Kudus Oleh: 1. Lika Tabita / 1928701TH 2. Natalie Lamvina / 1929601TH Pengertian Etika Pelayanan dan Roh Kudus 1. Etika Pelayanan • Secara etimologi, kata etika berasal dari penggabungan kata Yunani Kuno, yaitu Ethos (kata benda, yang berarti kebiasaan, adat) dan ethikos (kata sifat, yang berarti kesusilaan, perasaan batin atau kecenderungan hati seseorang ketika melakukan suatu perbuatan). Dengan demikian, etika adalah ilmu tentang perbuatan atau tingkah laku manusia yang dapat dinilai baik dan buruk. • J. Verkuyl (2013: 1-2) berpendapat bahwa kata etika sering dikaitkan dengan kata moral karena dalam Bahasa Latin, kata ethos dan ethikos diterjemahkan dengan kata mos dan moralitas. Dalam penerapannya, kata etika memiliki arti yang lebih mendalam dari kata moral. Arti dari kata moral hanya kelakuan lahir seseorang, namun kata etika memiliki arti bukan sekedar kelakuan lahir seseorang, melainkan juga senantiasa menyinggung kaidah dan motif-motif perbuatan seseorang yang lebih mendalam. • Dalam bahasa Inggris, pelayanan adalah service. Penyebutan ini pun merujuk ke banyak bidang, bisnis, jasa dan sebagainya, yang melayani tanpa pamrih. Kodratnya, seorang yang melayani atau pelayan senantiasa berusaha melayanu kebutuan orang lain. • Secara etimologi, kata pelayanan dalam bahasa Yunani yaitu diakoneo (melayani, berkaitan erat dengan upaya menolong orang lain (Yoh. 12:26; Tim. 3:13) dan douleou (melayani seperti seorang budak). • Istilah pelayanan yang sering terdengar adalah service. Seorang budak adalah seorang yang sama sekali tidak memiliki kepentingan diri sendiri. Dalam ketaatan penuh kerendahan hati ia hanya bisa berkata dan bertindak atas nama tuannya. Dalam hal ini tuannya berbicara dan bertindak melalui dia. Hamba tidak pernah mendapat pujian apalagi imbalan yang pantas. • Dalam Perjanjian Baru, pelayanan digambarkan dengan melayani Tuhan dan sesama dalam nama- Nya. Kata pelayanan dalam kehidupan Kristen berarti pelayanan kepada Tuhan. Pelayanan bersifat rohani seperti ibadah, kebaktian dan doa. Pelayanan sebatas ritual atau rohani. Melayani menyangkut persoalan konkret di bidang etik. Melayani orang lain merupakan tugas pelayan, “... layanilah seorang akan yang lain oleh kasih” (Gal 5:1) • Berdasarkan arti dari kata etika dan pelayanan di atas, maka yang dimaksudkan dengan etika pelayanan adalah norma Alkitab yang menjadi landasan sikap batin, pertimbangan dan keputusan etis para pelayan Kristen; yang telah dikaji kebenarannya dalam melayani Tuhan dan orang- orang, baik secara pribadi maupun dalam lingkungan kehidupan umum yang lebih luas. • Jadi, dengan sendirinya etika pelayanan menegaskan bahwa Alkitab merupakan landasan normatif bagi pelayanan Kristen dalam menjalankan seluruh proses pelayanan terhadap Tuhan dan sesama. 2. Roh Kudus • Dalam kamus Alkitab, Roh Kudus adalah oknum Allah ketiga yang tidak kelihatan, yang bekerja melalui pikiran, perasaan dan pribadi manusia. • Menurut Browning, kata Ibrani ‘ruah’ dan Yunani ‘pneuma’ berarti angin atau napas, dan diterjemahkan dengan kata ‘roh’ yang menunjukkan kuasa pemberi kehidupan yang tak terlihat. Kata tersebut digabungkan dengan ‘kudus’, maka kuasa tersebut dinyatakan sebagai kuasa yang ilahi (Yes 63:10; Mzm. 51:11). • Roh Kudus semakin jelas dinyatakan setelah kebangkitan Yesus (Yoh 7:39), dinubuatkan bahwa Roh Kudus akan menjadi penopang bagi orang Kristen (Kis 1:8). Peran atau Pekerjaan Roh Kudus • Allah hadir secara pribadi dan berkuasa melalui Roh-Nya, demikian PL dan PB. Di