Anda di halaman 1dari 10

UNIVERSITAS INDONESIA

TUGAS PENGGANTI PRESENTASI

MATA KULIAH HUKUM ORGANISASI PERUSAHAAN

Disusun oleh :

Barron Breviantho (2006532765)

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

DEPOK

DESEMBER 2022
Sintesis Hukum Organisasi Perusahaan :
Pedagang Perantara

A. Pengantar
Dalam KUHD telah diatur berbagai macam jeni spedagang perantara, seperti bursa
dagang, makelar, kasir, komisioner, ekspeditur, dan pegangkut. Istilah yang akan
digunakan terkait dengan pedagang perantara adalah lastgeving yang terkadang
diterjemahkan secara berganti-ganti dengan penyuruhan, pemberian kuasa, atau keagenan.
Untuk istilah pemberi kuasa sering digunakan istilah principal, sedangkan untuk penerima
kuasa disebut dengan agent.1

B. Prinsip Dasar
Landasan utama dalam kegiatan pedagang perantara ialah kontrak atau perjanjian,
khususnya antara pihak yang menyuruh dan pihak yang disuruh untuk melakukan suatu
pekerjaan atau urusan. Dalam hukum perdata dikenal dengan istilah lastgeving. Subketi
menerjemahkan lastgeving dengan istilah penyuruhan atau pemmberian kuasa. Adapun
pengertian dari penyuruhan itu sendiri adalah sutau persetujuan dengan mana seseorang
memberikan kekuasaan pada orang lain yang menerimanya untuk dan atas Namanya
menyelenggarakan suatu urusan. Dari pengertian di atas, dapat diambil unsur-unsur
pemberian kuasa, di antaranya :
1. Pemberian kuasa adalah persetujuan (kontrak);
2. Isi persetujuan itu adalah penyuruhan atau pemberian kuasa untuk
menyelenggarakan sutau urusan;
3. Pihak yang disuruh akan melakukan pekerjaannya atas nama (on behalf)
yang menyuruh.

C. Sumber Hukum Kegiatan Pedagang Perantara


Sebagaimana diketahui bahwa kegiatan dalam pedagang perantara ini adalah
perjanjian atau kontrak maka ketentuan hukum perjanjian akan berlaku. Akan tetapi, selain
hukum perjanjian hukum perdata juga mengindikasikan sumber hukum lain terkait hal ini.
Hal ini dapat terlihat pada Pasal 1601 KUHPerdata yang menunjuk ketentuan hukum di

1
Subekti & Tjitrosudbio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta; Pradnya Paramita, 1982).
luar KUHPerdata sebagai sumber hukum dari kegiata pedagang perantara khususnya pada
bidang jasa. Dalam KUHD dikenal lembaga bursa dagang yang memberikan pelayanan
untuk transaksi efek atau komoditi. Saat ini, lembaga bursa efek diatur dalam UU No. 8
Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Sementara, bursa komiditi diatur dalam UU No. 32
Tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Selain itu, KUHD juga mengatur
mengenai makelar, komisioner, kasir, ekspeditur, dan pengangkut. Dapat disimpulkan
bahwa untuk perjanjian sementara jasa atau pelayanan berkala., selain berlaku hukum
kontrak juga berlaku peraturan undang-undang lain yang ada di dalam, maupun luar
KUHD dan KUHPerdata.2

D. Macam-Macam Pedagang Perantara


Pedagag perantara yang disebutkan dalam KUHD, yakni meliputi bursa dagang,
maklear, kasir, komisioner, ekspeditur, dan pengangkut. Selain KUHD, juga berlaku UU
No. 8/1995, UU No. 32/1997, dan UU No. 10/1998. Sedangkan untuk pedagang perantara
yang tak diatur secara spesifik dalam KUHD, yakni meliputi agen, distributor, dan
sejenisnya. Dalam transaksi jarang tak jarang juga digunakannya jasa konsultan hukum
yang biasanya diminta untuk mewakili pemberi kuasa dalam melakukan negosiasi dagang
atau hubungan hukum dengan pihak ketiga. Ketentuan terkait konsultan hukum dan
kliennya serta pemberian kuasa tersebut diatur dalam KUHPerdata.3
1. Bursa Dagang
Dalam KUHD diberikan definisi bahwa bursa dagang merupakan suatu
tempat pertemuan para pedagang, juragan perahu, makelar, kasir, dan orang-
orang lain yang termasuk dalam gelanggangan perdagangan. Adapun
pertemuan tersebut diadakan atas kekuasaan Menteri Keuangan.
2. Makelar
Makelar merupakan seorang pedagang perantara yang diangkat oleh pejabat
berwenang. Ia menyelenggarakan perusahaan dengan melakukan pekerjaan
atas amanat dan nama orang lain dengan mendapat provisi tertentu. Sebelum
diizinkan melakukan pekerjaan, ia harus bersumpah di hadapan Pengadilan
Negeri yang termasuk wilayah hukumnya, Makelar dalam arti yuridis harus

