merupakan buku yang paling sulit di dalam Pentateuk dilihat dari segi isi dan sumbernya. Dari segi isi, setelah Israel melakukan sensus dan persiapan-persiapan, di pasal 10:10, Israel meninggalkan gunung Sinai dan menuju ke tanah perjanjian. Bagian utama di dalam buku, pasal 11-25 menggambarkan insiden- insiden di dalam perjalanan mereka dan akhirnya sejumlah tambahan yang menyajikan sejumlah instruksi akhir oleh Musa dan Yahweh dalam rangka memasuki tanah Kanaan. Yang menjadi permasalahan di sini adalah bahwa buku ini memiliki isi yang campur aduk bahkan kadang bertentangan satu dengan yang lainnya yang dihubungkan secara bersama-sama oleh cerita dan kronologi. Selain adanya sumber Y, E, dan P, kemungkinan ada sumber lainnya yang digunakan yang sudah sangat tua. Sebelum menuju ke tanah perjanjian, diadakanlah sensus daftar keturunan Israel, mulai dari generasi pertama (pasal 1) yang keluar dari Mesir hingga generasi kedua (pasal 26) yaitu mereka yang lahir setelah keluaran. Angka diberikan kepada laki-laki yang berusia 2o tahun ke atas, umur yang cocok untuk melakukan pengabdian militer. Mereka terdiri dari 603. 550 (generasi pertama) dan 601.730 (generasi kedua). Jumlah ini sama dengan jumlah laki-laki yang berpartisipasi di peristiwa keluaran di dalam Kel 12:37. Jumlah angka yang tinggi ini kemungkinan adalah usaha P untuk menggunakan keterangan dari sumber yang terdahulu yang menguatkan janji Allah untuk membuat keturunan Israel beranak cucu dan bertambah banyak. Setelah itu terjadi pengaturan kemah-kemah (Bil 2). Hal ini merupakan skema ideal yang dibayangkan oleh sumber P mengenai Israel kuno sehingga tidak ada hubungannya dengan letak geografis. Tenda pertemuan ada di tengah, dengan rumah para imam sementara tenda para suku diatur mengelilinginya, merefleksikan kekudusan. Bait Allah yang dibangun oleh Salomo pada abad ke-10 SZB memiliki pintu masuk di timur, dan demikian pula di dalam pengaturan sumber P. Di bagian timur ini, Musa, Harun dan anak-anak Harun berdiam. Setelah mereka ada suku Yehuda yang merupakan suku yang paling dominan pada sejarah kerajaan Israel. Lalu ada suku Zebulon dan Isaskar, saudara-saudara Yehuda menurut tradisi keturunan. Rumah para imam dan suku-suku yang lain diatur di tiga sisi yang lainnya. Asyer Dan Naftali Kaum Lewi (Merari)
Benyamin Kaum Para Isaskar
Kemah Efraim Lewi PertemuanIman Yehuda Manaseh Zebulon Kaum Lewi (Kohath) Gad Ruben Simeon Di dalam Bilangan terdapat sejumlah tradisi menyangkut Paskah (Bil 9:1-14) dan kalender ritual (28-29); berbagai jenis pengorbanan (5:5-10; 15); hak dan kewajiban para Imam dan kaum Lewi (18); obyek-obyek ritual seperti lampu berdiri (8:1-4) dan trompet perak (10:1-10); penyucian (5:1-4; 19:10-22); dan penggambaran “kemuliaan Tuhan” yang ditandai dengan awan yang menutupi tabut perjanjian (9:15-23). Materi yang baru juga muncul yaitu yang berasal kebanyakan dari P. Hukum istri yang dituduh melakukan penyelewengan/persinahan (Bil 5:11-31). Kota-kota perlindungan Bil 35 menetapkan pemberian 48 kota kepada kaum Lewi karena mereka tidak memiliki teritori. 6 di antaranya adalah kota-kota perlindungan, tiga di setiap bagian sungai Yordan. Fungsinya: memberikan tempat bagi seseorang yang telah mengambil nyawa orang lain hingga kesalahannya diatasi. Jika jemaat berpikir bahwa kematian itu terjadi secara tidak sengaja maka pembunuhnya diijinkan untuk tinggal di kota tersebut dan tidak ada seorangpun yang dapat melakukan pembalasan dendam. Jika si pembunuh meninggalkan kota itu maka ia dapat saja dibunuh oleh saudara korban. Hal ini berlangsung hingga kematian imam besar. Setelah sang imam meninggal maka ia dapat kembali ke kotanya