Anda di halaman 1dari 123

ANALISA VOLUMETRI

Pendahuluan
Analisis volumetri adalah:
analisa kimia kuantitatif untuk menentukan
banyaknya suatu zat /konsentrasi suatu zat dalam
volume tertentu dengan mengukur volume larutan
standar yang dapat bereaksi secara kuantitatif dengan
zat yang akan ditentukan. (cuplikan)
Analisa volumetri: penentuan kadar zat berdasarkan
pengukuran volume.
Disebut juga dengan titrasi.
Larutan standar adalah larutan yang normalitasnya
telah diketahui dengan teliti (= larutan baku)
Peralatan dan cara titrasi
Tangan kiri memegang
& mengatur kran
buret
Tangan kanan memegang
dan mengocok/memutar
gelas Erlenmeyer

Tambahkan titran
sedikit sedikit

Kertas putih untuk alas


Pendahuluan (lanjutan)
 Proses Titrasi
proses penambahan larutan standar ke dalam larutan
yang akan ditentukan sampai terjadi reaksi sempurna.
Alatnya disebut buret
 Reaksi: aA  bB  hasil reaksi
 Saat reaksi sempurna tercapai disebut saat ekivalen
atau saat stoikiometri atau saat akhir teoritis.
 Pada titik ekivalen jumlah ekivalen zat yang bereaksi
sama.
 Saat ekivalen diketahui karena terjadi perubahan dalam
larutan yang dapat disaksikan
Pendahuluan (lanjutan)
 Cara mengetahui saat ekivalen:
 larutan standarnya sendiri (misalnya dalam proses
permanganometri)
 pengaruh larutan indikator yang ditambahkan.
 Apabila reaksi telah sempurna, indikator akan
memberikan perubahan warna larutan yang jelas atau
terbentuk kekeruhan/endapan dalam larutan yang
dititrasi. Saat ini disebut saat akhir titrasi.
 Untuk titrasi yang ideal, saat akhir titrasi akan
bersamaan dengan saat akhir teoritis
Dalam praktek hal ini hampir tidak pernah tercapai
Selalu terdapat sedikit perbedaan sehingga
mengakibatkan terjadinya suatu kesalahan yang
disebut kesalahan titrasi.
Oleh karena karena itu pemilihan indikator dalam
proses titrasi merupakan faktor penting, agar
kesalahan titrasi yang terjadi sekecil mungkin.
Persyaratan Reaksi dalam Analisa Volumetri :
1. Reaksi harus kuantitatif (stoikiometrik). Reaksi
sederhana dan mudah dituliskan. Tidak boleh ada reaksi
samping.
2. Reaksi harus berjalan sempurna pada titik ekivalen.
Reaksi harus dapat terjadi dengan cepat, bila perlu
ditambahkan katalisator.
3. Pada saat titik ekivalen harus terjadi perubahan, baik
sifat fisik atau kimia dalam larutan yang cukup jelas.
4. Harus tersedia indikator yang sesuai, sehingga
memberikan ketentuan yang jelas saat titik ekivalen
tercapai.
Pembagian dalam Analisa Volumetri
1. Titrasi Netralisasi:
proses titrasi yang tidak mengakibatkan terjadinya
perubahan valensi maupun terbentuknya endapan dan
atau terbentuknya senyawa kompleks dari zat-zat yang saling
bereaksi.
Jenis-jenis titrasi netralisasi :
 Titrasi Asidimetri, yaitu titrasi terhadap larutan basa
bebas, dan larutan garam-garam terhidrolisa yang
berasal dari asam lemah, dengan larutan standar asam.
 Titrasi Alkalimetri, yaitu titrasi terhadap larutan asam
bebas, dan dan larutan garam-garam terhidrolisa yang
berasal dari basa lemah, dengan larutan standar basa.
Pembagian dalam Analisa Volumetri (lanjutan)
2. Titrasi Pengendapan dan atau pembentukan kompleks
suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya
suatu endapan dan atau terjadinya senyawa kompleks dari zat
yang saling bereaksi, yaitu antar zat yang akan ditentukan
dengan larutan standarnya.

3. Titrasi Oksidasi-Reduksi atau redoks


suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan perubahan
valensi atau perpindahan elektron antara zat-zat yang saling
bereaksi. Dalam hal ini larutan standarnya adalah larutan zat-
zat pengoksidasi atau zat-zat pereduksi.
Titik ekivalen dan titik akhir titrasi
• Reaksi: aA  bB  hasil reaksi
• Pada titik dimana jumlah ekivalen A = jumlah ekivalen B
disebut titik ekivalen/ titik akhir teoritis
• Titik akhir titrasi adalah titik dimana titrasi diakhiri yaitu pada
saat terjadi perubahan sifat sistem reaksi.
• titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik ekivalen,
tetapi diusahakan sedekat mungkin.
• Selisih antara titik ekivalen dengan titik akhir titrasi disebut
kesalahan titrasi.
LARUTAN STANDAR
• Larutan standar/larutan baku adalah larutan yang
konsentrasinya diketahui dengan teliti.
Larutan standar primer
• Larutan standar:
Larutan standar sekunder
• Larutan standar primer:
– dibuat dengan cara menimbang zat murni dan dilarutkan sampai
volume tertentu. Konsentrasi larutan diperoleh dengan perhitungan.
– Penimbangan dilakukan dengan neraca analitik dengan ketelitian
sampai 0,1 mg (hasil penimbangan sampai empat angka dibelakang
koma dalam gram)

• Larutan standar sekunder konsentrasinya ditentukan dengan


cara menitrasinya dengan larutan standar primer. Disebut
preses standarisasi
• Contoh membuat larutan standar primer
Sebanyak 1,2601 gram asam oksalat/
H2C2O4.2H2O (BM =126) dilarutkan dalam air
dan diencerkan sampai 100 ml.
Berapa molar konsentrasi larutan tersebut?
1,2601
konsentrasi larutan asam oksalat   0,1 00008M
126 x 0,1

• Larutan ini konsentrasinya sudah diketahui


sangat teliti, jadi langsung dapat digunakan.
Syarat-syarat zat standar primer adalah :
1. Harus mempunyai kemurnian tinggi, atau mudah dimurnikan
dengan jalan dipanaskan pada suhu 110-120oC.
2. Zat harus stabil. Mudah dikeringkan dan tidak higroskopis,
tidak mudah menyerap CO2 dan tidak mudah teroksidasi oleh
udara, sehingga dapat ditimbang dengan berat tetap.
3. Berat ekivalen harus tinggi, agar kesalahan dalam
penimbangan dapat diminimalkan.
4. Harus mudah dan cepat larut dalam pelarut yang sesuai.
Contoh-contoh zat standar primer:
• Na2CO3, Na2B4O7.10H2O (boraks), asam benzoat, asam oksalat
kristal (H2C2O4.2H2O), NaCl, KCl, K2Cr2O7, KBrO3,
Na2C2O4.2H2O dll
• Contoh zat standar sekunder:
– NaOH, Ba(OH)2, KMnO4, HCl, Na2S2O3
Konsentrasi Larutan
• % berat:
menyatakan jumlah gram zat terlarut dalam 100 gram
larutan
contoh: Larutan NaCl 5% berat dalam air, berarti:
• 5 gram NaCl dalam 100 gram larutan atau
• 5 gram NaCl dalam 95 gram air
• % volume:
menyatakan jumlah volume (ml) zat terlarut dalam 100 ml
larutan
contoh: Larutan alkohol 5% volume dalam air berarti: 5 ml alkohol
dalam 100 ml larutan atau 5 ml alkohol dalam 95 ml air.
Konsentrasi larutan
• Molaritas (M)
Larutan yang per liternya mengandung satu mol (gram molekul/ gmol)
zat yang dilarutkan.
Contoh: larutan 1 M KCl = 1 mol KCl/liter larutan
= 74,5 gramKCl/liter larutan
larutan 1M Na2SO4.10H2O = 322 graNa2SO4.10H2O /l larutan
Molar (M) = mol/liter
• Normalitas (N)
Larutan yang per liternya mengandung satu ekivalen (1 gram
ekivalen/grek) zat yang dilarutkan.

Berat ekivalen suatu zat, ditentukan berdasarkan jenis reaksi yang


berlangsung pada proses titrasi.
Contoh:
1. Berapa M konsentrasi larutan NaOH yang mengandung 10,00
gram NaOH dalam 500 ml larutan? (BM NaOH = 40)
Jawab: konsentrasi larutan NaOH  10  0,5 M atau 0,5 mol/liter
40 x 0,5

2. 1,26 gram asam oksalat/ H2C2O4.2H2O (BM =126) dilarutkan


dalam air dan diencerkan sampai 100 ml. berapa molar
konsentrasi larutan tersebut?
1,26
Jawab: konsentras i larutan asam oksalat   0,1 M
126 x 0,1
• Menghitung berat zat dalam volume tertentu
bila konsentrasinya (M) dan BM diketahui:
berat zat = V(dalam liter) x M x BM gram

atau
berat zat = V(dalam ml) x M x BM mg
Berat Ekivalen
Berat ekivalen suatu zat, ditentukan berdasarkan jenis reaksi yang
berlangsung
pada proses titrasi.
Berat Ekivalen dalam proses Titrasi Netralisasi
 Berat Ekivalen Asam : adl banyaknya mol asam tersebut yang
dapat melepaskan 1 ion H+.
 asam-asam monobasis, mis: HCl, HI, HNO3, CH3COOH;
1 gram ekivalen = 1 mol
1 BM = 1 BE
Jadi 1 grek HCl=1 mol HCl; 1 grek HNO3 = 1 mol HNO3.
 untuk asam dibasis, misalnya H2SO4, H2CO3, H2C2O4.
berat ekivalennya ( BE )  1/ 2 BM
berat ekivalennya ( BE )  1/ 3 BM
Untuk asam tribasis H3PO4
`
 Berat Ekivalen Basa : adl banyaknya mol basa tersebut yang
dapat melepaskan 1 ion OH- atau menerima 1 gram ion H+.
• basa-basa berasam satu, mis: NaOH, KOH, NH4OH,
berat ekivalennya = BM
• basa berasam dua , misalnya Ba(OH)2, Ca(OH)2
berat ekivalennya ( BE )  1 2 BM
• Untuk basa-basa berasam tiga misalnya Al(OH)3 dll
1 BM
berat ekivalennya (BE)) = 3
Berat Ekivalen (lanjutan)
 Berat Ekivalen Garam Normal : didasarkan pada valensi kation atau
anionnya.

