Anda di halaman 1dari 26

Berbagi Belas Kasihan Tuhan

(Dimensi Sosial Belas Kasihan)


1. Kerahiman dalam Perjanjian Lama

Istilah utama dalam bahasa Hibrani untuk melukiskan “belas


kasih” adalah hesed, yang menunjuk kebaikan kasih Allah.
Kata ini melampaui makna perasaan atau emosi, sebab kata
ini menekankan makna kesetia-kawanan (compassion) dan
cinta kasih. Kerahiman menjadi sifat (kualitas) Allah,
intrinsik kodrat Allah. Dalam sejumlah keadaan “kerahiman”
bisa menjadi lukisan yang memadai tentang Allah yang
adalah pengasih, adil, dan penyayang (Mzm 116:5).
Dalam doanya Tobit memohon belas kasihan Tuhan semesta
alam. “... Mohonlah kepada Tuhan semesta langit, moga-moga ia
berbelas kasihan kepada kamu dan melindungi kamu.” (Tob
6:17). “Sangat susah hatiku, biarlah kiranya kita jatuh ke dalam
tangan Tuhan, sebab besar kasih sayang-Nya; tetapi janganlah aku
jatuh ke dalam tangan manusia.” (2 Sam 24:14). Kerahiman Allah
besar dan tak kenal batas. Kerahiman ilahi tidak buta atau tuli,
walaupun Allah tenggang rasa dengan pemberontakan Israel
dengan kerahiman untuk jangka waktu sangat lama.
“Mereka menolak untuk patuh dan tidak mengingat
perbuatan-perbuatan yang ajaib yang telah Kaubuat di
antara mereka. Mereka bersitegang leher malah berkeras
kepala untuk kembali ke perbudakan di Mesir. Tetapi
Engkaulah Allah yang sudi mengampuni, yang pengasih
dan penyayang, yang panjang sabar dan berlimpah kasih
setia-Nya. Engkau tidak meninggalkan mereka.” (Neh
9:17). Pada waktu bangsa Israel membuat anak lembu
tuangan, Allah tidak meninggalkan bangsa Israel di
padang gurun karena kasih sayang Allah yang besar (Neh
9:19).
Karena kasih sayang yang besar Dia sama sekali tidak
membinasakan bangsa Israel dan tidak meninggalkan mereka,
karena Allah itu pengasih dan penyayang (Neh 9:31). Sekalipun
dalam kemurkaan, kerahiman Allah dapat dilihat dan diharapkan.
Dalam keadaan hati yang sangat susah Daud berbicara dengan Gad
supaya dia jatuh ke dalam tangan Tuhan, sebab besar kasih sayang-
Nya. Dia berharap agar tidak jatuh ke dalam tangan manusia (2 Sam
24:14). Biarlah orang fasik kembali kepada Allah, Dia akan
mengasihaninya sebab Ia memberikan pengampunan yang
berlimpah (Yes 55:7). Pengakuan iman ini menunjukkan betapa
besarnya kerahiman Yahweh kepada umat-Nya.
Belas kasihan sebagai tindakan nyata menjadi dasar dan tenaga
yang menggerakkan perjanjian antara Allah dengan manusia. Dia
yang memulai untuk berbelas kasihan lewat Musa dengan
membebaskan bangsa Israel dari Mesir. “Berjalanlah Tuhan lewat
dari depannya dan berseru: ‘Tuhan, Tuhan, Allah penyayang dan
pengasih, panjang sabar, berlimpah kasih-Nya dan setia-Nya.”
(Kel 34:6). Allah tetap menjalin hubungan baik dengan manusia
walaupun manusia dililit dosa. Dia mengampuni dan menghapus
dosa dan kejahatan manusia. Sejak purbakala Allah telah berbelas
kasihan. “Ingatlah segala rahmat-Mu dan kasih setia-Mu, ya
Tuhan, sebab semuanya itu sudah ada sejak purbakala.” (Mzm
25:6). Belas kasihan melestarikan suatu perjanjian.
Perlindungan, tuntunan, dan kehadiran Yahweh di tengah bangsa
Israel menunjukkan belas kasihan Yahweh (bdk. Mzm 23:6).
Alasannya, Yahweh yang memulai untuk melakukan tindak belas
kasihan. Belas kasihan yang diberikannya adalah rahmat dan bukan
karena jasa manusia. Belas kasihan Allah berhubungan erat dengan
pengampunan (Kel 34:9; Bil 14:19), suatu disposisi yang lebih
mendasar tentang belas kasihan yang tertuju pada pengampunan,
dan suatu cinta yang teguh yang dengannya Allah mempertahankan
perjanjian dan terus-menerus mengampuni umat-Nya (Mzm 25:6;
40:11; 51:1). Semua janji Yahweh mencerminkan janji yang
berbelas kasihan Tuhan bagi umat manusia.
2. Kerahiman dalam zaman Yesus