2
Agus Sardjono, et al., Pengantar Hukum Dagang, cet. 5 (Jakarta: Rajawali Pers, 2018), hlm. 110.
3
Ibid, hlm. 117.
diangkat oleh pemerintah dan sebelum menjalankan pekerjaannya harus
bersumpah di hadapan Ketua Pengadilan Negeri di wilayah hukum mana ia
melakukan pekerjaannya4
3. Kasir
Kasir merupakan seseorang yang dengan menerima upah tertentu diprcaya
dengan pekerjaan menyimpan uang dan melakukan pembayaran-
pembayaran. Yang dimaksud saat ini adalah Bank, yakni lembaga keuangan
berbentuk perusahaan yang mewakili nasabah untuk melakukan
pembayaran kepada pihak ketiga, penerimaan uang dari pihak ketiga, dan
penyimpanan uang milik nasabah.
4. Komisioner
Komsioner merupakan perusahaan yang pekerjaannya membuat kontrak
atas amanat orang lain. Akan tetapi, komisioner membuat kontrak tersebut
dengan atas Namanya sendiri. Dalam melaksanakan amanat tersebut,
komisioner mendapat provisi dari si pemberi amanatnya.
5. Ekspeditur
Ekspeditur merupakan orang yang bekerja untuk menyuruh orang lain untuk
menyelenggarakan pengangkutan barang dagangan atau barang lainnya
melaui daratan atau perairan. Ekspeditur merupakan perantara dari pemilik
barang dan pengangkut yang nantinya akan megangkut barang tersebut.5
6. Pengangkut
Penangkut merupakan orang yang menyelenggarakan pengangkutan.
Pengangkutan sendiri diartikan sebagai perjanjian timbal balik antra antara
pengangkut dan pengirim barang yang mana pengangkut mengikatkan diri
untuk menyelenggarakan pengangkutan daru suatu tempat ke tempat lain
dengan selamat. Perjanjian pengangkutan sendiri merupakan bentuk dari
perjanjian pemberian jasa sebagaimana diatur dalam Pasal 1601
KUHPerdata.

E. Hak dan Kewajiban Principal dan Agent

4
Erie Hariyanto, Hukum Dagang & Perusahaan di Indonesia, (Surabaya: Salsabila Putra Pratama,
2013). Hlm. 88.
5
H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 2000), hlm.
12.
Ketentuan hukum utama yang menjadi sumber hukum perjanjian antara principal
dan agent tentu saja adalah perjanjian di antara kedua belah pihak. Akan tetapi, secara
garis besar KUHPerdata memberikan pengaturan yang bersifat pelengkap (aanvullend
recht) bagi hubungan keduanya. Sistem KUHPerdata membagi hak dan kewajiban antara
principal dan agent dalam dua bagian , yakni tentang kewajiban si kuasa dan tentang
kewajiban si pemberi kuasa. Disebutkan dalam Pasal 1800 KUHPerdata bahwa kewajiban
utama dari seorang agent adalah melaksanakan amantanya. Jika amanat ini tak dijalankan
maka sanksinya, agent harus menanggung segala biaya, kerugian, dan bunga bila dengan
tidak dilaksanakanya amanat dapat menimbulkan kerugian bagi si principal.6
Seorang agent yang telah menandatangani perjanjian penyuruhan terikat untuk
melaksanakan amanatnya. Kegagalan ataupun kelalaian untuk melaksanakan amanat
inilah yang harus ditanggung oleh agent jika hal tersebut menimbulkan kerugian bagi
principal. Di samping itu, agent juga harus melakukan pelaporan atas pelaksanaan amanat
tersebut kepaada principal yang mana ia pun harus menyampaikan perhitungan-
perhitungan berkenaan dengan pelaksanaan amanat tersebut.
Adapun dari sudut pandang seorang principal, ia berhak untuk meminta dan menerima
laporan pelaksanaan atas segala amanat yang diberikan olehnya kepada agent.7

