OPERASIONAL
NAMA : FITRI VINAYAH
NIM : 22020069
DOSEN : ALI ZULFIKAR S.E., M.M.
1. AltaVista
Nama AltaVista begitu mendunia sebagai mesin pencari nomor satu di Internet. Tapi,
itu terjadi sebelum Google lahir. Kurang lebih selama lima tahun perusahaan tersebut
malang-melintang di jagat Internet dan menarik perhatian banyak orang untuk
membeli sahamnya. Di tahun 2002, AltaVista meluncurkan aksi share sale setelah
terjadi bubble dotcom. Hanya saja, peristiwa itu gagal terjadi karena tidak banyak
peminatnya. Hanya Yahoo! yang bersedia membeli perusahaan tersebut. Sekarang,
nama AltaVista tinggal kenangan karena Yahoo! resmi menutup mantan mesin
pencari nomor satu itu di tahun 2013.
2. Palm
Hingga akhir tahun 90an, hanya ada 2 browser Internet yang menjadi acuan
orang: Internet Explorer dan Netscape Navigator. Keduanya sudah
almarhum saat ini, kecuali Microsoft yang masih menyisakan IE di dalam
sistem operasinya walau menawarkan browser baru yang bernama Edge.
Untuk ukuran jaman itu, Netscape menjadi solusi browsing alternatif karena
lebih ringan, canggih, dan sifatnya yang open-source. Temuan Marc
Andreessen tersebut dibeli AOL di tahun 1998, yang kemudian menjadi akhir
eksistensi Netscape. Hanya saja, Mozilla mewarisi ‘nilai’ Netscape dan
mewujudkannya dalam bentuk browser open-source bernama Firefox.
5. Myspace
Dulu, nama Myspace menjadi pilihan para selebriti, terutama musisi, untuk
memasarkan album atau produk mereka. Hampir tidak ada musisi yang
tidak punya akun resmi Myspace yang wujudnya bak media sosial raksasa
saat ini, yaitu facebook. Namun, nama Myspace tidak lagi sepopuler dulu.
Hal ini berawal dari kebijakan pimpinan Viacom, Summer Redstone, yang
memecat Tom Freston, CEO Myspace, karena gagal mengalahkan Rupert
Murdoch dalam pembelian saham facebook. Akhir kata, kini Myspace hanya
berupa situs musik setelah News Corp menjualnya senilai 35 juta dolar
Amerika di tahun 2011.
6. Napster
Bicara lagi soal musik, pengguna Internet di awal tahun 2000 pasti mengerti
betul apa itu Napster. Kala itu, cara paling populer untuk menikmati musik
adalah dengan menggunakan CD alias compact disc yang harganya cukup
mahal. Dan, Napster pun menawarkan solusi alternatif berupa musik digital
yang gratis. Tapi ternyata banyak perusahaan rekaman yang menuntut
Napster dan mereka yang terlibat dalam penyediaan musik secara gratisan
di dalamnya. Di tahun 2001 Napster kalah. Tapi, kekalahan Napster tidak
menjadikan industri musik konvensional untung besar, karena semenjak
itulah dunia musik digital mengalahkan bisnis musik konvensional.
7. Kodak
Hampir seabad lamanya tidak ada kamera yang selaris Kodak. Soal
kualitas, tidak ada yang menandingi. Tidak ada foto maupun film bagus yang
dihasilkan tanpa melibatkan Kodak. Tapi, kisah sukses Kodak harus
memudar karena kemajuan fotografi digital dan segala sesuatu yang
berhubungan dengannya; mulai dari printer hingga fasilitas file sharing.
Meski Kodak melakukan sejumlah manuver bisnis dengan merambah dunia
farmasi, memory chip, manajemen dokumen, dan banyak bidang lainnya,
kejayaannya tidak pernah terulang.
7. Disc Tarra
Tahun 2016 menjadi tahun terburuk bagi pencinta dan penikmat musik di Indonesia.
Perusahaan yang menjual CD, VCD, dan DVD asal Indonesia, Disc Tarra
mengumumkan penutupan 100 outlet-nya. Masuknya media digital ke Indonesia
akhirnya memakan korban.