Dunia Perjanjian Baru sering kali menggunakan kata eleos, namun


kata oiktirmos/oiktiro juga digunakan untuk menunjuk kerahiman,
merasa simpati. Tema kerahiman diteropong dalam cahaya Kristus
sebagai ungkapan tertinggi cinta kasih, belas kasihan, dan rahmat.
Ungkapan terjelas belas kasihan tampak dalam pelayanan penebusan
Yesus Kristus. Bunda Maria, misalnya, menyebut belas kasihan Allah
sebagai ungkapan kesetiaan yang berkesinambungan kepada Israel
(Luk. 1:50, 54, 58, 72, 78). Dia mengalami belas kasihan Tuhan
sebagai hamba Tuhan. Dia tidak pernah berhenti berbelas kasih. Belas
kasih-Nya merangkul semua makhluk ciptaan
“Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh
belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau
bermurah hati.” (Rom 9:15-16). “...justru untuk menyatakan
kekayaan kemuliaan-Mya atas benda-benda belas kasihan-Nya
yang telah dipersiapkan-Nya untuk kemuliaan...” (Rom 9:23).
“Tetapi Allah yang kaya dengan rahmat, oleh karena kasih-Nya
yang besar, yang dilimpahkan-Nya kepada kita.” (Ef. 2:4).
Belas kasihan Yesus terhadap manusia bersumber pada belas
kasihan Bapa surgawi. Ini paling jelas tampak dalam tindakan
pemberian makanan, penyembuhan, dan pengusiran setan. Orang
yang disembuhkan itu kembali ke rumah dan menyatakan belas
kasih yang Allah tunjukkan kepadanya (Mrk 5:19). Manusia
menerima belas kasihan dari Allah sekalipun dia tidak memintanya.
Sementara itu yang lain meminta belas kasih Allah sebagai sumber
belas kasih. “Maka datanglah seorang perempuan Kanaan dari
daerah itu dan berseru: Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud,
karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat mendeerita.”
(Mat 15:22).
“Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia
berseru: Yesus Anak Daud kasihanilah aku. Banyak orang menegurnya supaya
ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku.”
(Mrk 10:47-48). Belas kasihan Allah tampak dalam bantuan praktis.
Belas kasihan menjadi dasar keselamatan. Belas kasihan Allah yang
ditunjukkan lewat hidup dan karya Yesus. Setiap tindakan Allah yang
menyelamatkan saling berhubungan. Peristiwa pembebasan bangsa Israel dari
Mesir, misalnya, tetap terkait dengan peristiwa pembebasan Yesus terhadap
penyakit, penjara dosa, kuasa kejahatan, dan tindakan-tindakan yang
bertentangan dengan kehendak Allah. Yang jelas, setiap tindakan Allah
adaalah belas kasihan-Nya terhadap semua makhluk ciptaan-Nya.
Keselamatan manusia berpangkal pada belas kasihan Allah. Setiap peristiwa
Yesus adalah peristiwa belas kasihan. Nama Yesus sudah menunjuk jati diri-
Nya sebagai Allah yang menyelamatkan. Dalam diskusi dengan orang-orang
