Anda di halaman 1dari 31

UU NO.

36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan
Raisya Hasina S.Farm.,M.Sc., Apt
PEMBUATAN UU  PERTIMBANGAN

ASPEK YURIDIS UUD, UU LAIN


 MENGINGAT
ASPEK FILOSOFIS  PERTIMBANGAN-2
DIPERLUKANNYA UU/PERATURAN
 MENIMBANG
ASPEK SOSIOLOGIS  BUDAYA
SETEMPAT, BISA/TIDAK
DILAKSANAKAN
Undang-Undang No.23/92 tentang Kesehatan (I)

Kesehatan : Keadaan sejahtera dari badan,


jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis
Sarana kesehatan : tempat yang digunakan
untuk menyelenggarakan upaya kesehatan
Upaya kesehatan: setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan
yang dilakukan oleh pemerintah dan atau
masyarakat
Undang-Undang No.23/92 tentang Kesehatan (II)
Sediaan farmasi : obat, bahan obat, obat tradisional
dan kosmetika
Obat (jadi) : sediaan/paduan bahan-2 termasuk
produk biologi dan kontrasepsi, yg siap digunakan
untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem
fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka
penetapan diagnosa, pencegahan, penyembuhan,
pemulihan dan peningkatan kesehatan
Obat tradisional : bahan/ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan/hewan/mineral, sediaan
sariaan (galenik) atau campuran dari bahan
tersebut yang secara turun-temurun telah
digunakan untuk pengobatan berdasarkan
pengalaman
Kep.KaBadan POM HK.00.05.4.2411

Obat Bahan Alami Indonesia (OBAI):


Obat bahan Alam yang diproduksi di
Indonesia
Berdasarkan jenis klaim penggunaan
dan tingkat pembuktian khasiat OBAI:
 Jamu
 Obat Herbal terstandar
 Fitofarmaka
Peraturan Menteri Kesehatan (I)
Fitofarmaka : Sediaan obat dan obat tradisional
yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya,
bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan
galenik yang telah memenuhi persyaratan berlaku
(Permen 760/Menkes/Per/IX/1992)
Kosmetika : Sediaan atau paduan bahan yang siap
untuk digunakan pada bagian luar badan
(epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin
luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan,
menambah daya tarik, mengubah penampakan,
melindungi supaya tetap dalam keadaan baik,
memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu
penyakit (Permen 140/Menkes/Per/III/1991)
Peraturan Menteri Kesehatan (II)

Kosmetika adalah bahan atau sediaan yg


dimaksudkan untuk digunakan pada bagian
luar tubuh manusia (epidermis, rambut,
kuku, bibir, dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara
tubuh pada kondisi baik (Kep.Badan POM
No.HK.00.05.4.1745 Tahun 2003)
Peraturan Menteri Kesehatan (III)
Perbekalan Kesehatan Rumah tangga (PKRT):
Alat, bahan atau campuran untuk
pemeliharaan dan perawatan kesehatan
untuk manusia, hewan peliharaan rumah
tangga dan tempat-tempat umum
(Permen 140/Menkes/Per/III/1991)
Peraturan Menteri Kesehatan (IV)
Permenkes 140/Menkes/Per/III/1991
Alat Kesehatan: bahan, instrumen, aparatus, mesin, alat
untuk ditanamkan, reagen/produk diagnostik invitro atau
barang lain yg sejenis atau yg terkait, termasuk komponen,
bagian dan perlengkapannya yg:
 Disebut dalam FI, EFI, Formularium Nas atau

suplemennya dan atau


 Digunakan u/mendignosa penyakit, menyembuhkan,

merawat, memulihkan, meringankan atau mencegah


penyakit pd manusia dan atau
 Dimaksudkan u/mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh

manusia dan atau


 Dimaksudkan u/mendiagnosa kondisi bukan penyakit

Dan yg dalam mencapai tujuan utamanya:


 Tidak melalui reaksi kimia pd/dlm tubuh manusia dan atau

 Tidak tergantung dari metabolisme tubuh


Undang-Undang No.23/92 tentang
Kesehatan (III)
Pekerjaan kefarmasian :
Pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan
dan distribusi obat, pengelolaan obat, pelayanan
obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat
tradisional H
A
R
U
S

