Istilah utama dalam bahasa Hibrani untuk melukiskan “belas
kasih” adalah hesed, yang menunjuk kebaikan kasih Allah. Kata ini melampaui makna perasaan atau emosi, sebab kata ini menekankan makna kesetia-kawanan (compassion) dan cinta kasih. Kerahiman menjadi sifat (kualitas) Allah, intrinsik kodrat Allah. Dalam sejumlah keadaan “kerahiman” bisa menjadi lukisan yang memadai tentang Allah yang adalah pengasih, adil, dan penyayang (Mzm 116:5). Dalam doanya Tobit memohon belas kasihan Tuhan semesta alam. “... Mohonlah kepada Tuhan semesta langit, moga-moga ia berbelas kasihan kepada kamu dan melindungi kamu.” (Tob 6:17). “Sangat susah hatiku, biarlah kiranya kita jatuh ke dalam tangan Tuhan, sebab besar kasih sayang-Nya; tetapi janganlah aku jatuh ke dalam tangan manusia.” (2 Sam 24:14). Kerahiman Allah besar dan tak kenal batas. Kerahiman ilahi tidak buta atau tuli, walaupun Allah tenggang rasa dengan pemberontakan Israel dengan kerahiman untuk jangka waktu sangat lama. “Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka.” (Neh 9:17). Pada waktu bangsa Israel membuat anak lembu tuangan, Allah tidak meninggalkan bangsa Israel di padang gurun karena kasih sayang Allah yang besar (Neh 9:19). Karena kasih sayang yang besar Dia sama sekali tidak membinasakan bangsa Israel dan tidak meninggalkan mereka, karena Allah itu pengasih dan penyayang (Neh 9:31). Sekalipun dalam kemurkaan, kerahiman Allah dapat dilihat dan diharapkan. Dalam keadaan hati yang sangat susah Daud berbicara dengan Gad supaya dia jatuh ke dalam tangan Tuhan, sebab besar kasih sayang- Nya. Dia berharap agar tidak jatuh ke dalam tangan manusia (2 Sam 24:14). Biarlah orang fasik kembali kepada Allah, Dia akan mengasihaninya sebab Ia memberikan pengampunan yang berlimpah (Yes 55:7). Pengakuan iman ini menunjukkan betapa besarnya kerahiman Yahweh kepada umat-Nya. Belas kasihan sebagai tindakan nyata menjadi dasar dan tenaga yang menggerakkan perjanjian antara Allah dengan manusia. Dia yang memulai untuk berbelas kasihan lewat Musa dengan membebaskan bangsa Israel dari Mesir. “Berjalanlah Tuhan lewat dari depannya dan berseru: ‘Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya.” (Kel 34:6). Allah tetap menjalin hubungan baik dengan manusia walaupun manusia dililit dosa. Dia mengampuni dan menghapus dosa dan kejahatan manusia. Sejak purbakala Allah telah berbelas kasihan. “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala.” (Mzm 25:6). Belas kasihan melestarikan suatu perjanjian. Perlindungan, tuntunan, dan kehadiran Yahweh di tengah bangsa Israel menunjukkan belas kasihan Yahweh (bdk. Mzm 23:6). Alasannya, Yahweh yang memulai untuk melakukan tindak belas kasihan. Belas kasihan yang diberikannya adalah rahmat dan bukan karena jasa manusia. Belas kasihan Allah berhubungan erat dengan pengampunan (Kel 34:9; Bil 14:19), suatu disposisi yang lebih mendasar tentang belas kasihan yang tertuju pada pengampunan, dan suatu cinta yang teguh yang dengannya Allah mempertahankan perjanjian dan terus-menerus mengampuni umat-Nya (Mzm 25:6; 40:11; 51:1). Semua janji Yahweh mencerminkan janji yang berbelas kasihan Tuhan bagi umat manusia. 2. Kerahiman dalam zaman Yesus
Dunia Perjanjian Baru sering kali menggunakan kata eleos, namun
kata oiktirmos/oiktiro juga digunakan untuk menunjuk kerahiman, merasa simpati. Tema kerahiman diteropong dalam cahaya Kristus sebagai ungkapan tertinggi cinta kasih, belas kasihan, dan rahmat. Ungkapan terjelas belas kasihan tampak dalam pelayanan penebusan Yesus Kristus. Bunda Maria, misalnya, menyebut belas kasihan Allah sebagai ungkapan kesetiaan yang berkesinambungan kepada Israel (Luk. 1:50, 54, 58, 72, 78). Dia mengalami belas kasihan Tuhan sebagai hamba Tuhan. Dia tidak pernah berhenti berbelas kasih. Belas kasih-Nya merangkul semua makhluk ciptaan “Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.” (Rom 9:15-16). “...justru untuk menyatakan kekayaan kemuliaan-Mya atas benda-benda belas kasihan-Nya yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan...” (Rom 9:23). “Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita.” (Ef. 2:4). Belas kasihan Yesus terhadap manusia bersumber pada belas kasihan Bapa surgawi. Ini paling jelas tampak dalam tindakan pemberian makanan, penyembuhan, dan pengusiran setan. Orang yang disembuhkan itu kembali ke rumah dan menyatakan belas kasih yang Allah tunjukkan kepadanya (Mrk 5:19). Manusia menerima belas kasihan dari Allah sekalipun dia tidak memintanya. Sementara itu yang lain meminta belas kasih Allah sebagai sumber belas kasih. “Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru: Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat mendeerita.” (Mat 15:22). “Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: Yesus Anak Daud kasihanilah aku. Banyak orang menegurnya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku.” (Mrk 10:47-48). Belas kasihan Allah tampak dalam bantuan praktis. Belas kasihan menjadi dasar keselamatan. Belas kasihan Allah yang ditunjukkan lewat hidup dan karya Yesus. Setiap tindakan Allah yang menyelamatkan saling berhubungan. Peristiwa pembebasan bangsa Israel dari Mesir, misalnya, tetap terkait dengan peristiwa pembebasan Yesus terhadap penyakit, penjara dosa, kuasa kejahatan, dan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kehendak Allah. Yang jelas, setiap tindakan Allah adaalah belas kasihan-Nya terhadap semua makhluk ciptaan-Nya. Keselamatan manusia berpangkal pada belas kasihan Allah. Setiap peristiwa Yesus adalah peristiwa belas kasihan. Nama Yesus sudah menunjuk jati diri- Nya sebagai Allah yang menyelamatkan. Dalam diskusi dengan orang-orang Romawi Rasul Paulus menggarisbawahi bahwa keselamatan tergantung pada belas kasihan Allah (Rom 9:15-18; 11:30-32; 9:15). 1 Pet 1:3 merujuk pada Perjanjian Lama ; Titus 3:5; Ef 2:4-5 menghubungkan keselamatan mereka yang bukan Israel dengan kekayaan belas kasih Allah. Belas kasih Allah ditampakkan di dalam Yesus Kristus. Belas kasihan Allah tampak dalam Gereja purba. Rasul Paulus sendiri menyadari bahwa dia bisa luput dari maut adalah suatu belas kasihan Allah yang datang bukan karena jasanya melainkan karena belas kasihan Allah (1 Tim 13:1; Tim 1:16). Dia juga menunjuk bahwa hak untuk ambil bagian dalam pelayanan adalah suatu keputusan Allah berdasarkan belas kasihan-Nya (2 Kor 4:1). Fil 2:27. 2 Tim 1:16; Tim 1:18). Hidup di dalam Kristus memberikan kelahiran dalam hati kaum beriman kepada suatu kesadaran bukan hanya sebagai penerima belas kasih Allah dalam rahmat keselamatan, namun juga menjadi penerima sehari-hari belas kasihan Allah yang segar (Rom 12:1; 2 Kor 1:3). Kaum Kristen dipanggil untuk menjadi saluran belas kasihan Allah di dalam Gereja dan dunia. Belas kasihan tampak jelas dalam pemberian derma (eleemosyne), sebuah istilah yang dikembangkan dari eleos. Luk 11:41 menunjukkan nilai pemberian derma sebagai suatu aturan religius yang tinggi tentang kemurnian. Dalam Luk 12:33 belas kasihan diungkkapkan dalam pemberian cinta kasih sebagai kekhasan kemuridan. Cara yang khusus ini menunjukkan belas kasihan yang dipuji dalam Gereja purba (Kis 9:36; 10:2) dan dengan jelas dianggap sebagai suatu aspek normal hidup kristiani (Kis 24:17). Dalam hal ini orang-orang Kristen menjadi tanda yang hidup belas kasih Allah yang sempurna yang diperkenalkan dalam Kristus dan pada suatu hari akan diwujudkan secara penuh. Sabda bahagia dalam Matius 5:7 menunjuk bahwa penampakan belas kasihan adalah salah satu tanda pembenaran, pemberian Allah yang dihubungkan dengan Kerajaan-Nya. Allah memungkinkannya. Allah telah menyelamatkan bangsa Israel (Luk 6:36). Menampakkan belas kasih kepada tetangga-tetangga