Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Seiring berkembangnya pengetahuan dan perencanaan mengenai pemukiman pada masa kini
menuntut setiap orang dapat mengikuti perkembangannya agar menjadi sumber daya manusia
yang lebih profesional. Salah satu upaya untuk meningkatkan kenyamanan tersebut diperlukan
suatu sarana yang mendukung dalam segi pembangunan dalam segala keperluan. Seiring
dengan hal itu, perencanaan plambing pada suatu gedung tidak dapat dilepaskan karena untuk
memenuhi kebutuhan penghuni di dalamnya Perencanaan sistem plambing harus dilakukan
bersamaan dan sesuai dengan tahapan-tahapan perencanaan gedung itu sendiri dalam rangka
penyediaan air minum baik dari kualitas, kuantitas dan kontinuitas serta penyaluran air bekas
dan air kotor dari saniter ke tempat yang ditentukan agar tidak mencemari bagian-bagian lain
dalam gedung atau lingkungan sekitarnya (Wanggay, 2013).

Proses pembangunan sebuah gedung membutuhkan perencanaan tidak hanya dari arsitektur dan
struktur bangunan saja, namun juga memerlukan perencanaan sistem plambing. Perencanaan
sistem plambing yang baik sangat penting untuk menjamin instalasi yang efisien dan aman.
Perencanaan yang baik juga akan menjamin instalasi yang tepat untuk berbagai keadaan yang
dilayaninya. Perencanaan sistem plambing harus didasarkan pada persyaratan teknis dan
peraturan yang berlaku. Sistem plambing adalah sistem perpipaan yang dipasang pada sebuah
bangunan untuk menyalurkan kebutuhan air minum dan air limbah, termasuk semua pekerjaan
pemasangan pipa, sambungan, alat-alat plambing dan perlengkapannya dalam sistem tersebut.
Sistem plambing merupakan bagian mendasar dan penting dalam kaitannya dengan distribusi
kebutuhan air minum dan penyaluran air limbah yang layak. Perencanaan sistem plambing yang
baik berfungsi untuk menyediakan kualitas dan kuantitas serta kontinuitas penyaluran air
minum ke peralatan saniter dan menyalurkan air limbah ke tempat yang ditentukan agar tidak
mencemari bagian lain dalam gedung atau lingkungan sekitar (Riyanti dkk, 2018).

Perencanaan instalasi plambing sering diabaikan, pada saat muncul masalah pada saluran
seperti saluran air minum bocor atau saluran WC macet maka akan mengurangi kenyamanan,
kebersihan, dan bahkan kesehatan dari penghuninya. Instalasi plambing harus direncanakan
dengan baik guna menghindarkan pemborosan yang tidak perlu serta masalah yang timbul.
Perencanaan plambing pada bangunan terdiri dari perencanaan instalasi air minum dan air
limbah dalam rangka memperoleh jaringan perpipaan yang dapat memenuhi standar
perencanaan yang berlaku. Perencanaan instalasi air minum yang dimaksud harus memenuhi
kualitas air yang sesuai standar, menggunakan teknis yang benar (aman untuk keselamatan dan
aman untuk pipa jaringan) serta ekonomis. Selain masalah tentang sumber air yang harus sesuai
standar air minum, masalah tekanan air pada pipa distribusi air minum juga merupakan sesuatu
yang sangat penting. Hal yang paling penting adalah debit air yang didistrbusikan harus dapat
memenuhi kebutuhan air pada gedung pada saat pemakain normal ataupun pemakaian puncak
(Wanggay, 2013).

Layaknya gedung hunian lainnya, apartemen juga dirancang agar penghuni memperoleh
keamanan. Diperlukan sistem perpipaan (plambing) untuk penyediaan air minum, penyaluran
air limbah, serta pencegahan terhadap bahaya kebakaran (fire hydrant) yang baik. Ruangan
yang ada pada apartemen terdiri dari beberapa fasilitas mulai dari ruangan laundry, ruang
tunggu, lobby, kamar, ruang security, mushalla, dll. Masing-masing fasilitas tersebut memiliki
alat-alat plambing yang disesuaikan dengan peruntukannya (Indarjanto, 2017)

Kesalahan dalam perancangan, pemasangan atau perawatan dari peralatan plambing dapat
membahayakan jiwa manusia. Misalnya, terjadinya hubungan pintas antara sistem perpipaan
air minum dengan air limbah sehingga akan mencemari kualitas air minum yang terdistribusi
pada bangunan tersebut. Apabila digunakan oleh konsumen akan menimbulkan penyakit. Oleh
karena itu perencanaan dan perancangan sistem plambing harus dilakukan sesuai dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan dan menetapkan Undang-Undang, peraturan,
pedoman pelaksanaan (code of practice), dan standar yang menyangkut peralatan dan instalasi
plambing (Anza, dkk, 2018).

