhi Wasa.
Di dalamnya terkandung nilai-nilai tentang rasa tulus ikhlas dan kesucian serta rasa bakti
dan memuja (menghormati) Sang Hyang Widhi Wasa, Dewa, Bhatara, Leluhur, Negara dan
Bangsa, dan kemanusiaan. Di dalam pelaksanaannya dengan kemampuan masing-masing
menurut tempat (desa), waktu (kala), dan keadaan (patra). Suatu ajaran dan Catur Weda
yang merupakan sumber ilmu pengetahuan suci dan kebenaran yang abadi.
C. Lima Keyakinan Dasar dalam Agama Hindu (Panca Sradha)
Umat Hindu berpegang teguh pada dasar keyakinan dalam menjalankan agamanya.
Dasar inilah yang selanjutnya menjadikan semua umat beragama Hindu percaya dan
sangat meyakini keberadaan Tuhan atau Sang Hyang Widhi Wasa. Dasar keyakinan ini
terdiri dari lima aspek yang disebut dengan Panca Sradha. Kelima aspek tersebut
antara lain :
1. Brahman - Keyakinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
2. Atman - percaya terhadap adanya atman
3. Karmaphala – keyakinan terhadap hukum karmaphala
4. Punarbhawa/Samsara – keyakinan terhadap penjelmaan kembali (Reinkarnasi),
5. Moksa - keyakinan terhadap bersatunya Atman dengan Brahman
1. Brahman - Keyakinan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Dalam menguasai alam semesta Tuhan Yang Maha Esa dikenal dalam berbagai
manifestasi sesuai fungsi dan kemahakuasaan-Nya dalam nama “Dewa”
Dalam Kitab Upanishad IV 2.1 disebutkan :
Ekam Sat Wipra Bahuda Wadanti, Agnim Yamam Matariswanam yang artinya Tuhan
hanya satu tidak ada duanya.
Tuhan adalah sumber dari segala sumber kehidupan dan akhir dari segala yang
tercipta. Tuhan itu dijelaskan dalam sloka yang berbunyi :
Ekam eva adityam Brahman, artinya Tuhan hanya satu tidak ada yang kedua.
Atau dalam sloka yang berbunyi :
Eko narayana na dwityo’sti kascit artinya hanya ada satu Tuhan sama sekali tidak ada
duanya.
Brahman memiliki 3 aspek :
1. Sat : sebagai Maha Ada satu-satunya, tidak ada keberadaan yang lain di luar beliau
Tidak ada satupun benda-benda alam semesta ini yang tidak bisa bersatu kembali dengan Tuhan,
karena tidak ada barang atau zat lain di alam semesta ini selain Tuhan.
3. Ananda
Ananda adalah kebahagiaan abadi yang bebas dari penderitaan dan suka duka.
Kebahagiaan yang paling rendah ialah berwujud kenikmatan instingtif yang dimiliki oleh binatang
pada waktu menyantap makanan . Tingkatan yang lebih tinggi ialah kesenangan yang bersifat
sementara yang kemudian disusul duka. Tingkatan yang tertinggi adalah suka tan pawali duhka,
kebahagian abadi, bebas dari daya tarik atau kemelekatan terhadap benda-benda duniawi.
2. Atman - percaya terhadap adanya atman
Bahwa setiap makhluk hidup di dunia ini adalah ciptaan Tuhan dan bagian dari Tuhan. Atman merupakan sinar suci
atau bagian terkecil dari Brahman. Kitab Upanishad juga menyebutkan :
Atman Brahman Aikyam yang artinya Brahman dan Atman adalah satu.
