Anda di halaman 1dari 7

BILANGAN

Penulis: Musa
Tema : Petualangan di Gurun Pasir; Orang yang ditebus, diselamatkan untuk
melayani”
Tanggal Penulisan: + 1405 SM
Kata Kunci : Melayani, berkemah, bekerja, berkelahi.
Ayat Kunci: 14:8-9 .
 Latar belakang
Judul kitab ini muncul pertama kali dalam naskah versi Yunani dan Latin
dan diambil dari dua sensus pria Israel yang dicatat dalam kitab ini (bab 1, 26 ;
Bilangan 1:1-54 dan Bilangan 26:1- 65). Namun, sebagian besar kitab ini
menceritakan pengalaman Israel saat mengembara “di padang gurun”; oleh
karena itu dalam Alkitab PL dalam bahasa Ibrani buku ini dikenal sebagai "Di
Padang Belantara."
Secara kronologis, Bilangan merupakan kelanjutan dari sejarah yang dicatat
dalam kitab Keluaran. Setelah tinggal di Gunung Sinai selama kurang lebih
satu tahun – yang mana pada saat itu Tuhan mengadakan perjanjian dengan
Israel, memberikan hukum Taurat dan pola Kemah Suci kepada Musa, serta
memberikan petunjuk mengenai isi kitab Imamat – bangsa Israel
mempersiapkan diri. untuk melanjutkan perjalanan mereka ke tanah yang
dijanjikan Tuhan kepada mereka sebagai keturunan Abraham, Ishak, dan
Yakub. Namun, sesaat sebelum meninggalkan Gunung Sinai, Tuhan menyuruh
Musa untuk melakukan sensus terhadap seluruh orang Israel yang bersedia
berperang (Bilangan 1:2-3). Sembilan belas hari kemudian bangsa itu
melakukan perjalanan singkat ke Kadesh (Bilangan 10:11). Bilangan mencatat
pemberontakan serius Israel di Kadesh dan hukumannya di padang gurun
selama 39 tahun, hingga Tuhan membawa generasi baru Israel ke dataran
Moab, yang terletak di seberang Sungai Yordan dari Yerikho dan tanah
perjanjian.
Sejarah meyakini bahwa kitab ini ditulis oleh Musa:
 Hal ini dinyatakan dalam Pentateukh Yahudi dan Samaria,
 tradisi Yahudi,
 oleh Yesus dan para penulis PB,
 para penulis Kristen kuno,
 intelektual konservatif modern dan
 bukti di dalam kitab itu sendiri (misalnya Bilangan 33:1-2 ).
Rupanya Musa menulis dalam buku hariannya sepanjang perjalanannya di
padang pasir dan kemudian menyusun isi kitab Bilangan dalam bentuk narasi
sebelum kematiannya (sekitar tahun 1405 SM). Kebiasaan Musa menyebut
dirinya dengan kata ganti orang ketiga memang lumrah dalam tulisan-tulisan
kuno sehingga tidak melemahkan kredibilitasnya sebagai sebuah tulisan.
 Garis Besar
I. Allah Mempersiapkan "Angkatan Keluaran" untuk Memperoleh Tanah
Perjanjian (Bil 1:1-10:10)
A. Persiapan untuk Menuju Kanaan (Bil 1:1-4:49)
1. Menghitung Kekuatan Tempur Israel (Bil 1:1-54)
2. Mengatur Perkemahan (Bil 2:1-34)
3. Mengatur Suku Lewi (Bil 3:1-4:49)
B. Menguduskan Umat Israel (Bil 5:1-10:10)
II. "Angkatan Keluaran" Kehilangan Warisan Mereka Karena Dosa dan
Ketidakpercayaan (Bil 10:11-25:18)
A. Bersungut-Sungut Dalam Perjalanan ke Kadesy (Bil 10:11-12:16)
B. Pemberontakan dan Ketidakpercayaan di Kadesy (Bil 13:1-14:45)
C. Dosa dan Pemberontakan di Padang Gurun (Bil 15:1-19:22)
D. Ketidaktaatan Dalam Perjalanan ke Moab (Bil 20:1-25:18)
III.Allah Mempersiapkan Angkatan Baru untuk Menduduki Tanah Itu (Bil
26:1-36:13)
A. Menghitung Angkatan Baru (Bil 26:1-65)
B. Mengarahkan Umat Itu (Bil 27:1-30:16)
C. Mengalahkan Bangsa Midian (Bil 31:1-54)
D. Menetap di Transyordan (Bil 32:1-42)
E. Mengisahkan Kembali Perjalanan dari Mesir sampai Moab (Bil
33:1-49)
F. Janji Kemenangan Atas Kanaan (Bil 33:50-56)
G. Persiapan Memasuki dan Membagi Tanah Itu (Bil 34:1-36:13)
 Tujuan
Bilangan ditulis untuk mengisahkan mengapa Israel tidak langsung masuk
tanah perjanjian setelah meninggalkan Gunung Sinai. Bilangan
menggambarkan tuntutan Allah akan iman dari umat-Nya, balasan dan