1.2 Maksud dan Tujuan

1.2.1 Maksud

Maksud dari Pembuatan Tugas Besar Plambing dan Instrumentasi ini adalah:
1. Memenuhi mata kuliah Plambing dan Instrumentasi;
2. Merencanakan dan merancang sistem plambing suatu gedung, dimana pada tugas besar ini
adalah gedung apartemen yang terdiri dari empat lantai dengan basement sesuai dengan
kriteria dan standar yang berlaku.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan Tugas Besar Plambing dan Instrumentasi ini adalah:
1. Merancang sistem penyediaan air minum di Apartemen Paradise Mansion;
2. Merancang sistem pencegahan kebakaran di Apartemen Paradise Mansion;
3. Merancang sistem penyaluran air hujan di Apartemen Paradise Mansion;
4. Merancang sistem penyaluran air limbah dengan vent di Apartemen Paradise Mansion;

KELOMPOK III B 2
5. Merancang sistem penyaluran air panas di Apartemen Paradise Mansion.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari pembuatan TB ini adalah perencanan sistem plambing pada gedung
apartemen dengan sistem yang direncanakan:
a. Kebutuhan perhitungan air perkapita
b. Perhitungan sistem plambing diantaranya:
- Sistem penyediaan air minum;
- Sistem penyaluran air limbah dan vent;
- Sistem air limbah khusus dan vent;
- Sistem penyaluran air hujan;
- Sistem pencegahan kebakaran.
c. Desain jalur plambing dan isometri
d. Site plan

1.4 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan Tugas Besar Plambing dan Instrumentasi adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, maksud dan tujuan, serta sistematika penulisan tugas
besar ini.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Berisi teori-teori tentang prinsip dasar sistem plambing secara umum, dasar-dasar
perencanaan sistem plambing yang meliputi sistem penyediaan air minum, sistem
penyaluran air limbah, sistem vent, sistem pencegahan kebakaran, dan sistem
penyaluran air hujan, dasar-dasar perhitungan plambing, serta kriteria desain.

BAB III RANCANGAN UMUM


Berisi perhitungan jumlah alat plambing dan rancangan garis besar sistem plambing
baik sistem penyediaan air minum, sistem penyaluran air limbah, sistem
pencegahan kebakaran, dan sistem penyaluran air hujan yang direncanakan
terhadap gedung apartemen tersebut.

BAB IV SKENARIO SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM


Berisi perhitungan dan pengolahan data sistem plambing di tiap lantai, kebutuhan
air perkapita, perhitungan sistem penyediaan air minum, sistem penyediaan air

KELOMPOK III B 3
hujan, sistem penyaluran air limbah dan vent dan perhitungan volume tangki dan
daya pompa yang direncanakan terhadap gedung apartemen tersebut.

BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dari perencanaan dan perancangan yang telah dibuat serta
memuat saran-saran untuk pembuatan tugas besar selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

KELOMPOK III B 4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Sistem plambing adalah sistem perpipaan yang berhubungan dengan penyaluran air dalam suatu
bangunan rumah, gedung, apartemen, dan lain-lain. Saat ini kebutuhan instalasi plambing
berkembang pesat seiring permintaan pembangunan perumahan yang signifikan. Sistem
plambing memiliki 2 sub sistem utama yaitu sistem air bersih dan sistem air kotor. Perancangan
dan instalasi plambing tidak boleh sembarangan. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya
kegagalan sistem seperti kurangnya tekanan dan kecepatan aliran fluida. Keadaan tersebut bisa
mengakibatkan distribusi air yang mengalir tidak maksimal di setiap cabang pipa dikarenakan
tidak diketahuinya tekanan, debit, kecepatan aliran, dan kerugian head-head pipa yang tidak
sesuai minimum persyaratan SNI 03-7065-2005. Standar dari SNI 03-7065-2005 tersebut
memiliki peran penting dalam penentuan metode dalam perancangan, sehingga permasalahan
tidak terjadi. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjaga kualitas dan sebagai bukti keunggulan
dari suatu bangunan (Mahardika, 2018).

