Anda di halaman 1dari 77

LAPORAN PERANCANGAN SISTEM PLUMBING AIR BERSIH

PLAMBING DAN INSTRUMENTASI


IL-3202

Oleh:Kelompok 2
Asalia Widjaja / 15715008
Nida Salmah / 15715009
Rizal Chairul Fahmi / 15715010
Siti Yusriani / 15715012
Rahma Fauziah Yusri / 15715014

Dosen : Ir. James Nobelia, MT.


Tanggal Pengumpulan : 2 Maret 2018
Asisten : Dilla Tarasyabani

PROGRAM STUDI REKAYASA INFRASTRUKTUR LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2018
BAB I
TEORI DASAR

1.1 PENDAHULUAN

Kesehatan merupakan salah satu aset manusia yang sangat berharga. Menjaga
kesehatan dapat dimulai dengan menjaga kesehatan lingkungan, baik lingkungan kerja
maupun lingkungan pemukimannya. Dalam hal ini, fasilitas dalam gedung harus
direncanakan dengan baik termasuk fsilitas sanitasi, mengingat aspek-aspek
lingkungan harus diperhatikan agar tercapai lingkungan yang sehat.

Untuk meningkatkan kualitas sarana dan prasarana guna memberikan kenyamanan


dan kepuasan kepada pengguna gedung dimana dalam kondisi normal penggunanya
tidak memberikan bahaya potensial pada kesehatan manusia maka salah satu
upayanya adalah dengan merancang sistem plambing yang baik pada bagian dalam
gedung dan lingkungan gedung tempat bekerja maupun pemukiman yang meliputi
sistem penyediaan air minum, sistem penyaluran buangan dan ven, sistem pencegah
kebakaran dan sistem penyaluran air hujan (soufyan M. Noerbambang dan Takeo
Morimura ; 1991).

Plambing adalah seni dan teknologi pemipaan dan peralatan untuk menyediakan air
bersih ke tempat yang dikehendaki baik dalam hal kualitas, kuantitas dan kontinuitas
yang memenuhi syarat dan membuang air bekas (kotor) dari tempat tertentu tanpa
mencemarkan bagian penting lainnya untuk mencapai kondisi higienis dan
kenyamanan yang diinginkan.

Sistem plambing merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembangunan


gedung. Oleh karena itu perencanaan sistem plambing harus dilakukan bersamaan dan
sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan gedung itu sendiri. Dalam rangka
penyediaan air bersih baik dari kualitas dan kuantitas serta kontinuitas maupun
penyluran air bekas pakai (air kotor) dari peralatan saniter ke tempat yang ditentukan
agar tidak mencemari bagian-bagian penting dalam gedung atau lingkungannya.

Sistem plambing juga harus dirancang dengan sungguh-sungguh karena tidak hanya
berdampak pada keefektifan dan keefisienan namun juga berdampak pada kesehatan
pada jangka panjangnya. Hal ini tidak kalah penting karena kesehatan merupakan
harta paling berharga yang dimiliki manusia. Untuk menjaga kesehatannya itu
manusia dapat memulainya dengan menjaga kesehatan lingkungan, baik tempat
kerjanya maupun tempat pemukimannya yang dalam hal ini sisem plambing
memberikan andil yang sangat penting untuk menjaga kesehatan di dalam lingkungan
gedung tempat bekerja atau bermukim.

Pemerintah juga banyak mengeluarkan kebijakan dalam hal lingkungan hidup yang
dikaitkan dengan pembangunan bidang properti, sehingga kebutuhan akan tenaga ahli
dalam bidang perancangan khususnya perancangan dalam bidang plambing
meningkat. Mengingat sistem plambing merupakan bagian yang sangat vital dalam
suatu bangunan gedung, apalagi perancangansistem plambing untuk rumah sakit yang
memerlukan keahlian yang memadai perancangannya.

1.1.1 Dasar Perencanaan

Sistem plambing merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam pembangunan
gedung. Oleh karena itu maka perencanaan sistem plambing harus dilakukan
bersamaan dan sesuai dengan tahapan perencanaan gedung, dengan memperhatikan
dengan seksama hubungannya dengan bagian-bagian konstruksi gedung dan peralatan
lainnya.

1.1.1.1 Rancangan Konsep

Dasar utama dalam menyiapkan rancangan konsep dari sistem plambing adalah
meliputi:

• Rencana Jenis dan penggunaan gedung


• Rancangan denah bangunan
• Rencana jumlah penghuni
• Sarana perkotaan (air minum, air limbah, drainase, dll)
• Peraturan Perundangan
• Standar yang berlaku
• dll
1.1.1.2 Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan merupakan bagian dari pekerjaan perencanaan sistem


plambing. Penelitian lapanagan ini mencakup kajian rencana lokasi bangunan,
situasi, serta diskusi dan masukan dengan instansi pemerintah yang berwenang,
instansi lain yang terkait, aparat daerah setempat, menyangkut juga kajian
terhadap hak penggunaan air, pembuangan limbah, dll.

Penelitian lapangan ini perlu dilakukan dalam pembuatan rancangan konsep


untuk menghindari kesulitan dalam perancangan dan juga hambatan dalam
pelaksanaan pemasangan sistem plambing.

1.1.1.3 Rencana Dasar

Pada perancangan perlu disiapkan dasar-dasar yang umum digunakan dalam


perancanaan, dengan menggunakan konsep serta data dari penelitian lapangan,
seperti antara lain:
• Diskusi dengan pemilik dan atau perancang gedung
• Penyesuaian dengan persyaratan gedung dan peralatan lainnya
Setelah menetapkan dasar-dasar perancangan maka dapat ditentukan jenis dan
sarana sistem plambing yang akan dirancang.

1.1.1.4 Rancangan Pendahuluan

Berdasarkan rencana dasar yang telah disiapkan maka kapasitas sistem dan
peralatan sistem plambing yang direncanakan dapat disusun dengan
menggunakan gambar-gambar pendahuluan dari denah bangunan.

1.1.1.5 Rancangan Pelaksanaan

Setelah Rancangan Pendahuluan dibuat dan disetujui oleh pemilik atau perancang
gedung, maka selanjutnya dapat disiapkan rancangan detail dari sistem plambing
yang direncanakan.
Rancangan detail dari sistem plambing mencakup:
• Memo Disain : yang memuat perhitungan disain
• Gambar Disain : yang memuat gambar-gambar disain
• Spesifikasi Teknis : yang memuat spesifikasi dari peralatan dan
bahanyang digunakan pada sistem plambing
yangdirencanakan
• Perkiraan Biaya : yang memuat perkiraan biaya pembangunan
darisistem plambing yang direncanakan.

1.1.2 Peraturan Perundang-Undangan dan Standar

Di Indonesia, sampai saat ini belum ada Peraturan Perundangan yang mengatur
mengenai masalah perencanaan, pembangunan ataupun pemeliharaan dari suatu
sistem plambing. Meskipun demikian, walaupun belum disahkan sebagai suatu
peraturan yang diundangkan, hendaknya digunakan buku “Pedoman Plambing
Indonesia” yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen
Pekerjaan Umum”, serta Standar Nasional Indonesia (SNI) yang berkaitan dengan
sistem plambing.

Apabila ada hal-hal yang belum diatur dalam pedoman tersebut, maka selama tidak
bertentangan dengan peraturan yang berlaku, dapat pula digunakan standar-standar
yang berlaku secara internasional.

1.1.3 Sistem Plambing

1.1.3.1 Alat Plambing


Alat plambing adalah semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di luar
gedung, yang berfungsi untuk menyediakan air panas atau air dingin serta
menyalurkan (mengeluarkan) air buangan.

Peralatan Plambing yang umum digunakan meliputi antara lain:

a. Peralatan Saniter:
• Kloset (kakus)
• Urinal (peturasan)
• Bak Mandi Rendam
• Wastafel
• Tempat Cuci Piring (Sink)
• Janitor
b. Fiting Saniter :
o Keran Air
o Katup Gelontor, berupa: Katup Gelontor Kloset, Katup Gelontor Urinal
o Tangki Gelontor, berupa: Tangki Gelontor Kloset, Tangki Gelontor
Urinal
o Perangkap (Trap)
o Pancuran Mandi
o Pancuran Minum
c. Peralatan Lain:
❖ Peralatan Pemadaman Kebakaran
❖ Peralatan Pemanas Air
d. Perlengkapan Sistem Plambing:
▪ Reservoir (tangki air) dan peralatannya
▪ Pompa dan peralatannya
▪ Lain-lain

1.1.3.2 Sistem Perpompaan

Sistem Perpompaan merupakan sistem yang dilengkapi dengan perlatan


mekanik yang berfungsi untuk meningkatkan “head” agar air dapat mengalir
sesuai dengan yang direncanakan, yang biasanya dari tempat yang lebih
rendah menuju tempat yang lebih tinggi

Sistem perpompaan ini digunakan pada sistem plambing antara lain pada
sistem sarana:

▪ Sistem penyediaan air


▪ Sistem pengelolaan air buangan
▪ Sistem penyaluran air hujan
▪ Sistem pemadaman kebakaran
▪ Dll

1.1.4 Persyaratan Sistem Plambing

1.1.4.1 Persyaratan Umum

Alat-alat plambing yang dipasang sebaiknya memenuhi persyaratan standar


yang diacu dan standar produk lain yang terkait di luar acuan normatif. Alat
plambing yang memenuhi persyaratan standar melalui pengujian oleh
laboratorium uji terakreditasi dapat memperoleh sertifikasi SNI untuk alat
plambing tersebut.

1) Petunjuk Teknis dari Pabrik


Pelaksana harus menaati segala petunjuk dari pabrik, antara lain mengenai
pengangkutan, pemasangan, pemeliharaan, dan cara penggunaan barang
yang dibuatnya.
2) Buangan yang Mengganggu
Dilarang membuang air limbah yang dapat menyumbat pipa pembuangan
dan membahayakan sistem pembuangan.
3) Penandaan Pipa
Pemasangan sistem penyediaan air minum dan non air minum dalam
gedung harus diberi tanda dengan jelas dan dapat diidentifikasi.
Setiap sistem harus diberi tulisan dan tanda arah aliran pada pipa dengan
cat berwarna sesuai dengan Tabel 1.
▪ Pipa air minum harus diberi tulisan “air minum” berlatar hijau
dengan tulisan huruf besar.
▪ Pipa air limbah harus diberi tulisan “air limbah” berlatar kuning
dengan tulisan huruf besar.
▪ Pipa air hujan harus ditandai dengan kata-kata “air hujan” dalam
huruf besar.
▪ Pipa air daur ulang harus diberi tulisan “air daur ulang” dengan
huruf besar.

Gambar 1.1.4.1. Penanda Pipa


(Sumber: https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/10/label-tanda-dan-kode-warna-
perpipaan.html)
Tabel 1.1.4.1. Ukuran minimum Panjang, Latar Warna dan Huruf

Diameter luar pipa Minimum panjang Minimum


atau penutup warna latar di ukuran huruf
(inchi) lapangan (inchi) (inchi)
½-¼ 8 ½
1½ - 2 8 ¾
2½ - 6 12 1¼
8 - 10 24 2½
>10 32 3½
Sumber : SNI Sistem Plambing pada Bangunan Gedung, 2015

1.1.4.2 Persyaratan Teknis Alat Plambing


1) Kloset
Kloset duduk atau jongkok yang menggunakan tangki gelontor atau tidak,
dengan kapasitas gelontor tidak melebihi 6 Liter untuk buang air besar, dan
4 Liter untuk air kecil. Kloset memiliki jenis yang berbeda sesuai dengan
kebutuhannya. Berikut jenis kloset, yaitu:
a. Kloset umum
Kloset yang diperuntukkan bagi semua orang yang dalam kondisi
normal, dengan ukuran dan spesifikasi tertentu untuk manusia normal
secara fisik.
b. Kloset anak-anak
Kloset yang diperuntukkan bagi anak-anak, dengan ukuran anak dan
spesifikasi tertentu.
c. Kloset difabel
Kloset yang diperuntukkan bagi orang yang mempunyai kebutuhan
khusus, dengan spesifikasi dan ukuran tertentu.
d. Kloset duduk dan jongkok
Kloset yang digunakan untuk keperluan umum sesuai kebiasaan dan
standar yang berlaku.
Gambar 1.1.4.2. Kloset Duduk
(Sumber: Pendahuluan Plambing, James N, 2018)

Menggunakan Pipa Gelentor


Tanpa Pipa Gelontor

Gambar 1.1.4.3. Kloset Jongkok


(Sumber: Pendahuluan Plambing, James N, 2018)

2) Bidet
Penerapan bidet harus sesuai dengan standar berlaku. Pasokan air untuk
bidet harus dilindungi oleh perangkap udara atau sesuai ketentuan yang
berlaku.
3) Urinal
Urinal harus memiliki pemakaian air pembilas rata-rata tidak melebihi 4
Liter. Yang perlu diperhatikan tentang urinal:
a. Jenis urinal palung harus memenuhi persyaratan penggelontoran;
b. Jenis urinal yang diterapkan harus dilengkapi dengan pancuran air;
c. Dinding dan lantai urinal
Dinding dan lantai yang berdekatan dengan urinal harus dari bahan
yang tahan karat dan rapat air sekurang-kurangnya sepanjang 30
cm di depan bibir urinal, 30 cm dari kedua tepinya dan 120 cm
diatas lantai. Dinding depan urinal dengan tinggi sekitar 20 cm
untuk menghindari percikan air;
d. Urinal yang dilarang
Urinal yang menyambung dan urinal dengan perapat tidak terlihat.

