Anda di halaman 1dari 40

Pengolahan Limbah Cair

Mengapa Harus Di Olah?


• Agar tidak mencemari lingkungan sekitar
• Terbatasnya sumber air bersih
• Diatur oleh Pemerintah

Bahaya Limbah Cair:


Merusak Ekosistem
Membahayakan Kesehatan Mahluk Hidup
Mengurangi ketersediaan Air Layak Konsumsi
Pengolahan Limbah secara Fisik
Gaya Alami:
Teknologi Pemisahan
• Gravitasi
• Penyaringan (screening)
• Listrik
• Sedimentasi
• Flotasi
Perubahan Fisik:
• Adsorpsi
• Evaporasi
• Filtrasi
• Agglomerasi
• Membran
• Tidak ada reaksi kimia
BFD Pengolahan Limbah Cair
BFD Pengolahan limbah cair
IPAL Panbil Industrial Estate BATAM
• http://hms-unrika.blogspot.com/2015/06/instalasi-pengolahan-air-
limbah-kawasan.html
IPAL Panbil Industrial Estate BATAM
Limbah cair dari masing-masing industri di Kawasan Industri Panbil disalurkan melalui saluran pipa khusus
yang tertanam 3 meter di bawah permukaan tanah dan dikumpulkan untuk diolah kembali di WWTP (Water
Waste Treatment Plant).

Adapun proses-proses dalam Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) untuk limbah industri yaitu sebagai
berikut: 

1. Coarse Screen (Penyaringan)


     

Dalam proses awal ini adalah tempat penyaringan kotoran ataupun sampah untuk mengurangi beban
pengolahan limbah di proses berikutnya. Penyaringan dapat dilakukan dengan sistem manual ataupun
otomatis. Kapasitas pengolahan WWTP Panbil mampu menampung sampai 20000 m3 per hari.

2. Oil Trap (Jebakan Oli/ Minyak)


     

Oil trap adalah bak yang di dalamnya terdapat ruang atau sekat untuk memisahkan air dan minyak dengan
cara fisika, yaitu dengan memanfaatkan perbedaan massa jenis antara air dan minyak. Massa jenis minyak
cenderung lebih rendah ketimbang massa jenis air, sehingga perbedaan massa jenis tersebut menyebabkan
posisi air di bawah minyak, dengan bantuan sekat ruangan membuat air mampu melewati bak tersebut dan
minyak tetap tertinggal di bak tersebut untuk kemudian dibuang sebagai limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun)
3.      Equalization Tank (Tanki Penampung)
Equalization tank berfungsi sebagai balancing tank yaitu untuk menyeimbangkan volume
pengolahan air limbah di bak aerasi stabil. Kapasitas Equalization di WWTP Panbil berkisar
antara (500  – 1000) m3.
4. Clarifier (Pengendapan Kimiawi)
Clarifier adalah alat untuk melakukan proses pengendapan pada air limbah sehingga
lumpur, kotoran, dan minyak dapat dipisahkan agar beban proses pengolahan air limbah
dapat berkurang. Proses ini termasuk proses pengolahan limbah secara kimia karena
menggunakan bantuan zat kimia dalam pengolahannya.
Zat-zat yang digunakan dalam clarifier antara lain Coagulant, PH Adjustment (Penyeimbang
kadar asam dan basa), Flocculant yang dicampurkan dengan mesin diafragma sebelum
masuk ke dalam clarifier
5.      Drying Bed (Pengeringan)
Drying Bed adalah tempat dikumpulkannya lumpur (Sludge) hasil endapan dari Clarifier
dan sedikit dari beberapa proses pengolahan lainnya. Lumpur dikeringkan dengan alat
pengering untuk mengurangi massa guna mengurangi biaya pengangkutan limbah ke
tempat pengolahan limbah B3 yang terakhir.
pengolahannya.
•)
6.  Aerator (Aerasi)
Aerator (aerasi) adalah proses pengolahan yang mencampurkan air limbah
dengan semburan udara yang bertujuan untuk menghidupkan bakteri
Microbachilus (Bakteri Aerob) agar dapat menguraikan zat-zat kimia seperti
amonia. Proses ini tergolong proses biologi karena melibatkan mikro organisme
dalam proses pengolahannya.
7. RBD (Rotari Biological Denitrification
     