Untuk garam yang valensi kation atau anionnya sama : sama dengan
berat molekul garam dibagi jumlah valensi kation atau anionnya.
Contoh : untuk KCl, NH4Cl, berat ekivalennya (BE) = 1 BM ;
1
Na2SO4 berat ekivalennya BM
2=

1
berat ekivalen AlCl3  BM
3
Untuk garam yang valensi kation atau anionnya tidak sama : sama
dengan berat molekul dibagi hasil kali valensi kation dan anionnya.
Contoh : Fe2(SO4)3, 1 mol 1
 BM
berat ekivalen Fe2(SO4)3 =(2) (3) 6
 Berat Ekivalen Garam rangkap : berat ekivalennya
berubah-ubah didasarkan pada komponen yang diekivalenkan.

Contoh : garam rangkap Na2HAsO4.10H2O yang dapat


menghasilkan ion-ion Na+, H+, HAsO42-, AsO43-.
Berat ekivalennya:
½ mol bila didasarkan pada Na+ atau HAsO42-,
1 mol bila didasarkan pada H+ dan
1/3 mol bila didasarkan pada AsO43-
Berat Ekivalen (lanjutan)
Berat Ekivalen dalam Proses Okdidasi atau Reduksi :
dapat ditentukan dengan 3 macam cara.
1. Dengan meninjau banyaknya atom oksigen yang dilepas atau diterima oleh zat tersebut.
Berat ekivalen = banyaknya mol zat tersebut yang dapat melepas atau menerima ½ mol
atom O.
Contoh 1 : 2 KMnO4 K2O + 2MnO + 5O
BE KMnO4 = 1/5 BM (Mn berubah dari +7 menjadi +2)
2. Dengan meninjau Perubahan bilangan oksidasi yang dialami oleh zat yang tereduksi
atau teroksidasi.
Berat ekivalen = banyaknya mol zat tersebt yang dapat mengalami perubahan 1 satuan
bilangan oksidasi.
Contoh 2 : Reduksi KMnO4 dalam larutan asam sulfat encer menjadi MnSO 4.
Perubahan bilangan oksidasi Mn dari +7 menjadi +2 atau berubah 5 unit reduksi, berarti
berat ekivalennya KMnO4 =1/5 mol.
Oksidasi Ferosulfat (FeSO4) menjadi ferisulfat Fe2(SO4)3.
2FeSO4.7H2O + O Fe2(SO4)3 + 15 H2O
Perubahan bilangan oksidasi atam Fe dari +2 menjadi +3, berarti berubah 1 unit
oksidasi. Berarti berat ekivalen FeSO4 = 1/1 BM
3. Dengan meninjau banyaknya elektron yang dilepaskan atau diterima zat tersebut.
Contoh 3 : oksidasi ion 2 S2O3= S4O6= + 2e
BE S2O3= = 1 mol (S berubah dari +2 menjadi +3)
Berat Ekivalen (lanjutan)
Berat Ekivalen dalam Proses Pengendapan
Berat ekivalen suatu zat dalam proses titrasi pengendapan, adalah banyaknya mol
zat tersebut yang mengandung atau dapat bereaksi dengan 1 gram atom logam
univalen atau ½ gram atom logam bivalen.

Contoh :berat ekivalen AgNO3 = 1 BM


berat ekivalen H2SO4 dalam reaksi pengendapan sebagai BaSO4 = ½ BM.

Berat Ekivalen dalam Proses pembentukan Kompleks


ditentukan dari bentuk persamaan reaksinya.
Contoh :
 Berat ekivalen KCN dalam pembentukan senyawa kompleks KAg(CN)2 adalah = 2 BM.

Ag+ + 2 CN- {Ag(CN)2}-.

 Sedang untuk molekul NH3 dalam pembentukan kompleks berikut adalah = 2 BM.
Cu2+ + 4 NH3 {Cu(NH3)4}2+
Berat ekivalen
• Contoh:
HCl  H   Cl -
1 mol 1 mol
• 1 mol HCl memberikan 1 mol H+
1 molHCl =1 gram ekivalen (grek)
1 mol HCl = 36,5 gram (ingat BM HCl = 36,5 gram/mol)
1 ekivalen HCl = 36,5 g
BE HCl = BM HCl = 36,5
BE = berat ekivalen
Berat ekivalen
Contoh
• 1 mol H2SO4 = 2 ekivalen
BE H2SO4 =
BM 98
BE H 2SO 4    49
2 2

• Berapa gram H2SO4 dalam 1 liter larutan 0,5 N.


• Jawab: berat H2SO4 = V (liter) x N x BE gram
atau V (ml) x N x BE mg
= 1 x 0,5 x 49 = 24,5 gram
H2SO4 : 1 M = 2N H2SO4
HCl :1M=1N
Berat ekivalen
Contoh
• Larutan KMnO4 (BM =158) 0,1 N berarti dalam 1 liter larutan
terdapat : 1 x 0,1 x BE gram
= 1 x 0,1 x 158/5 = 3,16 gram KMnO4

gram
jumlah ekivalen 
BE
ekivalen g
N  (V dalam liter)
liter BE x V
Berat Ekivalen (lanjutan)
Yang dimaksud titik ekivalen adalah saat
dimana banyaknya grek atau mgrek zat yang
dititrasi sama dengan banyaknya grek atau
mgrek zat penitrasi, sehingga berlaku rumus :
V1 x N1 = V2 x N2.
dimana : V1 , V2  volume zat penitrasi dan yang dititrasi
N1, N2  normalitas larutan penitrasi dan yang dititrasi.
Contoh 4.
Dalam suasana asam sulfat encer, 25 ml larutan garam
Ferro sulfat (FeSO4) dapat teroksidasi sempurna oleh 30
ml larutan KMnO4 0,125 N. Hitunglah berapa gram
FeSO4 terkandung dalam larutan tersebut.
Diketahui BM FeSO4 = 152
Penyelesaian :
Dengan memakai persaman : V1 x N1 = V2 x N2
25 x N = 30 x 0,125 N = 0,15
Dalam titrasi redoks , 1 grek FeSO4 = 1 mol.
Jadi banyaknya FeSO4 yang terkandung dalam larutan
tersebut
= 25 ml x 0,15 (mmol/ml)x 152 mgram = 570 mgram

Larutan Standar
Larutan standar yaitu suatu larutan yang mengandung suatu zat dengan berat
ekivalen tertentu dalam volume tertentu.

Larutan standar biasanya dinyatakan dalam besaran normal, dimana satu


normal (1 N) adalah larutan yang mengandung 1 grek suatu zat
tetentu dalam volume 1 liter.

• Pada pembuatan larutan standar, perlu diperhatikan jenis titrasi yang akan
menggunakan larutan standar tersebut, dan pada prinsipnya suatu larutan
standar dapat dibuat dari zat berbentuk cair maupun padat (kristal).
Larutan Standar
Pembuatan Larutan Standar dari zat yang Berbentuk Cair
Pembuatan larutan standar dari zat yang berbentuk cair, disebut dengan
proses pengenceran, yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih encer.
Cara pengenceran dapat dilakukan dari zat cair yang telah diketahui
normalitasnya, maupun zat cair yang belum diketahui normalitasnya.

a. Apabila larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui
normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan
diencerkan digunakan rumus : V1 x N1 = V2 x N2.
dimana : V1 , V2  volume zat cair sebelum dan sesudah pengenceran
N1, N2  normalitas larutan sebelum dan sesudah pengenceran.

V2 x N 2
SehinggaV1: 
N2
Larutan Standar (lanjutan)

b. Apabila larutan standar dibuat dari zat cair yang


belum diketahui normalitasnya, maka untuk
menentukan volume zat yang akan diencerkan,
digunakan persamaan
N x V :x BM
dimana :
Vx 
10 x n x K x L

Vx  volume zat yang akan diencerkan


n  valensi zat yang akan diencerkan
K  kadar zat yang akan diencerkan
L  densitas zat yang akan diencerkan
BM  berat molekul zat yang akan diencerkan
V  volume larutan hasil pengenceran
N  Normalitas larutan hasil pengencera
Contoh 5:
Berapa ml larutan H2SO4 4 N harus diencerkan untuk membuat
larutan 500 ml H2SO4 0,1 N ?

Penyelesaian :
Dengan menggunakan : V1 x N1 = V2 x N2.
V1 x 4 = 500 x 0,1 V1 = 12,5
Jadi volume H2SO4 4 N yang harus diencerkan sebanyak = 12,5 ml.

Contoh 6.
Jika 3,9 ml HCl pekat yang densitasnya 1,2 g/ml dan kadarnya 39,1%
diencerkan hingga volume 500 ml, berapa normalitas larutan HCl yang
dihasilkan.
Penyelesaian : N x V x BM
V  x
Rumus : 10 x n x K x L

N x 500 x 36,5
3,9 
10 x 1 x 39,1 x 1,2 N = 0,1.