Tumbangnya perusahaan ini menjadi tamparan keras bagi industri musik fisik di
Indonesia. Masyarakat sudah tidak lagi memiliki obsesi pada kepemilikan CD, tetapi
lebih suka mengunduh lagu di internet atau streaming.
Mereka bisa mendengarkan musik kapan saja dan di mana saja tanpa harus
membawa CD. Alhasil, penjualan CD dan DVD di Disc Tarra menyusut dalam lima
tahun terakhir.
Sayang sekali, Disc Tarra tidak memiliki rencana untuk berekspansi ke bisnis digital
sehingga akhirnya harus menutup toko CD mereka selama-lamanya.
8. Pebble
Meski sempat dapat suntikan dana gila-gilaan dari Kickstarter, Pebble harus harus tumbang di tangan
pesaing-pesaingnya. Pebble merupakan perusahaan yang memproduksi smartwatch. Tak
sekadar smartwatch, tetapi produk ini dapat digunakan untuk iOS dan Android. Selain itu, produk ini
juga memiliki baterai dengan daya tahan yang tinggi.
Pada saat proses pengembangan smartwatch generasi kedua, Pebble juga terus berbenah.
Sayangnya, Pebble gagal melihat tren layar sentuh yang lebih dulu dibidik oleh Apple Watch. Selain itu,
pasar produk wearable juga masih belum stabil dan cenderung lesu kala itu.
Pebble pun akhirnya harus menghadapi kebangkrutan di bawah dominasi Apple dan Fitbit yang
merilis smartwatch dengan layar sentuh dan teknologi termutakhir! Pada tahun 2016, Pebble diakuisisi
secara penuh oleh Fitbit.
CEO Pebble, Eric Migicovsky memutuskan kembali ke Y Combinator dan tak bergabung ke Fitbit.
Siapa sangka, perusahaan yang sempat menjual hingga dua juta unit smartwatch ini berakhir dengan
dibeli pesaingnya.
9. Toys R Us
Pada bulan September 2017, Toys R Us mengejutkan dunia dengan laporan pengajuan perlindungan
akan kebangkrutan. Kala itu, perusahaan ritel mainan ini memiliki lebih dari 700 outlet di Amerika dan
Inggris yang menunjukkan betapa besar jaringan penjualan perusahaan. Ironisnya, mereka harus
menutup ratusan outlet ini karena dihajar habis-habisan oleh e-commerce di Amerika seperti Amazon dan
Walmart.
Lalu, apa yang salah dengan Toys R Us? Toys R Us gagal menangkap tren belanja online yang
ditawarkan oleh e-commerce. Orang-orang tak lagi belanja ke toko offline dan beralih ke situs e-
commerce yang lebih praktis dan mudah. Anda tak perlu datang ke toko dan barang akan dikirim
langsung ke depan pintu rumah Anda. Hal inilah yang gagal ditangkap oleh Toys R Us sehingga pelan
tapi pasti kehilangan pelanggannya. Andai saja Toys R Us segera beralih ke toko online kala itu,
mungkin saja mereka tak perlu merumahkan 33 ribu karyawannya tanpa pesangon. Namun, nasi telah
menjadi bubur. Setelah sempat mati suri, Toys R Us berusaha bangkit dengan membuka outlet di
Amerika pada tahun 2019 dan penjualan online di Target Corp.
10. Payless
Payless telah menutup 2,500 tokonya di Amerika Utara tahun 2019 lalu. Perusahaan yang sudah eksis
sejak tahun 1956 ini harus bertarung dengan e-commerce yang kian berkembang di Amerika.
Sebelum menutup tokonya, Payless sudah mengajukan surat perlindungan utang pada tahun 2017.
Namun, selama dua tahun berselang, Payless tetap kesulitan untuk membayar utang-utangnya dan
biaya operasionalnya tetap tinggi. Pilihan sulit akhirnya dipilih dengan menutup ribuan toko dan
merumahkan 16 ribu karyawannya.