RBD juga merupakan proses pengolahan limbah secara biologi. Dalam proses ini
prinsipnya hampir sama seperti aerasi, yaitu sama-sama menggunakan bakteri
(mikro organisme) untuk menguraikan limbah dan menggunakan sistem rotari
(perputaran) untuk mencampur air dengan udara.
8.   Final Clarifier (Penyaringan & Klorinasi)
Proses ini adalah proses penyaringan dan pencampuran Zat Klorin sebagai
desinfektan untuk menghilangkan bakteri yang sebelumnya dimanfaatkan dalam
proses penguraian.
9. Sand Filter (Penyaringan Pasir)
Sand Filter yaitu proses filtrasi menggunakan bahan pasir untuk
menyaring kotoran-kotoran halus.
10. Carbon Filter (Penyaringan Karbon)
 

Carbon Filter adalah proses filtrasi dengan menggunakan bahan karbon


yang bertujuan untuk menghilangkan warna dan bau.
11.  Titik Pantau
Titik Pantau Outlet Air Limbah digunakan untuk mengontrol kualitas dari
hasil pengolahan air limbah industri.
Ion Exchanger untuk Softening
Softening/ pelunakan air (water softening)
• adalah proses untuk penurunan konsentrasi kalsium, magnesium, dan ion lainnya di dalam air keras (hard
water).  Ini “ion kekerasan” (hard-ions) dapat menyebabkan berbagai efek yang tidak di kategorinkan termasuk
mengganggu dengan tindakan sabun, membangun dari limescale (Limescale adalah kerak putih, yang bisa
ditemukan dalam ketel, pipa air panas boiler. 
• Hal ini juga sering ditemukan sebagai kerak yang sama pada permukaan bagian dalam dari pipa-pipa tua dan
permukaan lain di mana “air keras” telah menguap.), yang dapat membuat busuk pipa, dan korosi galvanik.   
• Metode Water Softening
Metode yang digunakan umumnya mengandalkan pada cara penghilangan dari Ca2 + dan Mg2 + dari larutan atau
penyerapan ion ini.Penghilangan ion ini dicapai dengan pertukaran ion dan dengan metode presipitasi. 
• Penyerapan memerlukan penambahan senyawa kimia yang disebut penyerapan (atau chelating) agen. 
Sejak Ca2 + dan Mg2 + ada sebagai garam (ion ringan), mereka dapat dihilangkan dengan penyulingan air, tapi
distilasi terlalu mahal biayanya pada kebanyakan kasus hard water
• Resin pertukaran ion
Pertukaran ion natrium bahan mengandung ion (Na +) yang terikat dan elektrostatis yang siap digantikan oleh ion
kekerasan seperti Ca2 + dan Mg2 +.  Pertukaran ion resin polimer organik yang mengandung gugus fungsional
anionik yang Na + terikat. Mineral yang disebut zeolit ​juga menunjukkan sifat pertukaran ion, mineral ini banyak
digunakan dalam deterjen. 
• Cara Kerja  Water softening
Air harus diolah melewati filter resin. Resin bermuatan negatif akan menyerap dan mengikat ion
logam yang bermuatan positif. Resin awalnya mengandung univalen (1 +) ion, paling sering
sodium, tetapi kadang-kadang juga hidrogen (H +) atau kalium (K +). Divalen kalsium dan
magnesium ion dalam air mengganti ion ini menjadi univalen, yang dilepaskan ke air. Kesadahan
air (hard water), semakin hidrogen, ion natrium atau kalium yang dilepaskan dari resin dan masuk
ke dalam air. 
Resin juga tersedia untuk menghilangkan ion karbonat, bi-karbonat dan sulfat yang diserap dan
ion hidroksil yang dilepaskan dari resin. Kedua jenis resin dapat memberikan efek pelembut air
tunggal.
• Proses Regenerasi
Kapasitas resin secara bertahap akan mencapai ke titik kelelahan (jenuh) dan akhirnya hanya
mengandung ion divalen, Mg2 + dan Ca2 + untuk resin pertukaran kation, dan resin anion SO42-
untuk pertukaran. Pada tahap ini, resin harus diregenerasi. Jika resin kationik digunakan (untuk
menghilangkan ion kalsium dan magnesium) maka regenerasi biasanya dilakukan dengan
melewatkan air garam terkonsentrasi, biasanya NaCl atau KCl, atau larutan HCl. 
• Untuk resin anionik, regenerasi biasanya menggunakan larutan NaOH atau KOH. Dalam skala
industri, aliran limbah efluen dari proses pembuangan re-generasi dapat memicu pada suatu skala
nilai yang dapat mengganggu sistem pembuangan limbah
Urutan proses pengolahan limbah Tekstil di PT. Unitek dibagi dalam 5 unit proses :