Jadi normalitas larutan HCl yang dihasilkan = 0,1N


Larutan Standar
Pembuatan Larutan Standar dari zat yang Berbentuk Padat
Zat padat yang dapat digunakan pada pembuatan larutan standar dibedakan menjadi
 zat padat dengan kemurnian tinggi dan
zat padat dengan kemurnian rendah.

Larutan standar yang dibuat dari zat padat dengan kemurnian tinggi disebut larutan
standar primer.
Zat-zat yang dapat digunakan sebagai zat standar primer, antara lain adalah : Na 2CO3,
Na2B4O7.10H2O, Na2C2O4.2H2O, NaCl, KBrO3, K2Cr2O7 dan lain-lain.

Larutan standar yang dibuat dari zat dengan kemurnian rendah disebut juga larutan
standar sekunder.

Apabila zat padat yang digunakan pada pembuatan larutan tersebut kemurniannya
rendah misalnya : NaOH, Ba(OH)2, KMnO4, Na2S2O3 dan lain-lain.
Setelah larutan standar tersebut dibuat, sebelum digunakan harus distandarisasi
terlebih dahulu dengan zat atau larutan standar primer, untuk menentukan normalitas
yang sesungguhnya. (menentukan faktor normalitasnya).
Faktor normalitas = perbandingan antara normalitas yang sesungguhnya dengan
normalitas yang dikehendaki.
Syarat-syarat zat standar primer adalah :
1. Harus mempunyai kemurnian tinggi, atau mudah dimurnikan dengan jalan
dipanaskan pada suhu 110-120oC.
2. Zat harus stabil. Mudah dikeringkan dan tidak higroskopis, tidak mudah
menyerap CO2 dan tidak mudah teroksidasi oleh udara, sehingga dapat
ditimbang dengan berat tetap.
3. Berat ekivalen harus tinggi, agar kesalahan dalam penimbangan dapat
diminimalkan.
4. Harus mudah dan cepat larut dalam pelarut yang sesuai.

Contoh-contoh zat standar primer:


• Dalam titrasi netralisasi (asam-basa), zat standar primer yang sering
digunakan adalah : Na2CO3, Na2B4O7.10H2O (boraks), asam benzoat, asam
oksalat kristal (H2C2O4.2H2O) dan lain-lain.
• Dalam titrasi pengendapan perak (Argentometri) digunakan NaCl dan KCl.
• Dalam proses titrasi reduksi-oksidasi digunakan K2Cr2O7, KBrO3,
Na2C2O4.2H2O dll
• Contoh membuat larutan standar primer
Sebanyak 1,2601 gram asam oksalat/
H2C2O4.2H2O (BM =126) dilarutkan dalam air
dan diencerkan sampai 100 ml.
Berapa molar konsentrasi larutan tersebut?
1,2601
konsentrasi larutan asam oksalat   0,1 00008M
126 x 0,1

• Larutan ini konsentrasinya sudah diketahui


sangat teliti, jadi langsung dapat digunakan.
• Contoh membuat larutan standar sekunder dan standarisasi
• Lihat kembali Contoh 6.
Jika 3,9 ml HCl pekat yang densitasnya 1,2 g/ml dan kadarnya 39,1%
diencerkan hingga volume 500 ml, berapa normalitas larutan HCl yang
dihasilkan.
N x 500 x 36,5
Rumus3,9:  10 x 1 x 39,1 x 1,2
N = 0,1.
• Konsentrasi larutan tersebut tidak teliti, karena HCl adalah zat
standar sekunder.
• Jadi belum bisa digunakan sebagai standar.
• Maka perlu standarisasi.
• Misalnya larutan tersebut distandasisasi menggunakan
larutan Na2B4O7.10H2O (boraks) 0,1001 N
• 25 ml larutan HCl dimasukkan dititrasi
menggunakan larutan boraks 0,1001 N,
membutuhkan larutanboraks 24,1 ml. berapa
normalitas HCl?
• VHClx N HCl = Hboraks x Nboraks
• N HCl = 24,5 ml x 0,1001N/25 ml =0,09641 N
• Jadi konsentrasi larutan HCl yang
sesungguhnya adalah 0,09641 (sangat teliti)
Titrasi Netralisasi
Meliputi: Asidimetri dan Alkalimetri
Tujuan:
menentukan banyaknya asam atau basa yang ekivalen dengan
banyaknya basa atau asam dalam larutan.
pH titik Ekivalen:
1. Titrasi asam kuat dg basa kuat pH=7
2. Titrasi asam lemah dg basa kuat pH  12 pKw  12 pKa  1
2
log [G ]
3. Titrasi basa lemah dg asam kuat pH  12 pKw  12 pKb  1
2
log [G ]

Untuk menentukan tercapainya titik ekivalen diperlukan indikator


INDIKATOR
Indikator : zat penunjuk saat tercapai titik ekivalen
 Zat ini mempunyai warna yang berbeda dalam larutan tergantung dari
besarnya konsentrasi H+ dalam larutan.
 Perubahan warna indikator tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan
dalam suatu interval pH yang kecil.
 Indikator ini disebut indikator asam-basa, yang setiap indikator
mempunyai interval pH tertentu yang besarnya tidak sama dengan
indikator yang lain.
Nama Indikator Warna dalam Warna dalam Interval pH
Larutan Larutan Basa
Asam
Thymol blue merah kuning 1,2-2,8
Bromophenol blue kuning Biru 2,8-4,6
Methyl orange Merah Kuning 3,1-4,4
Phenol-phtalein Tak Merah 8,3-10
berwarna
INDIKATOR
Menurut Oswald (1891), semua indikator umumnya adalah asam atau
basa organik lemah yang berbeda warnanya dalam bentuk molekul dan
dalam bentuk ionnya. Contoh: p-nitrofenol
O
OH

+ H2O + H3O+

NO2
N

O O

Tak berwarna kuning


(asam) (basa)
Indikator Asam: HIn
HIn H+ + In- .....(1)
Warna A Warna B

[H  ] [In - ]
K ina 
[HIn]
 [HIn] [HIn]
maka : [H ]  K ina x 
; sehingga pH  pK ina  log
[In ] [In - ]
Indikator Basa: InOH
InOH In+ + OH- .....(2)

[In  ] [OH- ]
K inb 
[InOH]

[InOH] [In ]
maka : [OH- ]  K inb x 
; sehingga pOH  pK inb  log
[In ] [InOH]

[ In ]
pH  14  pK inb  log
[ InOH ]
Contoh:
Suatu indikator asam Ka=10-5,
warna asam merah warna basa kuning
Bagaimana warna dalam larutan yg pHnya berbeda?

pH Perbandingan [HIn]: warna


larutan [In-]
1 10.000 : 1 merah

2 1.000 : 1 merah

3 100 : 1 merah
4 10 : 1 merah

5 1:1 Jingga trayek


6 1 : 10 kuning

7 1 : 100 kuning

8 1 : 1000 kuning

9 1 : 10.000 kuning
Kurva/grafik Titrasi Asam-Basa
Guna Kurva/grafik Titrasi:
untuk memilih jenis indikator yang paling sesuai untuk suatu proses
titrasi; agar kesalahan titrasi sekecil mungkin sehingga dapat
diabaikan.

Urut-urutan pembuatan Kurva titrasi netralisasi:


a. Menentukan besarnya pH larutan sebelum mulai titrasi.
b. Menentukan besarnya pH larutan pada setiap penambahan larutan
pereaksi (larutan standar), sampai sebelum titik ekivalen tercapai.
c. Menentukan besarnya pH larutan pada saat terjadi titik ekivalen.
d. Menentukan besarnya pH larutan setelah titik ekivalen, artinya di
dalam larutan telah terdapat kelebihan pereaksi.
Kurva Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat
Contoh: Pembuatan kurva titrasi antara 100 ml HCl 0,1 N dg NaOH 0,1N
a. Menentukan besarnya pH larutan sebelum titrasi
[HCl] = 0,1 N = 0,1 M, maka [H+] = 0,1 M pH = -log [H+] = -log (0,1) =
1,000
b. Menentukan pH larutan sebelum titik ekivalen
Contoh:
 penambahan 10 ml NaOH
100 ml HCl 0,1 N = 100 ml x 0,1 mgrek/ml = 10 mgrek
10 ml NaOH 0,1 N = 10 ml x 0,1 mgrek/ml = 1 mgrek
HCl sisa = (10-1) mgrek = 9 mgrek
Volume total larutan = (100 + 10) ml = 110 ml
Konsentrasi HCl sisa = [HCl] sisa = 9/110 mgrek/ml =9/110 mmol/ml
pH = -log(9/110) = 1,088
 Penambahan 99 ml NaOH
[HCl] sisa = (10-9,9) mgrek = 0,1 mgrek
[HCl] sisa = 0,1/199 mol/L
pH = -log (0,1/199) = 3,299
Kurva Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat
c. Menentukan besarnya pH larutan saat terjadi titik ekivalen
pada titik ekivalen, banyaknya mgrek HCl = mgrek NaOH
karena HCl dan NaOH adalah elektrolit kuat maka NaCl bersifat netral.
pH = 7
Kurva Titrasi Asam Kuat dengan Basa Kuat
d. Menentukan besarnya pH larutan setelah titik ekivalen
Contoh:
 penambahan 101 ml NaOH
100 ml HCl 0,1 N = 10 mgrek
110 ml NaOH 0,1 N = 10,1 mgrek
maka kelebihan NaOH = (10,1-10) mgrek = 0,1 mgrek
Konsentrasi NaOH sisa = 0,1/201 mgrek/ml = 0,1 mmol/ml
maka pOH = - log (0,1/201) = 3,303
pH = 14 – 3,303 = 10,697
 Penambahan 110 ml NaOH
NaOH sisa = (11-10)/210 mgrek/ml =1/210 mmol/ml
maka pOH = -log (1/210) = 2,322
pH = 14 – 2,322 = 11,678