hukuman-Nya atas pemberontakan, dan bagaimana maksud-Nya yang
berkelanjutan itu akhirnya diwujudkan.
Amanat utama Bilangan jelas: umat Allah maju terus hanya dengan
mempercayai Dia dan janji-janji-Nya dan dengan menaati sabda-Nya.
Sekalipun melewati padang gurun perlu untuk waktu tertentu, bukanlah
maksud Allah semula bahwa ujian padang gurun diperpanjang sehingga satu
angkatan orang Israel hidup dan mati di situ. Akan tetapi, perjalanan singkat
dari Gunung Sinai ke Kadesy menjadi penderitaan dan hukuman selama 39
tahun karena ketidakpercayaan mereka.
 Ciri Khas
a) Bilangan adalah “Kitab Pengembaraan di Padang Belantara”, yang dengan
jelas menyatakan mengapa Israel tidak segera menduduki tanah perjanjian
setelah meninggalkan Gunung Sinai, melainkan harus mengembara tanpa
tujuan selama lebih dari 39 tahun.
b) Bilangan adalah "Buku Keluhan", dan berulang kali mencatat keluhan
ketidakpuasan dan keluhan pahit bangsa Israel terhadap Tuhan dan cara
Dia berurusan dengan mereka.
c) Kitab ini menunjukkan prinsip bahwa tanpa iman, mustahil kita berkenan
kepada Allah (lih. Ibrani 11:6 ). Sepanjang kitab ini kita dapat melihat
bahwa umat Tuhan maju hanya karena mereka percaya kepada-Nya
dengan iman yang teguh, percaya pada janji-janji-Nya dan mengandalkan
Dia sebagai sumber kehidupan dan harapan mereka.
d) Bilangan dengan jelas sekali menyatakan prinsip bahwa jikalau satu
angkatan gagal, Allah akan membangkitkan angkatan lain untuk memenuhi
janji-janji-Nya dan melaksanakan misi-Nya.
e) Sensus sebelum Kadesh (pasal 1-4 ; Bil 1:1--4:49 ) dan sensus kemudian di
dataran Moab sebelum memasuki Kanaan (pasal 26 ; Bil 26:1-65 )
menyatakan bahwa bukan kurangnya kekuatan tentara Israel yang
membuat mereka tidak dapat memasuki Kanaan di Kadesh, melainkan
kurangnya iman dan ketaatan mereka.
f) Bilangan adalah “Kitab Disiplin Ilahi,” yang menunjukkan bahwa Allah
mendisiplin dan menghukum umat-Nya sendiri ketika mereka terus
mengeluh dan tidak percaya (lih. pasal 13-14 ; Bilangan 13:1-14:45 ).
g) Salah satu ciri khasnya adalah bahwa buku ini tidak berusaha menyajikan
kepada kita sebuah narasi utuh atau cerita yang terhubung erat.
 Pesan
1. Susunan yang baik (Bilangan 1:1-10:10)
Bab pembuka menggambarkan situasi bangsa Israel di gunung Sinai,
termasuk informasi tentang sensus, pemilihan imam Lewi dan pentahbisan
mereka, aturan-aturan kaum Nazir dan tata cara ibadah di Kemah Kudus
Penekanannya yang utama adalah pada kekudusan dan kesetiaan Tuhan.
2. Keluhan dan pemberontakan (Bilangan 10:11-20:29)
Di sini kita menelusuri perjalanan bangsa Israel setelah mereka
meninggalkan Gunung Sinai dan sampai di Kadesh Barnea. Bagian buku ini
merupakan kisah sedih yang berisi keluhan terus menerus terhadap Tuhan
dan tentang hukuman yang kemudian dijatuhkan. Sekali lagi ini adalah
peringatan bagi mereka yang kurang beriman.
3. Kegagalan dan Kemenangan (Bilangan 21:1-36:13)
Pada bagian ketiga kitab ini kita membaca hal-hal yang
membahagiakan. Catatan yang menonjol adalah tentang kemenangan yang
diraih, meski masih ada kegagalan yang patut dicatat. Kita melihat bahwa
Yosua ditunjuk sebagai penerus Musa, dan persiapan pun dilakukan untuk
memasuki Tanah Perjanjian. Sambil terus menekankan kekudusan Tuhan,
kita juga belajar dari Bilangan bahwa Tuhan adalah Tuhan yang tertib.
Demikian pula Allah memberikan petunjuk yang jelas tentang bagaimana
mereka harus menjalani hidup dan beribadah. Dalam perjanjian baru, hal
yang sama pentingnya adalah segala sesuatu harus dilakukan dengan tertib
dan tertib ( 1Ko 14:40 ).