Romawi Rasul Paulus menggarisbawahi bahwa keselamatan tergantung pada
belas kasihan Allah (Rom 9:15-18; 11:30-32; 9:15). 1 Pet 1:3 merujuk pada
Perjanjian Lama ; Titus 3:5; Ef 2:4-5 menghubungkan keselamatan mereka
yang bukan Israel dengan kekayaan belas kasih Allah. Belas kasih Allah
ditampakkan di dalam Yesus Kristus.
Belas kasihan Allah tampak dalam Gereja purba. Rasul Paulus
sendiri menyadari bahwa dia bisa luput dari maut adalah suatu belas
kasihan Allah yang datang bukan karena jasanya melainkan karena
belas kasihan Allah (1 Tim 13:1; Tim 1:16). Dia juga menunjuk
bahwa hak untuk ambil bagian dalam pelayanan adalah suatu
keputusan Allah berdasarkan belas kasihan-Nya (2 Kor 4:1). Fil
2:27. 2 Tim 1:16; Tim 1:18). Hidup di dalam Kristus memberikan
kelahiran dalam hati kaum beriman kepada suatu kesadaran bukan
hanya sebagai penerima belas kasih Allah dalam rahmat
keselamatan, namun juga menjadi penerima sehari-hari belas kasihan
Allah yang segar (Rom 12:1; 2 Kor 1:3). Kaum Kristen dipanggil
untuk menjadi saluran belas kasihan Allah di dalam Gereja dan
dunia.
Belas kasihan tampak jelas dalam pemberian derma (eleemosyne),
sebuah istilah yang dikembangkan dari eleos. Luk 11:41
menunjukkan nilai pemberian derma sebagai suatu aturan religius
yang tinggi tentang kemurnian. Dalam Luk 12:33 belas kasihan
diungkkapkan dalam pemberian cinta kasih sebagai kekhasan
kemuridan. Cara yang khusus ini menunjukkan belas kasihan yang
dipuji dalam Gereja purba (Kis 9:36; 10:2) dan dengan jelas
dianggap sebagai suatu aspek normal hidup kristiani (Kis 24:17).
Dalam hal ini orang-orang Kristen menjadi tanda yang hidup belas
kasih Allah yang sempurna yang diperkenalkan dalam Kristus dan
pada suatu hari akan diwujudkan secara penuh.
Sabda bahagia dalam Matius 5:7 menunjuk bahwa penampakan belas kasihan
adalah salah satu tanda pembenaran, pemberian Allah yang dihubungkan
dengan Kerajaan-Nya. Allah memungkinkannya. Allah telah menyelamatkan
bangsa Israel (Luk 6:36). Menampakkan belas kasih kepada tetangga-tetangga
kita adalah suatu tanggapan dasar umat Allah terhadap perjanjian-Nya (Luk
10:25-37). Berbelas kasihan kepada sesama adalah bagian tanggapan dasar
umat Allah dalam belas kasihan-Nya. (Luk 10:25-37; Im. 19:17-18; Ul. 6:4-5).
Tindakan belas kasihan adalah inti hidup rohani. Tiada belas kasihan adalah
suatu tanda ketidakyakinan dan penolakan Allah (Rom. 1:28; Rom. 1:31). Yang
Yesus tekankan adalah belas kasihan dan bukan persembahan (Mat 9:13). Iman
kristiani yang sejati menghasilkan belas kasihan dan buah dalam tindakan belas
kasihan yang tertuju pada mereka yang memerlukan bantuan.
3. Kerahiman dalam hidup berbangsa di Indonesia