tanpa ada seorangpun yang berhak untuk mengambil nyawanya. Namun jika pembunuhan itu adalah disengaja maka pembunuhnya harus dihukum mati setelah adanya dua orang saksi yang menunjukkan bukti pelanggarannya. Hal hak waris dengan tidak adanya ahli waris laki-laki kasus anak-anak Zelofehad (Bil 27:1-11). Nazar Bil 6: orang yang bernazar mengabdikan diri kepada Allah baik melalui puasa meminum alkohol, membiarkan rambutnya tidak dipotong, seperti para imam, tidak bersentuhan dengan mayat. Bil 30: nazar seorang anak perempuan dapat dicabut oleh ayahnya ketika belum menikah. Jika telah menikah maka oleh suaminya karena korban persembahan berada di bawah kontrol kedua pihak ini. Janda atau perempuan yang bercerai bebas dari larangan ini. Berkat keimaman Bil 6:24-26 merupakan doa yang sangat tua. Hak mutlak keimaman yang diberikan ekslusif kepada Harun dan pengrendahan status kaum Lewi. Peninggian status Harun (Bil 18:1, 8, 20; Kel 4:27; Im 10:8). Salah satu hal yang menarik adalah tentang perjanjian garam yang menjamin hak para imam di dalam persembahan (Bil 18:19). Bilangan juga mengungkapkan sejumlah peristiwa pemberontakan umat terhadap Musa yaitu oleh Israel (Bil 11:4-6) dan juga oleh Harun dan Miriam oleh sumber E walaupun tidak semuanya (Bil 12). Musa diberikan status khusus, ia bertemu muka dengan muka dengan Allah (Bil 12:8). Di sini E mengembangkan salah satu tema utama. Pentingnya nubuat sebagai bentuk penyataan Allah tetapi juga mengenai peran Musa yang bukanlah nabi sembarang. Tujuan cerita ini: Musa lebih tinggi dari Harun dan Mirian. Pemberontakan yang lain 12 mata-mata sesuai dengan 12 suku. Hanya Kaleb yang mengatakan bahwa Israel mampu mengalahkan orang-orang Kanaan (di dalam P: Kaleb dan Yosua). Israel mengikuti perkataan 10 mata-mata hingga Allah menghukum mereka namun Musa tampil sebagai penengah antara Allah dan umat Israel. Di sinilah sebagai hukuman Israel harus mengembara selama 40 tahun di padang gurun. Tujuan cerita ini adalah untuk menjelaskan mengapa Israel mengembara sangat lama di padang gurun dan pendominasian dari Selatan Yehuda keturunan Kaleb yang adalah orang Kenisit, bukan Israel asli (Bil 32:12; Yos 14:6). P membuat Kaleb sebagai bagian dari 12 suku (Bil 13:6; 34:19). Juga untuk menjelaskan mengapa Yosua akan menggantikan Musa (karena Musa termasuk generasi yang akan mati di padang gurun sehingga harus digantikan). Pemberontakan juga dilakukan oleh para imam (Bil 16-17) pemberontakan Dathan dan Abiram; Korah yang berasal dari keturunan Lewi. Di sini status Musa ditinggikan sedangkan status Harun direndahkan. Nanti status ini akan dipulihkan pada pasal 17. Pasal 18 mengatur tentang pembagian kewajiban dan hak para imam. Air di Meribah (Bil 20) alasan mengapa Musa tidak bisa masuk ke Kanaan. Ular perunggu (Bil 21:4-9) Israel bersungut-sungut sehingga Allah mengirimkan ular untuk menghukum Israel, lalu Allah menyuruh Musa membuat ular perunggu untuk menyembuhkan mereka yang tergigit ular menjelaskan ritual ular perunggu di bait Allah pada jaman Salomo Akhir Perjalanan ke Tanah Perjanjian Deuteronomi bahasa Yunani “hukum kedua.” Bahasa Ibrani “Debarim” artinya kata-kata (Ul 1:1). Berisi pidato Musa sebelum kematiannya yang menyerupai khotbah. Musa menyimpulkan sejarah awal Israel termasuk janji kepada leluhur, pelarian dari Mesir, pengembaraan di padang gurun, penyataan di Horeb. Namun buku ini juga berisi pemberian hukum-hukum. Ada versi lain dari 10 hukum. Di pasal 12-26 berisi hukum Israel terutama tentang masalah kriminal, kemasyarakatan dan masalah keagamaan yang merupakan modifikasi dari yang telah ditemukan di Pentateuk. Sumber yang menulis adalah D yang hanya