• Unit 1 : proses penghilangan warna dengan sistem koagulasi dan sedimentasi.


• Unit 2 : proses penguraian bahan organik yang terkandung di dalam air limbah dengan sistem lumpur aktif.
• Unit 3 : proses pemisahan air yang telah bersih dengan lumpur aktif dari kolam aerasi.
• Unit 4 : proses penghilangan padatan tersuspensi setelah pengendapan.
• Unit 5 : proses pemanfaatan lumpur padat setelah pengepresan di belt press.

Proses Pengolahan Limbah Proses pengolahan air limbah PT. Unitek terbagi menjadi tiga tahap pemrosesan, yaitu :
1. Proses primer, Proses primer merupakan perlakuan pendahuluan yang meliputi :
a). Penyaringan kasar,
b). Penghilangan warna,
c). Ekualisasi,
d). Penyaringan halus, dan
e). Pendinginan.

2. Proses sekunder, Proses biologi dan sedimentasi.


3. Proses tersier, merupakan tahap lanjutan setelah proses biologi dan sedimentasi.
http://www.kelair.bppt.go.id/Sitpa/Artikel/Tekstil/tekstil.html
Parameter Pantau
A. Kimia
1. COD (Chemical Oxygen Demand) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang dibutuhkan untuk
mengoksidasi K2Cr2O7 yang digunakan sebagai sumber oksigen (oxidizing agent).
2. BOD (Biochemical Oxygen Demand) : Angka BOD adalah jumlah oksigen (ppm O2) yang
dibutuhkan oleh bakteri untuk mengoksidasi hampir semua zat organis yang terlarut dan
sebagian zat organis yang tersuspensi dalam limbah cair.
3. DO (Dissolved Oksigen) : Jumlah oksigen (ppm O2) yang terlarut dalam air dan merupakan
kebutuhan mutlak bagi mikroorganisme (khususnya bakteri) dalam menguraikan zat organik.
4. pH (Derajat Keasaman) : Didefinisikan sebagai pH = - log (H+) yang menunjukkan tingkat
keasaman atau kebasaan.
B. Fisika
MLSS (Mixed Liqour Suspended Solid) : Jumlah seluruh padatan tersuspensi dalam suatu cairan
(ppm) yang menggambarkan kepekatan lumpur pada kolam aerasi khususnya.
• SV30 (Sludge Volume = 30) : Lumpur yang mengendap secara gravitasi selama 30 menit (%) yang
menunjukkan tingkat kelarutan oksigen dalam lumpur aktif.
C. Biologi
           Parameter biologi yang diamati berupa mikroorganisme predator bakteri, diantaranya prozoa
dan avertebrata lainnya
Proses Primer
a. Penyaringan Kasar : Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran pembuangan terbuka menuju pengolahan air
limbah. Saluran tersebut terbagi menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna. Untuk mencegah agar sisa-sisa
benang atau kain dalam air limbah terbawa pada saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar berdiameter 50 mm
dan 20 mm.
b. Penghilangan Warna  :Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap penyaringan ditampung dalam dua
bak penampungan, masing-masing berkapasitas 64 m 3 dan 48 m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi pertama (volume
3,1 m3) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 - 700 ppm
untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 - 300 ppm,
gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua
tangki tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat
proses pengendapan.
      Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam
tangki sedimentasi. Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa
langsung dibuang ke perairan. Untuk menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal dri koagulasi I diproses
dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang berasal
dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.
c. Ekualisasi    :Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m3 menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair
tidak berwarna dan air yang berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air dengan karakteristik yang
berbeda. Oleh karena itu untuk memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga
mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati
saringan halus dan cooling tower, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi
digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m 3/jam).
d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)    :Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan dan larutan,
sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan kasar berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
e. Cooling Tower    ” Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40oC, sehingga memerlukan pendinginan untuk
menurunkan suhu yang bertujuan mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang diinginkan adalah berkisar 29-30 oC.
a. Proses Biologi   Proses Sekunder
Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi untuk pengolah air limbah domestik
sekunder secara biologi.
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4.
dan sel biomassa baru. Udara disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap di tangki penjernihan
        Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki tiga bak aerasi dengan sistem lumpur aktif, yang pertama berbentuk
oval mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak
memerlukan blower sehingga dapat menghemat biaya listrik, selain itu perputaran air lebih sempurna dan waktu kontak
bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi
panjang. Kapatas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat sparator yang mutlak
diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan
sistem lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani, parameter-parameter tersebut dijaga
sehingga penguraian polutan yang terdapat dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen
terlarut yang diperlukan berkisar 0,5 – 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 – 6000 mg/l, dan suhu berkisar 29 – 30 oC.
b. Proses Sedimentasi           
Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian bawahnya berbentuk
kronis yang dilengkapi dengan pengaduk (agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah
pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi settling lumpur yang berasal dari bak aerasi
dan endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge=RS), karena kondisi pada bak
sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan perbandingan nilai MLSS dan debit RS itu
sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS
dengan menggunakan alat MLSS meter.
Proses Tersier
• Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat
(Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan
tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk
memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.
• Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak interdiet
(Volume 2m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk mengukur
level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6 m3) dengan
menggunakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan alumunium
sulfat (konsentrasi antara 150 – 300 ppm) dan polimer (konsentrasi antara 0,5 – 2
ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua bahan
koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku (water
teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk
memudahkan terbentuknya flok.
• Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer (pengaduk) untuk mempercepat proses
persenyawaan kimia antara air dan bahan koagulan, juga terdapat pH kontrol yang
berfungsi untuk memantau pH effluent sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah
penambahan koagulan dan proses flokulasi berjalan dengan sempurna, maka
gumpalan-gumpalan yang berupa lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi
III (volume = 178 m3). Hasil endapan kemudian dipompakan ke tangki
penampungan lumpur yang selanjutnya akan diolah dengan belt press filter machine.
Jenis-jenis Pelunakkan (Softening)
1. Pelunakan pertukaran Ion (Ion exchange softening), juga dikenal sebagai pelunakan zeolit (zeolite softening), air
melalui suatu saringan yang berisi resin granular (butiran-butiran kecil). Di dalam saringan, dikenal sebagai pelunak
(softener), calsium dan magnesium di dalam air ditukar (exchanged) pada sodium dari resin granular (butiran-
butiran kecil). Air yang dihasilkan nantinya mempunyai kesadahan (hardness) 0 mg/L dan harus dicampur dengan
air sadah untuk mencegah terjadinya masalah kelunakan (softness) ketika air didtribusikan ke rumah-rumah
penduduk.
• ion exchange Pelunakan pertukaran ion tidak memerlukan pengadukan cepat, bak flokulasi, dan bak sedimentasi
seperti yang terjadi pada pelunakkan dengan kapur-abu soda. Sebagai tambahan, proses ini tidak memakan
banyak waktu seorang operator. Pelunakan pertukaran ion adalah sangat efektif pada penurunan kesadahan
karbonat dan non karbonat, dan pelunakan dengan pertukuran ion sering digunakan untuk kesadahan non
karbonat yang tinggi dengan total juga mempunyai kerugian.
2. Pelunakan Reverse-Osmosis (Reverse-osmosis softening). Pelunakkan ini mengalirkan air dengan tekanan
melalui suatu selaput semi-permeable. Kalsium, magnesium, dan padatan terlarut (dissolved solid) ditangkap
ketika air yang dilunakkan dilewatkan melalui membran tersebut.
3. Electrodialysis. Pelunakkan dengan cara ini air dilewatkan diantara dua plat dengan muatan listrik. Metal-metal
di dalam air ditarik ke plat dengan muatan negatif sementara yang non metal ditarik ke plat dengan muatan positif.
Kedua jenis ion ini dapat ditangani dengan plat. Electrodialysis sering digunakan pada air yang sangat sadah,
dengan kesadahan lebih dari 500 mg/L sebagai CaCO3
4. Penyulingan (Distillation). Pelunakkan dengan cara ini dilakukan dengan penguapan air. Air yang diuapkan
meninggalkan semua senyawa kesadahan, sehingga air yang dihasilkan menjadi lunak.
5.Pembekuan (Freezing) juga dapat digunakan untuk menurunkan kesadahan.
Incinerator

