Anda di halaman 1dari 22

Badan Perantara di luar dan di

dalam Perusahaan
Pengertian Badan Perantara

Dalam menjalankan perusahaannya seorang pengusaha


dapat bekerja sendirian atau dibantu dengan orang-
orang lain yang disebut “pembantu-pembantu
perusahaan”. Prof. Sukardono menyebut mereka sebagai
pekerja perniagaan (handelsbedienden). Adapun
pembantu-pembantu perusahaan dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu :
1. Pembantu-pembantu dalam perusahaan, misalnya :
pelayan toko, pedagang keliling, pengurus filial,
pemimpin perusahaan.
2. Pembantu-pembantu diluar perusahaan, misalnya :
agen perusahaan, pengacara, notaris, makelar,
komisioner.
Hubungan hukum antara badan perantara dengan
pengusaha.

Hubungan hukum antara badan perantara di dalam perusahaan dengan


pengusaha adalah bersifat :
1. Hubungan Perburuhan
Hubungan yang bersifat subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah
dan diberi perintah.

2. Hubungan pemberian kuasa


Suatu hubungan yang diatur dalam Pasal 1792 KUHPerdata. Pengusaha merupakan
pemberi kuasa, sedangkan pembantu dalam perusahaan adalah sebagai penerima
kuasa. Pemegang kuasa mengikatkan diri untuk melaksanakan perintah si pemberi
kuasa, sedangkan pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai
dengan perjanjian yang bersangkutan.

Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal


1601 (c) KUHPerdata, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai
pemberi kuasa dan mengenai perburuhan kepadanya. Bila terjadi perselisihan
berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan.
Perjanjian untuk Melakukan Pekerjaan
Perjanjian untuk melakukan pekerjaan adalah induk dari perjanjian
perburuhan. Diatur dalam Bab VII A, Buku II KUHPerdata. Perjanjian ini
terdiri dari 3 macam perjanjian :

1. Perjanjian pelayanan berkala (pasal 1601 KUHPerdata)


Perjanjian ini mengikat para pihak apa saja yang telah disepakati
dalam perjanjian beserta syarat-syarat yang diperjanjikan, atau
hal-hal yang menurut kebiasaan dalam perniagaan mengikat
perjanjian jenis ini. Kedudukan kedua belah pihak ada sama tinggi.

2. Perjanjian Perburuhan (psl 1601 a jo 1601 d, sampai 1603 z KUHPdt)


Perjanjian ini menimbulkan hubungan subordinasi antara majikan
dan buruh.

3. Perjanjian Pemborongan (pasal 1601 b jo 1604 sampai 1617 KUHPdt)


Pada pokoknya dari perjanjian ini harus dihasilkan suatu benda
tertentu oleh pihak pemborong
Perjanjian Pemberian Kuasa

Diatur dalam Bab XVI Buku III KUHPerdata. Definisi perjanjian


pemberian kuasa tercantum dalam Pasal 1792 KUHPerdata yang
menyatakan :
”Pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seseorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk
atas nama pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”.

Perbedaan dengan perjanjian perburuhan adalah pemberian kuasa


dapat terjadi tanpa upah (pasal 1794 KUHPerdata), sedangkan
perjanjian perburuhan dimaksudkan untuk mendapat upah atau gaji.
Perjanjian perburuhan menimbulkan hubungan subordinasi, sedang
perjanjian pemberian kuasa menimbulkan hubungan yang bersifat
sederajat.
Pembantu-Pembantu di Luar Perusahaan

Agen Perusahaan
Adalah orang yang melayani pihak perusahaan sebagai
perantara dengan pihak ketiga. Memiliki hubungan
tetap dengan pengusaha dan mewakilinya untuk
mengadakan dan selanjutnya melaksanakan perjanjian
dengan pihak ketiga.
Hubungannya dengan perusahaan bukan merupakan
hubungan perburuhan karena tidak bersifat
subordinasi, dan juga bukan hubungan pelayanan
berkala karena hubungan antara agen dan pengusaha
bersifat tetap. Hubungan mereka bersifat pemberian
kuasa.
Pengacara
Adalah pihak yang mewakili perusahaan di bidang hukum, tidak
sebatas pada mewakili dalam hal berperkara di depan pengadilan,
akan tetapi dalam segala aspek hukum.
Hubungan antara pengacara dengan pengusaha adalah hubungan
tidak tetap, sedangkan sifat hubungannya berbentuk pelayanan
berkala dan pemberian kuasa.