ditemukan di sini dan tidak ditulis oleh Musa. Kemungkinan ditulis pada abad ke-8 SZB dan disempurnakan kemudian di dalam sejarah Israel. Beberapa jenis kesustraan yang muncul di sini: ucapan selamat tinggal diucapkan oleh pemimpin sebelum kematiannya : Musa. Gaya D: retorika bertujuan untuk membujuk dengan menggunakan sejumlah bahasa dan konsep untuk meyakinkan pembaca: perintah-perintah, ketetapan- ketetapan, peraturan-peraturan. Israel diharuskan untuk mencintai Allah mereka dengan segenap hati dan jiwa. Ia telah memilih mereka dari sekian banyak bangsa, membebaskan mereka dari penindasan karena ia mengasihi mereka. Oleh karena itu Israel harus menyembahNya saja. Ia akan memberkati mereka dengan umur panjang di tanah yang telah diberikan utk mereka. Di tempat ini, Ia akan memilih tempat bagiNya di mana Ia akan berdiam. Dan di sanalah mereka harus berkumpul secara berkala guna merayakan perayaan keagamaan yang khusus pula di mana hukum akan dibacakan. Hukum ini berbeda dengan yang diberikan di Sinai. Jika di Sinai Allahlah yang berbicara maka di Ulangan, Musa. Ulangan adalah upaya penafsiran hukum yang ada. Dengan memberikan Musa sebagai pemberi hukum maka penulis D menyadari perlunya hukum Tuhan untuk ditafsirkan dan diadaptasikan di dalam berbagai konteks. Pidato Musa: Pidato Musa yang pertama: 1:1-4:43. Pidato Musa yang kedua: 4:44-11:32 Musa memproklamasikan ulang pemberian hukum Ilahi Allah: 12-26 Instruksi Musa mengenai pembaharuan perjanjian di Shikem: 27-28. Pidato ketiga Musa: 29-30 Materi tambahan: narasi (31; 32:45-52), puisi (Nyanyian Musa, 32:1-44) dan pemberkatan dari Musa, 33) dan laporan di pasal 34 tentang kematian Musa. Ada beberapa tahap penulisan: bagian tertua adalah pasal 12-26, ditulis pada awal abad ke- 8 SZB. Koleksi ini telah digabungkan ke dalam pidato Musa di pasal 5-11 dan 28 dan didata pada abad ke-8 atau 7. Kemudian ditambahkan materi pada awal dan akhir buku ini. Pasal-pasal pembukaan (1:1-4:43) adalah pidato perkenalan yang kedua didata pada abad ke-6 merefleksikan pengalaman pembuangan di Babilonia setelah kehancuran Yerusalem pada 586 SZB. Tahap terakhir dari D diatur oleh sumber P sebagai editor Torah secara keseluruhan kemungkinan pada abad ke-6. Inti dari Ulangan ditemukan di pasal 12-26 berhubungan dengan berberbagai topik yaitu upacara keagamaan dan ritus penyucian, kemasyarakatan dan hukum kriminal, dan aturan peperangan. Namun hukum-hukum itu tidaklah lengkap karena belum merangkul semua kebutuhan suatu masyarakat... Kapan munculnya hukum ini tidaklah jelas . Kebanyakan hukum ini berasal dari koleksi awal dari hukum-hukum, seperti Kode/Ketetapan Perjanjian (Kel 20:22-23:33) dan ritual Dekalog (kel 34: 10-26). Dan pada kenyataannya beberapa hukum yang terletak di dalam Ulangan merupakan dukpilat langsung dari hukum-hukum yang terdapat di dalam Keluaran: Kel 23:19; 34::26: Ul 14:21. Jadi jelaslah bahwa Ul mengambil sumber-sumber yang telah ada lalu memodifikasi itu untuk menyesuaikan dengan kepentingannya. Kode/Ketetapan Deuteronomik jelas muncul untuk merepresentasikan masyarakat utopia dari pada masyarakat yang nyata. Di saat yang sama Ulangan harus menampilkan realitas sejarah di dalam laporan mereka. Hukum yang mengatur tentang kerajaan dan hak kekuasaan raja harus dibatasi. Keadilan diatur di konteks lokal dari pada oleh raja. Sama halnya dengan urusan peperangan, raja tidak disebut meskipun para imam, para pegawai kerajaan, dan para panglima perang disebutkan dan diatur peranannya. Hal lain yang diatur adalah tentang “herem/ban”: pemusnahan atau penghapusan secara total orang-orang Kanaan di tanah perjanjian (Ul 20: 16-18) dan juga kota-kota Israel