Dalam kitab Bhagawad Gita dijelaskan berbagai sifat-sifat atman antara lain :
a. Achedya yang artinya tidak terlukai oleh senjata
b. Adahya yang artinya tidak terbakar oleh api
c. Akledya yang artinya tidak terkeringkan oleh angin
d. Acesyah yang artinya tidak terbasahkan oleh air
e. Nitya yang artinya kekal atau abadi
f. Sarwagatah yang artinya berada dimana-mana
g. Sthanu yang artinya tidak berpindah-pindah
h. Acala yang artinya tidak bergerak
i. Sanatana yang artinya selalu sama
j. Awyakta yang artinya tidak dilahirkan
k. Acintya yang artinya tidak terpikirkan
l. Awikara yang artinya tidak berubah dan sempurna tidak laki-laki maupun perempuan
Percaya dengan adanya atman artinya bahwa setiap makhluk hidup di dunia ini adalah
ciptaan Tuhan dan bagian dari Tuhan. Atman merupakan sinar suci atau bagian terkecil
dari Brahman. Setiap yang bernafas di dunia ini memiliki Atman sehingga mereka bisa
hidup. Atman adalah sumber hidupnya makhluk hidup baik manusia, hewan maupun
tumbuhan.
3. Karmaphala – keyakinan terhadap hukum karmaphala
Percaya dengan adanya karmaphala artinya percaya dengan hasil perbuatan yang telah
kita lakukan ataupun yang akan kita lakukan. Inilah hokum universal yang dipercaya
oleh umat Hindu.
Phala dari karma itu ada tiga macam yaitu :
a. Sancita Karmaphala
Phala dari perbuatan dalam kehidupan terdahulu yang belum habis dinikmati dan
masih merupakan benih yang menentukan kehidupan kita sekarang.
b. Prarabda Karmaphala
Phala dari perbuatan kita pada kehidupan ini tanpa ada sisanya lagi.
c. Kriyamana Karmaphala
Phala perbuatan yang tidak dapat dinikmati pada saat berbuat sehingga harus
diterima pada kehidupan yang akan datang.
4. Punarbhawa/Samsara – keyakinan terhadap penjelmaan kembali (Reinkarnasi),
Purnabhawa merupakan keyakinan bahwa manusia mengalami Reinkarnasi.
Dalam ajaran Purnabhawa, Reinkarnasi terjadi karena jiwa harus menanggung hasil
perbuatan pada kehidupan yang terdahulu. Apabila manusia tidak sempat menikmati
hasil perbuatannya seumur hidup, maka mereka diberi kesempatan untuk
menikmatinya pada kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, muncullah proses
Reinkarnasi yang bertujuan agar jiwa dapat menikamati hasil perbuatannya (baik
atau buruk) yang belum sempat dinikmati. Proses Reinkarnasi diakhiri apabila
seseorang mencapai kesadaran tertinggi (Moksa)
5. Moksa - keyakinan terhadap bersatunya Atman dengan Brahman
Dalam keyakinan umat Hindu Moksa merupakan suatu keadaan dimana jiwa merasa
sangat tenang dan menikmati kebahagiaan yang sesungguhnya karena tidak terikat lagi
oleh berbagai macam nafsu maupun benda material. Pada saat mencapai keadaan
Moksa, jiwa terlepas dari siklus Reinkarnasi sehingga jiwa tidak bisa lagi menikmati suka
duka dunia. Oleh karena itu Moksa menjadi tujuan akhir yang ingin dicapai oleh umat
Hindu.
Tingkatan moksa ada 4 (empat) yaitu :
1. Samipya, artinya suatu kebebasan yang dapat dicapai oleh seseorang semasa hidupnya di
dunia. Hal ini dapat dilakukan oleh para yogi atau para Maha Rsi. Beliau dalam melakukan yoga
semadhi dapat melepaskan unsur-unsur maya, sehingga beliau dapat mendengarkan wahyu
Tuhan, dalam keadaan demikian itu, Atman sangat dekat dengan Tuhan atau Brahman.
2. Sarupya, artinya suatu kebebasan yang dicapai oleh seseorang di dunia ini karena kelahirannya
dimana kedudukan Atman merupakan pancaran dari Kemahakuasaan Tuhan.
3. Salokya, artinya suatu kebebasan yang dicapai oleh Atman dimana atman tersebut telah
berada dalam posisi dan kesadaran yang sama dengan Tuhan. Dalam keadaan ini dapat
dikatakan Atman mencapai tingkatan Dewa yang merupakan manifestasi dari Tuhan itu
sendiri.