dalamnya ada pernyataan bagaimana pekerjaan atau peran Roh Kudus dari yang lahirian ke yang batiniah, dan dari penerapan atas ‘keadaan’ ke penerapan atas ‘watak’, serta ihwal yang ragawi dan amoral menuju ke yang rohani dan moral. Dalam Perjanjian Lama, ada lima peran atau pekerjaan Roh sebagai berikut: • Pekerjaan Roh dalam penciptaan (Kej 1:2; Kej 2:7) • Pekerjaan Roh dalam melengkapi pelayanan manusia (Kel 31:3; Hak 3:10) • Pekerjaan Roh dalam mengilhami para nabi (Am 7:14; Yer 31:33) • Pekerjaan Roh Kudus dalam menghasilkan kehidupan bermoral (Mzm 139:7) • Pekerjaan Roh menubuatkan Mesias (Yes 11:2; Yeh 36:26) Dalam Perjanjian Baru, ada beberapa peran atau pekerjaan Roh Kudus sebagai berikut: (Yoh 16:7-13; Roma 8:9; Yoh 15:26; 1 Kor 12; Gal 5:22-23) • Roh Kudus memberi orang percaya kehidupan baru, termasuk di dalamnya mendiami orang percaya, memateraikan orang percaya • Roh Kudus membawa orang percaya kepada pengalaman kekudusan, termasuk di dalamnya menguduskan, memenuhi, memimpin orang percaya kepada seluruh kebenaran • Roh Kudus menguatkan orang percaya, termasuk di dalamnya menjadi jaminan bagi orang percaya dan turut berdoa baginya • Roh Kudus memperlengkapi orang percaya, termasuk di dalamnya memanifestasikan karunia-karunia roh dan menjadikan orang percaya berbuah. Hubungan Etika Pelayanan dengan Roh Kudus Dalam kaitannya penerapan etika pelayanan, haruslah dihubungkan dengan keberadaan Roh Kudus, perlu untuk menjadikan Roh Kudus sebagai sumber segalanya karena Roh Kudus tercurah untuk menolong, menuntun dan membimbing orang percaya dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam melakukan pelayanan yang beretika. Hubungan etika pelayanan dan Roh Kudus tampak dalam bentuk-bentuk sebagai berikut: 1. Roh Kudus memberikan keberanian di dalam melayani • Semua orang percaya dipanggil untuk melayani dalam bidangnya masing- masing tetapi ada kalanya timbul rasa takut atau tidak ada keberanian untuk masuk dalam panggilan dan melakukan hal itu, potensi yang sebenarnya ada tersembunyi oleh karena rasa tidak berani yang menyelimuti. • Jika kita memang benar orang percaya, sebaiknya segera sadar bahwa ada Roh Kudus yang senantiasa hadir dan berusaha untuk hidup dipenuhi oleh Roh Kudus karena Roh Kudus memang ada dan berdiam diri tetapi tidak selamanya orang itu dipenuhi Roh Kudus. • Dan janganlah kamu mabuk oleh anggur, karena anggur menimbulkan hawa nafsu, tetapi hendaklah kamu penuh dengan Roh (Efesus 5:18) • Dua frase ini berkaitan. Apabila seorang mabuk oleh anggur (penuh hawa nafsu), maka ia tidak akan dipenuhi oleh Roh Kudus. Sebaliknya kalau orang tidak mabuk oleh anggur (tidak hidup dengan hawa nafsu dosa) maka ia akan dipenuhi Roh Kudus. • Dan ketika mereka sedang berdoa, goyanglah tempat mereka berkumpul itu dan mereka semua penuh dengan Roh Kudus, lalu mereka memberitakan firman Allah dengan berani (Kis 4:31) • Ayat ini menyatakan saat murid-murid berdoa dan mereka pun dipenuhi oleh Roh Kudus. Setelahnya, mereka memberitakan Firman Allah dengan berani. • Sama seperti halnya orang percaya masa kini, saat kita melakukan kedua hal ini maka Roh Kudus akan memenuhi kita dan keberanian untuk melayani Tuhan dalam bidang apapun akan timbul. 