 Kemerdekaan Indonesia (17/8/1945) adalah suatu bukti belas


kasihan Allah terhadap bangsa Indonesia yang sudah beberapa abad
dijajah Belanda dan diduduki Jepang secara kejam. Anak-aanak
bangsa ditindas dan disiksa sesuai dengan keinginan penjajah. Tidak
tahu persis berapa orang Indonesia yang menjadi korban keganasan
Jepang. Perang Dunia meletus. Bung Karno dan kawan-kawan
menggunakan “momentum” ini untuk memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia sebagai sebuah negara yang berdaulat.
Kemerdekaan Indonesia adalah cermin kerahiman Sang Pencipta.
Dalam belas kasihan ini anak-anak bangsa bisa menentukan arah
hidup mereka
Sejak kemerdekaan hingga sekarang, belas kasihan Tuhan telah
dirasakan bangsa Indonesia. Pemberontakan-pemberontakan
separatis yang terjadi sejak tiga tahun setelah kemerdekaan (1948:
DI TII), (1967: kasus penumpasan komunisme di pelbagai daerah
di Indonesia) hingga sekarang (2019) masih dapat ditangani dan
diatasi, walaupun tidak selalu mudah. Tidak sedikit nyawa
manusia Indonesia berjatuhan, baik yang ditimbulkan oleh kaum
pemberontak separatis maupun “rancangan politis” rezim
penguasa orde baru (Soeharto dkk) yang berbingkai penumpasan
komunis di Indonesia. Ternyata, Indonesia masih bisa bertahan
hingga kini.
Di tengah peristiwa bencana dan musibah bencana alam yang
mengerikan (tsunami, letusan gunung berapi) Tuhan tetap menampakkan
dan menunjukkan belas kasihan-Nya di tengah bangsa Indonesia.
Memang, jumlah korban tidak sedikit. Namun pada waktu itu, Tuhan tidak
pernah tertidur. Dia tetap siap-siaga menolong manusia. Bencana alam,
sehebat apa pun, harus berhenti pada waktunya, sehingga belas kasihan
Tuhan semakin jelas di tengah dunia modern ini. Tentu, di balik semua
gejala alam yang memilukan ini manusia Indonesia diundang untuk
bertobat dan bertobat dari tindakan atau perbuatannya yang merugikan
bangsa Indonesia. Kesadaran akan kehadiran Sang Pencipta masih lemah
sehingga hidup dan perilaku manusia Indonesia acapkali belum
mencerminkan penghayatan keimanan yang semestinya.
Hidup sebagai anak bangsa Indonsesia adalah bentuk belas kasihan
Tuhan terhadap anak-anak yang selama dijajah, diduduki, dan disiksa
oleh penjajah. Pengalaman hidup sehari-hari menunjukkan bahwa
secara konstitusional Negara Indonesia telah memberikan ruang untuk
kebebasan beragama. Ini termasuk wujud belas kasihan Tuhan yang
ditampakkan dalam negara kita walaupun terkadang muncul riak-riak
yang tak menguntungkan, seperti “pelarangan” dan “penghambatan”
izin untuk mendirikan rumah ibadat dengan regulasi pemerintah yang
dianggap mempersulit pembangunan rumah ibadat. Namun, kesulitan
ini sama sekali tidak menghentikan perjuangan bangsa Indonesia untuk
merasakan belas kasihan Tuhan.
Belas kasihan Tuhan sangat terasa dalam perjuangan hidup
sehari-hari anak bangsa, yang masih diizinkan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan sebagai umat beriman. Umumnya, kesempatan
untuk berdoa pribadi dan bersama masih terbuka dan berjalan baik.
Terkadang ada riak-riak kecil dari kalangan mereka yang sulit
menghargai keragaman dan perbedaan. Anak-anak bangsa
diperkenankan untuk merasakan dan mengalami kebaikan Tuhan
dalam hidup berbangsa dan bernegara.
4. Bagaimanakah berbagi pengalaman akan Tuhan?