Salah satu rahasia kesuksesan e-commerce adalah mereka bisa memangkas biaya operasional dengan
mengadopsi teknologi transformasi digital. Sementara itu, toko offline membutuhkan biaya operasional
yang tinggi agar bisa beroperasi secara maksimal.
Menariknya, Payless berhasil menyelamatkan 700 tokonya dari kebangkrutan. Ratusan toko yang berada
di Asia, Amerika, dan Timur Tengah ini berhasil selamat karena Payless melakukan tindakan yang cepat
dan inovasi. Sementara itu, Payless Indonesia tidak terdampak sama sekali dan masih beroperasi seperti
biasa.
Perusahaan yang berhasil Menerapkan
Transformasi Teknologi Digital
1. Gojek
Anda pasti sudah mengenal dengan aplikasi Gojek, yaitu aplikasi pertama kali di Indonesia
yang memberikan layanan ojek online. Aplikasi tersebut memberikan kemudahan bagi
penggunanya yang tidak memiliki kendaraan untuk pergi ke manapun.
Berbeda dengan kompetitor lainnya, di mana masa itu jika Anda ingin mencari sebuah ojek
maka harus berdiri di pinggir jalan atau berjalan ke pangkalan ojek yang kepastiannya ada
atau tidak.
Kini ada aplikasi Gojek yang sudah bertransformasi memberikan layanan pemesanan
melalui aplikasi hanya dengan satu sentuhan. Bahkan, pemesanan tersebut bisa dilakukan
kapan saja dan di mana saja, asalkan ada akses internet.
Adanya transformasi teknologi membuat aplikasi tersebut menjadi salah satu perusahaan
Decacorn pertama di Indonesia yang sudah menghasilkan lebih dari Rp142 triliun tahun
2019.
2. Netflix
Netflix merupakan perusahaan perfilman yang sudah berhasil melakukan transformasi digital. Anda pasti
tahu tentang layanan streaming film on demand. Netflix merupakan aplikasi pertama kali yang memberikan
layanan tersebut.Streaming film on demand merupakan layanan yang memberikan kebebasan
penggunanya untuk menonton film yang diinginkan. Aplikasi Netflix bisa memberikan tontonan film hanya
dengan memakai Android. Sebagian besar kemungkinan sudah mengenal dengan layanan streaming film
di Netflix. Bahkan, mungkin ada yang sudah menyiapkan anggaran agar bisa berlangganan Netflix.
Layanan ini membuat Anda bisa menonton semua film yang dikunci.
Awalnya aplikasi Netflix terkenal sebagai salah satu content creator. Kemudian Netflix mulai berani berubah
haluan dengan membuat konten yang original yang bisa dinikmati oleh semua penggunanya. Netflix
mampu memberikan layanan hiburan yang lebih baik. Caranya dengan memperlihatkan konten tersebut
melalui jaringan internet sehingga semua pelangganya bisa mengaksesnya dengan mudah. Hanya dengan
memakai smartphone, laptop, atau tablet, Anda bisa menikmati tontonan film dan juga block office dari
seluruh dunia. Sungguh strategi yang sangat bagus untuk meningkatkan pendapatan sampai berkali-kali
lipat.
3. Hasbro
Awalnya Hasbro terkenal sebagai salah satu produsen mainan yang sifatnya ikonik.
Kemudian, mereka mencoba untuk melakukan percobaan dengan membuat mainan yang
bukan hanya untuk anak-anak saja tapi juga untuk orang tua.
Target percobaan tersebut adalah orang tua yang memiliki anak. Maka awal tahapan
promosi produknya akan lebih efektif dan efisien. Salah satu yang mereka lakukan dengan
melakukan transformasi digital.
Adapun strategi yang dilakukan adalah memanfaatkan media sosial untuk melakukan
promosi. Hasilnya ternyata sangat memuaskan, artinya promosinya berhasil. Dengan
begitu, perubahan ini bisa meningkatkan omzet yang sangat banyak.
