Anda di halaman 1dari 10

FAKTOR PENYEBAB DAN SOLUSI FALSIFIKASI

DALAM PENULISAN KARYA ILMIAH


 
ARTIKEL ILMIAH
MATA KULIAH ETIKA KEILMUAN
 
OLEH
ARYO SETYO WIJANARKO
NIM 220731801970
1. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membahas faktor
penyebab dari tindakan falsifikasi dalam penulisan karya ilmiah
dan solusi untuk mengatasinya
2. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
penelitian kualitatif studi Pustaka
3. Sumber yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari buku,
jurnal dan penelitian terdahulu
4. Hasil dari penelitian ini adalah temuan faktor-faktor penyebab
dari Tindakan falsifikasi yakni adanya tuntutan publikasi yang
tinggi, kurangnya kualitas sumber daya manusia, kurangnya
integritas peneliti dan penulis, adanya kepentingan pribadi dan
regulasi yang kurang tepat.
Falsifikasi merupakan bentuk manipulasi atau pemalsuan yang
mengubah atau menghilangkan data yang telah dikumpulkan
untuk menyajikan hasil penelitian yang salah. Menurut (Martyn,
2003) falsifikasi dalam penelitian dilakukan untuk mendukung
teori yang diyakini benar oleh penulis. Hal-hal yang dilakukan
dalam praktek falsifikasi ini adalah memanipulasi gambar,
penghapusan data, perubahan data baik menambah atau
mengurangi yang mana ini merupakan pelanggaran dalam etika
penulisan Karya Ilmiah.
BEBERAPA KASUS

• Pelaku falsifikasi banyak dilakukan oleh peniliti yang ingin memberikan hasil penelitian sesuai dengan hipotesis yang
diinginkan. Falsifikasi merupakan sebuah masalah yang membuat hasil ilmiah terdistorsi dengan cara halus yakni
memanipulasi data untuk menyajikan data atau penampilan, karakter maupun tingkat akurasi yang dapat dibentuk.
Hubungan signifikan secara statistik disajikan sebagai target asli penelitian sehingga dapat diterbitkan secara selektif dan
mendukung harapan seseorang walaupun menimbulkan konflik kepentingan (Steneck, 2006)
• Ditemukan 3,4% peneliti dari 331 responden yang telah memodifikasi data penelitian di masa lalu. Sebanyak 17%
responden tersebut menyatakan melakukan falsifikasi dan fabrikasi, dengan cara menambah maupun menghilangkan data
untuk tujuan percepatan karir, memperoleh hibah, dan publikasi (Tijdink et al, 2014). Survei meta analisis melalui tinjauan
sistematis dengan perkiraan konservatif dari prevalensi sebenarnya dari kesalahan ilmiah terdapat 1,97% peneliti kalangan
pengajar yang mengakui telah memalsukan atau mengubah data atau hasil setidaknya sekali dan 33,7% mengakui praktik
pelanggararan ilmiah (Fanelli, 2009)
• Penelitian lain menemukan 2% komunitas peneliti bidang pendidikan mengaku bertindak fabrikasi, falsifikasi, atau
memodifikasi data dan hasil penelitian setidaknya satu kali. Perilaku mengubah desain, metodologi, sumber atau
kesimpulan merupakan respon terhadap tekanan dari sumber dana (Berk et al., 2000). Tercatat hanya 6% guru yang pernah
melaksanakan penelitian tindakan kelas dan mengikuti seminar nasional. Padahal salah satu syarat kenaikan pangkat guru
ialah penelitian tindakan sekolah dan publikasi ilmiah. Akibatnya banyak terjadi pelanggaran falsifikasi dan fabrikasi
dalam proses penelitian tindakan kelas. Lemahnya budaya belajar dan etika metode penelitian turut meningkatkan
pelanggaran kaidah ilmiah ini (Junaid et al, 2020)
• Beberapa kasus falsifikasi yang dilakukan didunia yakni pada tahun 2010 British General Medical Council (GMC)
menemukan Andrew Wakefield bersalah karena memberikan laporan pemalsuan (tindakan falsifikasi) dalam penelitian
antara campak, gondok dan rubella (MMR) vaksin dan autism dan anivaksin di Lancet. Pelanggaran yang dilakukan oleh
wakefield menyebabkan deregistrasi oleh register medis Inggris. Tindakan Wakefiels menyebabkan penurunan vaksinasi
di seluruh dunia, dengan beberapa kasus di Amerika Serikat, Inggris dan Irlandia. Penurunan vaksinasi ini mengakibatkan
penyakit serius dan tingginya angka kematian
• Adapun terdapat tindakan falsifikasi lain yang terjadi di Jepang yakni dilakukan oleh Haruko Obokota dimana mengaku
telah melakukan penelitian tentang akuisisi pluripotensi yang dipicu oleh stimulus (STAP) sel. Hasil penelitiannya
mengklaim bahwa sel STAP dapat tumbuh menjadi jaringan dan digunakan di bagian lain dari tubuh. Padahal klaim ini
merupakan bentuk manipulasi data yang dilakukan oleh Haruko Obokota (Meskus et al, 2018). Adapun dampak dari hal
tersebut rekan penulis Haruko Obokata yakni Yoshiki Sasai melakukan bunuh diri karena tersapat putusan bersalah atas
klaim yang dilakukan Haruko Obokata
MAKA DAPAT DISIMPULKAN BEBERAPA FAKTOR PENYEBAB
TERJADINYA FALSIFIKASI YAKNI