Kelompok kami mengambil teks dari Kitab Bilangan 21:1-21. Teks ini menceritakan
peristiwa ketika bangsa Israel berhadapan dengan raja Arad, seorang raja Kanaan, yang
menyerang mereka dan menangkap beberapa tawanan. Dalam keadaan terdesak, bangsa
Israel berjanji kepada Allah untuk menyerahkan semua kota raja Arad kepada-Nya jika
dipermudahkan untuk mengalahkan musuh mereka. Allah kemudian mendengar doa mereka
dan membantu mereka memenangkan pertempuran melawan suku Amori di kota Hormah.
Nazar untuk membunuh sebenarnya merupakan bagian dari kebiasaan di zaman kuno untuk
berjanji kepada Allah untuk melakukan sesuatu sebagai tanda syukur atau permohonan yang
istimewa. Dalam konteks ini, nazar untuk membunuh yang dinyatakan oleh bangsa Israel
mungkin merupakan ekspresi dari keinginan mereka untuk menunjukkan kesetiaan dan
ketaatan kepada Allah dengan mengorbankan musuh-musuh mereka.

Seruan Israel yang rendah hati kepada Allah dalam kesempatan ini (ay. 2). Keadaan
ini membuat mereka tergoda untuk bersungut-sungut seperti nenek moyang mereka, dan
putus asa untuk menguasai Kanaan. Tetapi Allah, yang sudah demikian menguji mereka
melalui peyelenggaraan-Nya, memampukan mereka dengan anugerah-Nya untuk berlaku
baik dalam pencobaan itu, dan untuk percaya kepada-Nya bahwa mereka akan mendapat
pertolongan melawan penyerang yang ganas dan perkasa ini. Mereka, melalui tua-tua mereka,
berdoa kepada Allah meminta keberhasilan dan bernazar. Perhatikanlah, ketika kita sedang
menginginkan dan menantikan belas kasihan dari Allah, kita harus mengikat jiwa kita dengan
sebuah ikatan, bahwa kita akan melakukan kewajiban kita dengan setia kepada-Nya.
Khususnya bahwa kita akan menghormati Dia atas belas kasih yang sedang kita mohonkan.
Demikian pula Israel di sini berjanji untuk menumpas kota-kota orang Kanaan ini, untuk
dipersembahkan kepada Allah, dan tidak menjarahnya untuk kepentingan mereka sendiri.
Jika Allah memberi mereka kemenangan, maka Ia harus mendapatkan segala pujiannya, dan
mereka tidak akan mencari untung bagi diri sendiri. Apabila sikap hati kita seperti ini, maka
kita siap untuk menerima belas kasihan.

Praktik pembunuhan bangsa-bangsa atau tumpas mati dalam Perjanjian Lama


merupakan bagian dari hukum yang berlaku pada masa itu. Beberapa faktor bisa menjadi
alasan mengapa hal tersebut diizinkan:

1. Konteks historis: Bangsa Israel pada masa itu sedang dalam proses pembentukan
sebagai bangsa terpilih oleh Tuhan, dan mereka dalam perseteruan dengan bangsa-
bangsa lain yang seringkali menjadi ancaman bagi mereka.