Notaris
Notaris membantu pengusha dalam membuat perjanjian dengan
pihak ketiga. Hubungan notaris dengan pengusaha bersifat
pelayanan berkala dan pemberian kuasa.
Makelar

pengertian, pengaturan dan ciri-ciri makelar


Menurut pengertian UU, makelar pada pokoknya adalah seorang
perantara yang menghubungkan pengusaha dengan pihak ketiga
dalam berbagai perjanjian.

Makelar diatur dalam KUHD, Buku I, pasal 62 s/d 72, dan menurut
Pasal 62 ayat (1) makelar mendapat upahnya yang disebut provisi
atau courtage.

Makelar memiliki ciri-ciri khusus :


 makelar harus mendapat pengangkatan resmi dari Pemerintah (Psl.
62 ayat 1).
 Sebelum bertugas, makelar harus disumpah di muka Ketua
Pengadilan Negeri, bahwa dia akan menjalankan kewajibannnya
dengan baik.
Hubungan hukum dan sifat hubungan hukum antara makelar dan
pengusaha.
Memiliki hubungan yang tidak tetap dengan pengusaha. Adapun sifat hukum
dari hubungan tersebut adalam campuran, yaitu sebagai pelayanan berkala
dan pemberian kuasa.

Menurut pasal 65 ayat (2), makelar dilarang untuk :


- berdagang dalam lapangan perusahaan tempat ia diangkat.
- Menjadi penjamin dlm perjanjian yang dibuat dengan perantaranya.

Makelar harus memelihara pembukuan dan kekuatan pembuktian


catatan makelar.
Pasal 66 menentukan bahwa makelar harus memelihara buku saku dan buku
harian.
Menurut Polak, buku saku dalam praktek hampir tidak ada, dan bukum harian
berwujud lain dari yang dikehendaki oleh UU.
Buku-buku catatan makelar baru mempunyai kekuatan pembuktian, bila
perbuatan yang bersangkutan tidak seluruhnya diingkari oleh pihak lawan.
Tanggung Jawab Makelar
 Adanya kemungkinan timbulnya kerugian berdasarkan
perbuatan makelar.
 Disamping itu, tanggung jawab makelar juga meliputi :
1. Dalam jual beli atas contoh, maka makelar wajib menyimpan
contoh sampai dengan perjanjian selesai dilaksanakan.
2. Dalam jual beli wesel atau surat berharga lainnya, maka
makelar harus menanggung sah nya tanda tangan penjual.
Makelar Tidak Resmi (Psl 63 KUHD/Psl. 1792 KUHPerdata)
 Tanpa Pengangkatan dari Menteri Kehakiman
 Dipandang sebagai pemegang kuasa biasa.

Makelar Resmi Makelar Tidak


Resmi/Pemegang Kuasa
Provisi (courtage) Upah

Buku saku dan buku harian (psl 66 dan Catatan-catatan (Psl.6 KUHD)
68 KUHD)
Berkewajiban menyimpan contoh Tidak berkewajiban

Berkewajiban menjamin sahnya tanda Tidak berkewajiban


tangan
Komisioner

pengertian
komisioner adalah orang yang menjalankan perusahaan dengan
membuat perjanjian- perjanjian atas namanya sendiri, mendapatkan
provisi atas perintah dan atas pembiayaan orang lain.

Mengenai komisioner itu diatur dalam Bab V, pasal 76 s/d 85a Buku I
KUHD.

Adapun ciri khas komisioner ialah :


1. tidak ada syarat pengangkatan resmi dan penyumpahan sebagai halnya
makelar.
2. Komisioner menghubungkan komiten dengan pihak ketiga atas namanya
sendiri.
3. Komisioner tidak berkewajiban untuk menyebut nama komitennya (Pasal 77
ayat 1). Disini ia menjadi pihak dalam perjanjian.
4. Tetapi komisioner juga dapat bertindak atas nama pemberi kuasanya.
Komisioner dapat bertindak atas nama pemberi kuasanya.
Pada umumnya komisioner itu membuat perjanjian atas namanya
sendiri, tetapi menurut pasal 79 komisioner juga dapat bertindak atas
nama pemberi kuasanya, dalam hal ini komisioner tunduk pada
peraturan mengenai pemberian kuasa, yaitu pasal 1792 KUHPerdata.

Sifat hukum perjanjian komisioner.