 Maria Faustina Kowalska sebegitu menggerakkan dunia setelah dia


sendiri mengalami kebesaran belas kasihan Tuhan Yesus dalam
hidupnya. Dia tidak menyembunyikan rahasia ilahi itu, namun dia
membagikannya kepada mereka yang sungguh mendambakan dan
memerlukan belas kasihan Tuhan Yesus. Pengalaman rohaninya
telah dibukukan sehingga setiap orang dapat mengikuti dan
menyelami kedalaman pengalaman rohaninya. Bahkan, cara berdoa
pun disampaikan kepada dunia, sehingga sekarang dunia sangat
peduli dan terus-menerus mendoakan doa kerahiman demi
kehidupan rohani yang tergantung penuh pada belas kasihan Tuhan.
Kita telah mewarisi kekayaan rohani Maria Faustina Kowalska di
tengah dunia yang sedang dilanda krisis nilai multidimensi,
terutama nilai kerohanian dalam hidup sehari-hari.
Sebenarnya kita adalah “co-creator” yang rela mengampuni dan berbelas
kasih. Seperti Pencipta yang memiliki ribuan kebajikan begitu juga setiap
manusia dipanggil untuk mewarisi kebajikan itu. Manusia menjadi murah hati,
penyayang, panjang sabar, dan rela mengampuni. Pelayanan (diakonia)
termasuk wujud belas kasihan yang dapat digalakkan di tengah masyarakat yang
membutuhkan kita. Bukankah Yahweh dan Yesus pun telah melakukan diakonia
bagi mereka yang membutuhkannya?
Belas kasihan Tuhan pada hakikatnya berdimensi sosial, karena Tuhan
itu sosial dan manusia sebagai makhluk ciptaan-Nya pun berdimensi
sosial. Akibatnya, apa pun yang diterima manusia dalam hidup sehari-
hari memiliki pengaruh sosial. Pengalaman akan belas kasihan Tuhan
lewat Sakramen Tobat, misalnya, mengundang saya untuk memperbaiki
relasi pribadiku dengan Tuhan dan sesama manusia. Setelah bertobat,
saya berusaha untuk tidak melakukan kejahatan yang merugikan sesama
manusia. Adalah tidak mungkin saya menyembunyikan belas kasihan
Tuhan dalam diri sendiri tanpa menularkannya kepada sesama manusia.
Sekurang-kurangnya saya berusaha mengampuni sesama yang pernah
melakukan kejahatan terhadapku selama ini.
Pengaruh belas kasihan Tuhan dalam diriku adalah pembaruan hidup
sebagai manusia baru yang membawa pembaruan dalam hidup sehari-hari.
Sekurang-kurangnya saya hadir dan bertindak sebagai manusia baru yang
sungguh mengalami belas kasihan Tuhan. Belas kasihan Tuhan mengundang
saya untuk berbelas kasih kepada sesama manusia tanpa pandang bulu. Yang
perlu lebih dibelaskasihani adalah mereka yang hidup dalam kesusahan,
kesulitan, berkekurangan, dipinggirkan, diperlakukan dengan tidak adil, dan
mereka yang tertindas. Saya berusaha sedemikian rupa sehingga mereka
semua bisa mengalami belas kasihan Tuhan dalam setiap nafas hidup. Lewat
belas kasihan tadi saya diundang untuk memandang sesuatu hingga lewat
batas-batas atau sekat-sekat yang memisahkan manusia yang satu dari yang
lain. Belas kasihan ini merangkul semua manusia yang hidup dalam kesulitan
dan ketergantungan pada Bapa surgawi.
Berbagi belas kasihan berarti saya membagikan rahmat yang saya terima
dengan mereka yang berada di sekitar saya. Saya tidak menyimpan dan
menyembunyikan rahmat Tuhan untuk diri-sendiri, melainkan saya salurkan
kepada mereka yang memerlukannya. Penyaluran rahmat ini merupakan
perpanjangan tangan Tuhan yang bisa meringankan derita sesama,
mendatangkan kebahagiaan, dan memberikan kelegaan bagi mereka yang
tertekan selama ini. Perintah cinta kasih Yesus (Yoh 13:34-35) semestinya
diterapkan terus-menerus sebagai bukti belas kasihan Tuhan kepada
manusia. Belas kasihan ini dipandang oleh Thomas Aquinas sebagai yang
terbesar di antara semua kebajikan. Sebagai pendosa manusia tidak luput
dari sentuhan belas kasihan Allah dalam hidup sehari-hari. Belas kasihan
bisa menjadi obat bagi manusia zaman modern yang sedang sakit lahir dan
batin. Belas kasihan dapat menyembuhkan dan menyehatkan hidup jasmani
dan rohani manusia.
Belas kasihan ini menampakkan diri ketika terjadi perbaikan, pembaruan,
dan penyempurnaan dalam hidup manusia. Manusia tidak lagi diperbudak oleh
kejahatan dan dosa, namun manusia mulai membagikan pengalaman
pribadinya berupa kekayaan yang sungguh merombak hidup manusia secara
mendasar. Berbagi belas kasihan berarti berbagi pengalaman rohani yang baru,
segar, dan menjamin masa depan. Segala bentuk kecurigaan dan pandangan
negatif mulai disingkirkan. Masalahnya, kapan dan bagaimanakah kita dapat
memulai tindakan belas kasihan dalam lingkungan hidup kita sehari-hari?
Akankah kita berhenti berbelas kasihan kalau kita menghadapi rintangan atau
kesulitan dalam perwujudannya?

Anda mungkin juga menyukai