yang memiliki patung-patung penyembahan berhala (13:12-16). Penggunaan istilah “pemusnahan” menunjuk pada sikap ekslusif dari Ulangan terhadap penyembahan terhadap Yahweh meskipun tidak secara pasti dilaksanakan di dalam prakteknya. Kode Deuteronomis juga memiliki konsern yang khusus kepada masalah-masalah kemanusiaan terutama berhubungan dengan konsep umat Israel sebagai budak/ orang asing di Mesir (Kel 22:21; 23:9) Di dalam Ul, pengalaman Israel ini diulang-ulang dan diperluas sehingga menunjukkan perhatian khusus terhadap orang-orang yang tidak memiliki kekuasaan di dalam masyarakat seperti para budak, janda, orang-orang yang membutuhkan/pengemis, kaum miskin, dan juga orang asing. Contoh penekanan terhadap unsur kemanusiaan yang merupakan modifikasi dari Keluaran adalah Ul 15: 12-15 dibandingkan dengan Kel 21:2 . Sama halnya dengan konsep pemeliharaan Sabat di akhir dari penciptaan yang tertuang di dalam Kel 20:11 yang dimodifikasi di dalam Ul 5: 12-15 guna membela hak para budak. Namun di dalam beberapa kasus tertentu, kitab Ulangan jauh lebih ketat. Misalnya berhubungan dengan hukum yang berkenaan dengan hilangnya atau jatuhnya hewan di dalam Kel 23:4-5 yang mengkhususkan hukum ini pada hewan-hewan kepunyaan musuh sementara di dalam Ulangan dikatakan hanya “suadara laki-laki” (Ul 22:1- 4; tetangga). Perbedaan utama di antara Kode/Ketetapan Deuteronomik dan tradisi para imam adalah terletak pada hak yang diberikan kepada orang-orang Lewi yang juga disebut dengan “para imam Lewi” dan “para imam, orang- orang Lewi.” Prinsip utama adalah bahwa seluruh suku Lewi adalah suku imam, yang dipercaya untuk bertanggung jawab baik tabut perjanjian meskipun mereka tidak mempunyai wilayah yang dimiliki (Ul 10:8-9). Oleh karena itu di dalam teori, kaum Lewi mengalami peningkatan status sebagai para imam yang memanggul tabut dan mengajarkan hukum. Hal ini mengidentifikasikan kelompok Deutoronis awal. Penurunan status dari kaum Imam kemungkinan adalah bagian dari reformasi Deutonomis yang mana semua penyembahan terhadap Yahweh hanya dilakukan di tempat peribadahan pusat. Banyak kelompok Lewi yang memperoleh penghasilan melalui kegiatan memimpin tempat-tempat peribadahan lokal kehilangan pekerjaan. Hal ini diperparah dengan pendominasian dari sebuah kelompok dari suku Lewi yang asli yaitu para imam yang ada di bait Allah di Yerusalem. Hingga di sini jelas bahwa terlepas dari segala upaya Deuteromis untuk membuat semua suku Lewi menjadi setara sebagai guru dan penafsir hukum, namun para Iman di Yerusalem yang dapat dilacak garis keturunannya pada masa Harun, adalah mereka yang dapat memelihara supremasi hirarki. Di dalam Imamat misalnya kaum Lewi disebut hanya di dalam satu konteks yaitu yang berhubungan dengan “Kota-kota Lewi” (Im 25:32-22). Di dalam Kode/Ketetapan Deuteronomis juga terdapat hukum tentang raja yang terdapat di dalam Ul 17:14-20 yang berhubungan dengan kerajaan. Raja adalah seseorang yang dipilih khusus oleh Allah, seorang Israel dan bukan seorang asing. Dia dilarang untuk memiliki secara berlebihan tiga hal: kuda-kuda, yang kemungkinan berhubungan dengan tujuan peperangan, khususnya yang diperoleh melalui perdagangan dengan Mesir; banyak istri, karena nanti hatinya akan berbalik dari penyembahan terhadap Yahweh; dan emas dan perak. Hukum ini jelas ditulis dan ditujukan secara khusus bagi raja terutama mereka yang tercatat di dalam kitab Raja-raja (Salomo dengan segala kemewahannya 1 Raja 3:1; 4:26; 9:28; 10:14- 11:8). Namun perdagangan dan kerja sama dengan Mesir juga ditujukan untuk raja selain Salomo dan seorang gundik merupakan bagian yang wajar dari suatu pemerintahan kerajaan. Meskipun