Gambar 1.1.4.4. Urinal


(Sumber: Pendahuluan Plambing, James N, 2018)

4) Penggelontor
Alat penggelontor harus dipasang pada setiap kloset dan urinal sehingga
dapat memberikan kapasitas dan kecepatan air yang cukup untuk
menggelontor kloset dan urinal dengan sempurna.
a. Tangki Penggelontor
Tangki penggelontor harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
▪ Tangki penggelontor harus dilengkapi dengan katup yang
dibenarkan. Katup yang berhubungan dengan air dalam tangki
penggelontor harus dilengkapi dengan alat pemecah hampa
yang ditempatkan pada ketinggian sekurang-kurangnya 0,50
cm di atas taraf peluap tangki;
▪ Lubang pengeluaran katup yang tidak mengenai air dalam
tangki harus ditempatkan pada ketinggian sekurang-kurangnya
0,50 cm di atas taraf peluap tangki, sebagai pengganti
keperluan ini dapat juga dipasang pemecah hampa seperti
ketentuan di atas.
b. Tangki Penggelontor Terpisah
Sebuah alat penggelontor dapat digunakan untuk menggelontor
lebih dari satu urinal dengan syarat bahwa alat penggelontor
tersebut harus bekerja secara otomatis dan mempunyai kapasitas
yang cukup untuk menyediakan air yang dibutuhkan guna
penggelontoran dan pembersih urinal secara sempurna pada saat
yang bersamaan.
c. Pipa Penggelontor dan Penyambungan
Pipa penggelontor dan penyambungan yang menghubungkan
tangki penggelontor dengan kloset atau urinal harus mempunyai
ukuran yang tepat dan dapat menggelontor dengan sempurna.
d. Katup Bola
• Apabila jaringan air minum dihubungkan langsung dengan
tangki penggelontor melalui sebuah katup bola, maka katup
bola tersebut harus dipasang sesuai dengan ketentuan pada
tangki penggelontor;
• Katup bola di dalam tangki penggelontor harus dapat
bekerja secara otomatis, mengisi tangki setelah
penggelontoran dan menutup secara sempurna jika tangki
telah penuh;
• Katup pada tangki penggelontor rendah, harus dapat
menyalurkan air langsung ke perangkap pada waktu tangki
penggelontor terisi kembali.
e. Katup Penggelontor pada Tangki
• Katup penggelontor pada tangki harus bekerja secara
manual, kecuali alat lainnya dalam tangki penggelontor
bekerja secara otomatis;
• Dudukan katup penggelontor dalam tangki harus sekurang-
kurangnya 2,5 cm di atas bibir kloset, kecuali pada kloset
jenis tangki penggelontor dan kloset gabungan yang
dibenarkan dan dibuat sedemikian rupa, sehingga apabila
kloset tersumbat pada waktu penggelontoran, maka katup
penggelontor tertutup rapat untuk mencegah air mengalir
terus menerus sampai meluap;
• Peluap dalam tangki. Tangki penggelontor harus dilengkapi
dengan peluap yang sesuai, sehingga pada saat pengaliran
yang maksimum air di dalam tangki tidak meluap. Peluapan
dari tangki harus dialirkan ke dalam kloset atau sampai
meluap.
5) Bak Cuci Tangan
a. Lubang pembuangan
Bak cuci tangan harus mempunyai lubang pembuangan air dan
berukuran sekurang-kurangnya 32 mm.

b. Penempatan bak cuci tangan majemuk


Penempatan bak cuci tangan majemuk seperti bak cuci bulat atau
pencucian yang disusun menerus dalam ruangan harus disesuaikan
dengan penempatan bak cuci tunggal. Dengan ketentuan jarak antar
tepi bak cuci adalah 45 cm dan jarak antar as pipa pembuangan
maksimum 75 cm.

Gambar 1.1.4.5. Bak Cuci Tangan Majemuk


6) Bak mandi

Bak mandi harus dilengkapi dengan peluap dan lubang pembuangan


berukuran sekurangkurangnya 40 mm dan harus dilengkapi dengan
penyumbat yang sesuai.

7) Shower
a. Dulang

Dulang harus berlantaikan rapat air dari bahan yang tahan lama,
kecuali dulang yang dipasang langsung di atas tanah atau yang
mempunyai penampung logam berenamel rapat air atau ekuivalen
dan dibenarkan. Dulang tersebut harus mempunyai bibir yang
melengkung ke atas pada keempat sisinya setinggi 5 cm di atas
lantai; lubang pembuangnya harus disambungkan dengan baik dan
rapat air pada pipa pembuangan.

Gambar 1.1.4.6.Dulang
(Sumber: Pendahuluan Plambing, James N, 2018)
b. Ukuran ruang shower

Ruang shower tunggal harus mempunyai luas lantai sekurang-


kurangnya 1 m2, bentuk persegi panjang atau segitiga, dan harus
mempunyai sisi sekurang-kurangnya 1 m.

c. Lubang pembuangan

Lubang pembuangan untuk ruang shower harus mempunyai


saringan yang dapat dibuka dan sekurang-kurangnya harus
berdiameter 50 mm kecuali untuk bak mandi yang merupakan
penampung air dari shower pada pemakaian darurat yang tidak
memerlukan saluran pembuangan.

Gambar 1.1.4.7.Lubang Pembuangan Shower


(Sumber: Pendahuluan Plambing, James N, 2018)

d. Floor drain ruang shower untuk umum dan bangunan lembaga

Tiap lantai ruang shower untuk umum dan hunian lembaga harus
dikeringkan masing-masing sedemikian rupa, sehingga air dari satu
ruang shower tidak mengalir melalui ruangan shower lainnya.

e. Penampung di atas tanah

Ruang shower yang langsung terpasang di atas tanah harus


mempunyai lantai yang halus dari bahan tahan karat, tidak
menyerap air, rapat air, dan harus disambungkan dengan baik serta
rapat air pada pipa pembuangan.

f. Konstruksi dinding

Ruang shower harus mempunyai dinding yang halus dari bahan


yang tahan karat, tidak menyerap air dan rapat air, dengan
ketinggian sekurang-kurangnya 1,80 m di atas lantai.

g. Konstruksi dinding di atas bak mandi tertanam

Bak mandi tertanam yang dilengkapi dengan shower harus


mempunyai hubungan yang rapat air antara bak dengan dindingnya,
dinding tersebut harus dibuat dari konstruksi yang halus, tahan
karat dan tidak menyerap air.

h. Konstruksi lantai

Lantai ruang shower harus halus, tidak licin, rapat air dengan
ketinggian sekurangkurangnya 5 cm di atas lantai berkonstruksi
baik dan aman.

8) Bak cuci pakaian

Lubang pembuangan bak cuci pakaian harus dilengkapi dengan saluran


pembuangan berdiameter sekurang-kurangnya 40 mm dan sumbat yang
sesuai.

9) Bak cuci piring


a. Lubang pembuangan

Bak cuci piring harus dilengkapi dengan saluran pembuangan air


kotor dengan diameter sekurang-kurangnya 40 mm.

b. Syarat penggunaan unit penggerus sisa makanan

Unit penggerus sisa makanan tidak boleh dipasang sebagai bagian


dari sistem plambing, kecuali bila khusus dibenarkan.
c. Lubang pembuangan untuk penggerus sisa makanan

Bak cuci piring yang dilengkapi dengan penggerus sisa makanan


harus mempunyai lubang berdiameter sekurang-kurangnya 90 mm.

Gambar 1.1.4.8.Lubang Pembuangan Penggerus Sisa Makanan


(Sumber: Pendahuluan Plambing, James N, 2018)

d. Pengatur air untuk penggerus sisa makanan

Unit penggerus sisa makanan yang dipasang pada bak cuci piring
harus dilengkapi dengan pengatur otomatis atau manual, sehingga
unit tersebut hanya dapat bekerja apabila air mengalir.

10) Pancuran air minum dan alat plambing ekuivalen


a. Perencanaan dan konstruksi pancuran air minum

Penggunaan pancuran air minum untuk keperluan umum harus


memenuhi persyaratan yang berlaku.

b. Taraf lubang pancuran

Lubang pancuran air minum harus ditempatkan sedemikian rupa,


sehingga tepi bawah lubang pancuran berada pada taraf tidak
kurang dari 20 mm di atas bibir taraf banjir penampungan.

c. Alat plambing ekuivalen

Ruang berguna pancuran air minum berlubang - pancuran lebih dari


satu harus ekuivalen dengan jumlah ruang berguna pancuran air
minum tunggal yang dipasang menerus dengan jumlah lubang
pancuran yang sama.

11) Mesin cuci piring dan perlengkapannya


a. Mesin cuci piring untuk rumah tangga

Mesin cuci piring yang mengalirkan pembuangan dengan gravitasi


dan dihubungkan langsung pada sistem pembuangan harus
dilengkapi dengan perangkap terpisah.

Mesin cuci piring yang dilengkapi dengan pompa pengering dapat


menyalurkan pembuangan ke dalam pipa pembuangan bak cuci
dapur yang berdekatan melalui cabang Y yang dipasang sebelum
perangkap sedemikian rupa, sehingga bagian tertinggi dari pipa
pembuangan mesin cuci piring tersebut sekurang-kurangnya sama
tingginya dengan bibir bak cuci piring.

b. Air panas untuk mesin cuci piring komersial dan perlengkapannya

Air panas untuk mesin cuci piring komersial harus bertemperatur


60oC - 70oC untuk pencucian dan 80oC - 90oC untuk sterilisasi.

Gambar 1.1.4.9.Letak Mesin Cuci Piring terhadap Bak Cuci Dapur


1.2 SISTEM PLAMBING

1.2.1 Pengertian
Plumbing adalah kosa kata dari Bahasa Inggris, dan orang Indonesia biasa
menyebutnya sebagai Plambing. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia
artinya adalah : Pipa ledeng atau jenis pekerjaan penyambungan dan pemasangan
pipa air ledeng.

Jadi plumbing / plambing adalah semua pekerjaan yang berhubungan dengan


pelaksanaan, pemeliharaan, perawatan instalasi air, baik di perumahan maupun di
gedung.

1.2.2 Alat Plambing


Alat plambing adalah semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di luar
gedung, yang berfungsi untuk menyediakan air panas atau air dingin serta
menyalurkan (mengeluarkan) air buangan.

Peralatan Plambing yang umum digunakan meliputi antara lain :

A. Peralatan Saniter :

• Kloset(kakus)

• Urinal (peturasan),

• Lain-lain :

o Bak Mandi Rendam

o Wastafel

o Tempat Cuci Piring (Sink)

o Janitor

o Dll

B. Fiting Saniter :

• Keran Air

• Katup Gelontor : Katup Gelontor Kloset, Katup Gelontor Urinal

• Tangki Gelontor : Tangki Gelontor Kloset, Tangki Gelontor Urinal


• Perangkap

• Lain-lain :

o Pancuran Mandi

o Pancuran Minum

C. Peralatan Lain:

• Peralatan Pemadaman Kebakaran

• Peralatan Pemanas Air

D. Perlengkapan Sistem Plambing:

• Reservoir (tangki air) dan peralatannya

• Pompa dan peralatannya

• Lain-lain

1.2.3 Jenis Plambing


Pembagian plumbing gedung dan perumahan sedikit berbeda, perbedaannya
adalah di gedung lebih lengkap dan biasanya ada peralatan pengolahan dll.

Pembagian plumbing antara lain adalah :

A. Instalasi plumbing untuk air bersih,

Instalasi ini berfungsi untuk menyalurkan media air yang bersih / layak pakai,
misalkan untuk kebutuhan memasak, mandi, cuci pakaian dan lain – lain.
Instalasi air bersih di gedung dibagi menjadi :

a. Instalasi Suplai Air bersih


Cara kerja bagian instalasi suplai air bersih adalah :
• Proses dan cara kerja suplai air bersih dimulai dari tangki bawah (ground
tank),
• Pompa transfer menghisap air dari tangki bawah dan menyalurkan melalui
pipa transfer menuju tangki atas (roof tank).
• Pada sistem otomatis, pompa akan terus menyala hingga tangki atas penuh,
untuk mengetahui bahwa air di tangki atas penuh adalah dengan memasang
levelswitch, radar air atau bisa menggunakan WLC (Water level Control).
• Sistem otomatis mengatur :

o Pompa akan menyala jika air turun hingga di bawah setingan pembaca
ketinggian air,
o Pompa akan mati jika air naik hingga batas setingan pembaca ketinggian
air.