• Harga-harga pH terhadap perubahan volume larutan, disusun dalam tabel


dan dibuat kurva titrasi. Ordinat: pH, absis volume larutan NaOH
Harga pH pada titrasi 100 ml HCl Kurva/Grafik titrasi
dengan larutan NaOH larutan HCl dengan NaOH

NaOH pH pH pH
14
(ml) larutan larutan larutan
1N 0,1N
1N 0,1 N 0,01 N
12
0 0.000 1.000 2.000
0,01N
10 0.088 1.088 2.088
10
25 0.222 1.222 2.222
50 0.477 1.477 2.477 8
75 0.845 1.845 2.845

pH
90 1.279 2.279 3.279 6
95 1.591 2.591 3.591
99 2.299 3.299 4.299 4
0,01N
99,5 2.601 3.601 4.601
99,9 4.301 5.301 6.301 2 0,1N
100 7.000 7.000 7.000 1N
0
101 11.697 10.697 9.697
0 50 100 150 200
105 12.387 11.387 10.387
110 12.678 11.678 10.678
NaOH yang ditambahkan (ml)
Kurva Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat
Contoh: Titrasi 100 ml HC2H3O2 0,1 N dengan NaOH 0,1 N
a. Menentukan besarnya pH larutan sebelum titrasi
larutan HC2H3O2 0,1 N -3
-5
[H+] = Ka x C  1,82 x 10 x 0,1  1,35 x 10
pH = - log 1,35 x 10-3 = 2,873
b. Menentukan pH larutan sebelum titik ekivalen
Contoh:
 penambahan 10 ml NaOH
100 ml HC2H3O2 0,1 N = 100 ml x 0,1 mgrek/ml = 10 mgrek
10 ml NaOH 0,1 N = 10 ml x 0,1 mgrek/ml = 1 mgrek
NaC2H3O2 terbentuk = 1 mgrek
HC2H3O2 sisa = (10-1) mgrek = 9 mgrek
Volume total larutan = 100 + 10 = 110 ml
Jadi dalam larutan terdapat: campuran asam lemah (HC 2H3O2) dan
garamnya (NaC 2H3O2).
[G] Larutan buffer 1 / 10
pH  pKa  log pH 1,82 x105  log pH = 3,786
[A] 9 / 110
Kurva Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat
c. Menentukan besarnya pH larutan saat terjadi titik ekivalen
pada titik ekivalen mgrek asam = mgrek basa
Jadi HC2H3O2 dan NaOH habis bereaksi dan membentuk garam NaC2H3O2
Konsentrasi NaC2H3O2 = 10/200 mgrek/ml = 0,05 mgrek/ml = 0,05 mmol/ml

pH  12 pKw  12 pKa  1
2
log[G ]

pH  12 x 14  12 x 4,7399  12 x log 0,05  8,7195


Kurva Titrasi Asam Lemah dengan Basa Kuat
d. Menentukan besarnya pH larutan setelah titik ekivalen
Contoh:
 Penambahan 101 ml
100 ml HC2H3O2 0,1 N = 10 mgrek
101 ml NaOH 0,1 N = 10,1 mgrek
Maka kelebihan NaOH = (10,1-10) mgrek = 0,1 mgrek
Konsentrasi NaOH sisa = 0,1 mgrek/201 ml
pOH =-log (0,1/201) =3,303
pH = 14-3,303 = 10,697
 Penambahan 110 ml NaOH
Kelebihan NaOH = (11-10) mgrek = 1 mgrek
[NaOH] sisa = 1/210 mgrek/ml
pOH = -log (1/210) = 2,322
pH = 14 -2,322 = 11,678
Harga pH pada titrasi 100 ml Kurva titrasi
HC2H3O2 0,1 N dengan NaOH HC2H3O2 dengan NaOH

NaOH (ml) pH larutan


0 2,873 14

10 3,786 12

25 4,263 10

50 4,740 8

pH
75 5,217 6
90 5,694
4
95 6,019
2
99 6,736
99,9 7,739 0
0 50 100 150 200
100 8,719
NaOH yang ditambahkan (ml)
101 10,697
105 11,387
Titrasi Basa Lemah dengan Asam Kuat
Contoh: Titrasi NH4OH dengan HCl
a. pH sebelum titrasi
pH  pKw  ( log K b x C

b. pH sebelum titik ekivalen


[G]
pH  pKw  pKb  log
[B]
c. pH pada titik ekivalen
pH  12 pKw  12 pKb  1
2
log[G ]
c. pH setelah titik ekivalen
Terdapat kelebihan asam. pH dihitung dari kelebihan asam.
Karena asamnya adalah elektrolit kuat, maka untuk menentukan pH
larutan adalah : pH = - log [H+].
Harga pH pada titrasi 100 ml Grafik titrasi
NH4OH 0,1 N dengan HCl NH4OH dengan HCl

HCl yang 14
ditambahkan pH
(ml) 12
0 11.127
10
10 10.214
25 9.737 8

pH
50 9.260
75 8.783 6

90 8.306 4
95 7.981
99 7.264 2
99.5 6.961
0
99.9 6.261
0 50 100 150 200
100 5.281
101 3.303 HCl yang ditambahkan (ml)
102 3.004
105 2.613
110 2.322
125 1.954
150 1.699
175 1.564
200 1.477
PENENTUAN KADAR ASAM ASETAT
DALAM CUKA MAKAN
• Tujuan :
Menentukan kadar asam asetat dalam cuka makan dengan
cara menstandardisasi larutan cuka dengan larutan standar
NaOH.
• Prinsip :
Asam asetat sebagai larutan berasam satu dapat
distandardisasi dengan larutan NaOH (BE asam asetat = BM
asam asetat)
NaOH + CH3COOH → CH3COONa+ H2O
Cara Kerja :
• Ambil 10,00 ml cuka makan dengan pipet volume, tuangkan
ke dalam labu ukur 250 ml dan encerkan dengan aquades
sampai tanda batas.
• Ambil 25,00 ml dengan pipet volume, tuangkan ke dalam
erlenmeyer 250 ml, tambahkan 2-3 tetes indikator fenolftalin
(pp).
• Titrasi dengan larutan NaOH yang telah distandardisasi
dengan HCl atau asam oksalat sampai titik akhir titrasi (terjadi
perubahan warna).
• Percobaan diulang 3 kali
• Hitung kadar (%) asam asetat dalam cuka
makan dengan persamaan :

VNaOH xN NaOH x BE CH 3COOH x 100%


kadar asam asetat (%) 
(10,00/250) x 25 x BJ Cuka x 1000

Catatan :
BJ cuka = berat / volum
7. Titrasi Pengendapan dan Pembentukan
Kompleks
• Titrasi Pengendapan yaitu suatu proses titrasi yang
dapat mengakibatkan terbentuknya suatu endapan.
• Titrasi yang melibatkan reaksi pengendapan tidak
sebanyak titrasi yang melibatkan reaksi netralisasi
(asam-basa).
• Titrasi ini terbatas pada pengendapan ion perak
dengan anion halogen dan tiosianat
• Salah satu alasan mengapa penggunaan reaksi ini
terbatas adalah kurangnya indikator yang cocok.
Titrasi Argentometri
• Proses titrasi yang menggunakan garam Argentum nitrat
(AgNO3) sebagai larutan standar disebut proses titrasi
Argentometri.
• Dalam titrasi Argentometri, larutan AgNO 3 digunakan untuk
menetapkan garam-garam halogen dan sianida.
• Kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dapat membentuk suatu
endapan dan atau senyawa kompleks, sesuai dengan reaksi
berikut :
NaHal + Ag+ AgHal(s) + Na+
• Zat standar primer dalam titrasi Argentometri :
AgNO3, NaCl atau KSCN
3.2 Cara menentukan/memilih indikator
dalam titrasi Argentometri.
Untuk menentukan tercapainya titik ekivalen
dalam titrasi Argentometri dilakukan dengan
beberapa cara, diantaranya :
a. pembentukan endapan berwarna
b. pembentukan ion kompleks berwarna
c. menggunakan indikator adsorbsi

• Pada bagian ini hanya akan dibahas cara a dan


b.
3.2.1 Pembentukan Endapan Berwarna

• Metoda ini dikemukakan oleh Mohr (1856).