• Tuntutan publikasi
• Rendahnya kualitas SDM
• Kurangnya tanggungjawab & integritas penulis
• Mencari keuntungan pribadi
• Regulasi yang kurang tepat
1. Solusi dari falsifikasi ini adalah membuat aturan publikasi yang dibuat oleh pengelola jurnal dengan pengawasan ketat melalui penekanan
kualitas bukan kuantitas. Adanya bentuk apresiasi prestasi dengan pencapaian kualitas karya ilmiah bukan pencapaian kuantitas karya
ilmiah. Adapun upaya pencegahan lain kepada penulis yakni sosialisasi mengenai etika ilmiah dan bentuk-bentuk pelanggaran yang harus
dihindari. Mengkaji dan menyesuaikan kembali syarat dari pencapaian jabatan dan kelulusan yang menekankan pada kualitas penulisan
bukan kuantitas karya ilmiahnya, disesuaikan dengan kemampuan dari masing-masing penulis

2. Solusi lain yang bisa dilakukan yakni berasal dari dalam diri penulis tersebut dengan bantuan stimulus orang lain seperti mentor atau
pembimbing dengan memberikan dan melakukan pendekatan mengenai besarnya tanggung jawab publikasi karya ilmiah dan disampaikan
dampaknya bagi yang melakukan pelanggaran atau kecurangan etika ilmiah. Tanggung jawab dan integritas ini tidak akan bisa menjadi
pedoman kajian ilmiah tanpa adanya kesadaran penuh peneliti dan penulis. Oleh karena itu perlu ada sinergi antara pribadi orang tersebut
dengan lingkungan. Adapun jika dengan pencegahan masih terdapat praktek pelanggaran maka perlu adanya sanksi-sanksi tegas yang
diberikan kepada para pelaku pelanggaran seperti falsfikasi. Sanksi yang bisa diberikan yakni teguran, peringatan tertulis, penundaan
pemberian hak, penurunan pangkat atau penangguhan pangkat/kelulusan, pemberhentian dengan tidak hormat, pembatalan sertifikat
kelulusan, dan tuntutan hukum. Dengan adanya sanksi tegas dan berat ini maka penulis dan peneliti akan sangat berhati-hati dalam
mempublikasikan karya ilmiahnya.
DAFTAR RUJUKAN

Berk, R. ., Korenman, S. ., & Wenger, N. . (2000). Measuring consensus about scientific research norms. Science and Engineering Ethics, 6(3), 315–340.

Fanelli, D. (2009). How Many Scientists Fabricate and Falsify Research? A Systematic Review and Meta-Analysis of Survey Data. PLoS ONE, 4(5), e5738.

Godecharle, S., Nemery, B., & Dierickx, K. (2016). Guidance on research integrity: no union in Europe. Lancet, 21(1), 15–21.

Grieneisen, M. L., & Zhang, M. A. (2012). A comprehensive survey of retracted articles from the scholarly literature. PLoS ONE, 7(10), e44118.

Junaid, R., Baharuddin, M. ., Ramadhana, & MA. (2020). Bimbingan teknis penulisan artikel ilmiah bagi guru-guru SMP Negeri 8 Palopo, Sulawesi Selatan. Abdimas Siliwangi, 3(2), 329–
337.

K., H., & Pellens, M. (2019). Guilt by association: How scientific misconduct harms prior collaborators. Research Policy, 48(2), 516–530.

Martyn, C. (2003). Fabrication, falsification, and plagiarism. An International Journal of Medicine, 96(4), 243–244.

Meskus, M., Marelli, L., & D’Agostini, G. (2018). No Title. Science as Cultur, 27(1), 1–23.

Steneck, N. H. (2006). Fostering integrity in research: definitions, current knowledge,and future directions. Science and Engineering Ethics, 12(1), 53–74.

Tijdink, J. K., Verbeke, R., & Smulders, Y. . (2014). Publication pressure and scientific misconduct in medical scientists. The Journal of Empirical Research on Human Research Ethics, 9(5),
64–71.

Van Dalen, H. P., & Henkens, K. (2012). No Title. Journal of the American Society for Information Science and Technology, 63(7), 1282–1293.

Anda mungkin juga menyukai