Beberapa sistem mungkin lebih modern, dan akan dibahas di artikel lainnya.
Untuk gedung tingkat tinggi (banyak) perlu penambahan pompa booster pada
beberapa lantai agar tekanan sampai hingga ke roof tank, hal ini tergantung
kepada ketinggian roof tank dan kekuatan pompa transfer yang dipakai.

b. Instalasi Distribusi Air Bersih

Instalasi distribusi dimulai dari tangki atas (roof tank), disalurkan dengan pipa
vertikal, pada gedung yang tinggi perlu penambahan PRV (valve pengatur
tekanan, Pressure Relief Valve) ini berfungsi untuk mengurangi tekanan
karena perbedaan pengaruh gaya gravitasi bumi pada tiap lantainya. Dan
menyesuaikan tekanan untuk pemakaian. Arah aliran instalasi ini adalah ke
titik – titik pemakaian di gedung.

B. Instalasi plumbing untuk air bekas,

Instalasi air bekas adalah instalasi plumbing yang menyalurkan air bekas dari
pemakaian, misalkan dari : wastafel, air mandi, dan lain – lain. (perhatikan
perbedaan air bekas dan air kotor).

Arah aliran air bekas ini tergantung perencanaan, yaitu bisa diproses dulu demi
kelayakan buang ke saluran kota, atau langsung dibuang. Beberapa gedung
memisahkan antara instalasi pemakaian umum dengan pemakaian khusus,
misalnya air bekas dari dapur restaurant dan lian – lain. Yang banyak
mengandung minyak dan bekas masakan.
Pemakaian water trap mungkin solusi lainnya.

C. Instalasi plumbing untuk air kotor,

Untuk air yang dibuang dari closet, urinoir, dan pemakaian khusus seperti
minyak bekas dari dapur restaurant yang memerlukan penanganan khusus masuk
pada instalasi air kotor.

Arah aliran air kotor sesuai peraturan harus ke unit proses pengolahan agar layak
dibuang ke saluran kota. Penggunaan STP untuk gedung dengan kapasitas
pembuangan air kotor yang tinggi sangat diperlukan. Sementara untuk perumahan
cukup menggunakan septiktank.

D. Instalasi plumbing untuk vent,

Instalasi ini yang kurang dipahami oleh banyak orang, secara fungsi, instalasi ini
berguna untuk mengisi udara pada instalasi air kotor dan air bekas.

Kenapa buangan air kotor dan air bekas tidak lancar? Salah satu penyebabnya
adalah tidak ada instalasi pipa vent, selain karena masalah yang lain. Pada saat
terjadi pembuangan air kotor atau air bekas ke instalasi pipa air kotor dan air
bekas, terjadi gaya tarik dari bumi (gravitasi), ada beberapa titik pada instalasi air
kotor yang menyebabkan terjadi vakum, hal ini biasanya ber-efek misalkan pada
closet atau urinoir mengeluarkan gelembung yang sebenarnya bukan
mengeluarkan, justru membutuhkan udara untuk mengisi ruang vakum tersebut.
Kotoran dan lain-lain di dalam pipa air kotor akan tertahan karenanya.

Penambahan instalasi pipa vent akan mengatasi hal itu yaitu memasukkan udara
bebas ke ruang vakum dan air kotor / bekas akan secara bebas mengikuti gaya
gravitasi bumi.

Air vent harus selalu pada posisi atas untuk menghindari masuknya air ke dalam
pipa vent. Untuk gedung bertingkat pipa vent mengambil udara dari atap tertinggi
gedung.
1.3 SISTEM PERPIPAAN AIR MINUM
Plambing atau sistem perpipaan air minum harus direncanakan sedemikian rupa
sehingga memenuhi syarat kualitas, kuantitas, dan kontinuitas air minum.
Perencanaan plambing air minum harus dibuat secara cermat, terutama untuk
menghindari terjadinya cross conection, yaitu bercampurnya air bersih dengan air
buangan sehingga air tidak memenuhi syarat sebagai air minum. Hal itu dapat terjadi
misalnya karena ada kesalahan dalam pemasangan pipa, dsb.

Hal yang penting yang perlu dipertimbangkan dalam konsep plambing air minum
adalah:

1. Jumlah lantai bangunan.


2. Tekanan yang tersedia.
3. Besar aliran yang dapat diperoleh

1.3.1 Pencegahan Pencemaran Air


Pencegahan pencemaran air lebih ditekankan pada sistem penyediaan air dan
ini adalah faktor terpenting ditinjau dari segi kesehatan. Hal-hal yang dapat
menyebabkan pencemaran air antara lain, masuknya kotoran, binatang-
binatang kecil ke dalam tangki, terjadinya karat dan rusaknya bahan tangki dan
pipa, terhubungnya pipa air bersih dengan pipa lainnya, tercampurnya air
minum dengan air dari jenis kualitas lainnya (kualitas yang lebih rendah).
Aliran balik (back flow) air dari jenis kualitas lainnya ke dalam air buangan.

Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya pencemaran air
bersih adalah:

1. Larangan hubungan pintas, yaitu hubungan secara langsung antara 2 sistem


pipa yang berbeda, 1 sistem pipa untuk air minum dan sistem lainnya untuk
pipa yang mana kualitas airnya tidak sama, sehingga air akan dapat
mengalir dari satu pipa ke pipa lainnya.
2. Pencegahan aliran balik (back flow) dapat dilakukan dengan berbagai cara:
a. Menyediakan celah udara, adalah ruang bebas berisi udara bebas,
antara bagian terendah dari lubang pipa atau keran yang akan mengisi
air ke dalam tangki atau peralatan plambing lainnya, dengan muka air
meluap melalui bibir tangki atau peralatan plambing tersebut.
b. Memasang pemecah vakum, terdiri dari dua jenis:
• Pemecah vakum tekanan-atmosfir, dipasang pada alat-alat yang
mengalami tekanan hanya apabila ada aliran air.
• Pemecah vakum tekanan-positif, dipasang pada sisi yang
bertekanan air terus-menerus.

1.3.2 Sistem Penyediaan Air


1. Sistem sambungan langsung

Pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama


sistem penyediaan air minum (PDAM).

2. Sistem tangki atap

Air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (dipasang pada lantai
terendah bangunan atau di bawah muka tanah), kemudian dipompakan ke
suatu tangki atas (biasanya dipasang di atas atap atau di atas lantai tertinggi
bangunan.

Gambar 1.3.2.1. Sistem Tangki Atap


(Sumber: Sistem Air Minum Plambing, James N, 2018)
Sistem tangki atap ini diterapkan seringkali karena alasan-alasan berikut:
b) Selama airnya digunakan, perubahan tekanan yang terjadi pada alat
plambing hampir tidak berarti. Perubahan tekanan ini hanyalah akibat
perubahan muka air dalam tangki atap.
c) Sistem pompa yang menaikkan air ke tangki atap bekerja secara otomatik
dengan cara yang sangat sederahana sehingga kecil sekali kemungkinan
timbulnya kesulitan.
d) Perawatan tangki atap sangat sederhana dibandingkan dengan misalnya,
tangki tekan.

3. Sistem tangki tekan

Air ditampung pada tangki bawah kemudian dipompakan ke dalam suatu bejana
(tangki) tertutup sehingga udara didalamnya terkompresi. Air dari tangki tersebut
kemudian dialirkan ke seluruh bangunan. Pompa bekerja secara otomatis
berdasarkan detektor tekanan.

Gambar 1.3.2.2. Sistem Tangki Tekan


(Sumber: Sistem Air Minum Plambing, James N, 2018)
Kelebihan-kelebihan sistem tangki tekan antara lain:
a. Lebih menguntungkan dari segi estetika karena tidak terlalu menyolok
dibanding dengan tangki atap
b. Mudah perawatannya karena dipasang dalam ruang mesin bersama pompa-
pompa lainnya
c. Harga awal lebih rendah dibandingkan dengan tangki yang harus dipasang di
atas menara.

Kekurangan-kekurangannya:
a. Daerah fluktuasi tekanan sebesar 1.0 kg/cm² sangat besar dibandingkan
dengan sistem tangki atap yang hampir tidak ada fluktuasi tekanannya.
b. Dengan berkurangnya udara dalam tangki tekan, maka setiap beberapa hari
sekali harus ditambahkan udara kempa dengan kompresor atau dengan
menguras seluruh air dari dalam tangki tekan.
c. Sistem tangki tekan dapat dianggap sebagai suatu sistem pengaturan otomatis
pompa penyediaan air saja dan bukan sebagai sistem penyimpanan air seperti
tangki atap.
d. Karena jumlah air yang efektif tersimpan dalam tangki tekan relatif sedikit,
maka pompa akan lebih sering bekerja dan hal ini dapat menyebabkan
keausan pada saklar pompa lebih cepat.

4. Sistem tanpa tangki

Pada sistem ini tidak digunakan tangki apapun, baik tangki bawah, tangki atas
ataupun tangki tekan, air dari sistem penyediaan air minum (PDAM) langsung
dipompakan menuju seluruh bangunan. Sistem ini dilarang di Indonesia.

1.3.3 Sistem Pengaliran Air


Sistem perpipaan air minum dalam gedung (plambing) :

1. Pengaliran ke atas

Pipa utama dipasang dari tangki atas ke bawah sampai langit-langit lantai
terbawah dari gedung kemudian mendatar dan bercabang-cabang tegak ke atas
untuk melayani lantai-lantai diatasnya.
Gambar 1.3.3.1. Sistem Pengaliran ke atas
(Sumber: Sistem Air Minum Plambing, James N, 2018)

2. Pengaliran ke bawah

Pipa utama dari tangki atas dipasang mendatar dalam langit-langit lantai teratas
dari gedung dan dari pipa mendatar ini dibuat cabang-cabang tegak ke bawah
untuk melayani lantai-lantai dibawahnya.

Gambar 1.3.3.2. Sistem Pengaliran ke bawah


(Sumber: Sistem Air Minum Plambing, James N, 2018)
1.4 PERANCANGAN SISTEM AIR MINUM

Penentuan dimensi dari sarana plambing air sangat tergantung dari jenis kegunaan
gedung yang direncanakan. Oleh karena itu maka harus ditentukan atau diketahui
jenis gedung yang direncanakan, seperti misalnya : Perkantoran, Pertokoan, Hotel,
Sekolah, Apartemen, Rumah Sakit dll.

1.4.1 Penentuan Kebutuhan Air

1.4.1.1 Kebutuhan Air Rata-Rata


Kebutuhan air rata-rata merupakan jumlah air yang dibutuhkan untuk aktifitas
suatu gedung secara rata-rata dalam satu hari. Total kebutuhan air rata-rata
untuk suatu gedung biasanya ditambahkan dengan suatu besaran lain, sekitar
15 – 25%, yang diperlukan untuk keperluan lainnya, seperti : kebocoran,
pendingin, pemanasan air dll.

Secara umum besarnya kebutuhan air rata-rata ini dapat ditentukan melalui
dua (2) cara, yaitu :

1) Berdasarkan jumlah pemakai

Bila jumlah penghuni diketahui atau ditetapkan untuk suatu gedung


tertentu, maka dapat ditentukan besarnya kebutuhan air rata-rata
berdasarkan standar pemakaian air perhari yang terdapat pada table
1,2, dan 3 (Buku Sofyan Nur Bambang

2) Berdasarkan luas lantai

Bila jumlah penghuni tidak diketahui, biasanya ditaksir berdasarkan


luas lantai dan menetapkan kepadatan hunian perluas lantai (luas lantai
efektif) yang berkisar antara 55% sampai dengan 80% dari luas lantai
seluruhnya (Buku Sofyan Nur Bambang Tabel 3.12).
Tabel 1.4.1.1. Pemakaian Air

(Sumber : Sofyan Nur Bambang)

Tabel 1.4.1.2.Pemakaian Air Menurut Penggunaannya

(Sumber : Sofyan Nur Bambang)


Tabel 1.4.1.3 Pemakaian Air Rata-rata per Orang Setiap Hari

(Sumber : Sofyan Nur Bambang)


Bila data yang diperlukan untuk menentukan kebutuhan air melalui kedua cara
tersebut tidak dapat diperoleh, maka dapat didekati dengan cara pendekatan
melalui penentuan perkiraan jumlah penghuni berdasarkan jenis dan jumlah
alat plambing yang direncanakan. Penentuan perkiraan jumlah penghuni
tersebut dilakukan dengan menggunakan table dibawah. Setelah jumlah
penghuni dapat diperkirakan maka besarnya kebutuhan air dapat ditentukan
dengan cara diatas.

Tabel 1.4.1.4 Fasilitas Maksimum Plambing

(Sumber : Sofyan Nur Bambang)

Tabel 1.4.1.5. Fasilitas Minimum Plambing


(Sumber : Babbit)

Tabel 1.4.1.6. Fasilitas Minimum Plambing


(Sumber : Babbit)
1.4.1.2 Kapasitas Maksimum Hari

Untuk memenuhi kebutuhan air, maka dirancang sistem penyediaan air dalam
gedung tersebut (plambing sistem).