• Incinerator adalah suatu alat pembakar sampah yang dioperasikan dengan


menggunakan teknologi pembakaran pada suhu tertentu, sehingga sampah
dapat terbakar habis. Prosesnya disebut insinerasi.
• Fungsi dari incinerator adalah mengubah sampah menjadi abu, gas sisa hasil
pembakaran, partikulat, dan panas.
• Gas yang dihasilkan harus dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke
atmosfer. Panas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan sebagai energi pembangkit
listrik.
• Incinerator mengurangi volume sampah hingga 95-96%, tergantung komposisi
dan derajat recovery sampah. Ini berarti insinerasi tidak sepenuhnya
mengganti penggunaan lahan sebagai area pembuangan akhir, tetapi
insinerasi mengurangi volume sampah yang dibuang dalam jumlah yang
signifikan.
Cara Kerja Mesin Incinerator
• Limbah yang akan dibakar dimasukkan ke dalam primary chamber
melalui main door.
• Didalam main chamber, sampah dibakar menggunakan primary
burner.
• Gas hasil pembakaran dari main chamber kemudian di bakar lagi
dengan menggunakan auxiliary burner.
• Kemudian gas yang dihasilkan dari auxiliary chamber tidak langsung di
lepas ke udara bebas, harus diproses dulu dengan alat yang
dinamakan wet scrabber, barulah dilepas ke udara bebas. 
• Wet scrabber pada prinsipnya merupakan air yang dipercikkan, dan
gas hasil pembakaran tadi dilewatkan di bawahnya.
Scrubbing

Scrubber dapat di definisikan sebagai alat pemisahan suatu partikel solid (debu) yang ada
di gas atau udara dengan menggunakan cairan sebagai alat bantu. Air adalah cairan yang pada
umumnya digunakan dalam proses scrubbing, meskipun dapat juga digunakan cairan lainnya
(seperti : asam sulfat, dll).

Scrubber merupakan suatu variasi peralatan yang besar untuk pemisahan zat padat atau cairan
dari gas dengan menggunakan air untuk menggosok partikel dari gas itu. Scrubber dapat juga
dikatakan berfungsi untuk mengurangi polutan udara yang dihasilkan oleh gas buang suatu
industri.

Di dalam sebuah pabrik kimia, pengendalian pencemaran udara terdiri dari 2 bagian yaitu
penanggulangan emisi debu dan penanggulangan emisi senyawa pencemar.
Belt Press Machine
Bak pengendap (clarifier) setelah diberi koagulan ferro sulfat
Menara pendingin (Cooling Tower) sebelum air masuk ke bak aerasi.
Lumpur aktif dari bak pengendap akhir dikembalikan ke bak aerasi
SELAMAT BELAJAR

Anda mungkin juga menyukai