raja ditetapkan oleh Allah namun kerajaan sangatlah dibatasi. Berkat Allah untuk semua orang tidak ditentukan oleh raja tetapi oleh kepatuhan seluruh bangsa terhada hukum dan ketetapan Allah. Penulis Deuteronomist tentu saja mempromosikan tindakan reformasi yaitu bentuk ideal yang ada pada masa pramonarki digabungkan dengan realitas monarki. Seperti halnya para nabi, Deuteronomist adalah para reaksionaris (mereka yang memimpikan kembalinya keadaan yang lampau pada masa pramonarki) namun menerjemahkan nostalgia mereka tentang masa lampau pada program yang terperinci bagi masa sekarang dan akan datang. Perhatian lainnya yang dikemukakan oleh Deuteronomist adalah hukum dan undang- undang tentang nubuat. Ini tercantum di dalam sikap Deuteronomist terhadap nabi- nabi palsu. Pertanyaannya adalah: bagaimana seseorang membedakan seorang nabi palsu dan nabi yang benar? Hal ini terdapat di dalam Ul 18:21-22. Kriteria yang lebih rumit namun realistis telah lebih dahulu ditulis di dalam pasal 13:1-3. Kode/Ketetapan Deuteronomis juga mengatur tentang masalah perempuan yang kurang ketat dibandingkan dengan hukum di bagian kitab lainnya. Di dalam Kode/Ketetapan Perjanjian, budak perempuan dapat dimiliki selamanya (Kel 21:7); di dalam Ul, mereka juga ikut dibebaskan setelah 6 tahun sama dengan budak laki-laki (Ul 15:17). Di dalam masalah perzinahan, ketika hal itu terjadi di luar kota, di wilayah terbuka, seorang perempuan dianggap tidak bersalah karena teriakan meminta tolongnya tidak dapat didengar (Ul 22:25-27); di dalam kasus yang sama di Im 20:10, tidak ada pengecualian yang dilakukan sehingga baik sang pria maupun perempuan akan dihukum. Siapa sebenarnya kelompok Deuteronimist ini? Kemungkinan mereka adalah kelompok yang berasal dari Utara yang bekerja sebelum kejatuhan Israel Utara tahun 722 SZB. Kelompok ini menekankan pada kembalinya pada perjanjian yang telah disampaikan melalui Musa – persatuan di dalam penyembahan terhadap Yahweh di satu-satunya pusat peribadahan nasional dan pelaksanaan secara setia hukum- hukum yang diberikan oleh Musa. Kelompok ini kemungkinan melarikan diri ke Yerusalem pada saat kejatuhan Utara dan mereka membawa serta bersama mereka tradisi yang telah mereka tulis. Di Yerusalem mereka menjalin kerjasama dengan para juru tulis dan kaum imam dan kemungkinan berperan aktif di dalam reformasi Hizkiel pada tahun 715-687 SZB. Tulisan mereka inilah yang kemudian disimpan di perpustakaan bait Allah dan ditemukan pada masa reformasi Yosia. Hukum-hukum di dalam Ulangan ini menunjukkan keterkaitan erat dengan hukum perjanjian yang dimiliki oleh bangsa Asiria yang merupakan super power yang berkuasa pada abad ke-8 SZB. Pengaruh Asiria dapat nyata di dalam hukum yang dibuat namun perlu diingat bahwa Kaum Deuteronomist tidak hanya mengopi hukum Asiria. Di dalam mengopi merekapun menunjukkan sikap perlawanan mereka bahwa hanya Yahweh saja yang merupakan penguasa tunggal sehingga hanya kepadaNyalah mereka tunduk bukan kepada Asiria. Ada tiga konteks di mana formasi Deuteronomis dapat dipetakan pada masa sebelum pembuangan: awal kemunculan kelompok Deuteronomis di Utara di pertengahan abad ke-8 SZB kemungkinan di dalam hubungannya dengan gerakan para nabi. Konteks kedua: formulasi yang lengkap di kerajaan Selatan Yehuda terjadi pada masa pemerintahan reformasi Hizkia dan yang terakhir adalah formulasi ulang setelah penemuan edisi awal pada masa reformasi Yosia. Karakter dan personaliti Musa. Musa adalah sosok yang mendominasi empat kitab Pentateuk yaitu Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Musa dan peristiwa-peristiwa yang dihubungkan dengannya – Keluaran dari tanah Mesir, pembuatan