DILAKUKAN OLEH
NAKES AHLI DAN FARMASIS/APOTEKER
BERWENANG (PS.63)
Peraturan Pemerintah No.72/1998 tentang
Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat
Kesehatan
Tujuan :
Melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan
oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan
yang tidak memenuhi persyaratan mutu, keamanan
dan atau kemanfaatan
Bahan obat/obat jadi  Farmakope/standar lain
Obat tradisional  Materia Medika Indonesia
Kosmetika  Kodeks Kosmetika Indonesia
Alat Kesehatan  ditetapkan oleh Menteri
Sediaan Farmasi dan
Alat Kesehatan Izin edar (terdaftar)
Depkes RI POM

Obat dengan nomor pendaftaran : 15 digit


                  Digit 1 : D : menunjukkan nama dagang
G : menunjukkan nama generic
              Digit 2 : K : Golongan obat keras
T : Golongsn obat bebas terbatas
B : Golongan obat bebas
P : Golongan obat Psikotropika
N : Golongan obat Narkotika
H : Golongan obat hewan
Digit 3 : I : Obat jadi impor
L : Obat jadi produksi local
E : Obat jadi untuk keperluan ekspor
X : Obat jadi untuk keperluan khusus
( misalnya untuk keperluan program
Digit 4, 5 : Membedakan periode pendaftaran obat jadi:

Digit 6, 7, 8 : menunjukkan nomor urut pabrik

Digit 9, 10, 11 : menunjukkan nomor urut obat jadi yang


disetujui untuk masing-masing pabrik

Digit 12, 13 : menunjukkan bentuk sediaan obat jadi

Digit 14 : menunjukkan kekuatan sediaan obat jadi


              

      A : kekuatan sediaan obat jadi yang pertama disetujui


   B : kekuatan sediaan obat jadi yang kedua disetujui
  C dst: kekuatan sediaan obat jadi yang ketiga disetujui

Digit 15 : Menunjukkan kemasan berbeda untuk tiap


nama, kekuatan dan bentuk sediaan obat jadi
Obat tradisional dengan nomor pendaftaran : 9 digit
• Tradisional Lokal : TR
Tradisional batasan dgn obat/MKN :
• Tradisional lisensi : TL
BTR/BTI/BTL QD/QI/QL
• Tradisional Import : TI
SD/SI/SL
• Fito Farmaka : POM FF

Kosmetika dengan nomor pendaftaran : 10 digit


• Kosmetika lokal : CD
• Kosmetika import : CL

Alat Kesehatan dengan nomor pendaftaran : 10 digit


• Alkes lokal : KD Depkes AKL 11 digit
• Alkes import : KL
Perbekalan kesehatan rumah tangga nomor pendaftaran :
10 digit
• PKRT Lokal : PD
• PKRT import : PL
UU No.8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen
Tujuan :
 Meningkatkan kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri
 Menghindarkan dari ekses negatif
 Meningkatkan pemberdayaan konsumen
 Mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi
 Menumbuhkan sikap yg jujur dan bertanggung
jawab
 Meningkatkan kualitas jasa untuk menjamin
keamanan, kenyamanan dan keselamatan
Ketentuan umum (1) :