2. Roh Kudus memberikan kemampuan dalam melayani • Dalam Kisah Para Rasul 2, seorang Petrus yang memiliki kesempatan berkhotbah pada hari Pentakosta membuat heran banyak orang. Karena Petrus hanyalah seorang nelayan Galilea yang tidak terpelajar namun mampu tampil sebagai seorang pengkhotbah yang hebat dan mahir. • Ketika sidang itu melihat keberanian Petrus dan Yohanes dan mengetahui, bahwa keduanya orang biasa yang tidak terpelajar, heranlah mereka; dan mereka mengenal keduanya sebagai pengikut Yesus (Kis 4:13) • Kejadian ini merupakan hal yang mencengangkan dan sulit untuk dimengerti dengan akal manusia, tetapi Petrus membuktikan bahwa dipenuhi Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus bekerja atasnya memberikan pengaruh nyata dan kelihatan. Dari sini kita mendapati kebenaran bahwa Roh Kudus yang sudah diterima Petrus dan kita sebagai orang percaya, mampu memberikan kemampuan bagi kita di dalam pelayanan. Kemampuan ini pun dilengkapi dengan karunia-karunia melayani sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab (1 Kor 12:7-11). • Jadi, kemampuan untuk melayani itu berasal dari Roh Kudus, namun bukan berarti sebagai orang percaya kita tidak belajar dan berlatih. Fungsi Roh Kudus itu mengingatkan akan Firman Tuhan (Yoh 14:26) dan tidak membuat yang tidak tahu akan Firman Tuhan menjadi tahu tanpa belajar. Karunia roh yang kita terima untuk menunjang pelayanan harus dilatih dan dikembangkan sedemikian rupa agar berfungsi secara optimal dalam pelayanan. 3. Roh Kudus memberikan buah dalam pelayanan • Di saat kedua poin sebelumnya dimanifestasikan dalam kehidupan pelayanan kita, maka pasti akan ada hasil akhir yang juga bersumber dari Roh Kudus. • Ketika mereka mendengar hal itu hati mereka sangat terharu, lalu mereka bertanya kepada Petrus dan rasul-rasul yang lain: "Apakah yang harus kami perbuat, saudara saudara?" (38) Jawab Petrus kepada mereka: "Bertobatlah dan hendaklah kamu masing-masing memberi dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus. (41) Orang-orang yang menerima perkataannya itu memberi diri dibaptis dan pada hari itu jumlah mereka bertambah kira-kira tiga ribu jiwa (Kis 2:37-38, 41) • Kutipan ayat di atas mengajarkan bahwa hasil akhir dari sebuah pelayanan juga adalah pekerjaan Roh Kudus. Kemampuan yang hebat, kemahiran dalam pelayanan, kepintaran dalam melayani tanpa pekerjaan Roh Kudus tidak akan pernah ada hasilnya. Serta pengakuan, pujian yang diterima oleh karena pelayanang yang dilakukan tidak menjamin keberhasilan pelayanan tersebut karena hanya Roh Kudus yang memungkinkan hasil dari sebuah pelayanan. Tiga kebenaran yang dibahas mengenai hubungan etika pelayanan dengan Roh Kudus; a. Roh Kudus memberikan di dalam pelayanan; b. Roh Kudus memberikan kemampuan; c. Roh Kudus memberikan buah dalam pelayanan, membawa pada kesimpulan bahwa Roh Kudus adalah aspek utama yang harus dilibatkan dalam pelayanan kita pada apapun bidangnya. Tanpa kehadiranNya, pelayanan kita tidak ada kuasanya dan tidak menghasilkan buah karena kita tidak memiliki keberanian, kemampuan dan pada akhirnya tidak akan menuai hasil apapun. Maka, menyadari pentingnya hubungan etika pelayanan dengan Roh Kudus membawa kita kepada beberapa nilai-nilai yang tentunya perlu diterapkan dalam setiap pelayanan kita, yaitu: • Kita harus mengandalkan Roh Kudus dalam pelayanan • Kita tidak punya hak untuk bersikap sombong di dalam pelayanan Kesimpulan • Peranan Roh Kudus menjadi hal vital dalam memahami segala sesuatu yang Allah ingin nyatakan kepada orang percaya. Sebab hikmat Allah itu di luar jangkauan mata, telinga, dan pikiran manusia. Ia tidak tunduk kepada penelitian ilmiah, juga terhadap imajinasi. Hikmat Allah sama sekali di luar batas dan daya ukur akal kita yang sempit dan terbatas, kecuali Allah sendiri menyatakannya.