kita adalah suatu tanggapan dasar umat Allah terhadap perjanjian-Nya (Luk 10:25-37). Berbelas kasihan kepada sesama adalah bagian tanggapan dasar umat Allah dalam belas kasihan-Nya. (Luk 10:25-37; Im. 19:17-18; Ul. 6:4-5). Tindakan belas kasihan adalah inti hidup rohani. Tiada belas kasihan adalah suatu tanda ketidakyakinan dan penolakan Allah (Rom. 1:28; Rom. 1:31). Yang Yesus tekankan adalah belas kasihan dan bukan persembahan (Mat 9:13). Iman kristiani yang sejati menghasilkan belas kasihan dan buah dalam tindakan belas kasihan yang tertuju pada mereka yang memerlukan bantuan. 3. Kerahiman dalam hidup berbangsa di Indonesia
Kemerdekaan Indonesia (17/8/1945) adalah suatu bukti belas
kasihan Allah terhadap bangsa Indonesia yang sudah beberapa abad dijajah Belanda dan diduduki Jepang secara kejam. Anak-aanak bangsa ditindas dan disiksa sesuai dengan keinginan penjajah. Tidak tahu persis berapa orang Indonesia yang menjadi korban keganasan Jepang. Perang Dunia meletus. Bung Karno dan kawan-kawan menggunakan “momentum” ini untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat. Kemerdekaan Indonesia adalah cermin kerahiman Sang Pencipta. Dalam belas kasihan ini anak-anak bangsa bisa menentukan arah hidup mereka Sejak kemerdekaan hingga sekarang, belas kasihan Tuhan telah dirasakan bangsa Indonesia. Pemberontakan-pemberontakan separatis yang terjadi sejak tiga tahun setelah kemerdekaan (1948: DI TII), (1967: kasus penumpasan komunisme di pelbagai daerah di Indonesia) hingga sekarang (2019) masih dapat ditangani dan diatasi, walaupun tidak selalu mudah. Tidak sedikit nyawa manusia Indonesia berjatuhan, baik yang ditimbulkan oleh kaum pemberontak separatis maupun “rancangan politis” rezim penguasa orde baru (Soeharto dkk) yang berbingkai penumpasan komunis di Indonesia. Ternyata, Indonesia masih bisa bertahan hingga kini. Di tengah peristiwa bencana dan musibah bencana alam yang mengerikan (tsunami, letusan gunung berapi) Tuhan tetap menampakkan dan menunjukkan belas kasihan-Nya di tengah bangsa Indonesia. Memang, jumlah korban tidak sedikit. Namun pada waktu itu, Tuhan tidak pernah tertidur. Dia tetap siap-siaga menolong manusia. Bencana alam, sehebat apa pun, harus berhenti pada waktunya, sehingga belas kasihan Tuhan semakin jelas di tengah dunia modern ini. Tentu, di balik semua gejala alam yang memilukan ini manusia Indonesia diundang untuk bertobat dan bertobat dari tindakan atau perbuatannya yang merugikan bangsa Indonesia. Kesadaran akan kehadiran Sang Pencipta masih lemah sehingga hidup dan perilaku manusia Indonesia acapkali belum mencerminkan penghayatan keimanan yang semestinya. Hidup sebagai anak bangsa Indonsesia adalah bentuk belas kasihan Tuhan terhadap anak-anak yang selama dijajah, diduduki, dan disiksa oleh penjajah. Pengalaman hidup sehari-hari menunjukkan bahwa secara konstitusional Negara Indonesia telah memberikan ruang untuk kebebasan beragama. Ini termasuk wujud belas kasihan Tuhan yang ditampakkan dalam negara kita walaupun terkadang muncul riak-riak yang tak menguntungkan, seperti “pelarangan” dan “penghambatan” izin untuk mendirikan rumah ibadat dengan regulasi pemerintah yang dianggap mempersulit pembangunan rumah ibadat. Namun, kesulitan ini sama sekali tidak menghentikan perjuangan bangsa Indonesia untuk merasakan belas kasihan Tuhan. Belas kasihan Tuhan sangat terasa dalam perjuangan hidup sehari-hari anak bangsa, yang masih diizinkan untuk melakukan kegiatan-kegiatan sebagai umat beriman. Umumnya, kesempatan untuk berdoa pribadi dan bersama masih terbuka dan berjalan baik. Terkadang ada riak-riak kecil dari kalangan mereka yang sulit menghargai keragaman dan perbedaan. Anak-anak bangsa diperkenankan untuk merasakan dan mengalami kebaikan Tuhan dalam hidup berbangsa dan bernegara. 4. Bagaimanakah berbagi pengalaman akan Tuhan?