Perjanjian komisi ialah perjanjian antara komisioner dengan komiten,


yaitu perjanjian pemberian kuasa. Dari perjanjian ini timbul hubungan
hukum yang bersifat tidak tetap.

Adapun sifat hukum perjanjian komisi ini tidak diatur secara tegas
dalam UU, beberapa pendapat menyatakan :
Menurut Polak, hubungan tersebut bersifat sebagai perjanjian
pemberian kuasa khusus. Molengraaff berpendapat perjanjian komisi
merupakan perjanjian campuran, yaitu perjanjian berkala dan
perjanjian pemberian kuasa.
Tanggung Jawab Komisioner
 Komisioner harus melaksanakan perjanjian komisi itu
dengan sebaik-baiknya.
 Komisioner bertanggungjawab untuk biaya, kerugian
dan bunga yang mungkin timbul karena tidak
berprestasinya debitur.
Hubungan Komisioner dengan pihak ketiga

Hubungan Komisioner dengan pihak ketiga adalah


hubungan para pihak dalam perjanjian. Dalam hal
ini komiten ada di luarnya (psl.78 KUHD),
sehingga komiten tidak dapat menggugat pihak
ketiga begitu juga sebaliknya
Del Credere

Merupakan janji khusus dalam perjanjian komisi


antara komisioner dan komitennya, dapat
diperjanjikan secara terang-terangan maupun
diam-diam.
 Jaminan komisioner kepada komiten terhadap
penyelesaian perjanjian dengan pihak ketiga yang
menguntungkan.
 Tambahan provisi bagi komisioner bila perjanjian

benar-benar menguntungkan
Hak-hak khusus komisioner
Karena tanggung jawab kimisioner berat, maka dia oleh
UU diberi hak khusus, yaitu :

 hak retensi
yaitu hak komisioner untuk menahan barang-barang
komiten, bila provisi dan biaya-biaya yang lain
belum dibayar (pasal 85 KUHD dan 1812 KUHPdt .

 hak istimewa (previlege)


pasal 80 KUHD menyatakan bahwa semua
penagihan komisioner mengenai provisi, biaya dan
bunga maupun biaya perikatan yang sedang
berjalan, maka komisioner memiliki hak istimewa
pada barang-barang yang ada di tangan komiten.
Perantara Pengangkutan
 Ekspeditur (pasal 86-90 KUHD)
Adalah orang yang pekerjaannya menyuruh
orang lain untuk menyelenggarakan
pengangkutan barang-barang dagangan.
 Perjanjian yang dibuat antara ekspeditur dan
pengirim disebut perjanjian ekspedisi
 Sedangkan perjanjian yang dibuat antara
ekspeditur, atas nama pengirim dengan
pengangkut disebut perjanjian pengangkutan
Sifat Perjanjian Ekspedisi
 Sifat perjanjian ekspedisi adalah “pelayanan
berkala” dan “pemberian kuasa”
 Sifat hukum “pelayanan berkala” ada, karena
hubungan hukum antara ekspeditur dan si
pengirim tidak tetap, hanya kadang kala saja
 Sifat hukum “pemberian kuasa” ada, karena si
pengirim telah memberikan kuasa kepada
ekspeditur untuk mencarikan pengangkut yang
baik
Kewajiban dan Hak Ekspeditur
1. Sebagai pemegang kuasa
Ekspeditur melakukan perbuatan hukum atas nama
pengirim. (psl 1792-1819 BW tentang Pemberian
Kuasa)
2. Sebagai Komisioner (berlaku ps.76 KUHD)
3. Sebagai penyimpan barang (berlaku ps. 1694 BW)
4. Sebagai penyelenggara urusan (berlaku 1354 BW)
5. Register dan surat muatan
6. Hak Retensi
Tugas dan Tanggung Jawab Ekspeditur

 Mencarikan pengangkut yang baik bagi si


pengirim
 Menyelenggarakan pengiriman selekas-
lekasnya dengan rapi pada barang-barang
yang telah diterimanya
 Menjamin keselamatan barang
Batas Tanggungjawab Ekspeditur

 Tanggung Jawab Ekspeditur berhenti pada saat


barang-barang pengirim telah diterima
pengangkut (Psl.88 KUHD)
 Kerugian-kerugian setelahnya, harus dibuktikan
terlebih dahulu kesalahan atau kelalaian
ekspeditur
 Ekspeditur juga harus bertanggungjawab atas
ekspeditur antara, yang jasanya dipergunakan
(ps.89KUHD)

Anda mungkin juga menyukai