Kapasitas air adalah debit air yang dialirkan untuk memenuhi kebutuhan air
tersebut. Kapasitas air rata-rata adalah merupakan kapasitas atau debit air yang
dialirkan untuk dipakai atau digunakan dalam aktifitasnya. Pemakaian air
umumnya tidak selalu sama setiap harinya, oleh karena itu akan terjadi
pemakaian maksimum hari dalam satu tahunnya, yang disebut maksimum
hari. Untuk memenuhi pemakaian tersebut maka diperlukan kapasitas
maksimum hari (Q maxhari).

Kapasitas maksimum hari (Q maxhari) ini harus dihitung untuk menentukan


beberapa hal, yaitu :

Menentukan besarnya jumlah air yang harus disiapkan (disediakan)


melalui system sendiri (On-site) atau melalui sistem perkotaan (Off-
site).

Menentukan besarnya volume tangki (reservoir) bawah dan atas serta


kapasitas pompa supply utama.

Besarnya kapasitas maksimum hari (Qmaxhari) dapat ditentukan dengan :

1) Berdasarkan Faktor Maksimum

Besarnya kapasitas atau debit maksimum hari sangat bervariasi. Secara


umum kapasitas atau debit maksimum hari adalah kapasitas rata-rata
dikalikan faktor maksimum hari.

Faktor maksimum hari ini berkisar antara 1,5 – 2,0, tergantung dari
jenis kondisi dan sifat dari gedung yang direncanakan.

2) Faktor Pemakaian

Pada metoda ini harus sudah ditentukan jumlah dari masing-masing


alat plambing yang direncanakan. Untuk menentukan besarnya
kapasitas aliran maka harus ditentukan terlebih dahulu besarnya factor
pemakaian serentak (bersama). Hal ini karena pada saat yang
bersamaan diperkirakan tidak semua alat plambing yang ada tersebut
beroperasi secara serentak. Besarnya factor pemakaian serentak dapat
ditentukan dengan Tabel 7. Setelah ditentukan besarnya factor
pemakaian maka debit aliran dapat ditentukan dengan Tabel 8.

Tabel 1.4.1.7. Faktor Pemakaian (%) dan Jumlah Alat Plambing

(Sumber : Sofyan Nur Bambang)

Tabel 1.4.1.8. Pemakaian Air Tiap Alat Plambing, Laju Aliran, dam Ukuran Cabang Pipa
(Sumber : Sofyan Nur Bambang)

1.4.2 Kapasitas Operasi

Pada bangunan gedung belum tentu penggunaan dilakukan 24 jam penuh


dalam satu hari. Bangunan kantor misalnya dalam satu hari beroperasi hanya 8
jam, bangunan sekolah 10 jam, dll. Oleh karena itu maka pengaliran juga
belum tentu 24 jam dalam satu harinya. Umumnya pengaliran juga dilakukan
dalam waktu penggunaan (operasi) oleh karena itu maka dikenal kapasitas
operasi ( Qopersi).

Qoperasi = Qmaxhari x 24 jam/ Toperasi

1.4.3 Kapasitas Pemompaan


Kapasitas pompa atau pemompaan (Qp) adalah kapasitas yang dialirkan oleh
pompa. Pengaliran air oleh pompa ini juga harus dapat memenuhi kapasitas
maksimum hari.

Pompa umumnya juga tidak dioperasikan selama 24 jam dalam sehari,


umumnya pompa dioperasikan 30 – 80% dari waktu operasi (penggunaan)
gedung.

Pada sistem yang menggunakan Reservoir Atas kapasitas pompa (Qp) adalah .

Qp = Qmaxhari x 24 jam/ Tpompa

Namun pada sistem yang tidak menggunakan Reservoir Atas maka kapasitas
pompa harus sama dengan kapasitas puncak “plambing” (Qpeak). Besarnya
Qpeak akan diuraikan pada Bagian 4 Penentuan Kapasitas Aliran “Plambing”.

1.4.4 Penentuan Jenis dan Alat Palmbing

Jenis dan Alat Plambing yang diperlukan dapat ditentukan berdasarkan jumlah
penghuni untuk suatu gedung tertentu. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk
menentukan kebutuhan jenis dan jumlah alat plambing adalah dengan
menggunakan standar seperti yang ditunjukan pada table 1.4.1.4,1.4.1.5, dan
1.4.1.6 .
1.4.5 Sistem Jaringan Perpipaan Air Bersih

Rancang system jaringan air bersih mulai dari Sumber, Reservoir Bawah,
Pompa air bersih “utama”, Pipa “utama” Reservoir Atas, Pipa Tegak (vertical),
Pipa Mendatar atau cabang (horizontal) sampai Pipa Alat Plambing.

Rancangan ini akan sangat beragam tergantung dari perancangnya. Variasi


rancangan umumnya terletak pada pipa mendatar. Rancang pipa mendatar
seefisien mungkin diusahakan agar bercabang sehingga pipa mendatar yang
“lurus” tidak terlalu panjang. Hal ini agar diperoleh pipa tidak terlalu panjang
dan tidak terlalu besar. Kepandaian merancang system perpipaan ini memang
memerlukan pengalaman.

1.4.6 Penentuan Kapasitas Aliran (“Plambing”)

Besarnya kapasitas aliran merupakan jumlah debit aliran yang mengalir pada
perpipaan “plambing”. Kapasitas aliran ini merupakan kapasitas puncak Qpeak
atau disebut juga Qplambing. Kapasitas atau debit aliran puncak (Qpeak) ini
perlu ditentukan untuk menghitung besarnya perpipaan “plambing” yang
diperlukan untuk mengalirkan air tersebut, sehingga disebut kapasitas aliran
“plambing” (Qplambing).

Besarnya kapasitas aliran “plambing” (Qpeak) ditentukan berdasarkan : Unit


Alat Plambing. Pada metoda ini setiap alat plambing dapat ditetapkan unit alat
plambing – UAP (Fixture Unit – FU), yang merupakan satuan (unit) beban
aliran yang diperkirakan akan mengalir dari suatu alat plambing.

Unit alat plambing ini dapat dijumlahkan untuk menentukan besarnya debit
yang diperkirakan akan mengalir dari beberapa alat plambing. Besarnya unit
alat plambing dari setiap alat plambing dapat ditentukan dengan gambar 1
Kapasitas aliran plambing (Qpeak) dari setiap jalur perpipaan tersebut dapat
ditentukan dengan menggunakan Kurva pada gambar 1.4.6.1, setelah
ditentukan besarnya unit alat plambing dari jalur perpipaan tersebut.
Gambar 1.4.6.1. Hubungan Unit Beban Alat Plambing dengan Laju Aliran
(Sumber : Sofyan Nur Bambang)
1.4.7 Penentuan Dimensi

1.4.7.1 Sumber Air

Sumber air dapat berasal dari system Penyediaan Air Minum atau PAM (Off-
site) ataupun dari sumber sendiri (On-site). Pada sistem On-site mungkin
diperlukan pengolahan air agar kualitas air memenuhi persyaratan yang
ditentukan.

Kapasitas sumber air dan pengolahan yang diperlukan harus mampu untuk
memenuhi kebutuhan maksimum hari, sehingga digunakan kapasitas
maksimum hari (Qmaxhari).

1.4.7.2 Pompa “Utama”

Pompa “utama” adalah pompa yang akan mengalirkan air dari Reservoir
Bawah menuju Reservoir Atas. Aliran air yang harus dialirkan pompa adalah
sama dengan kapasitas pompa (Qp).

Dimensi pompa yang lain adalah head pompa. Besarnya head pompa dapat
ditentukan menggunakan kaidah Mekanika Fluida, yaitu dengan menghitung
head statis dan head losses. Besarnya head statis dapat ditentukan bila letak
(ketinggian) Reservoir Atas sudah diketahui, sedangkan besarnya head losses
dapat ditentukan setelah panjang pipa dan dimensi pipa utama ditentukan.
Oleh karena itu maka perhitungan head pompa akan dilakukan pada bagian
akhir.

1.4.7.3 Reservoir Bawah


Reservoir Bawah akan menampung air dari Sumber sebelum dialirkan menuju
Reservoir Atas menggunakan Pompa. Kapasitas Sumber umumnya konstan
yaitu sebesar Q maksimum hari sedangkan kapasitas aliran dari pompa
umumnya digunkaan kapasitas pompa (Qp). Penentuan aliran secara tepat sulit
dapat diperoleh secara akurat, oleh karena itu maka volume reservoir secara
akurat sulit ditentukan, namun dilakukan pendekatan.

Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan kapasitas penampungan atau


volume Reservoir Bawah adalah mennghitung selisih kapasitas pompa (Qp)
dengan kapasitas sumber atau kapasitas maksimum hari (Qmaxhari) selama
waktu pemopaan.

Kapasitas (volume) reservoir perlu juga ditambah dengan kebutuhan air untuk
lainnya seperti kebakaran dll.

Kapasitas reservoir tersebut perlu ditambahkan dengan kebutuhan untuk


pemadam kebakaran dan kebutuhan lainnya. Besarnya kebutuhan untuk
pemadam kebakaran akan dibahas secara khusus.

Pada penerapanperencanaan, volume Reservoir total (Reservoir Bawah dan


Reservoir Atas) umumnya digunakan adalah kebutuhan air rata-rata untuk 2
hari. Dengan mengambil contoh perancangan dimana kebutuhan rata-ratanya
adalah 48.000 Liter/hari, maka total kapasitas reservoir diambil 96.000 Liter.

Kapasitas Reservoir Bawah adalah 70 – 80% dari kapasitas tersebut sedangkan


kapasitas Reservoir Atas adalah 20 – 30%.

1.4.7.4 Reservoir Atas

Reservoir Atas akan menampung air dari pompa sebelum dialirkan menuju
alat plambing. Kapasitas aliran dari pompa dan kapasitas aliran untuk alat
plambing umumnya berfluktuasi, sehingga sangat sulit untuk menentukan
volume Reservoir Atas secara akurat, oleh karena itu maka dilakukan
pendekatan.

Kapasitas aliran pompa secara rata-rata akan sama dengan Q pompa dan
kapasitas aliran untuk alat plambing maksimum sebesar kapasitas puncak
(Qpeak atau Qplambing). Waktu pemakaian air puncak umumnya sekitar 30 –
50 menit.

Pendekatan yang dilakukan untuk menentukan kapasitas penampungan atau


volume Reservoir Atas adalah selisih kapasitas puncak (Qpeak) dengan
kapasitas pemompaan (Qp) selama waktu puncak.

Kapasitas (volume) Reservoir Atas juga perlu ditambah dengan volume air
pengisi, yaitu volume air pada saat aliran belum dapat dialirkan oleh pompa
pada saat pompa start. Lamanya waktu start pompa sampai aliran dapat
mengalir masuk ke dalam reservoir atas umumnya sekitar 5 - 10 menit, oleh
karena itu maka harus ditambahkan dengan volume pengisi = Q pompa x
waktu pengisi pompa.

Oleh karena itu maka dapat dirumuskan sbb :

V.ER = [(Qpeak – Qoperasi) x Tpeak] + [Qp x Tp]

Dimana :

V.ER : Volume reservoir atas

Qpeak : Kapasitas puncak

Qoperasi : Kapasitas operasi

Qp : Kapasitas pemompaan

Tpeak : waktu puncak

Tp : waktu pengisian pompa

1.4.7.5 Pipa Utama

Pipa Utama adalah pipa yang akan mengalirkan air dari Reservoir Bawah
menuju Reservoir Atas, dimana pengaliran dilakukan dengan menggunakan
pompa. Pipa Utama ini dapat dibedakan menjadi pipa isap dan pipa tekan,
dimana pipa isap adalah merupakan bagian dari sistem isap dari sistem
pemompaan dan pipa tekan merupakan bagian dari sistem tekan dari sistem
pemompaan.

Penentuan dimensi Pipa Utama diperkirakan dengan berdasarkan kapasitas


aliran yang mengalir pada pipa tersebut. Kapasitas aliran pada Pipa Utama ini
adalah sama dengan Kapasitas Pemompaan (Qp).

Perhitungan dimensi pipa akan menggunakan kaidah Mekanika Fluida, dengan


menggunakan pendekatan kecepatan aliran standar untuk pompa yang berkisar
antara 2 – 3 m/detik. Pendekatan tersebut dapat digunakan untuk menghitung
dimensi pipa isap maupun pipa tekan dari pipa sistem pemompaan, kecuali
untuk pompa putaran tinggi ( > 2.000 rpm) maka kecepatan pada pipa tekan
bisa mencapai 4 - 5 m/detik, sedangkan pipa isapnya tetap menggunakan
standar kecepatan berkisar antara 2 – 3 m/detik.

1.4.7.6 Pipa Tegak dan Pipa Mendatar

Pipa tegak (Vertikal) adalah perpipaan yang mengalirkan air dari Reservoir
Atas menuju perpipaan mendatar (Horizontal), sedangkan Pipa Mendatar akan
mengalirkan air dari pipa tegak menuju alat plambing.

Pada tahap awal (menentuan dimensi secara teoritis), dimensi perpipaan (pipa
tegak dan pipa mendatar) diperkirakan dengan berdasarkan kapasitas aliran
puncak (Qpeak). Kapasitas aliran puncak ini telah diuraikan pada Bagian 4.