Cara ini dikenal dengan proses titrasi Argentometri
Metoda Mohr.
• Dengan cara ini:
ke dalam larutan netral yang mengandung ion Halogen, misalnya
Cl- ditambahkan sedikit larutan kalium kromat (K2CrO4) sebagai
indikator, baru kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 standar.
Pada saat titik akhir titrasi ion kromat (CrO42-) akan bereaksi
dengan ion Ag+ membentuk endapan berwarna merah dari garam
Ag2CrO4.
reaksi :
Cl- + Ag+ AgCl(s) putih
Cr2O42- + 2 Ag+ Ag2CrO4(s) merah
Keterbatasan Titrasi Metode Mohr
Titrasi metoda Mohr terbatas untuk larutan dengan nilai
pH: 6 - 10.
• Dalam larutan asam, konsentrasi ion kromat (CrO42- )
akan sangat terkurangi sesuai reaksi berikut :
2H+ + 2CrO42- 2HCrO4- Cr2O72- + H2O
Sehingga Ksp Ag2CrO4 tidak terlampaui.
• Sebaliknya pada kondisi basa, akan terjadi endapan
AgOH, yang Ksp nya = 2,3 x 10-8.
2Ag+ + 2OH- 2 AgOH(s) Ag2O(s) + H2O
• Sampel garam dapur kotor seberat 0,3 gram
akan dianalisa kandungan NaCl nya secara
Argentometri metode Mohr. Sampel dilarutkan
dengan aquades dan ditambah indikator K2CrO4
dan dititrasi dengan larutan standar AgNO3
0,1201 N, dibutuhkan 40,1 ml. Hitunglah kadar
NaCl dalam garam dapur kotor tersebut.
• Diketahui BM NaCl = 58,5
3.2.2.Pembentukan Ion Kompleks Berwarna

• Metoda ini dikemukakan oleh Volhard (1878), untuk


menitrasi kelebihan ion Ag+ dalam larutan bersifat
asam, dengan larutan garam kalium thiosianat
(KSCN) standar menggunakan ion besi (III) sebagai
indikator.
Ag+ + SCN- AgSCN(s)
Fe3+ + 6 SCN- {Fe(SCN)6}3+ (merah)
Cara:
• Ke dalam larutan garam halogen yang akan ditentukan
ditambahkan larutan AgNO3 standar berlebih.
• Untuk menentukan banyaknya kelebihan ion Ag+, ke dalam
larutan ditambahkan garam feri (Fe3+) sebagai indikator,
kemudian larutan dititrasi dengan larutan KCNS standar.
• Titik ekivalen ditandai dengan terbentuknya warna merah
larutan karena tebentuk ion kompleks {Fe(SCN)6}3+.
Dengan mengetahui banyaknya mgrek larutan AgNO3 standar
yang ditambahkan, dan banyaknya mgrek larutan KCNS yang
diperlukan dalam titrasi, maka banyaknya garam halogen
dapat dihitung.
Apabila garam halogen tersebut adalah dari ion Cl-, reaksi yang
terjadi dalam larutan adalah :
Cl- + Ag+ AgCl putih
Ag+ + SCN- AgSCN putih
Fe3+ + 6 SCN- {Fe(SCN)6}3+ (merah)
• Dengan terjadinya reaksi-reaksi tersebut dalam larutan terdapat
dua jenis endapan sukar larut yaitu AgCl dan AgSCN dalam keadaan
seimbang, sehingga perbandingan antara ion Cl- dan ion SCN-
adalah:
[Cl  ] Ksp AgCl 1,2 x 10 -10
  -13
 170
[SCN ] Ksp AgSCN 7,1 x 10

• Karena hasil perbandingan kedua ion tersebut cukup besar, ketika


kelebihan ion Ag+ telah bereaksi dengan ion CSN-, maka kelebihan
ion SCN- akan bereaksi dengan endapan AgCl; sedemikian sehingga
perbandingan antara [Cl-] dengan SCN- dalam larutan = 170. hal ini
disebabkan karena AgSCN relatif sukar larut dibandingkan dengan
AgCl.
AgCl + SCN- AgSCN + Cl-
Peristiwa ini menimbulkan kesalahan yang cukup serius.
Maka reaksi antara ion SCN- dengan AgCl harus dicegah dengan
cara, antara lain
a. Endapan AgCl disaring, kemudian filtrat yang
mengandung kelebihan ion Ag+ dititrasi dengan larutan
SCN- standar.
b. Ke dalam larutan yang telah mengandung endapan AgCl
ditambahkan sedikit cairan pelindung nitrobenzena dan
digojog untuk mengumpulkan endapan; selanjutnya
larutan dititrasi dengan laritan SCN- standar.
•Pada penetapan bromida dan iodida kesulitan tersebut di atas
tidak terjadi, karena Ksp AgBr hampir sama dengan AgSCN.
[Br  ] Ksp AgBr 3,5 x 10 -13

  -13
 0,5.
[SCN ] Ksp AgSCN 7,1 x 10
• Untuk iodida Ksp AgI lebih kecil dari pada Ksp
AgSCN, sehingga tidak terdapat kesukaran
dalam menentukan titik akhir titrasi.
Contoh 1.
Suatu sampel seberat 0,8165 g yang mengandung ion klorida
dianalisis dengan metoda Volhard. Sampel dilarutkan dalam
air dan ditambahkan 50,0 ml AgNO3 0,1214 M untuk
mengendapkan ion klorida. Kelebihan AgNO3 dititrasi dengan
KSCN 0,1019 M memerlukan 11,7 ml.
Hitung persentase klorida dalam sampel.
Penyelesaian :
Reaksi yang terjadi dalam larutan :
Cl- + Ag+ AgCl
Ag+ + SCN- AgSCN

Sehingga : mmol AgNO3 = mmol Cl- + mmol KSCN


50,0 x 0,1214 mmol = mmol Cl- + 11,7 x 0,1019 mmol
mmol Cl- = 4,872
berat Cl- = 4,872 mmol x 35,5 mg/mmol

4,872 mmol x 35,5 mg/mmol


% Cl -  x 100%
816,5 mg
% Cl -  21,15%
Contoh 2.
Ke dalam larutan yang mengandung 0,5 gram campuran LiCl
dan BaBr2, ditambahkan 37,6 ml larutan AgNO3 0,2 N.
Kelebihan Ag+nya dapat dititrasi dengan 18,5 ml larutan
standar KCNS 0,11 N.
Hitunglah % berat Ba dalam larutan tersebut.
BM LiCl = 42,5; BaBr2 = 297 ; BA Ba = 137
Penyelesaian :
Misal: LiCl = a mgram = a/42,5 mmol = a/42,5 mgrek,
maka BaBr2 = (500-a) mgram = (500-a)/297 mmol
= 2 x (500-a)/297 mgrek

AgNO3 yang ditambahkan = 37,6 ml AgNO3 0,2 N = 7,52 mgrek;


AgNO3 sisa = 18,5 ml KCNS 0,11N = 2,053 mgrek
Jumlah AgNO3 0,2 N yang digunakan untuk mengendapkan LiCl dan BaBr 2
= Jumlah AgNO3 0,2 N yang ditambahkan - AgNO3 0,2 N sisa

   5,467
= (7,52 -2,053) mgrek = 5,467 mgrek. Ini sama dengan banyaknya LiCl dan BaBr2.
a 1000  2 a
Maka : 42,5
 297

297a + 42500 – 85a = 5,467 x 42,5 x 297 = 69045,075


112a = 26545,075
a = 125,213
Jadi BaBr2 = (500-125,213) = 374,787 mgram.
137 x 374, 787
% berat Ba dalam campuran =
297 x 500
x 100%  34,576%.
Contoh 3
Pada analisa silikat, dari 0,8 gram sampel diperoleh campuran
NaCl dan KCl yang beratnya 0,24 gram. Garam-garam klorida
tersebut kemudian dilarutkan dalam air, kemudian ke dalam
larutannya ditambahkan 50 ml AgNO3 0,1 N. Jika kelebihan
AgNO3 dapat dititrasi dengan 14,5 ml KCNS 0,1003 N,
hitunglah %K2O dan Na2O dalam sampel tersebut.
BM NaCl = 58,5; KCl = 74,5
Penyelesaian :
Misal: NaCl = a mgram = a/58,5 mmol = a/58,5 mgrek,
maka KCl = (240-a) mgram = (240-a)/74,5 mmol = (240-a)/74,5 mgrek

50 ml AgNO3 0,1 N = 5,0 mgrek,


14,5 ml KCNS 0,1003 N = 1,45034 mgrek

AgNO3 yang digunakan untuk mengendapkan NaCl dan KCl


= 5-1,45034 mgrek = 3,54966 mgrek
a
58,5
 240 a
74,5
  5  1,45034  3,54966
74,5a +14049-58,5a = 3,54966 x 58,5 x 74,5
16a = 1430,306
a = 89,39
Jadi berat NaCl = 89,39 mgram dan KCl =240 - 89,39 mgram = 150,61 mgram

% K 2O  94
74,5 x 150, 61 x 100
800 %  23, 754%

% Na 2O 58,5
62
x 89,39 x 100
800 %  11,84%
% berat K2O =
Titrasi Oksidasi dan Reduksi
• Yang dimaksud dengan titrasi oksidimetri adalah
titrasi terhadap larutan zat reduktor dengan
larutan zat oksidator sebagai standarnya ;
demikian juga sebaliknya.
• Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-
reduksi sangat banyak dalam analisa volumetri
dari pada reaksi asam basa, pengendapan dan
pembentukan kompleks.
 Hal ini disebabkan oleh karena ion-ion dapat memiliki
beberapa bentuk oksidasi, sehingga kemungkinan
terjadi oksidasi reduksi sangat banyak.
Sistem redoks secara umum :
Reduktor I + Oksidator II Reduktor II + Oksidator I
Reaksi dapat dipecah menjadi sistem redoks tunggal :
Oksidator II + ne Reduktor II
Reduktor I Oksidator I + ne