4. Nike
Cara perusahaan Nike untuk melakukan transformasi digital dengan cara mengubah
strategi yang dimilikinya. Strategi tersebut adalah memperkuat brand dan memperluas
jaringan distribusi. Awalnya mereka hanya menjual lewat toko atau perusahaan lain.
Namun, kini produknya bisa didapatkan secara langsung hanya dengan memakai aplikasi
yang bernama Amazon. Hasilnya juga sangat menakjubkan, mereka mampu meraup
keuntungan yang tidak sedikit.
Selain itu, Nike juga bisa membuat dan menawarkan produk yang sesuai dengan
kebutuhan pelanggannya. Perusahaan tersebut semakin sukses sejak melakukan
transformasi teknologi.
Bukan hanya bisa menghemat waktu karena hanya memproduksi sesuai dengan
kebutuhan pelanggan, mereka juga berhasil meraup omzet yang tinggi.
5. Ikea
Termasuk salah satu perusahaan furniture dari Swedia yang berhasil melakukan transformasi ini. Teknologi
membuat Ikea merubah pelayanannya. Dari awal berbelanja langsung ke tokonya, sekarang berubah bisa
berbelanja lewat internet yakni lewat sebuah aplikasi. Hal ini tentu memudahkan konsumen memesan dan
mengoptimalkan proses pembayarannya. Tahun 2017, pihak Ikea mengakuisisi TaskRabbit. TaskRabbit
merupakan salah satu situs yang bisa mencarikan pelanggannya mencari orang untuk membantu dalam hal
perakitan furniture yang dibeli di Ikea di sebuah apartemen.
Berkat situs tersebut, pelanggan yang tidak bisa merakit sendiri merasa terbantu karena memakai layanan yang
sudah disediakan oleh perusahaan. Bukan hanya itu saja, Ikea juga mulai mengerjakan sebuah proyek yang
bernama Rumah Pintar. Proyek tersebut ditujukan untuk konglomerat yang menginginkan furniturnya modern
dan aman. Misalnya peralatan dapur dan peralatan untuk menyediakan pencahayaan cerdas. Di dalam aplikasi
Ikea, Anda akan menemukan sebuah menu Augmented Reality. Penggunaannya untuk memudahkan
pelanggan memilih furniture, sekaligus menyediakan simulasi virtual apartemen sebelum membeli. Semakin
hari, Ikea mulai melakukan transformasi teknologi dan perusahaannya pun semakin mendunia.
6. Lego
Perusahaan ini mulai melakukan transformasi pada tahun 1997 yang masuk
dalam pangsa pasar video game. Sejak saat itu, promosi Lego yang paling
penting lewat game sehingga mempengaruhi penjualan produknya.
Sebagian besar game Lego bisa dimainkan secara gratis, tapi sejalan
beriringnya waktu mulai mempengaruhi peningkatan untuk promosi Lego.
Perusahaan tersebut juga mulai mencoba untuk opsi percetakan 3D.
Keputusan Lego membuat perusahaan lain takut dengan teknologi yang
sudah dibuat olehnya. Mereka takut pelangganya bisa membuat produknya
sendiri. Namun, justru Lego mulai mengajukan hak paten atas percetakan
tersebut.
7. Disney
Transformasi digital juga terjadi di industri telekomunikasi dan jaringan seluler. By.U
yang merupakan salah satu sub-brand Telkomsel juga mendefinisikan ulang
pengertian layanan telekomunikasi bagi masyarakat.
Jika sebelumnya orang-orang harus kerepotan membeli SIM card di konter ataupun
gerai resmi operator, maka berbeda dengan By.U. Para pelanggan justru dimudahkan
dengan layanan pembelian sekaligus pendaftaran SIM card melalui aplikasi, dan
nantinya SIM card akan dikirim atau diambil oleh pelanggan di merchant terdekat.
Format bisnis ini semakin populer, terlebih ketika pandemi COVID-19 menyerang
sejak awal tahun 2020. Karenanya, By.U berhasil mendapatkan lebih dari 1 juta
pelanggan hanya dalam waktu kurang dari satu tahun.
THANK YOU