Perlindungan Konsumen : segala upaya yang


menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen
Konsumen : setiap orang pemakai barang dan
atau jasa, untuk kepentingan sendiri, keluarga,
orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak
untuk diperdagangkan
Barang : setiap benda berwujud/tidak,
bergerak/tidak, dapat dihabiskan/tidak, dapat
untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan
atau dimanfaatkan konsumen
Ketentuan umum (2) :
Jasa : setiap layanan yg berbentuk pekerjaan atau
prestasi yg disediakan bagi masyarakat untuk
dimafaatkan oleh konsumen
Pelaku usaha : setiap orang perseorangan/ badan
usaha, badan hukum/tidak, didirikan/
berkedudukan/melakukan kegiatan di Indonesia,
baik sendiri/bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi
Promosi : kegiatan pengenalan/penyebarluasan
informasi suatu barang dan atau jasa untuk
menarik minat beli konsumen terhadap barang/jasa
yg akan dan sedang diperdagangkan
HAK KONSUMEN (PASIEN) :
 Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dlm
mengkonsumsi jasa/barang (obat)
 Hak untuk memilih jasa pelayanan/ barang (obat)
sesuai dengan nilai tukar, kondisi dan jaminan yang
diijinkan
 Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur
mengenai jasa pelayanan
 Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya
 Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan
upaya penyelesaian sengketa
 Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen
 Hak untuk dilayani secara benar, jujur dan tidak
diskriminatif
 Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi apabila
jasa/barang (obat) yg diberikan tidak sesuai
sebagaimana mestinya
Kewajiban konsumen (Pasien) :

Membaca atau mengikuti petunjuk informasi


dan prosedur pelayanan demi keamanan dan
keselamatan
Beritikat baik dalam penggunaan jasa
pelayanan
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang
telah disepakati
Mengikuti upaya penyelesaian hukum
sengketa perlindungan konsumen
Kewajiban Farmasis sebagai pelaku usaha :
Beritikat baik dalam melakukan pelayanan
Memberikan informasi yang benar, jelas dan
jujur
Memperlakukan dan memberikan pelayanan
dan barang (obat) kepada konsumen/pasien
secara jujur, benar dan tidak diskriminatif
Menjamin mutu pelayanan (kompetensi)
berdasarkan standar mutu pelayanan
(standar kompetensi) yang berlaku
Memberi kompensasi atau ganti rugi akibat
kerugian atas pemberian pelayanan/barang
(0bat) yang tidak sesuai
Hak Farmasis sebagai pelaku usaha :

 Menerima pembayaran sesuai dgn


kesepakatan mengenai jenis dan kondisi
barang (obat) serta nilai jasa
 Mendapat perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yg beritikat tidak baik
 Melakukan pembelaan diri
 Rehabilitasi nama baik apabila secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan
oleh jasa pelayanan dan barang (obat) yang
diberikan
LARANGAN BAGI PELAKU USAHA
Memproduksi/memperdagangkan barang/jasa
yang tidak memenuhi/sesuai dengan standar
Memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan
yang rusak, cacat, atau bekas dan tercemar,
dengan atau tanpa memberikan informasi
secara lengkap dan benar
Menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen
makanan, alkes, dan jasa pelayanan kesehatan
dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
berupa barang/jasa lain
HAK, KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB
NAKES DIKAITKAN DENGAN UU KESEHATAN
Pasal 50, didalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan
maka nakes bertugas menyelenggarakan atau melakukan
kegiatan sesuai dengan bidang keakhlian atau kewenangan
nakes yang bersangkutan
Pasal 53 (1), Nakes berhak memperoleh perlindungan hukum
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
Pasal 53 (2), Nakes dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban mematuhi standard profesi dan menghormati
hak pasien :
 Hak atas informasi
 Hak memberikan/menolak persetujuan
 Hak atas pendapat kedua
 Hak atas rahasia kedokteran/kefarmasian?
Pasal 54, tindakan disiplin dapat dikenakan terhadap nakes
yang melakukan kesalahan atau kelalaian dalam
melaksanakan profesinya
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

PEMBINAAN PENGAWASAN
 Untuk mewujudkan derajat
kesehatan optimal
 Penyelenggaraan
 Terpenuhi kebutuhan pelayanan
upaya kesehatan
dan perbekalan kesehatan yang pemerintah/swasta
cukup, aman, bermutu dan dilakukan
terjangkau pengawasan oleh
Melindungi masyarakat
Pemerintah

terhadap gangguan/bahaya
bagi kesehatan  Pelanggaran oleh
 Memberikan kemudahan untuk Nakes/ Sarkes
peningkatan upaya Kes diambil tindakan
 Meningkatkan mutu pengabdian administratif
profesi nakes
 Nakes lalai/salah
melaksanakan tugas
SANKSI PIDANA
Memenuhi kriteria unsur kesengajaan, sedangkan untuk
Nakes dalam melaksanakan tugas profesionalnya diputuskan
terlebih dahulu oleh MDTK