Penentuan diameter (dimensi) pipa ditentukan melalui perhitungan Mekanika


Fluida dengan mempertimbangkan batas kecepatan aliran serta batas
kehilangan tekanan (gradien hidraulik).

Batasan kecepatan tergantung dari jenis pipa yang digunakan namun secara
umum digunakan batasan 0,3 – 3 m/detik, sedangkan batasan gradien hidraulik
adalah 10 – 400 mm/m.

Dengan mengacu pada perhitungan Mekanika Fluida, penentuan dimensi pipa


ini juga dapat digunakan Kurva Monogram atau juga Kurva seperti yang
ditunjukan pada Kurva Kehilangan Tekanan seperti yang dicontohkan pada
Buku Sofyan Nur Bambang Gambar 3.62 s/d Gambar 3.65.

Sebagai pendekatan dapat juga digunakan perkiraan diameter pipa berdasarkan


Tabel 1.4.7.1
Tabel 1.4.7.1. Pendekatan Penentuan Diameter Pipa
Diameter Pipa Kapasitas aliran
inchi mm (Liter/menit)
½ 15 30
¾ 20 65
1 25 110
1¼ 32 225
1½ 40 320
2 50 660
2½ 65 1130
3 80
Pipa Tegak

Dengan menggunakan rancangan system mengacu pada Bagian 3. Sistem


Jaringan Perpipaan Air Bersih, maka diameter pipa tegak dapat ditentukan
seperti Tabel 1.4.7.2

Tabel 1.4.7.2. Penentuan Diameter Pipa Tegak


No. Jalur UAP Kapasitas (L/mi) Diameter Pipa (inchi –
mm)
1 I – II 50 105 1 - 25
2 II – III 100 160 1¼ - 32
3 III – IV 150 205 1¼ - 32
4 IV – V 200 250 1½ - 40
5 V-R 250 270 1½ - 40

Pipa Mendatar

Dengan menggunakan rancangan sistem mengacu pada Bagian 3. Sistem


Jaringan Perpipaan Air Bersih, maka diameter pipa mendatar pada Toilet Pria
dapat ditentukan seperti Tabel berikut
Tabel 1.4.7.3.Penentuan Diameter Pipa Mendatar

Alat Kapasitas Diameter Pipa


No. Jalur UAP
Plambing (L/mi) (inchi - mm)

1 2 3 4 5 6
1 D–d UR 3
d–e 0+3 = 3 5 ½ - 15
2 E-e LV 2
e–f 3+2 = 5 10 ½ - 15
3 F-f LV 2
f–g 5+2 = 7 15 ½ - 15
4 G-g LV 2
g-P - 7+2 = 9 20 ½ - 15
1 A–a WC 5
a–b 0+5 = 5 7 ½ - 15
2 B-b WC 5
b–c 5+5 = 10 20 ½ - 15
3 C-c WC 5
c–P - 10+5 = 15 40 ¾ - 20
x P-V - 9+15 = 24 55 ¾ - 20

Langkah Perhitungan yang ditunjukan Tabel Penentuan Diameter Pipa


Mendatar adalah sbb :

Kolom 1Nomor, merupakan penomoran sistem, Nomor tersebut


memberikan ilustrasi dengan alat plambing yang digunakan. No. 1
misalnya pada bagian sistem tersebut terdapat alat plambing Urinoir,
No. 2 pada bagian sistem tersebut terdapat Lavatory, dst.

Kolom 2 Jalur, merupakan jalur pipa yang dirancang. Penamaan


disusun menggunakan huruf kapital dan huruf kecil. Huruf kapital
menunjukan pada titik tersebut terdapat alat plambing, sedangkan
huruf kecil menunjukan titik cabang antara pipa pelayanan (service)
dari alat plambing dengan pipa mendatar. Jalur D – d misalnya
menunjukan bahwa jalur tersebut adalah jalur pipa yang
menghubungkan alat plambing pada titik D dengan cabang pipa
mendatar yaitu titik d.

Kolom 3 Alat Plambing, merupakan alat plambing yang digunakan


atau terdapat pada bagian sistem tersebut. Pada Jalur D – d misalnya
terdapat alat plambing Urinoir (UR). Penulisan dengan menggunakan
notasi seperti : Lavatory (LV), Kloset (WC) dst.

Kolom 4 UAP, merupakan Unit Alat Plambing. UAP ditentukan


dengan menggunakan Tabel 3.16. Urinal tangki gelontor (UR)
mempunyai nilai UAP = 3. Pada jalur pipa mendatar (jalur pipa dengan
notasi huruf kecil) UAP ini harus dijumlahkan atau diakumulasikan
sesuai dengan arah aliran sumber. Pada jalur D – d (merupakan jalur
pipa pelayanan) maka UAP hanya dari alat plambing yang
bersangkutan, yaitu 3 untuk Urinal tangki gelontor. Pada jalur d – e
merupakan jalur pipa mendatar maka nilai UAP diakumulasikan,
namun karena titik d merupakan titik awal (tidak ada jalur pipa
mendatar lainnya), maka akumulasi nilai UAP adalah 0 + 3 = 3. Jalur F
– f merupakan jalur pipa pelayanan dengan nilai UAP = 2. Pada jalur e
– f merupakan jalur pipa mendatar, nilai UAP diakumulasikan menjadi
3 + 2 = 5. Penentuan nilai UAP pada jalur pipa lain mengikuti langkah-
langkah yang sama.

Kolom 5 Kapasitas Aliran, merupakan kapasitas (debit) puncak


(Qpeak) atau debit plambing. Kapasitas ini diperoleh dengan
menggunakan Gambar 3.61. Alat plambing yang digunakan semuanya
tangki gelontor, maka kurva yang digunakan adalah kurva (2) dari
Gambar 3.61. tersebut. Data yang diperlukan untuk menentukan
kapasitas aliran adalah nilai UAP. Nilai UAP telah diperoleh pada
Kolom 4. Pada Nilai UAP 3 misalnya maka kapasitasnya adalah 5
Liter/menit, Nilai UAP 5 maka kapasitasnya adalah 10 Liter/menit, dst

Kolom 6 Diameter Pipa, merupakan diameter pipa yang diperlukan


untuk mengalirkan kapasitas aliran seperti yang telah ditentukan pada
Kolom 5 tersebut. Penentuan diameter pipa dapat menggunakan Tabel
Penentuan Diameter Pipa. Data yang diperlukan untuk menentukan
diameter pipa tersebut adalah Kapasitas Aliran yang telah diperoleh
pada Kolom 5.

Penentuan diameter pipa mendatar pada Toilet Wanita dapat ditentukan


dengan cara serupa diatas.

1.4.8 Penentuan Kehilangan Tekanan

Kehilangan tekanan (Head lossed) pada system perpipaan air bersih plambing
ini perlu dihitung sehingga pada system dapat dirancang atau disiapkan energi
(tekanan) yang cukup untuk mengalirkan air sampai pada semua alat plambing
yang ada.

Pada dasarnya kehilangan tekanan dalam perpipaan dapat dibedakan menjadi 2


(dua) jenis, yaitu :

Kehilangan tekanan mayor (mayor losses = H), yaitu kehilangan tekanan


yang diakibatkan karena gesekan air dengan pipa selama pengalirannya.

Kehingan tekanan minor (minor losses = Hm), yaitu kehilangan tekanan


karena perubahan besar dan arah kecepatan aliran selama perjalanannya.

Jadi secara ideal kehilangan tekanan total (HT) = H + Hm

Penentuan besarnya kehilangan tekanan mengacu pada Kaidah Mekanika


Fluida.

1.4.8.1 Kehilangan Tekanan Mayor

Kehilangan tekanan mayor terjadi karena adanya gesekan pada dinding pipa
selama pengaliran air pada pipa (lurus).

Terdapat berbagai persamaan yang dapat digunakan untuk menentukan


kehilangan tekanan mayor, antara lain :

Persamaan Darcy-Weisbach

H = f L/D V2/2g

Dimana :
H = kehilangan tekanan mayor (m)

f = koefisien kehilangan tekanan

L = panjang pipa (m)

D = diameter pipa (m)

V = kecepatan aliran (m/detik)

G = percepatan gravitasi (m/detik2)

Harga f ini biasanya tergantung pada kecepatan aliran dan jenis pipa
yang digunakan, seperti ditunjukan pada Tabel koefisien f - Darcy-
Weisbach.

Persamaan Hazen-Williams

Q = 0,2785 CHW D2,63 S0,54

Dimana :

Q = kapasitas aliran (m3/detik)

CHW = koefisien kehilangan tekanan Hazen-Williams

D = diameter pipa (m)

S = gradien hidrolis (m/m) = H / L

H = kehilangan tekanan mayor (m)

L = panjang pipa (m)

Tabel 1.4.8.1Koefisien f - Persamaan Darcy-Weisbach


Rata-rata kecepatan (V), ft/det
Diameter Pipa
(in.) 0.5 1 2 3 4 5 10 15 20

1/2 0.042 0.038 0.034 0.032 0.030 0.029 0.025 0.024 0.023

3/4 0.041 0.037 0.033 0.031 0.029 0.028 0.025 0.024 0.023

1 0.040 0.035 0.032 0.030 0.028 0.027 0.024 0.023 0.023

1 1/2 0.038 0.034 0.031 0.029 0.028 0.027 0.024 0.023 0.023

2 0.036 0.033 0.030 0.028 0.027 0.026 0.024 0.023 0.022


3 0.035 0.032 0.029 0.027 0.026 0.025 0.023 0.022 0.022

4 0.034 0.031 0.028 0.026 0.026 0.025 0.023 0.022 0.021

5 0.033 0.030 0.027 0.026 0.025 0.024 0.022 0.022 0.021

6 0.032 0.029 0.026 0.025 0.024 0.024 0.022 0.021 0.021

8 0.030 0.028 0.025 0.024 0.023 0.023 0.021 0.021 0.020

10 0.028 0.026 0.024 0.023 0.022 0.022 0.021 0.020 0.020

12 0.027 0.025 0.023 0.022 0.022 0.021 0.020 0.020 0.019

14 0.026 0.024 0.022 0.022 0.021 0.021 0.020 0.019 0.019

16 0.025 0.023 0.022 0.021 0.020 0.020 0.019 0.019 0.018

18 0.024 0.022 0.021 0.020 0.020 0.020 0.019 0.018 0.018

20 0.023 0.022 0.020 0.020 0.019 0.019 0.018 0.018 0.018

24 0.021 0.020 0.019 0.019 0.018 0.018 0.018 0.017 0.017

30 0.019 0.019 0.018 0.018 0.017 0.017 0.017 0.016 0.016

36 0.018 0.017 0.017 0.016 0.016 0.016 0.016 0.015 0.015

42 0.016 0.016 0.016 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.014

48 0.015 0.015 0.015 0.015 0.014 0.014 0.014 0.014 0.014

54 0.014 0.014 0.014 0.014 0.014 0.014 0.013 0.013 0.013

60 0.014 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.013 0.012

72 0.013 0.012 0.012 0.012 0.012 0.012 0.012 0.012 0.012

84 0.012 0.012 0.011 0.011 0.011 0.011 0.011 0.011 0.011

Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut telah dibuat Diagram, Monogram,


dll yang dapat digunakan untuk memudahkan perhitungan.

Contoh diagram ditunjukan pada 2 sampai dengan Gambar 3.


Gambar 1.4.8.1. Kerugian Gesek Dalam Pipa Baja Karbon

(Sumber : Sofyan Nur Bambang)


Gambar 1.4.8.2. Kerugian Gesek dalam Pipa Baja

(Sumber :Sofyan Nur Bambang)


1.4.8.2 Kehilangan Tekanan Minor
Kehilangan tekanan minor terjadi karena adanya gesekan pada dinding pipa
akibat adanya perubahan aliran (perubahan arah, perubahan kecepatan, dll)
selama pengaliran air pada peralatan pipa, seperti misalnya : elbow, reducer,
cabang, valve, dll.