Contoh :
(1) 5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
dipecah menjadi :
MnO4- + 8 H+ + 5e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 V
5Fe2+ 5Fe3+ + 5e Eo = -0,77 V
E = 2,28 V
(2) Fe3+ + I- Fe2+ + ½ I2
dipecah menjadi:
Fe3+ + 1e Fe2+ Eo = 0,77 V
I- ½ I2 + 1e Eo = -0,27 V
E = 0,94 V
• Besarnya perbedaan potensial sistem oksidasi
dan reduksi (E) menunjukkan kesempurnaan
reaksi.
• Pada contoh (1) beda potensial besar, reaksi
ini berjalan sempurna. Reaksi (2) beda
potensial kecil reaksi ini tidak sempurna.
Indikator dalam Titrasi Oksidasi Reduksi
• Indikator redoks adalah indikator yang memiliki warna
berbeda dalam bentuk teroksidasi dan tereduksi.
Inoks + ne Inred.
• Secara kualitatif persyaratan indikator untuk titrasi redoks
harus memiliki potensial oksidasi terletak diantara potensial
oksidasi larutan yang dititrasi dan larutan titran.
 mempunyai potensial oksidasi lebih besar dari reduktor
dan lebih kecil dari oksidatornya
 Jika tidak maka indikator akan teroksidasi pada permulaan
atau tidak teroksidasi sama sekali.
• Beberapa contoh indikstor redoks adalah : fenosalfranina,
indigo tetrasulfonat, feroin, difenilamina dan lain-lain.
Indikator
Disamping itu ada beberapa tipe indikator yang lain, yaitu :
1. Own Indikator
Zat berwarna yang bertindak sebagai indikator sendiri. Misal :
larutan KMnO4
2.Indikator Spesifik
Zat yang bereaksi secara khas dengan salah satu reagensia dalam
suatu reaksi titrasi menghasilkan suatu warna. Misal : larutan kanji
yang membentuk warna biru tua dengan iod dan ion tiosianat
membentuk warna merah dengan ion besi (III)
3.Indikator Eksternal atau Uji Bercak
Misalnya : ion ferisianida untuk mengetes kelebihan besi(II)
membentuk fero-ferisianida (warna biru) pada lempeng bercak
diluar tabing titrasi.
4.Potensiometri
Perubahan potensial /voltase selama titrasi diamati kemudia dibuat
grafik titrasi, disebut titrasi potensiometri.
Pembagian Proses Titrasi Oksidasi dan Reduksi
Berdasarkan perbedaan jenis larutan
standarnya, proses titrasi oksidasi dan reduksi
dapat dibedakan menjadi :
a. Proses Titrasi Permanganometri
b. Proses Titrasi Iodo dan Iodimetri
c. Proses Titrasi Bikromatometri
d. Proses Titrasi Bromatometri dan lain-lain.
Proses Titrasi Permanganometri
• Proses titrasi permanagnometri adalah suatu
proses reduksi - oksidasi menggunakan garam
Kalium permanganat (KMnO4) standar.
• Garam Kalium permanganat tidak dapat
diperoleh dalam keadaan murni, karena
banyak mengandung oksidanya (MnO dan
Mn2O3), sehingga tidak dapat digunakan
sebagai zat standar primer.
Tabel 7. Penerapan Titrasi Langsung dengan Larutan
Permanganat dalam Asam
Analit Setengah Reaksi dari zat yang dioksidasi
Stibium (III) HsbO2 + 2H2O HSbO4 + 2H+ + 2e-
Arsen (III) HAsO2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2e-
Hidrogen peroksida H 2 O2 O2 + 2H+ + 2e-
Besi (II) Fe2+ Fe3+ + e-
Nitrit HNO2 + H2O NO3- + 3H+ + 2e-
Oksalat H2C2O4 2CO2 + 2H+ + 2e-
Timah (II) Sn2+ Sn4+ + 2e-
Titanium (III) Ti3+ + H2O TiO2+ + 2H+ + e-
Uranium (IV) U4+ + 2H2O UO22+ + 4H+ + 2e-
Vanadium (IV) VO2+ + 3H2O V(OH)4+ + 2H+ + e-
Pembuatan Larutan KMnO4
• Larutan standar KMnO4 dibuat tidak hanya dengan
melarutkannya dalam aquades, karena adanya sedikit zat
organik dalam air menyebabkan terjadinya peruraian ion
MnO4- menjadi oksidanya, sesuai persamaan reaksi berikut
4 MnO4- + 2 H2O 4 MnO2 + 3 O2 + 4 OH-

• Larutan standar KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan garam


tersebut dalam air panas, kemudian larutan dididihkan
beberapa saat. Setelah larutan menjadi agak dingin kemudian
disaring menggunakan glass-wall dan selanjutnya ditempatkan
dalam botol berwarna gelap.
Larutan KMnO4 standar dapat digunakan dalam suasana
asam, basa maupun netral.
•Dalam suasana asam yaitu H2SO4 berat ekivalen
KMnO4 = 1/5 mol ( atau 1 grek KMnO4 = 31,6 gram).
Reaksi dalam asam : MnO4- Mn2+
•Dalam suasana basa, berat ekivalen KMnO4 = 1/3 mol
( atau 1 grek KMnO4 = 52,7 gram)
Reaksi dalam basa : 4 MnO4- MnO2
Standarisasi Larutan KMnO4
• Karena larutan standar KMnO4 bukan merupakan
larutan standar primer, maka setelah larutan dibuat,
sebelum digunakan harus distandarisasi terlebih
dulu dengan zat-zat standar primer.
• Zat-zat standar primer yang dapat digunakan untuk
menstandarisasi larutan KMnO4 adalah zat-zat
reduktor seperti : As2O3, Na2C2O4, Besi (Fe),
K4{Fe(CN)6}, Fe(NH4)2(SO4)2 dan H2C2O4.
Cara Standarisasi KMnO4 dengan garam
Na2C2O4.
• Mula-mula panaskan garam Na2C2O4 2H2O dalam oven listrik
pada suhu 105-110oC selama  2 jam, kemudian didinginkan
dalam eksikator.
• Timbanglah 0,3 gram garam Na2C2O4 kering, masukkan ke
dalam labu ukur dan larutkan dalam dalam 250 ml H2SO4 2N;
dinginkan sampai suhu 25-30oC sambil diaduk sampai semua
garam oksalat tersebut larut.
• Ambilah dengan pipet gondok 25 ml larutan oksalat tersebut,
masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml, panaskan larutan
tersebut pada suhu 55-60oC.
• Kemudian titrasilah larutan sampai larutan berwarna ungu
muda tidak hilang selama  30 detik.
• Ulangi pekerjaan ini sampai 3 kali, kemudian rata-ratakan
volume larutan KMnO4 yang digunakan.
Cara Perhitungan :
mgrek Na2C2O4 = mgrek KMnO4
Volume larutan KMnO4 rata-rata yang digunakan = V ml

5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O

0,3
0,3 gram Na 2 C 2 O 4  mol  2,239 mmol
134
 2 x 2,39 mgrek
 4,478 mgrek
25
 x 4,478  0,4478 mgrek
Dalam 25 ml ml banyaknya ion C2O42- : 250

Normalitas KMnO4 = N.
0,4478 mgrek
Maka: N 
V lt
Penerapan Titrasi Permanganometri
• Penetapan Besi
Penetapan besi dalam bijih besi merupakan salah satu
penerapan paling penting dari titrasi permanganometri.
 Bijih besi yang utama adalah oksida atau oksida terhidrasi.
Hematit (Fe2O3), magnetit (Fe3O4), geotit (Fe2O3.H2O) dan limonit
(2Fe2O3.3H2O).
 Asam terbaik untuk melarutkan bijih-bijih tersebut adalah asam
klorida. Oksida terhidrasi mudah larut, sedangkan magnetit dan
hematit melarut agak lambat.
 Sebelum titrasi dengan permanganat, maka besi (III)
harus direduksi terlebih dahulu menjadi besi (II).
• Reduksi dapat dilakukan menggunakan reduktor Jones (zink
amalgam) atau dengan timah (II) klorida. Reduktor Jones disukai
jika larutan mengandung asam sulfat. Jika larutan mengandung
asam klorida, reduksi dilakukan dengan timah(II) klorida. Timah
klorida dimasukkan ke dalam larutan sampel yang panas dan
proses reduksi dapat diamati dari menghilangnya warna kuning
ion besi (III), sesuai reaksi berikut :
Sn2+ + 2Fe3+ Sn4+ + 2Fe2+
• Penambahan timah(II) klorida sedikit berlebih untuk
memastikan reduksi berjalan sempurna. Kelebihan ini harus
dihilangkan agar tidak bereaksi dengan permanganat pada
proses titrasi. Untuk itu larutan didinginkan dan dengan cepat
ditambahkan merkurium(II) klorida untuk mengoksidasi
kelebihan ion timah(II), sesuai reaksi berikut :
2HgCl2 + Sn2+ Hg2Cl2(s) + Sn4+ + 2 Cl-
• Besi (II) tidak dioksidasi oleh merkurium(II) klorida. Endapan
merkurium(I) klorida jika hanya sedikit tidak mengganggu
titrasi, tetapi jika kelebihan timah(II) klorida yang ditambahkan
terlalu banyak, mekurium(I) klorida dapat direduksi lebih lanjut
menjadi merkuri bebas, sesuai reaksi berikut :
2Hg2Cl2 + Sn2+ 2Hg(l) + 2Cl- + Sn4+
• Merkuri yang dihasilkan dalam keadaan sangat halus, akan
menyebabkan endapan berwarna abu-abu atau hitam. Jika
endapan berwarna hitam sampel harus dibuang karena
merkurium dalam keadaan butiran halus akan teroksidasi
selama titrasi.
• Larutan Timah(II) klorida biasanya digunakan untuk mereduksi
besi dalam sampel yang dilarutkan dalam asam klorida.
Selanjutnya ditambahkan larutan pencegahan Zimermann-
Reinhardt (Zimermann- Reinhardt preventive solution), sebelum
dilakukan titrasi dengan permanganat.
• Larutan Zimermann - Reinhardt adalah campuran : larutan
MnSO4, H2SO4 dan H3PO4 yang berfungsi melindungi ion klorida
agar tidak dioksidasi oleh permanganat.
• Penetapan MnO2 dalam Pirolusit
Di alam MnO2 terdapat sebagai mineral pirolusit. Untuk
menentukan banyaknya MnO2 yang terkandung dalam mineral
tersebut dapat dilakukan secara titrasi permanganometri.
 Untuk ini mineral dilarutkan terlebih dahulu, kemudian ke dalam
larutannya ditambahkan zat pereduksi seperti misalnya : FeSO4,
Na2C2O4 atau As2O3 berlebih,
kemudian kelebihan reduktor dititrasi dengan larutan KMnO4
standar.
Reaksi - reaksi reduksi MnO2 menjadi Mn2+ dengan beberapa
pereduksi adalah sebagai berikut :
MnO2 + 2Fe2+ + 4H+ Mn2+ + Fe3+ + 2H2O
MnO2 + C2O42- + 4H+ Mn2+ + 2CO2 + 2H2O
2MnO2 + 2H3AsO3 + 4H+ 2Mn2+ + 2H3AsO4 + 2H2O
Reaksi titrasi kelebihan reduktor adalah sebagai berikut:
5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
2H3AsO3 + 2 MnO4- 4H+ 2Mn2+ + 2H3AsO4 + 2H2O

