Anda di halaman 1dari 4

TUGAS KELOMPOK

TENTANG PAJAK DAERAH

M.K ; PJK DAERAH BEA MATEREI DAN PBB

DI SUSUN OLEH

AAN KAMENIA REMBETI UTARI (A0D020001)


AMINAH ( A0D020011)
FAHRIA RISKA (A0D020039)
ERWIAMI (A0D020036)

Here is where your presentation begins


1. Pajak hiburan
Pengertian Pajak Hiburan
Dikutip dari Pasal 1 ayat 24 Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Pajak Hiburan adalah pajak atas
penyelenggaraan hiburan.

Pajak hiburan yang dimaksud adalah meliputi jenis tontonan, pertunjukkan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut biaya.

Lebih detail mengenai pengelompokkan hiburan, Pasal 42 ayat 2, objek pajak yang dikenakan Pajak Hiburan adalah sebagai berikut:

 Tontonan film;
 Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
 Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
 Pameran;
 Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
 Sirkus, akrobat, dan sulap’
 Permainan biliar, golf*, dan boling;
 Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
 Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran;
 Pertandingan olahraga.

Belakangan pada bulan Juli 2012, Mahkamah Konstitusi mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Asosiasi Pemilik Lapangan Golf Indonesia dan pengusaha golf
terkait penarikan golf dari objek Pajak Hiburan.

Selain itu, meski UU PDRD menulis hal-hal yang menjadi objek pajak hiburan, namun pemerintah daerah bisa mengatur sendiri misalnya mengecualikan beberapa
poin yang tertera pada UU PDRD.

Seperti yang telah disebutkan pada pembuka artikel ini, pajak hiburan bukan hanya berfungsi sebagai salah satu pemasukan negara namun juga mencegah atau
membatasi acara hiburan tertentu

 2.Fungsi Pajak Hiburan

Seperti yang telah disebutkan pada pembuka artikel ini, pajak hiburan bukan hanya berfungsi sebagai salah satu pemasukan negara namun juga mencegah atau
membatasi acara hiburan tertentu Selain itu, pengenaan pajak hiburan juga dimaksudkan untuk mendorong aktivitas hiburan yang kurang ekonomis.

3.Dasar Pengenaan Pajak

Subjek pajak dari pengenaan Pajak Hiburan adalah wajib pajak pribadi dan badan yang berhubungan langsung dengan penyelenggaraan hiburan baik penikmat
maupun penyelenggara. Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah sejumlah uang yang diterima oleh penyelenggara hiburan termasuk di dalamnya potongan atau
tiket gratis (Cuma-Cuma). Jadi, voucher atau bentuk promosi yang berkaitan dengan penyelenggaraan hiburan tetap dikenakan pajak.

Misal Anda mendapatkan tiket gratis konser BTS. Bukan berarti tiket tersebut bebas pajak. Namun tetap dikenakan pajak sebagai Pajak Hiburan yang dalam hal ini
ditanggung oleh penyelenggara.

Khususnya di Jakarta dalam Pergub DKI Jakarta No. 92 Tahun 2011 secara detail Anda bisa melihat beberapa jenis transaksi pengenaan Pajak Hiburan yang
meliputi:

•Room charge;

Tanda masuk yang di dalamnya tiket, first drink charge, cover charge, dan sejenisnya;

Kartu Anggota/Membership;

•Food & Beverage; dan

•Service charge.
4.Tarif Pengenaan Pajak
Dalam Pasal 45 UU PDRD, pemerintah telah menetapkan batas pengenaan Pajak Hiburan dengan ketentuan sebagai berikut:

•Tarif pajak Hiburan paling tinggi adalah 35%.


•Khusus untuk hiburan seperti penyelenggaraan busana, kecantikan, diskotik, klab, karaoke, permainan ketangkasan, panti pijat, spa tarif
maksimalnya adalah 75%.
•Tarif untuk kesenian rakyat atau tradisional maksimal 10%.
Meski begitu, dasar pengenaan tarif tiap daerah bisa saja berbeda-beda tergantung kebijakan pemerintah daerah itu sendiri.

5.Perbandingan Tarif Pajak Hiburan di Berbagai Daerah


Seperti yang diketahui, tiap daerah tarif pengenaan pajaknya bisa berbeda-beda tergantung keputusan dan kebijakan pemerintah daerah.
Anda bisa melihat perbandingan tarif Pajak Hiburan daerah melalui contoh pengenaan tarif dari daerah DKI Jakarta, Bogor, dan Bandung.

Jenis Hiburan Tarif Pajak

Jakarta Bogor

Pertunjukan Film 10% 10%

Pagelaran seni Tradisional (0%) Pagelaran (5%)


musik,tari dan musik
Nasional (5%) Konser musik (15%

Internasional (15%)

Kontes kecantikan, Tradisional (0%) 10%


binaraga dan sejenisnya
Nasional (5%)

Internasional (15%)

Pemeran Non-Komersial (0%) 10%

Komersial (10%)

Hiburan malam 25% Karaoke (30%)


(karaoke, diskotik, pub,
diskotik, pub, klab
klab malam)
malam (75%)

Sirkus, akrobat, dan Nasional (0%) 10%


sejenisnya
Internasional (10%)

Biliar dan Boling 10%% Biliar (10%)

Boling (15%)

Pacuan Kuda atau Lokal (5%) 10%


Kendaraan Bermotor
Nasional dan
Internasional (15%)

Kendaraan bermotor
(15%)

Permainan Ketangkasan 10% Manual (10%)

Mekanik dan digital


(20%)

air non alam (10%

Panti pijat, spa, dan panti pijat dan spa panti pijat dan spa
6.Cara Menghitung Pajak Hiburan

Cara menghitung pungutan pajak hiburan terutang sejatinya cukup sederhana yaitu dengan mengalikan besaran uang yang diterima
penyelenggara dengan tarif pajak yang berlaku.

Itu artinya meski mendapatkan diskon atau bahkan mendapatkan hadiah voucher hiburan, penikmat dianggap telah membayar pajak
berdasarkan nilai dasar pengenaan pajak seharusnya.

Contoh perhitungannya: Budi membeli tiket nonton paket romantic suit di Bandung dengan harga Rp 100.000. Maka penghitungan pajak
yang dikenakan Budi adalah:

Rp 100.000 x 15% = 15.000

Rp 100.000 + Rp 15.000 = Rp 115.000

Jadi besaran uang yang harus Budi bayar ke bioskop adalah Rp 115.000. Namun sangat jarang bahkan hampir tidak ada pemotongan
pajak secara kotor (gross) oleh perusahaan penyelenggara hiburan. Pemotongan pajak yang lazim dihitung secara net. Misalnya sebuah
bioskop menerapkan tiket Rp 100.000. Maka jumlah harga tersebut sudah termasuk dalam pemotongan pajak.

Bagi penyelenggara hiburan, penting untuk melaporkan pajak hiburan dan tertib terhadap pemungutan pajak karena itu adalah sebuah
kewajiban bagi wajib pajak

Anda mungkin juga menyukai