Penentuan kehilangan tekanan minor ini dapat dilakukan 3 cara, yaitu :

Secara Matematis

Perhitungan kehilangan tekanan dilakukan dengan persamaan :

Hm = k V2/2g

Dimana :

Hm = kehilangan tekanan minor (m)

k = koefisien kehilangan minor

V = kecepatan aliran (m/detik)

G = percepatan gravitasi (m/detik2)

Nilai Koefisien k untuk masing-masing peralatan dapat dilihat pada


Tabel, seperti ditunjukan pada Tabel berikut

Tabel 1.4.8.2. Nilai Koefisien k


Nature of Special Resistance Loss (K) Nature of Special Resistance Loss (K)

Angle Valve 450 Elbow


Wide Open 2–5 Use ¾ of Loss for 900 Bend of
Same radius
Butterfly Valves
 = 100 1 22 ½0 Elbow
 = 40 0 10 Use ½ of Loss for 900 Bend of

 = 700 320 Same Radius

Check Valves Entrance Losses

Horizontal Lifts 8 – 12 Pipe Projecting Into Tank 0.8 – 1.0

Ball 65 – 70 End of Pipe Flush with Tank 0.50

Swing 0.6 – 2.5 Slightly Rounded 0.23


Bell Mouthed 0.04

Gate Valves
Wide Open 0.2 Outlet Losses
¼ Closed 1.2 From Pipa Into Still Water of
½ Closed 5.6 Atmosfer 1.0
¾ Closed 24.0
Sudden Contraction
Globe Valves d/D = ¼ 0.42
Wide Open 10 d/D = ½ 0.33
d/D = ¾ 0.19
0
90 Elbow
Regular Flanged 0.21 – 0.30 Sudden Enlargement
Long Radius Flanged 0.34 – 0.23 d/D = ¼ 0.92
Short Radius Screwed 0.90 d/D = ½ 0.56
Medium Radius Screwed 0.75 d/D = ¾ 0.19
Long Radius Screwed 0.50

Menggunakan Panjang Ekivalen

Pada metoda ini, kehilangan tekanan pada perlengkapan pipa


diekivalenkan (disetarakan) dengan kehilangan tekanan pada suatu
besaran panjang dari pipa lurus.

Contoh penggunaan panjang ekivalen ditunjukan pada Buku Sofyan


Nur Bambang Tabel 3.18. Berdasarkan Tabel tersebut nampak bahwa
kehilangan tekanan elbow (belokan) 900 diameter 15 mm, misalnya,
akan mempunyai kehilangan tekanan yang setara (ekivalen) dengan
pipa lurus dengan diameter yang sama yaitu 15 mm sepanjang 0,60
meter. Sehingga kehilangan tekanan pada elbow tersebut kemudian
dapat ditentukan dengan persamaan untuk menentukan kehilangan
tekanan mayor.

Menggunakan Nomogram

Nomogram kehilangan tekanan minor juga sudah disiapkan pada


beberapa literature, termasuk Buku Babbit.

1.4.9 Penentuan Tinggi Reservoir Atas

Reservoir Atas selain berfungsi untuk memberikan aliran air pada alat plambing
yang ada pada gedung, fungsi utamanya adalah memberikan energi (tekanan)
yang cukup agar pengaliran menuju alat plambing sempurna sesuai dengan
karakteristik alat plambing yang digunakan.
Sesuai dengan Hukum Kekekelan Energi, maka energi akan tetap (konstan) :
Total energi pada titik 1 akan sama dengan total energi pada Titik 2, maka :

E1 = E2

Maka :

Z1 = Z2 + HT + RH

Dimana :

Z1 = ketinggian titik 1 (m)

Z2 = ketinggian titik 2 (m)

HT = kehilangan tekanan total dari titik 1 ke titik 2

RH = sisa tekan (m)

Tekanan yang dibutuhkan

Tekanan yang kurang mencukupi akan menimbulkan kesulitan dalam


pemakaian alat plambing, sebaliknya tekanan yang terlalu besar akan
menimbulkan rasa sakit akibat terkena pancaran air dari alat plambing serta
dapat mengakibatkan cepat rusaknya peralatanplambing. Oleh karena itu maka
diperlukan tekanan yang cukup agar pengaliran dari alat plambing sempurna.
Secara umum tekanan yang cukup untuk peralatan plambing adalah sekitar 10
meter (kolom air).

Tabel 1.4.9.1. Tekanan yang dibutuhkan alat plambing

Tekanan yang
Alat Plambing dibutuhkan Keterangan
(meter)

Katup Gelontor Kloset 7 tekanan maksimum 40 meter

Katup Gelontor Peturasan 4 tekanan maksimum 40 meter

Keran Otomatis 7
bila tekanan kurang, keran tidak akan menutup
sempurna

Keran Biasa 3

Pancuran Mandi (Halus/Tajam) 7 tekanan standar 10 meter

Pancuran Mandi (Biasa) 3,5

Pemanas Air (Gas) 2,5 - 7 biasanya akan dinyatakan dari pabrik

Titik Kritis

Titik kritis merupakan titik pelayanan plambing yang memerlukan perhatian


pada saat pelayanan energi (tekanan). Hal ini karena titik tersebut berada pada
lokasi sedemikian rupa sehingga energi (tekanan) yang harus diberikan pada
titik tersebut, agar aliran air dapat sempurna, adalah yang paling besar. Titik
kritis akan selalu berada pada lantai tertinggi dari setiap sistem pelayanan.
Umumnya titik kritis tersebut berada pada titik terjauh dan menggunakan alat
plambing yang memerlukan sisa tekan yang besar.

Contoh :

Perancangan Gedung Kantor (480 orang)

Bangunan Kantor tersebut terdiri dari 5 Lantai (tipikal).

Dengan menggunakan rancangan sistem mengacu pada Bagian 3. Sistem


Jaringan Perpipaan Air Bersih yang telah dirancang. Penentuan dimensi
mengacu pada Bagian 5 Penentuan Dimensi. Termasuk pada Bagian 5.6.
Penentuan Dimensi Pipa Tegak dan Mendatar.

Setelah rancangan sistem dan dimensi disusun, maka kehilangan tekanan dapat
dihitung. Perhitungan kehilangan tekanan dilakukan “mundur” (dari belakang)
dimulai dari alat plambing dari hilir menuju sumber (hulu). Hasil perhitungan
ditunjukan pada Tabel Penentuan Kehilangan Tekanan Pada Pipa Mendatar.

Langkah yang digunakan untuk menentukan kehilangan tekanan pada pipa


mendatar seperti yang ditunjukan pada Tabel Penentuan Kehilangan Tekanan
Pada Pipa Mendatar adalah sbb :
Data Kolom 1, 2, 3, 5, dan 6, diambil dari perhitungan sebelumnya (Bagian 5.6.
Penentuan Dimensi Pipa Tegak dan Mendatar), kolom 4 dari Tabel perhitungan
tersebut tidak digunakan karena tidak diperlukan pada perhitungan kehilangan
tekanan ini.

Kolom 7 Panjang Pipa, diukur berdasarkan rancangan sistem yang telah


disusun. Panjang Pipa pada pipa pelayanan jalur E – e misalnya dibei tanda X
artinya tidak perlu dimasukan dalam tabel karena tidak digunakan dalam
perhitungan.

Kolom 8 Peralatan Pipa, diambil dari rancangan sistem yang disusun, dimana V
adalah Valve dan 1V artinya 1 unit Valve. Penentuan Panjang Ekivalen (L-
ekivalen) berdasarkan Tabel 3.18.

Kolom 9 Total Panjang; merupakan penjumlahan dari panjang pipa (Kolom 7)


dan panjang ekivalen (Kolom 8).

Kolom 10 Kemiringan Hidrolis, yang ditentukan berdasarkan Gambar 3.64.,


dengan data masukan adalah kapasitas aliran (Kolom 5) dan Diameter Pipa
(Kolom 6).

Kolom 11 Kehilangan Tekanan, merupakan perkalian dari Kemiringan Hidrolis


(Kolom 10) dengan Total Panjang (Kolom 9).

Kehilangan tekanan dijumlahkan pada jalur yang mengalir satu arah. Pada
bagian sistem jalur D – P misalnya maka kehilangan tekanan dapat dijumlahkan
sehingga diperoleh kehilangan tekanan pada bagian jalur sistem tersebut adalah
sebesar 5.110 mm. Pada jalur P – V, kehilangan tekanan yang diakumulasikan
hanya sebagian, yaitu denmgan memilih yang terbesar dari jalur D – P atau jalur
A – P. Pada perhitungan tersebut jalur D – P mempunyai kehilangan tekanan
5.110 mm sedangkan jalur A – P mempunyai kehilangan tekanan 2.748 mm,
oleh karena itu maka dipilih jalur D – P yang lebih besar. Maka akumulasi
kehilangan tekanan adalah 5.110 mm ditambah kehilangan tekanan dari jalur P
– V yaitu 5.110 mm + 4.511 mm sehingga jumlahnya 9.621 mm.

Pada penentuan ini nampak titik D merupakan titik kritis.


Seperti telah diuraikan pada Bagian 7 ini diatas mengenai Tekanan yang
dibutuhkan alat plambing, maka untuk kesempurnaan pengaliran harus
ditambahkan tekanan sesuai dengan kebutuhan alat plambing. Umumnya
penambahan tekanan dapat dilakukan (hanya) pada titik kritis, namun pada
beberapa kasus harus dikaji ulang apakah pada jalur yang “dianggap” tidak
kritis justru memerlukan tekanan yang lebih besar.

Pada Tabel Penentuan Kehilangan Tekanan Pada Pipa Mendatar tersebut


nampak bahwa titik kritis adalah titik D. Alat plambing pada titik D tersebut
adalah Urinoir dengan tangki gelontor. Dengan mengacu pada Tabel Tekanan
yang dibutuhkan alat plambing, maka dengan keran biasa tekanan yang
dibutuhkan 3 meter (3.000 mm). Oleh karena itu maka tekanan yang dibutuhkan
untuk melayani Lantai 5 tersebut adalah 9.621 mm + 3.000 mm = 12.621 mm.

Tabel 1.4.9.2.Contoh perhitungan penentuan diameter pipa mendatar


Total
Diameter Panjang Panjang; Kemiringan Kehilangan
Alat Kapasitas Peralatan Pipa –
No. Jalur Pipa Pipa; L L+ Hidrolis Tekanan
Plambing (L/min) Lekiv (m)
(mm) (m) Lekiv (mm/m) (mm)
(m)
1 2 3 5 6 7 8 9 10 11
1 D–d UR 3,4
d–e 5 15 3 1V = 1 x 0,12 = 0,12
5E = 5 x 0,6 = 3 9,52 50 476
2 E-e LV X
e–f 10 15 0,8 1T = 1 x 0,18 = 0,18 0,98 200 196
3 F-f LV X
f–g 15 15 0,8 1T = 1 x 0,18 = 0,18 0,98 400 392
4 G-g LV X
g-P - 20 15 5 1T = 1 x 0,18 = 0,18
1E = 1 x 0,6 = 0,6 5,78 700 4.046
5.110
1 A–a WC 1,6
a–b 7 15 0,9 1V = 1 x 0,12 = 0,12
5E = 5 x 0,6 = 3 5,62 95 534
2 B-b WC X
b–c 20 15 0,9 1T = 1 x 0,18 = 0,18 1,08 700 756
3 C-c WC X
c–P - 40 20 3 1T = 1 x 0,24 = 0,24 3,24 450 1.458
2.748
x P-V - 55 20 4,3 1T = 1 x 0,24 = 0,24
3E = 3 x 0,75 = 2,25
1V = 1 x 0,15 = 0,15 6,94 650 4.511
9.621

Penentuan diameter pipa mendatar pada Toilet Wanita dapat ditentukan dengan
cara serupa diatas.

Penentuan Kehilangan Tekanan Pada Pipa Tegak

Metoda yang digunakan pada penentuan kehilangan tekanan pada pipa tegak
adalah serupa dengan penentuan kehilangan tekanan pada pipa mendatar.

Namun pada pipa tegak ini panjang pipa sampai Reservoir Atas belum diketahui
karena Tinggi Reservoir Atas belum dihitung, justru dengan penentuan
kehilangan tekanan ini akan ditentukan Tinggi Reservoir Atas. Untuk keperluan
perhitungan dapat dinotasikan dulu bahwa tinggi Reservoir tersebut adalah Z,
yang dihitung dari Lantai teratas dalam hal ini Lantai 5.

Langkah Penentuan Kehilangan Tekanan Pada Pipa Tegak adalah sbb :

Jalur pipa tegak, pada contoh yang digunanakan adalah jalur V – R, dimana
R adalah titik pada Reservoir Atas dan V adalah titik pada pipa tegak yang
bercabang pada pipa mendatarLantai 5.

Unit Alat Plambingnya. Seperti yang telah dubahas pada Bagian 5


Penentuan Dimensi khususnya Sub. Bagian 5.6 Dimensi Pipa Tegak dan
Pipa Mendatar, maka UAP pada jalur V – R adalah 250.

Kapasitas aliran puncak (Qpeak) pada jalur tersebut, seperti telah ditentukan
pada Bagian 5.6 Dimensi Pipa Tegak dan Pipa Mendatar, dengan UAP =
250, maka berdasarkan Gambar 3.61 diperoleh kapasitas sebesar 270
Liter/menit.

Diameter Pipa, dengan kapasitas 270 Liter/menit, maka mengacu pada Tabel
Pendekatan Penentuan Diameter Pipa, diperoleh diameter pipa 1½ inchi atau
40 mm.

Panjang Pipa, pada kasus ini diambil Z meter

Peralatan pipa yang digunakan, sesuai dengan perancangan yang telah


ditentukan maka peralatan yang digunakan adalah 1T, 2E dan 1V, maka
dengan diameter pipa 40 mm, panjang ekivalen adalah 1 x 2,1 = 2,1 m, 2 x
1,5 = 3 m dan 1 x 0,3 = 0,3 m. Sehingga total panjang ekivalen adalah 5,4
m.