F. Berakhirnya Hubungan Principal dan Agent


Singkatnya, hubungan antara principal dan agent dibangun atas dasar perjanjian
maka hubugan keduanya akan berakhir apabila seluruh prestasi yang dijanjikan sudah
terpenuhi dengan sempurna. Akan tetapi, tak semua perjanjian akan berjalan sebagaimana
dikehendaki pada awalanya. Dimungkinkan bahwa agent melakukan perbuatan yang tidak
diamanatkan oleh principal. Apabila hal ini terjadi, KUHPerdata memberikan
kemungkinan pada principal untuk menarik kembali kuasanya tanpa adanya kesalahan
agent asal sebelumnya principal memberitahu kepada agent bahwa ia akan menarik
kuasanya. Adapun hal ini disebutkan dalah Pasal 1814 KUHPerdata. Begitupun sebaliknya,
yakni agent kepada principal.
Sebagai sebuah perjanjian hubungan keduanya juga dapat berakhir jika salah satu
di antara mereka meninggal dunia atau salah satu dari keduanya dinyatakan pailit oleh
pengadilan. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bagaimana jika pihak ketiga yang

6
Ibid, hlm. 119
7
Ibid, hlm. 120.
menjadi pihak dalam hubungan hukum yang dibangun atas dasar hubungan keagenan.
Dalam hal ini tentu hukum melindungi pihak ketiga yang memiliki itikad baik. Jika terjadi
penarikan mandate oleh principal maka pihak ketiga dengan itikad baik telah mengadakan
perjanjian dengan agent dan ia tidak mengetahui adanya penarikan tersebut, ia tetap dapat
mengajukan tuntutan pelaksanaan kewajiban pada principal. Sedangkan, principal dapat
mengajukan gugatan kepada agent.8
Secara garis besar, terdapat dua cara berakhirnya hubungan keagenan, yakni :
1. Berakhir karena perbuatan para pihak (termination by act of parties)
• Berakhir karrena perjanjian (termination by agreement)
• Berkahir karena pelaksanaan (termination by performance)
• Berkahir karena lewatnya waktu (termination of period agency)
• Berakhir karena terjadinya peristiwa yang ditentukan (occurance of
specified event)
• Berkahir karena penarikan kembali mandatnya (revocation or
renunciation)
2. Berakhir karena undang-undang (termination by operation of law)
• Berkahir karena kematian para pihak (death)
• Berakhir karena pembubaran perusahaan para pihak (dissolution)
• Berakhir karena kepailitan para pihak (bankruptcy or insolvency)
• Berakhir karena para pihak kehilangan kecakapan yang diakibatkan
sakit mental (mental capacity)
• Berakhir karena pelaksanaan perjanjian keganen itu tidak
dimungkinkan lagi (frustration)9

8
Ibid, hlm. 124—125.
9
Ibid, hlm. 126.
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Hariyanto, Erie. Hukum Dagang & Perusahaan di Indonesia. Surabaya: Salsabila Putra Pratama,
2013).
Purwosutjipto. H.M.N Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia. Jakarta: Djambatan,
2000.
Sardjono, Agus. Et al. Pengantar Hukum Dagang. Cet. 5. Jakarta: Rajawali Pers, 2018.

Kitab Perundang-Undangan
Subketi dan Tjitrosudibio. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya Paramita,
1982.
LAMPIRAN

H.M.N Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia


(Jakarta: Djambatan, 2000)
Agus Sardjono, et al., Pengantar Hukum Dagang, cet. 5 (Jakarta: Rajawali Pers, 2018).
Erie Hariyanto, Hukum Dagang & Perusahaan di Indonesia, (Surabaya: Salsabila Putra
Pratama, 2013). Hlm. 88.

Anda mungkin juga menyukai