Maria Faustina Kowalska sebegitu menggerakkan dunia setelah dia
sendiri mengalami kebesaran belas kasihan Tuhan Yesus dalam hidupnya. Dia tidak menyembunyikan rahasia ilahi itu, namun dia membagikannya kepada mereka yang sungguh mendambakan dan memerlukan belas kasihan Tuhan Yesus. Pengalaman rohaninya telah dibukukan sehingga setiap orang dapat mengikuti dan menyelami kedalaman pengalaman rohaninya. Bahkan, cara berdoa pun disampaikan kepada dunia, sehingga sekarang dunia sangat peduli dan terus-menerus mendoakan doa kerahiman demi kehidupan rohani yang tergantung penuh pada belas kasihan Tuhan. Kita telah mewarisi kekayaan rohani Maria Faustina Kowalska di tengah dunia yang sedang dilanda krisis nilai multidimensi, terutama nilai kerohanian dalam hidup sehari-hari. Sebenarnya kita adalah “co-creator” yang rela mengampuni dan berbelas kasih. Seperti Pencipta yang memiliki ribuan kebajikan begitu juga setiap manusia dipanggil untuk mewarisi kebajikan itu. Manusia menjadi murah hati, penyayang, panjang sabar, dan rela mengampuni. Pelayanan (diakonia) termasuk wujud belas kasihan yang dapat digalakkan di tengah masyarakat yang membutuhkan kita. Bukankah Yahweh dan Yesus pun telah melakukan diakonia bagi mereka yang membutuhkannya? Belas kasihan Tuhan pada hakikatnya berdimensi sosial, karena Tuhan itu sosial dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya pun berdimensi sosial. Akibatnya, apa pun yang diterima manusia dalam hidup sehari- hari memiliki pengaruh sosial. Pengalaman akan belas kasihan Tuhan lewat Sakramen Tobat, misalnya, mengundang saya untuk memperbaiki relasi pribadiku dengan Tuhan dan sesama manusia. Setelah bertobat, saya berusaha untuk tidak melakukan kejahatan yang merugikan sesama manusia. Adalah tidak mungkin saya menyembunyikan belas kasihan Tuhan dalam diri sendiri tanpa menularkannya kepada sesama manusia. Sekurang-kurangnya saya berusaha mengampuni sesama yang pernah melakukan kejahatan terhadapku selama ini. Pengaruh belas kasihan Tuhan dalam diriku adalah pembaruan hidup sebagai manusia baru yang membawa pembaruan dalam hidup sehari-hari. Sekurang-kurangnya saya hadir dan bertindak sebagai manusia baru yang sungguh mengalami belas kasihan Tuhan. Belas kasihan Tuhan mengundang saya untuk berbelas kasih kepada sesama manusia tanpa pandang bulu. Yang perlu lebih dibelaskasihani adalah mereka yang hidup dalam kesusahan, kesulitan, berkekurangan, dipinggirkan, diperlakukan dengan tidak adil, dan mereka yang tertindas. Saya berusaha sedemikian rupa sehingga mereka semua bisa mengalami belas kasihan Tuhan dalam setiap nafas hidup. Lewat belas kasihan tadi saya diundang untuk memandang sesuatu hingga lewat batas-batas atau sekat-sekat yang memisahkan manusia yang satu dari yang lain. Belas kasihan ini merangkul semua manusia yang hidup dalam kesulitan dan ketergantungan pada Bapa surgawi. Berbagi belas kasihan berarti saya membagikan rahmat yang saya terima dengan mereka yang berada di sekitar saya. Saya tidak menyimpan dan menyembunyikan rahmat Tuhan untuk diri-sendiri, melainkan saya salurkan kepada mereka yang memerlukannya. Penyaluran rahmat ini merupakan perpanjangan tangan Tuhan yang bisa meringankan derita sesama, mendatangkan kebahagiaan, dan memberikan kelegaan bagi mereka yang tertekan selama ini. Perintah cinta kasih Yesus (Yoh 13:34-35) semestinya diterapkan terus-menerus sebagai bukti belas kasihan Tuhan kepada manusia. Belas kasihan ini dipandang oleh Thomas Aquinas sebagai yang terbesar di antara semua kebajikan. Sebagai pendosa manusia tidak luput dari sentuhan belas kasihan Allah dalam hidup sehari-hari. Belas kasihan bisa menjadi obat bagi manusia zaman modern yang sedang sakit lahir dan batin. Belas kasihan dapat menyembuhkan dan menyehatkan hidup jasmani dan rohani manusia. Belas kasihan ini menampakkan diri ketika terjadi perbaikan, pembaruan, dan penyempurnaan dalam hidup manusia. Manusia tidak lagi diperbudak oleh kejahatan dan dosa, namun manusia mulai membagikan pengalaman pribadinya berupa kekayaan yang sungguh merombak hidup manusia secara mendasar. Berbagi belas kasihan berarti berbagi pengalaman rohani yang baru, segar, dan menjamin masa depan. Segala bentuk kecurigaan dan pandangan negatif mulai disingkirkan. Masalahnya, kapan dan bagaimanakah kita dapat memulai tindakan belas kasihan dalam lingkungan hidup kita sehari-hari? Akankah kita berhenti berbelas kasihan kalau kita menghadapi rintangan atau kesulitan dalam perwujudannya?