4. Sayujya artinya suatu tingkatan kebebasan yang tertinggi dimana Atman sudah dapat bersatu
dengan Brahman atau Tuhan Yang Maha Esa. Dalam keadaan seperti ini disebut dalam sloka
“Brahman Atman Aikyam” yang artinya Atman dan Brahman sesungguhnya tunggal
D. Ajaran Tri Parartha
Tri Parārtha, berasal dari bahasa Sanskeṛta, dari kata tri artinya tiga dan parārtha artinya
kebahagian atau kesejahteraan. Tri Parārtha artinya tiga jenis perilaku yang dapat mewujudkan
kebahagian dan kesejahteraan makhluk hidup. Ketiga jenis perilaku tersebut adalah seperti
berikut.
1. Asih
Perilaku asih adalah perilaku menyayangi, mengasihi seluruh makhluk hidup dan juga peduli
lingkungan. Peduli lingkungan merupakan salah satu penerapan perilaku asih karena dengan
menumbuhkan sikap peduli, akan menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua
ciptaan Tuhan. Perilaku asih dapat menyebabkan kerukunan, kedamaian, dan keharmonisan
sehingga mampu saling asah (harga-menghargai), saling asih (cinta mencintai), saling asuh
(hormat-menghormati) sesama teman dan sesama makhluk hidup (Sumartawan, 2007: 47),
(Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 2). Bagi orang-orang yang telah menumbuhkan rasa kasih
sayang dan welas asih kepada semua makhluk dan kepada Sang Hyang Widhi, jiwa dan
pikirannya telah terbebas dari belenggu kama. Melakukan kasih sayang dengan sepenuh hati
dapat memberikan kebahagiaan yang tiada taranya (Prabhupāda: 2013).
B. Punya
Perilaku puṇya adalah perilaku saling menolong kepada sesama untuk menumbuhkan cinta
kasih. Contohnya, memberikan sesuatu atau benda yang kita miliki tanpa pamrih, berbagi
pengetahuan, berbagi kesenangan, dan berguna bagi yang membutuhkan. Menumbuhkan sikap
tolong-menolong akan terasa indah karena kita akan memiliki banyak teman.
Berdana punia atau Puṇya dengan keikhlasan, tanpa pamrih dan tidak dengki, memiliki
keteguhan sraddha dalam berbuat kebajikan. Maka, niscaya selalu selamat dan sama pahalanya
dengan beryajña (Gun-gun, 2012: 210).
Tangan yang indah adalah tangan yang selalu memberikan dana-punia kepada orang lain. Kepala
yang agung adalah yang selalu menunduk di depan guru. Keindahan bibir adalah yang selalu
berkata benar. Ketegapan bahu adalah yang memiliki kekuatan untuk menang. Hati yang baik
adalah yang memiliki belas kasihan. Telinga yang indah adalah yang mendengarkan weda. Bagi
orang-orang baik, keindahan-keindahan itu merupakan busana yang terbaik, bukanlah kekayaan
(Bhagavan Dwija: 2013), (Susila, dan Sri Mulia Dewi, 2015: 3).
C. Bhakti
Perilaku bhakti adalah perilaku hormat dan menyayangi. Perilaku bhakti dapat dilakukan
dengan tulus hati. Melalui sujud dan bhakti kepada orang tua, para guru, orang suci,
pemerintah, dan Sang Hyang Widhi. Menjadi anak yang suputra merupakan wujud bhakti
kepada orang tua. Orang tua yang telah melahirkan kita dengan penuh pengorbanan.
Orang tua telah menjaga dan merawat kita hingga tumbuh menjadi anak yang sempurna.
Hormat dan bhakti perlu diberikan kepada guru yang memberikan ilmu pengetahuan.
Caranya ialah dengan menerapkan ajaran-ajaran yang telah diberikan oleh guru. Kita
harus selalu bersyukur atas anugerah yang diberikan Sang Hyang Widhi. Kita harus rajin
bersembahyang, dan mengamalkan ajaran-ajaran agama. Melakukan hal-hal tersebut di
atas akan mengantarkan kita pada pencapaian kehidupan yang bahagia, (Susila dan Sri
Mulia Dewi, 2015: 4).
Tugas :
Buatlah resume tentang (Pilih salah satu) :
1. Konsep ketuhanan dalam ajaran agama Hindu
2. Lima Keyakinan Dasar dalam Agama Hindu (Panca Sradha)
TERIMAKASIH