Dengan mengetahui banyaknya reduktor yang ditambahkan dan


banyaknya kelebihan reduktor ( dari volume larutan KMnO4 yang
diperlukan untuk titrasi), dapat dihitung % MnO2 yang
terkandung dalam mineral tersebut.
Tabel 7. Penerapan Titrasi Langsung dengan Larutan Permanganat dalam Asam

Analit Setengah Reaksi dari zat yang dioksidasi


Stibium (III) HsbO2 + 2H2O HSbO4 + 2H+ + 2e-
Arsen (III) HAsO2 + 2H2O H3AsO4 + 2H+ + 2e-
Hidrogen peroksida H2O2 O2 + 2H+ + 2e-
Besi (II) Fe2+ Fe3+ + e-
Nitrit HNO2 + H2O NO3- + 3H+ + 2e-
Oksalat H2C2O4 2CO2 + 2H+ + 2e-
Timah (II) Sn2+ Sn4+ + 2e-
Titanium (III) Ti3+ + H2O TiO2+ + 2H+ + e-
Uranium (IV) U4+ + 2H2O UO22+ + 4H+ + 2e-
Vanadium (IV) VO2+ + 3H2O V(OH)4+ + 2H+ + e-
Proses Titrasi Iodo dan Iodimetri
• Proses Iodometri adalah proses titrasi
terhadap Iodium bebas dalam larutan, disebut
juga proses iodometri tidak langsung.
 Dalam proses ini sebagai larutan
standarnya/titran adalah Na2S2O3.
• Proses Iodimetri adalah proses titrasi
menggunakan larutan I2 sebagai standar/titran
disebut juga proses iodometri langsung.
Proses Iodimetri
• Zat-zat penting yang merupakan zat pereduksi
yang cukup kuat untuk dititrasi dengan Iod
adalah tiosulfat, arsen (III), stibium (III), sulfida,
sulfit, timah (II) .
• Daya mereduksi dari beberapa zat ini
bergantung konsentrasi ion hidrogen, dan
hanya dengan penyesuaian pH yang tepat
reaksi dengan ion Iodida dapat dibuat
kuantitatif.
Penyediaan larutan Iod
• Iod hanya sedikit larut dalam air (0,00134 mol/lt pada
25oC), namun sangat larut dalam larutan yang
mengandung ion iodida. Iod membentuk kompleks
triiodida dengan iodida,
I2 + I- I3-
• Dengan K ~ 710 pada 25oC. Maka untuk melarutkan
dilakukan dengan menambahkan KI berlebih untuk
meningkatkan kelarutan dan menurunkan volatilitas
iod.
• Biasanya ditambahkan 4-4% berat KI ke dalam larutan
0,1 N.
• Berat ekivalen I2 = ½ mol = 127 g.
Contoh pembuatan larutan 0,1 N I2 :
• Larutkan 20 g KI bebas dari Iodat dalam 30-40 ml aquades
dalam labu takar 1 L yang tertutup.
• Timbang 12,7 g I2, kemudian masukkan kristal tersebut ke
dalam labu takar yang telah berisi larutan KI di atas.
• Gojog sampai semua kristal I2 larut, dan diamkan beberapa
saat sampai larutan menjadi dingin pada suhu kamar.
• Selanjutnya tambahkan aquades sampai batas dan gojog
sampai homogen.
• Simpan dalam botol berwarna gelap.
Standarisasi larutan I2
• Untuk menstandarisasi larutan I2 dapat dilakukan dengan
beberapa jenis zat reduktor antara lain : As2O3, Na2S2O3 dan
BaS2O3. H2O.
Standarisasi menggunakan BaS2O3. H2O
• Larutkan 40 gram garam BaCl2. 2H2O dan 50 gram garam
Na2S2O3. 5H2O masing-masing dalam 300 ml aquades.
• Panaskan kedua larutan sampai suhu 50oC, kemudian sambil
diaduk tuangkan sedikit demi sedikit larutan BaCl 2 ke dalam
larutan Na2S2O3 maka akan terbentuk kristal putih BaS2O3. H2O.
• Saring dan cuci kristal tersebut dengan alkohol 95% dan
akhirnya dengan ether, selanjutnya keringkan.
• Timbang dengan tepat 1 gram kristal BaS2O3. H2O dan
masukkan dalam Erlenmeyer 250 ml, kemudian tambahkan
100 ml aquades dan 2 ml indikator kanji.
• Titrasi larutan tersebut dengan larutan I2 standar sampai
larutan menjadi berwarna biru permanen. Ulangi sebanyak 3
kali.
• 1 ml larutan I2 1N setara dengan 0,2675 gram BaS2O3. H2O
Indikator dalam Proses Iodo dan Iodimetri
• Larutan I2 dalam KI encer berwarna coklat muda, apabila 1
tetes larutan 0,1 N I2 dimasukkan ke dalam 100 ml aquades
akan memberikan warna kuning muda, sehingga dengan
demikian I2 dapat bertindak sebagai indikatornya sendiri.

• Namun demikian warna yang terjadi dalam larutan tersebut


akan lebih sensitif dengan menggunakan larutan kanji, karena
kanji dengan I2 dalam larutan KI akan bereaksi menjadi
kompleks iodium yang berwarna biru, meskipun konsentrasi I2
sangat kecil.
Indikator
Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, proses ini dapat
dihambat dengan penambahan suatu pengawet. Kekurangan
penggunaan kanji sebagai indkator adalah :
 kanji tidak larut dalam air dingin
 suspensinya dalam air tidak stabil
 dengan I2 membentuk kompleks iod-amylum yang tidak
larut dalam air, ini akan terjadi jika penambahan larutan
kanji dilakukan pada permulaan titrasi.
Oleh karenanya jika digunakan larutan kanji sebagai indikator,
maka larutan ini ditambahkan setelah mendekati titik
ekivalen.
Penerapan Iodimetri
Tabel 8. Penerapan Iodimetri (Iodometri langsung)
Analit Reaksi
Stibium(III) HSbOC4H6O6 + I2 + H2O HSbO2C4H4O6 + 2I- + 2H+
Arsen(III) HAsO2 + I2 + H2O HAsO4 + 2I- + 2H+
Ferosianida 2Fe(CN)64- + I2 2Fe(CN)63- + 2I-
Hidrogen sianida HCN + I2 ICN + I - + H+
Hidrazina N2H4 + 2I2 N2 + 4I- + 4H+
Belerang (sulfida) H2S + I2 24I- + 2H+ + S
Belerang(sulfit) H2SO3 + H2O + I2 H2SO4 + 2I- + 2H+
Tiosulfat 2S2O3 + I2 S4O62- + 2I-
Timah(II) Sn2+ + I2 Sn 4+ + 2I-
Proses Iodometri
(iodometri tidak langsung)
• Dalam proses Iodometri, zat-zat oksidator
kuat dalam larutan yang bersifat asam/netral
ditambah dengan KI berlebih, maka zat
oksidator akan tereduksi secara kuantitatif
dan da akan membebaskan I2 dalam larutan
yang setara dengan oksidator.
• I2 bebas ini kemudian dititrasi dengan larutan
Na2S2O3 standar.
Pembuatan larutan Natrium Tiosulfat
• Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri
adalah natrium tiosulfat dapat diperoleh dalam keadaan
murni, namun kandungan air kristalnya tidak diketahui
dengan tepat, sehingga larutannya tidak dapat digunakan
sebagai larutan standar primer.
• Selain itu natrium tiosulfat tidak stabil dala waktu lama.
 Bakteri yang memakan belerang yang masuk ke larutan, dan proses
metabolismenya akan mengakibatkan pembentukan SO32-, SO42- dan
belerang koloid.
 Belerang ini menyebabkan kekeruhan, bila kekeruhan timbul maka
larutan tidak dapat digunakan lagi.
 Dalam suasana asam, tiosulfat terurai membentuk belerang bebas,
meskipun peruraian sangat lambat.
 S2O32- + 2 H+ H2SO3 + S(S).
Pembuatan larutan Natrium Tiosulfat
Pembuatan larutan standar natrium thiosulfat dilakukan sebagai
berikut :
a. larutkan garam kristalnya dalam air yang mendidih.
b. Tambahkan boraks sebagai pengawet
c. Simpan di tempat yang tidak terkena sinar matahari, untuk
mencegah peruraian ion thiosulfat
Dalam proses iodometri, larutan tiosulfat di dalam larutan
dioksidasi oleh iod menjadi tetrationat.
I2 + S2O32- 2I- + S4O62-
• Reaksi ini berlangsung cepat dan tidak ada reaksi samping.
• Berat ekivalen Na2S2O3 .5H2O adalah = 1 mol = 248,17 gram.
• Jadi larutan 0,1 N natrium tiosulfat standar dibuat dengan
melarutkan 24,817 gram kristal Na2S2O3. 5H2O dalam 1 liter
aquades dalam labu takar 1 liter.
• Tetapi sebelum digunakan harus distandarisasi dahulu untuk
menentukan faktor normalitasnya.
Standarisasi larutan Natrium tiosulfat
Sejumlah zat dapat digunakan sebagai standar
primer untuk larutan tiosulfat. Diantaranya adalah :
KBrO3, K2Cr2O7, Cu dan I2.