Dengan sengaja, memproduksi, mengedarkan obat/bahan obat


TMS Farmakope/standar buku lain (Ps 40), dipidana penjara
maks. 15 tahun dan denda maks. 300 juta

Tanpa keahlian dan kewenangan, dengan sengaja melakukan


pekerjaan kefarmasian (ps 63) dipidana penjara maks. 5 tahun
atau denda maks. 100 juta
Dengan sengaja:
 Memproduksi/mengedarkan Otrad TMS (Ps. 40)
 Memproduksi/mengedarkan Kosmetika TMS (Ps. 40)
Edarkan sed. farmasi & alkes TMS penandaan/informasi(Ps.41)
Memproduksi/mengedarkan zat adiktif TMS (Ps.44)
Dipidana penjara maks. 5 tahun atau denda maks. 100 juta
ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN
 ETIKA KESEHATAN
1. KEHARUSAN UNTUK MENJALANKAN PROFESINYA SECARA
BERTANGGUNG JAWAB
2. MENJALANKAN PROFESINYA SESUAI DENGAN
KOMPETENSINYA
3. KEHARUSAN UNTUK TIDAK MELANGGAR HAK-HAK
ORANG LAIN

HUKUM KESEHATAN :
1. BERSIFAT “LECT SPECIALIST”
2. SEBAGAI PEDOMAN BAGI PELAKSANAAN
TUGAS PROFESI DALAM PELAYANAN KESEHATAN
HUBUNGAN KERJA PROFESI KESEHATAN

ANTAR PROFESI SEJAWAT


PROFESI
KESEHATAN

ETIKA HUKUM
KESEHATAN PELANGGAN/PASIEN KESEHATAN

HUKUM UMUM
PENYELESAIAN PERMASALAHAN
PELAYANAN KESEHATAN
TAHAP PERTAMA (INTERN):
PENDEKATAN MEDIS OLEH TIM AUDIT MEDIS MAUPUN KOMISI PENILAIAN
MALPRAKTIS

TAHAP KEDUA (BERHUBUNGAN DENGAN KODE ETIK):


KESALAHAN ETIKA (MORAL INSENSIBILITY)  PELANGGARAN ETIKA:
PELANGGARAN ETIKA PROFESI  MAJELIS KODE ETIK  BUKAN
PELANGGARAN HUKUM
PELANGGARAN PERATURAN HUKUM  PANITIA PERTIMBANGAN
PEMBINAAN ETIK  SANKSI NASEHAT/TEGORAN/TINDAKAN
ADMINISTRATIF DIPUTUSKAN MENKES
STANDAR PROFESI DAN HAK PASIEN (PROFESSION INSENSIBILITY) 
DIKENAI TINDAKAN DISIPLIN  SANKSI ADMINISTRATIF/ PEMBAYARAN
GANTI RUGI YANG DITETAPKAN OLEH MAJELIS DISIPLIN TENAGA
KESEHATAN

TAHAP KETIGA : KESALAHAN MEDIS YANG DAPAT DIPERTANGGUNGJAWABKAN


SEBAGAI PELANGGARAN HUKUM PERDATA/PIDANA  DITETAPKAN TERLEBIH
DAHULU PERADILAN PROFESI, KEMUDIAN DISERAHKAN PADA PERADILAN UMUM
KOLABORASI KERJA ANTAR
TENAGA KESEHATAN
TENAGA KESEHATAN MELAKUKAN KEGIATAN
PELAYANAN KESEHATAN SESUAI DENGAN
KEAHLIAN DAN ATAU KEWENANGAN
TENAGA MEDIS MELAKSANAKAN
“PENETAPAN/PENEGAKAN DIAGNOSA”
TENAGA FARMASIS MELAKUKAN ASUHAN
KEFARMASIAN
TENAGA KEPERAWATAN MELAKUKAN ASUHAN
KEPERAWATAN

Anda mungkin juga menyukai