2. Hukum Balasan: Hukum dalam Perjanjian Lama seringkali bersifat balasan yang
setimpal, sehingga tumpas balas atau hukuman mati mungkin dianggap sebagai
bentuk balasan yang sesuai dengan tindakan atau kejahatan yang dilakukan oleh
bangsa-bangsa tersebut.
3. Aspek teologis: Dalam keyakinan orang Israel, mereka dianggap sebagai umat pilihan
Tuhan dan memiliki tanggung jawab untuk menjaga kekudusan dan kesucian bangsa
mereka dari pengaruh negatif bangsa-bangsa lain yang berdosa.

Meskipun demikian, perlu diingat bahwa konteks historis tersebut tidak berlaku lagi dalam
konteks kehidupan modern. Sebagai umat Kristen, kita dipanggil untuk hidup dalam kasih
dan belas kasihan, serta untuk memperlakukan sesama manusia dengan hormat dan keadilan,
tanpa melakukan kekerasan atau pembunuhan. Hukum Perjanjian Lama harus dipahami
dalam konteksnya masing-masing, sambil juga memahami bahwa kasih, pengampunan, dan
belas kasihan adalah prinsip- prinsip sentral dalam ajaran Yesus Kristus.

Sebagai umat manusia, kita tidak diperbolehkan untuk melakukan kejahatan atau
kekerasan terhadap sesama, tidak peduli apa pun alasannya. Setiap individu memiliki hak
untuk hidup dengan aman dan damai, dan kita semua memiliki tanggung jawab moral untuk
memperlakukan orang lain dengan hormat dan menghormati hak- hak dasarnya. Jika
seseorang bernazar untuk melakukan kejahatan, itu tetap tidak dapat dibenarkan. Sebaliknya,
kita harus berupaya untuk mencegah terjadinya kejahatan, membimbing individu tersebut
untuk mengubah pandangan dan tindakan mereka, serta mengambil langkah- langkah
preventif untuk melindungi diri dan orang lain dari kemungkinan bahaya atau kejahatan
tersebut. Karena setiap kehidupan memiliki nilai dan martabat yang sama di hadapan Tuhan,
kita harus selalu berupaya untuk mempromosikan perdamaian, keadilan, dan kasih dalam
segala tindakan kita.

Dalam zaman Perjanjian Lama, terdapat beberapa ayat di Alkitab yang menunjukkan
bahwa bangsa Israel diperintahkan untuk membunuh atau menumpas bangsa-bangsa lain.
Salah satu contoh tersebut terdapat di Kitab Ulangan 20:16-18, yang berbunyi:

"Tetapi bangsa-bangsa ini, yakni:mahluk-mahluk ini, jangan kamu biarkan hidup!


Melainkan kamu harus memusnahkan mereka, yakni orang Het, orang Amori, orang Kanaan,
orang Firis, orang Hewi dan orang Yebus sebagaimana yang diperintahkan TUHAN
bagimu,"
Hal ini terjadi karena pada masa itu, bangsa-bangsa tersebut melakukan perbuatan-perbuatan
jahat dan menyembah berhala, yang dianggap sebagai tindakan yang sangat menyesatkan dan
tidak dapat ditolerir. Selain itu, perintah untuk membunuh atau menumpas bangsa-bangsa
tersebut juga merupakan bagian dari rencana Allah untuk mempertahankan kekudusan dan
kesucian bangsa Israel sebagai umat pilihan Nya.
Namun, penting untuk dicatat bahwa konsep perang suci atau melakukan kekerasan terhadap
bangsa lain tersebut tidak sesuai dengan ajaran kasih dan damai yang diajarkan oleh Yesus
Kristus dalam Perjanjian Baru. Seiring dengan zaman dan perkembangan ajaran agama,
pandangan terhadap penggunaan kekerasan dalam nama agama pun telah berubah dan
mengarah pada pemahaman yang lebih inklusif dan toleran.

REFERENSI:

1. McConville, J.G. (2014). New International Biblical Commentary: The Book of


Numbers. Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers.

2. NIV Study Bible. (2011). Grand Rapids, Michigan: Zondervan.

3. "The Pentateuch as Narrative: A Biblical-Theological Commentary" oleh John


H. Sailhamer

4. "Old Testament Ethics for the People of God" oleh Christopher J.H. Wright

5. "Is God a Moral Monster?: Making Sense of the Old Testament God" oleh Paul
Copan

Anda mungkin juga menyukai