Total panjang pipa dan pipa ekivalen adalah Z + 5,4 m

Kemiringan hidrolis, dengan menggunakan Gambar 3.64, maka kemiringan


hidrolis pada jalur V – R tersebut, dengan kapasitas 270 Liter/menit dan
diameter 40 mm, maka kemiringan hidrolis adalah 600 mm/m = 0,6 m/m.

Tekanan yang diperlukan untuk Lantai teratas, yang telah ditentukan


Penentuan Kehilangan Tekanan Pada Pipa Mendatar adalah sebesar 12.621
mm = 12,621 m

Tinggi Reservoir Atas; Tinggi Reservoir Atas ini (Z) adapat ditentukan
dengan persamaan sbb :

Z = (S x ( Z + 5,4 )) + 12,621

Z = (0,6 x ( Z + 5,4 )) + 12,621

Z = 0,6 Z + 3,24 + 12,621

Z – 0,6 Z = 15,861

0,4 Z = 15,861

Z = 39,6525 meter ≈ 40 meter

Maka tinggi Reservoir Atas adalah sekitar 40 meter (dari dasar lantai atas
atau lantai 5). Bila tinggi tiap lantai 3 meter maka tinggi Reservoir Atas dari
atap adalah 40 – 3 meter = 37 meter.

Sebenarnya Tekanan yang diperlukan untuk Lantai teratas harus dibandingkan


antara jalur menuju Toilet Pria dengan jalur menuju Toilet Wanita. Tekanan
yang diperlukan pada Lantai tersebut diambil dari tekanan yang terbesar antara
kedua jalur tersebut. Pada perhitungan tersebut diatas diasumsikan bahwa
tekanan yang dibutuhkan untuk pelayanan Toilet Wanita lebih kecil bila
dibandingkan dengan kebutuhan tekanan pada Toilet Pria yang dihitung,
sehingga diambil tekanan yang dibutuhkan untuk Toilet Pria yaitu sebesar
12,621 meter.
BAB II

DATA PERENCANAAN

Untuk merancang sistem plambing pada suatu gedung dibutuhkan data-data yang mendukung dalam
perancangan sistem plambing. Berikut merupakan data yang digunakan dalam perencanaan sistem
plambing :

❖ Jenis Gedung : Gedung Kantor


❖ Jumlah Lantai : 10 Lantai
❖ Jumlah Penghuni : 1500 jiwa
❖ Luas WC (keseluruhan) : 50 m2
❖ Rasio L : P :3:4
❖ Jarak Antar Lantai :3m
❖ Jarak Antar Langit-langit : 0,5 m
❖ Tambahan Kebutuhan Air : 20%
❖ Efisiensi Pompa : 70%
❖ Headloss Minor : 20% dari Headloss mayor
❖ Faktor Maksimal Hari : 1,5 – 2
❖ Tinggi Pipa Tegak : 3m
BAB III

PERANCANGAN DAN PENGOLAHAN DATA

3.1 Kebutuhan Alat Plambing

Sesuai dengan data perancanaan , jumlah penghuni satu gedung ialah 1500 jiwa,
yang mana rasio perempuan banding laki-laki adalah 3:4, maka:

- Perempuan =

= 643 jiwa

Maka perlantainya : 64 jiwa

- Laki-laki =

= 857 jiwa

Maka perlantainya : 86 jiwa

Menurut SNI 8153 tahun 2015 tabel 2, sesuai dengan jumlah penghuninya untuk
fasilitas usaha, didapatkan kebutuhan fasilitasnya sesuai dengan tabel 3.1.1

Tabel 3.1.1 Kebutuhan Alat Plambing


(sumber: Data Pribadi)
Jumlah AP Laki- AP AP Laki- AP
Jenis Alat
Penghuni Laki (tiap Perempuan Laki (10 Perempuan
Plambing
(tiap lantai) lantai) (tiap lantai) lantai) (10 lantai)
Water Closet 51-100 2 4 20 40
Urinal 1-200 1 - 10 -
Lavatories 61-90 4 4 40 40
Setelah didapatkan kebutuhan dasar alat plambing yang dibutuhkan, dapat pula
ditentukan unit beban alat plambing yang diperlukan. Penentuan UBAP tiap alat
plambingnya mengacu kepada SNI 8153 tahun 2015 tentang Sistem Plambing pada
bangunan gedung. Selain kebutuhan dasar tersebut, dapat dilengkapkan juga alat
plambing penunjang, seperti ditambahkannya satu keran air (faucet) dan satu floor
drain pada tiap bilik water closet, dan ditambahkan satu floor drain dekat
lavatories. Untuk floor drain tidak dimasukkan ke perhitungan UBAP Air Dingin.

Tabel 3.1.2 Kebutuhan Unit Beban Alat Plambing


(sumber: Data Pribadi)
Jumlah total
Jenis Alat UBAP (tiap ∑UBAP (10
10 lantai
Plambing fasilitas) lantai)
(unit)
Water Closet 60 5 300
Urinal 10 3 30
Lavatories 80 2 160
Faucet 60 2 120
Total UBAP 610

Sesuai dengan tabel 3.1.2 didapatkan jumlah UBAP 10 lantai, sehingga dapat
ditentukan kapasitas alirannya.

3.2 Konsep Sistem Penyediaan Air Bersih

Sistem penyediaan air bersih pada gedung kantor 10 lantai ini menggunakan
system distribusi keatas karena lebih umum dan aplikasinya cenderung lebih
mudah baik dalam operasional dan pemasangannya. Digunakan dua buah reservoir
yaitu reservoir atas (elevated reservoir) dan reservoir bawah (ground reservoir).
Reservoir atas berfungsi sebagai reservoir penampungan air yang akan disalurkan
dengan memanfaatkan gravitasi, yang mana airnya ditampung dari pemompaan
ground reservoir. Ground reservoir menampung air yang masuk dari suplai air.
Skema system penyediaan air bersihnya dapat dilihat pada gambar 3.2.1.
Gambar 3.2.1 Skema Penyediaan Air Bersih
(sumber: Data Pribadi)

Tiap lantai memiliki denah yang tipikal untuk toiletnya, hal tersebut diasumsikan
demikian karena gedung 10 lantai ini merupakan gedung kantor. Denah tersebut
dapat dilihat sesuai gambar 3.2.2.
Gambar 3.2.2 Denah Tiap Lantai
(sumber: Data Pribadi)

3.3 Penentuan Kebutuhan Air Bersih

3.3.1 Penentuan Qmax hari

Penentuan debit maksimum hari didasarkan dari data perencanaan eksisting


dengan melakukan pengalian terhadap factor maksimum (1,5-2,0).
Diasumsikan factor maksimumnya adalah 2,0 dan dengan pemakaian air rata-
rata sehari untuk gedung kantor sebesar 100 L/orang. Maka, kebutuhan rata-
ratanya ditambahkan dengan 20% asumsi kebocoran saat pengaliran air bersih.
Maka:

Qmax day =

=
= 360000 L/day

= 4,16 L/s

3.3.1 Penentuan Qoperasi

Dalam penentuan debit atau kapasitas operasi diasumsikan bahwa bangunan


kantor beroperasi hanya 10 jam tiap harinya sesuai dengan perkiraan masuk
kantor pukul 07.00 sampai 17.00, maka dari itu pengaliran air juga hanya
dilakukan pada jangka waktu operasi kantor.

Qoperasi =

= 9,984 L/s

3.3.2 Penentuan Kapasitas Pompa (Qpompa)

Kapasitas pemompaan adalah kapasitas yang dialirkan oleh pompa, yang mana
harus memenuhi kapasitas maksimum hari. Biasanya pompa dioperasikan 30-
80% dari waktu operasi. Maka diasumsikan waktu operasi pompa adalah 4
jam.

Qpompa =

= 24,96 L/s

3.4 Kapasitas Aliran


Sesuai dengan tabel 3.1.2 didapatkan bahwa total UBAP adalah 610, maka dengan
memproyeksikan ke grafik yang tersedia. Didapatkan bahwa kapasitas alirannya
adalah 540 L/min. Kapasitas aliran ini merupakan Qpeak yang mana setara dengan
9 L/s.
3.5 Penentuan Dimensi Reservoir

3.5.1 Penentuan Dimensi Reservoir Bawah

Pendekatan dalam menentukan kapasitas penampungan adalah dengan


menghitung selish kapasitas pompa dengan kapasitas maksimum hari selama
waktu pemompaan. Maka:

VGR =(

= 299520 L

= 299,52 m3

3.5.2 Penentuan Dimensi Reservoir Atas

Pendekatan yang dilakukan dalam menentukan kapasitas penampungan


reservoir atas adalah dengan menghitung selish kapasitas aliran (Qpeak)
dengan kapasitas pemompaan (Qpompa) selama waktu puncak. Elevated
Reservoir perlu ditambahkan volume air pengisi, yaitu volume air saat air
belum dapat dialirkan oleh pompa saat pompa start. Biasanya memakan waktu
dari awal pompa dijalankan sampai pengaliran ke elevated reservoir sekitar 5-
10 menit. Maka dengan mengasumsikan waktu peak (Tpeak) sebesar 40 menit
dan Tpengaliran pompa sebesar 5 menit, didapatkan:

VER =(

= 5126,4 L

= 5,1264 m3

3.6 Penentuan Dimensi Pipa Utama


Debit yang akan mengalir pada pipa utama yaitu debit kapasitas dari pompa,
Qpompa. Maka untuk menentukan dimensi pipa utama, dapat digunakan
persamaan:
Q = A.v

Kecepatan aliran yang mengalir pada pipa utama diasumsikan 2 m/s, yang mana
batasnya adalah 1-3 m/s. Didapatkan diameter dengan cara:

A =

= 0,01248 m2

A=

r = 0,063 m

D =2xr

= 126,0303 mm

Setelah itu dicocokan dengan diameter pipa pasaran. Didapatkan diameter pasaran
yang mendekati yaitu 125 mm. Maka dicek kembali kecepatan alirannya.

v = 2,033 m/s

kecepatan tersebut masih memenuhi syarat, sehingga diameter pipa utama yang
digunakan yaitu 125 mm.

3.7 Penentuan Dimensi Pipa Tegak & Mendatar

Penentuan dimensi pipa tegak dan mendatar dilakukan dengan peninjauan UBAP
tiap jalurnya, kemudian ditentukan kapasitas alirannya sesuai dengan grafik yang
tersedia. Setelah dilakukan plotting kemudian dilakukan pencarian diameter
pipanya sesuai dengan ketentuan yang ada. Lalu, dilakukan pengecekan kecepatan
aliran, yang mana kecepatan alirannya harus memenuhi syarat 1-3 m/s (untuk pipa
tegak) dan 0,3-3 m/s (untuk pipa mendatar). Jika tidak memenuhi syarat harus
disesuaikan diameternya sampai memenuhi syarat. Dimensi pipa tegak dan pipa
mendatar dapat dilihat pada tabel 3.7.1 dan 3.7.2.

Contoh perhitungan untuk jalur ab2-AB2 & AB2-AB3 :


Jumlah UAP total = 4

Didapatkan kapasitas dalam gpm sebesar 4gpm, dikonversikan menjadi L/min


sebesar 15,037 m. Setelah itu kapasitasnya dibandingkan dengan diameter pipa
sesuai literature yang ada dan dilakukan pengecekan kecepatan.

Diameter = 15mm

v =

= 1,417 m/s

Kecepatan memenuhi syarat, maka diameter tersebut dapat digunakan.