perjanjian, dan penyataan nama Allah, pengembaraan di padang gurun – adalah sangat sentral bagi pendefinisian siapa diri Israel kuno. Peristiwa- peristiwa ini terus disebutkan di dalam kitab- kitab sejarah dan para nabi sebagai yang memiliki otoritas dan bentuk. Itulah sebabnya maka Musa terus dipikirkan sebagai penulis kitab-kitab Pentateuk. Namun tentu saja pembaca modern telah mengetahui bahwa bukan Musa penulis Pentateuk melainkan oleh sumber-sumber yang berbeda sehingga setiap kontradiksi yang disajikan di berbagai tempat di Pentateuk menyangkut pribadi Musa dapat dipahami. Salah satu contoh kontradiksi yang adalah menyangkut hubungan di antara Musa dan Harun. Di dalam sumber yang mula-mula, Musa digambarkan sebagai yang lebih tinggi kedudukannya dari pada Harun. Namun di dalam sumber P, Harun, bapa leluhur dari keimaman yang berada di Yerusalem, adalah lebih penting dari pada Musa. Meskipun demikian, Sumber P tidak dapat memungkiri peranan Musa sebagai yang utama karena ia menerima instruksi- instruksi dari Yahweh mengenai keimaman dan ritual-ritual dan ia jugalah yang meneguhkan Harun sebagai imam tinggi yang pertama. Ketidakkonsistenan yang berikut adalah menyangkut komunikasi Musa dengan Allah. Di dalam tradisi Israel menyatakan bahwa tidak seorangpun yang dapat melihat wajah Allah dan hidup. Namun Musa diberikan posisi yang unik karena Ia berbicara muka dengan muka dengan Allah (Bil 12:6-8). Namun ketika menggambarkan perjumpaan Musa dengan Allah maka terdapat beberapa keragu-raguan. Di dalam Kel 33, Musa bertanya kepada Yahweh untuk menunjukkan kemuliaanNya (v. 18) namun Yahweh menolak itu (Kel 33:21-23). Musa hanya diperbolehkan untuk melihat punggung Allah yang dijelaskan dengan detail di Kel 34:5-9. Di dalam narasi Alkitab, Musa muncul sebagai tokoh yang memiliki karakter yang kompleks. Meskipun ia adalah seorang yang gagap namun ia juga adalah seorang nabi (Kel 4:10), ia adalah nabi (Ul 34:10) dan bahkan lebih dari pada seorang nabi (Bil 12:6-8). Dia berdiri seorang diri sebagai mediator antara umat dan Yahweh namun karakteristiknya yang bersifat ambivalent/tidak pasti pada saat ia dipanggil (Kel 3-4) terus ditunjukkan setelah itu. Kehadirannya yang dominan mendorong kita untuk berpikir bahwa ia sosok yang benar-benar ada. Namanya adalah nama Mesir dan ia menikah dengan perempuan non-Israel; ia bahkan tidak disunat waktu lahir. Kepemimpinannya terkadang dilawan dan kemarahannya seringkali dicatat, demikian pula kemarahan Yahweh terhadapnya. Hal ini tentu mendorong kita untuk mempertimbangkan Musa sebagai karakter yang real karena di sini karakter Musa adalah kompleks dan dalam, ia memiliki kekurangan dan kelebihan tidak seperti tokoh seperti Yosua dan Daud yang digambarkan tidak bercacat bercela seperti yang digambarkan di Tawarik. Musa dengan demikian adalah sosok sejarah, ia adalah penemu agama di Israel kuno yang mendasarkan ide pada pemikiran bahwa Israel adalah umat Yahweh. Hubungan mereka didasari oleh perjanjian dengan Allah secara metafora dimengerti sebagai suami, penguasa, dan orang tua. Di dalam Bilangan dan Ulangan digambarkan alasan mengapa Musa tidak dapat memasuki tanah Kanaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya yaitu karena dosa Israel dan dosanya sendiri sehingga Allah menghukumnya (Bil 20:1-13; Ul 32:51). Kematian Musa digambarkan secara luar biasa yaitu Musa mati pada mulut Yahweh, menggambarkan hubungan yang spesial di antara Yahweh dan Musa. Yahweh mengetahuinya dari mulut ke mulut (Bil 12:8; Ul 34:10). Tradisi rabinik menyatakan bahwa Musa meninggal ketika Allah menciumnya. Ia mati dan kuburkan (Ul. 34:6) kemungkinan oleh Yahweh sendiri.