Standarisasi larutan tiosulfat dengan larutan K2Cr2O7


•Senyawa ini diperoleh dengan derajat kemurnian yang tinggi.
Berat ekivalennya cukup tinggi, tidak higroskopis dan zat padat
serta larutannya sangat satabil. Reaksi K2Cr2O7 dengan iodida
dilaksanakan dalam suasana asam (0,2-0,4M) :
Cr2O72- + 6 I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Berat ekivalen K2Cr2O7 adalah 1/6 berat molekulnya atau
49,03 gram.
Proses standarisasi dilakukan sebagai berikut:
• Ambilah dengan pipet gondok, 25 ml larutan K2Cr2O7. 0,1 N
dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml.
• Tambahkan ke dalam larutan tersebut 25 ml asam asetat
glasial, 5 ml larutan CuSO4 0,001 M (untuk mempercepat
reaksi) dan 30 ml larutan KI 10%.
• Setelah larutan menjadi homogen, titrasi dengan larutan
Na2S2O3 sampai warna kuning kemudian tambahkan indikator
kanji dan titrasi lagi sampai larutan berwarna biru, catat
volume tiosulfat yang digunakan.
• Ulangi pekerjaan tersebut sebanyak 3 kali.
Perhitungan :
Bila volume tiosulfat rata-rata = V ml.
Maka dengan rumus : V1 x N1 = V2 x N2,
diperoleh :
25 x 0,1 grek
N tio 
V lt
Penerapan Titrasi Iodometri

• Banyak penerapan proses iodometri dalam kimia analisa.


Beberapa diantaranya disajikan dalam Tabel 9.
• Penerapan iodometri untuk penentuan tembaga dilakukan untuk
bijih maupun aliase.
• Biasanya bijih tembaga mengandung besi, arsen dan stibium.
 Unsur-unsur mengganggu, dan dapat dicegah dengan
penambahan amonium bifluorida NH4HF2 yang mengubah ion
Fe3+ menjadi kompleks FeF63- yang stabil.
 Stibium dan arsen tidak akan mengoksidasi ion iodida kecuali
dalam larutan yang sangat asam.
• Gangguan ini dapat diatasi dengan mengatur pH sekitar 3,5
dengan suatu buffer.
• Buffer yang digunakan yaitu buffer ftalat.
Tabel 9. Penerapan Iodometri tidak langsung
Analit Reaksi
Arsen(V) H3AsO4 + 2H+ + 2I- HAsO2 + I2 + 2H2O
Brom Br2 + 2I- 2Br- + I2
Bromat BrO3- + 6H+ + 6I- Br- + 3I2 + 3H2O
Klor Cl2 + 2I- 2Br- + I2
Klorat ClO3- + 6H+ + 6I- Cl- + 3I2 + 3H2O
Tembaga(II) 2 Cu2+ + 4I- 2Cu(s) + I2
Dikromat Cr2O72- + 6I- + 14H+ 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O
Hidrogen H2O2 + 2H+ + 2I- 3I2 + 2H2O
Peroksida
Iodat IO3- + 6H+ + 5I- 3I2 + 3H2O
Nitrit HNO2 + 2H+ + 2I- 2NO + I2 + 2H2O
Oksigen O2 + 4 Mn(OH)2 + 2H2O 4Mn(OH)3
2 Mn(OH)3 + 2I- + 6H+ Mn2+ + I2 + 3H2O
Ozon O3 + 2H+ + 2I- O2 + I2 + 2 H 2 O
Periodat IO4- + 7I- + 8H+ 4I2 + 4H2O
Permanganat 2MnO4 + 10I- + 16H+ 2Mn2+ + 5I2 + 8H2O
Contoh Soal 1.
Pada analisa pirolusit, sampel sebanyak 0,5 gram
yang mengandung MnO2 direduksi dengan garam
fero 0,1 N sebanyak 50 ml sampai semua mangan
direduksi menjadi Mn(II). Reduktor yang berlebih
kemudian dititrasi dengan KMnO4 0,0982 N sebanyak
30 ml.
Hitunglah % MnO2 dalam sampel tersebut.
Diketahui : BA Mn = 55, O =16.
Penyelesaian contoh soal 1:
• Reaksi MnO2 dengan reduktor :
MnO2 + 2Fe2+ + 4H+ Mn2+ + Fe3+ + 2H2O
• Reaksi kelebihan reduktor dengan KMnO4 :
5Fe2+ + MnO4- + 8 H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O
• Banyaknya reduktor mula-mula = 50 ml x 0,1 N = 5 mgrek
• Banyaknya reduktor sisa = banyaknya KMnO4
= 30 ml x 0,0982 N = 2,946 mgrek
• Banyaknya MnO2 = Banyaknya reduktor yang bereaksi
= Banyaknya reduktor (mula-mula - sisa)
= (5 – 2,946) mgrek = 2,054 mgrek
= ½ x 2,054 mmol = 1,027 mmol
= 1,027 mmol x 87 mmgram/mmol
89,349
% MnO2  x 100%  17,8698%
= 89,349 mgram 500
Contoh Soal 2
• Batu kapur mengandung 41% CaO. Setelah dilarutkan
menggunakan HCl, kalsiumnya diendapkan sebagai CaC2O4;
endapan ini dilarutkan dalam H2SO4 dan larutannya dititrasi
dengan KMnO4 standar 0,5 N. Jika batu kapur yang dianalisa
sebanyak 2,5 gram, berapa ml KMnO4 yang dibutuhkan untuk
titrasi ?
Diketahui : BA Ca = 40, H =1, O = 16.
Penyelesaian contoh soal 2:
• Reaksi pelarutan endapan CaC2O4 :
CaC2O4 + H2SO4 CaSO4 + H2C2O4
• Reaksi titrasi :
5 C2O42- + 2 MnO4- + 16 H+ 2 Mn2+ + 10 CO2 + 8 H2O
41
 banyaknya CaO = x 2500 mgram  1025 mgram
100
1025
 mmol 18,30357 mmol
56
= 2 x 18,30357 mgrek = 36,60714
mgrek
mgrek CaO = mgrek CaC2O4 = mgrek H2C2O4 = mgrek KMnO4
• KMnO4 yang dibutuhkan untuk titrasi = 36,60714 mgrek
36,60714 mgrek
 dibutuhkan untuk
• Volume KMnO4 0,5 N yang  73 ,21428
titrasi : ml
0,5 N
Contoh Soal 3
• Sebanyak 0,31 gram garam kalium iodida kotor setelah
dilarutkan dalam aquades ditambahkan 1 mmol K 2CrO4
dan 20 ml H2SO4 6N. Kemudian larutan dididihkan untuk
menghilangkan I2 yang terjadi. Larutan yang
mengandung kelebihan ion CrO42- setelah didinginkan
kemudian ditambahn KI berlebih dan akhirnya dititrasi
dengan larutan Na2S2O3 standar 0,1 N, diperlukan
sebanyak 12 ml.
Hitunglah kemurnian garam KI tersebut. BM KI = 16 6
• Penyelesaian contoh soal 3:
Reaksi-reaksi:
6 KI + 2 K2CrO4 + 8 H2SO4 5 K2SO4 + Cr2(SO4)3 + 8 H2O +
3I2
CrO42- + 2I- + 8 H+ Cr3+ + I2 + 4H2O
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-

• 12 ml Na2S2O3 standar 0,1 N = 1,2 mgrek ,


berarti kelebihan ion CrO42- = 1,2 mgrek
• K2CrO4 yang ditambahkan = 1 mmol = 3 mgrek.
• K2CrO4 yang
298bereaksi
,8 dengan garam KI = 3-1,2 = 1,8 mgrek.
x 100%  96,39%
• KI dalam sampel
310 = 1,8 mgrek = 1,8 x 166 = 298,8 mgram
% KI =
Contoh Soal 4
• Dalam suasana asam, 40 ml larutan KMnO4 dapat
mengoksidasi sempurna garam kalium tetraoksalat dihidrat
(KHC2O4.H2C2O4.2H2O).
Berapakah konsentrasi larutan KMnO4 tersebut.
Ketentuan : garam kalium tetraoksalat tersebut dapat
dinetralkan dengan 30 ml larutan KOH 0,5 N
Penyelesaian contoh soal 4:
 jumlah KOH = 30 ml KOH 0,5 N = 15 mgrek.
Jumlah garam kalium tetraoksalat dihidrat = 15 mgrek
=5
mmol.
• Sebagai reduktor berat ekivalen garam kalium
tetraoksalat dihidrat = ½ mol . Jadi 5 mmol = 10 mgrek.
• Jika normalitas KMnO4 = a grek/l.
Maka 40a = 10 mgrek;
a = 0,25 mgrek/ml = 0,25/5 mmol/ml = 0,05 mmol/ml.
• Jadi konsentrasi larutan KMnO4 = 0,05 M.
Soal 1
• Setengah (0,5) gram bijih limonit dilarutkan dalam HCl,
kemudian larutan yang terjadi direduksi sehingga semua
besinya berubah menjadi ion Fe2+.
Apabila larutan tersebut dapat dititrasi dengan 35,15 ml
larutan KMnO4 0,142 N.
Hitunglah berapa % Fe2O3 terkandung dalam bijih limonit
tersebut.
Diketahui BM Fe2O3 = 160.
Soal 2
Suatu sampel tembaga oksida seberat 2,21 g dilarutkan
dalam asam, pH-nya disesuaikan dan ditambahkan KI
berlebih sehingga membebaskan I2.
I2 tersebut dititrasi dengan 35,34 ml Na2S2O3 0,105 N.
Hitunglah persentase tembaga (Cu) dalam sampel.
Diketahui BA Cu = 63,5

Anda mungkin juga menyukai