Tabel 3.7.1 Diameter Pipa Tegak


(sumber: Pengolahan Data Pribadi)
no Jalur UAP Kapasitas (L/min) D (mm) D (inch) v (m/s)
1 1-2 61 110 32 1,25 2.278645833
2 2-3 122 190 40 1.5 2.518939394
3 3-4 183 210 40 1.5 2.784090909
4 4-5 244 250 50 2 2.121212121
5 5-6 305 325 50 2 2.757575758
6 6-7 366 375 65 2,5 1.882732652
7 7-8 427 410 65 2,5 2.058454366
8 8-9 488 450 65 2,5 2.259279182
9 9-10 549 490 65 2,5 2.460103999
10 10-R 610 550 65 2,5 2.761341223
Tabel 3.7.2 Diameter Pipa Mendatar
(sumber: Pengolahan Data Pribadi)
No Jalur Alat Plambing UAP Kapasitas (gpm) Kapasitas (L/min) Diameter Pipa (mm)
1 ab1-AB1 LV 2
AB1-AB2 2 3 11.27523 15
2 ab2-AB2 LV 2
AB2-AB3 4 4 15.03364 15
3 ab3-AB3 LV 2
AB3-AB4 6 5 18.79205 15
4 ab4-AB4 LV 2
AB4-AB5 8 7 26.30887 15
5 ab5-AB5 WC 5
AB5-AB6 13 9 33.82569 20
6 ab6-AB6 FC 2
AB6-AB7 15 11 41.34251 20
7 ab7-AB7 WC 5
AB7-AB8 20 15 56.37615 20
8 ab8-AB8 FC 2
AB8-AB9 22 16 60.13456 20
9 ab9-AB9 WC 5
AB9-AB10 27 17 63.89297 20
10 ab10-AB10 FC 2
AB10-AB11 29 19 71.40979 25
11 ab11-AB11 WC 5
AB11-AB12 34 21 78.92661 25
12 ab12-AB12 FC 2
AB12-SHAFT 36 22 82.68502 25

1 ab13-AB13 LV 2
AB13-AB14 2 3 11.27523 15
2 ab14-AB14 LV 2
AB14-AB15 4 4 15.03364 15
3 ab15-AB15 LV 2
AB15-AB16 6 5 18.79205 15
4 ab16-AB16 LV 2
AB16-AB17 8 7 26.30887 15
5 ab17-AB17 FC 2
AB17-AB18 10 9 33.82569 20
6 ab18-AB18 WC 5
AB18-AB19 15 11 41.34251 20
7 ab19-AB19 FC 2
AB19-AB20 17 13 48.85933 20
8 ab20-AB20 WC 5
AB20-AB21 22 16 60.13456 20
9 ab21-AB21 UR 3
AB21-SHAFT 25 18 67.65138 25

x SHAFT-UTAMA - 61 30 112.7523 32

3.8 Penentuan Kehilangan Tekanan

Kehilangan tekanan pada system perpipaan air bersih perlu dihitung sehingga
system dapat dirancang dengan energy yang cukup. Sehingga air dapat dialirkan
seluruhnya dengan tekanan yang cukup. Kehilangan tekanan terjadi secara 2 jenis
yaitu HL mayor dan HL minor. Sehingga kehilangan tekanan total adalah HL
mayor ditambahkan HL minor.
3.8.1 Kehilangan Tekanan Mayor

HL mayor dapat ditentukan dengan dua cara yaitu Darcy Weishbach dan
Hazen Williams. Pada perhitungan ini digunakan persamaan Hazen Williams,
yaitu:

Dengan S = dan L = Lpipa + Lekivalen. C diasumsikan 120. Dengan

menggunakan persamaan Hazen Williams akan didapatkan HL mayor seperti


pada tabel 3.8.1 untuk pipa tegak dan 3.8.2 untuk pipa mendatar. Contoh
perhitungannya ditinjau pada pipa mendatar jalur AB10-AB11. Diketahui
kapasitas 0,00119 m3/s dengan diameter 0,025 m. Sesuai denah pada gambar
3.2.2 didapatkan panjang pipa AB10-AB11 0,5m dengan Lekivalen sebesar
0,27.

L ekiv = Lekiv (T-90o)

= 0,27 m

Maka, L tot = Lekiv + L

= 0,27 + 0,5

= 0,77 m

Slope = (

=(

= 0,36715 m

Slope =

HL mayor = Slope x Ltot

= 0,36715 x 0,77

= 0,2827 m
3.8.2 Kehilangan Tekanan Minor
Sesuai dengan data perencanaan headloss minor adalah 20% dari headloss
mayor, maka untuk AB10-AB11:

HL minor = HL mayor x 20%

= 20% x 0,2827

= 0,05654 m

Nilai headloss minor untuk pipa tegak dapat dilihat pada tabel 3.8.1 dan pada
pipa mendatar dapat dilihat pada tabel 3.8.2

Tabel 3.8.1Headloss pada pipa tegak


(sumber: Pengolahan Data Pribadi)
No Jalur Kapasitas (m3/s) D (m) L (m) Aksesoris Lekiv (m) Ltot (m) Slope HL mayor (m) HL minor (m)
1 1-2 0.001833333 0.032 3 1xV, 1xE 3.7 6.7 0.245566 1.645290086 0.329058017
2 2-3 0.003166667 0.04 6 1xV, 1xT 3.55 9.55 0.227896 2.176409662 0.435281932
3 3-4 0.0035 0.04 9 1xV, 1xT 3.55 12.55 0.274302 3.442492677 0.688498535
4 4-5 0.004166667 0.05 12 1xV, 1xT 4.6 16.6 0.127781 2.121159252 0.42423185
5 5-6 0.005416667 0.05 15 1xV, 1xT 4.6 19.6 0.207717 4.071247145 0.814249429
6 6-7 0.00625 0.065 18 1xV, 1xT 5.35 23.35 0.075442 1.7615731 0.35231462
7 7-8 0.006833333 0.065 21 1xV, 1xT 5.35 26.35 0.088998 2.345084294 0.469016859
8 8-9 0.0075 0.065 24 1xV, 1xT 5.35 29.35 0.105742 3.103514848 0.62070297
9 9-10 0.008166667 0.065 27 1xV, 1xT 5.35 32.35 0.123804 4.005051386 0.801010277
10 10-R 0.009166667 0.065 48.34605 1xV,1xE 7 55.34605 0.153333 8.486361634 1.697272327
Keterangan : E: Elbow 90degree ; T: Tee-90degree ; V: katup satu arah (sumber: Soufyan & Morimura)

Tabel 3.8.2Headloss pada pipa mendatar


(sumber: Pengolahan Data Pribadi)
No Jalur Kapasitas (m3/s) D (m) L (m) Aksesoris Lekiv (m) Ltot (m) Slope HL mayor (m) HL minor (m)
1 AB1-AB2 0.000187921 0.015 0.52 1xE 0.6 1.12 0.144820179 0.1621986 0.03243972
2 AB2-AB3 0.000250561 0.015 0.52 1xT 0.18 0.7 0.246715883 0.172701118 0.034540224
3 AB3-AB4 0.000313201 0.015 0.52 1xT 0.18 0.7 0.372958145 0.261070702 0.05221414
4 AB4-AB5 0.000438481 0.015 8.39 1xT,2xE 1.38 9.77 0.695452656 6.794572446 1.358914489
5 AB5-AB6 0.000563762 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.272828061 0.201892765 0.040378553
6 AB6-AB7 0.000689042 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.395620011 0.292758808 0.058551762
7 AB7-AB8 0.000939603 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.702619267 0.519938257 0.103987651
8 AB8-AB9 0.001002243 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.791817504 0.585944953 0.117188991
9 AB9-AB10 0.001064883 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.885895289 0.655562514 0.131112503
10 AB10-AB11 0.001190163 0.025 0.5 1xT 0.27 0.77 0.367153647 0.282708308 0.056541662
11 AB11-AB12 0.001315444 0.025 0.5 1xT 0.27 0.77 0.441916149 0.340275435 0.068055087
12 AB12-SHAFT 0.001378084 0.025 1 1xT 0.27 1.27 0.481674383 0.611726467 0.122345293

1 AB13-AB14 0.000187921 0.015 0.52 1xT 0.6 1.12 0.144820179 0.1621986 0.03243972
2 AB14-AB15 0.000250561 0.015 0.53 1xT 0.18 0.71 0.246715883 0.175168277 0.035033655
3 AB15-AB16 0.000313201 0.015 0.51 1xT 0.18 0.69 0.372958145 0.25734112 0.051468224
4 AB16-AB17 0.000438481 0.015 7.9 1xT,2xE 1.38 9.28 0.695452656 6.453800644 1.290760129
5 AB17-AB18 0.000563762 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.272828061 0.201892765 0.040378553
6 AB18-AB19 0.000689042 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.395620011 0.292758808 0.058551762
7 AB19-AB20 0.000814322 0.02 0.5 1xT 0.24 0.74 0.53905284 0.398899102 0.07977982
8 AB20-AB21 0.001002243 0.02 1 1xT 0.24 1.24 0.791817504 0.981853705 0.196370741
9 AB21-SHAFT 0.001127523 0.025 2.5 1xE 0.27 2.77 0.332173005 0.920119225 0.184023845

SHAFT-UTAMA 0.001879205 0.032 0.7 1xT, 1xV 4.3 5 0.257065085 1.285325425 0.257065085
Keterangan : E: Elbow 90degree ; T: Tee-90degree ; V: katup satu arah (sumber: Soufyan & Morimura)
3.9 Penentuan Ketinggian Reservoir
Dikarenakan adanya penggunaan reservoir atas atau elevated reservoir maka perlu
diketahui ketinggian reservoir tersebut dengan rumus:

Z1 = Z2 + HT + RH

Jika diilustrasikan seperti gambar 3.9.1

Gambar 3.9.1Skema Pipa Utama


(sumber: Data Pribadi)

Yang mana Z1-Z2 = Z dan HT merupakan kehilangan tekan total dari titik 1 ke titk
2. RH merupakan sisa tekan yang mana merupakan tekanan yang dibutuhkan
sesuai perhitungan tekanan total pada pipa mendatar.

Z = HT + RH , dimana:

RH = HL total cabang terbesar + HL dari shaft ke pipa tegak

= 13,05762 + 1,542

= 14,6 m

HT = S x (Z + Lekivalen)
Lekivalen didapatkan dari kebutuhan 1 globe valve , 1 Tee, dan 1 Elbow 90o.
Dengan acuan diameter pipa tegak sebesar 65 mm. Maka didapatkan:

• Lekiv globe valve = 19,5 m


• Lekiv tee = 0,75 m
• Lekiv elbow 90o = 2,4 m

Lekiv total = 19,5 + 0,75 + 2,4

= 22,65 m

Slope = 0,1533

Maka didapatkan bahwa:

Z =

0,08467 Z =

= 21,34605 m

Z merupakan tinggi reservoir dari lantai teratas. Maka untuk mengetahui tinggi
reservoir dari atap lantai tertinggi yaitu:

Tinggi reservoir dari atap lantai tertinggi = Z – 3

= 21,34605-3

= 18,34605 m

3.10 Penentuan Head Pompa

Pompa yang digunakan adalah pompa utama dan pompa booster. Pompa utama
berfungsi sebagai pompa air dari ground reservoir ke elevated reservoir.
Sedangkan pompa booster merupakan pompa yang berfungsi menambahkan
energy agar air dapat mengalir dari elevated reservoir ke titik kritis. Maka:

• Head pompa utama:


Htot =

HL mayor (pipa utama) =(

=(

= 4,19968 m

HL minor (pipa utama) = 20%

= 0,839937 m

Hfsd = HL mayor + HL minor

Htot =

= 35,24038 m

Q yang digunakan adalah Qpompa sebesar 0,025 m3/s.

• Head pompa booster:

Htot =

Q yang digunakan adalah Qpeak sebesar 0,009 m3/s.

3.11 Ilustrasi Isometri


Dari pipa tegak dialirkan air ke pipa mendatar kemudian air tersebut akan dialrikan
kembali ke pipa servis, isometri pipa tersebut dapat dilihat pada gambar 3.11.1.
Gambar 3.11.1 Isometri Kamar Mandi Tiap Lantai
(sumber: Data Pribadi)
Ratas KETERANGAN GAMBAR

16,88
Program Studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

Tugas Asistensi Plambing Air Dingin

Plambing & Instrumentasi


10
Gambar
9 Skema Penyediaan Air Dingin

8 Dosen

Ir. James Nobelia Isnania Wardhana, MT.


7

30
6 Asisten: Dilla Tarasyabani

5 Dikerjakan oleh : Kelompok 2


Tanggal Pengumpulan : 2 Maret 2018
4 Skala Satuan

3
1: 220 meter

2
No. Gambar Jumlah Gambar
1
Rbawah 1 1
0,51 KETERANGAN GAMBAR

AB4 AB3 AB2 AB1 AB13 AB14 AB15 AB16


ab 4 ab 3 ab 2 ab 1 ab 13 ab 14 ab 15 ab 16

Program Studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan


Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
Institut Teknologi Bandung

Tugas Asistensi Plambing Air Dingin

Plambing & Instrumentasi

5
Gambar

Denah Toilet Wanita & Pria

Dosen

ab 6 ab 8 ab 10
ab 12
ab 19
ab 17 Ir. James Nobelia Isnania Wardhana, MT.

Asisten: Dilla Tarasyabani


ab 5 ab 7 ab 11 ab 21 ab 20 ab 18
ab 9

AB5 AB6 AB7 AB8 AB9 AB10 AB11 AB12 SHAFT AB21 AB20 AB19 AB18 AB17

Dikerjakan oleh : Kelompok 2

2 Tanggal Pengumpulan

Skala
: 2 Maret 2018

Satuan
0,51
1: 40 meter

10 No. Gambar Jumlah Gambar

1 1
KETERANGAN GAMBAR

16
AB
Program Studi Rekayasa Infrastruktur Lingkungan
5
AB
1
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
AB
14 Institut Teknologi Bandung
13
AB

Tugas Asistensi Plambing Air Dingin

1
Plambing & Instrumentasi
0,5 AB
17

18

AB
1
AB Gambar
19
AB
2
AB
AB
20 Isometri Perpipaan Air Dingin
3
AB

4
AB
21
AB Dosen

Ir. James Nobelia Isnania Wardhana, MT.

T
SH
AF Asisten: Dilla Tarasyabani

12
AB
Dikerjakan oleh : Kelompok 2
11
AB Tanggal Pengumpulan : 2 Maret 2018
10
AB

9
Skala Satuan
AB

8
AB

7
AB
1: 35 meter
6
AB

5
AB

No. Gambar Jumlah Gambar

1 1

Anda mungkin juga menyukai