Alat plambing adalah semua peralatan yang dipasang di dalam maupun di luar gedung untuk
menyediakan air panas atau air minum, dan untuk menyalurkan air limbah. Fungsi dari
peralatan plambing adalah (Mahardika, 2018):

1. Sistem Penyediaan air bersih, menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki
dengan kualitas, kuantitas, dan tekanan yang cukup.
2. Penyaluran air limbah, membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemari
sistem yang lain serta mencegah masuknya udara tidak sedap dan air kotor ke dalam
ruangan.
3. Penyediaan air untuk pemadam kebakaran, menyediakan air dengan kuantitas yang cukup
dan mudah operasinya apabila terjadi kebakaran.
4. Penyediaan air panas, menyediakan air panas yang cukup dan tidak mempengaruhi
lingkungan sekitarnya.

Pemasangan alat-alat plambing pada sistem plambing harus dilakukan dengan penuh
perhitungan. Fungsi dari peralatan plambing ini antara lain: (Morimura dan Noerbambang,
2005):
1. Menyediakan air bersih ke tempat-tempat yang dikehendaki dengan tekanan yang cukup,
dilaksanakan oleh sistem penyediaan air bersih;
2. Membuang air kotor dari tempat-tempat tertentu tanpa mencemarkan bagian penting
lainnya dilaksanakan oleh sistem buangan.

Peralatan plambing meliputi (Morimura dan Noerbambang, 2005):


1. Peralatan untuk penyediaan air minum;
2. Peralatan untuk penyediaan air panas;
3. Peralatan untuk pembuangan dan ven;
4. Peralatan saniter (plumbing fixture).

2.2 Prinsip Dasar Perencanaan Sistem Plambing

2.2.1 Dasar-Dasar Perencanaan Sistem Penyediaan Air Dingin

Air minum adalah air yang dibenarkan untuk diminum, dimasak, dan keperluan rumah tangga
lainnya yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Indonesia telah memiliki standar air
minum yaitu (Morimura dan Noerbambang, 2000):
1. PERMENKES RI No. 492 Tentang Kualitas Air Minum;
2. PP No. 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
3. SK MENKLH: KEP. 02/MENKLH/ I/1998 tentang Baku Mutu Air Golongan A.

Penyediaan air bertujuan untuk menyediakan air dingin. Penyediaan air minum dengan kualitas
yang tetap baik merupakan prioritas utama. Banyak negara telah menetapkan standar kualitas
untuk tujuan ini. Untuk gedung-gedung yang dibangun di daerah yang tidak tersedia fasilitas
penyediaan air minum untuk umum, air baku haruslah diolah dalam gedung atau dalam instalasi
pengolahan agar dicapai standar kualitas air yang berlaku. Seiring dengan perkembangan
penduduk, tuntutan masyarakat terhadap fasilitas yang disediakan oleh pemerintah akan
meningkat termasuk kebutuhan air bersih yang memadai baik saat ini maupun untuk saat
mendatang. Penggunaan air dari tempat yang satu dengan tempat yang lain berbeda.
Mendapatkan kebutuhan air yang cukup besar tentunya harus dilakukan pencarian sumber air
dingin yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas seperti air tanah (air tanah dangkal, air
tanah dalam dan mata air) dan air permukaan seperti danau, sungai, dan sebagainya.
Ketidaksamaan tersebut disebabkan oleh faktor cuaca, lingkungan hidup, penduduk, industri
dan faktor-faktor lainnya (Brahmanja, 2013).

Sistem penyediaan air dingin meliputi beberapa peralatan seperti tangki air bawah tanah, tangki
air atas atap, pompa-pompa, perpipaan dan lain-lain. Dalam peralatan-peralatan ini, air dingin
harus dapat dialirkan ke tempat-tempat yang dituju tanpa mengalami pencemaran. Adapun
beberapa contoh pencemaran dan pencegahannya adalah (Noerbambang dan Morimura, 2005):

KELOMPOK III B 6
1. Larangan hubungan pintas
Hubungan pintas (cross connection) adalah hubungan fisik antara dua sistem pipa yang
berbeda, satu sistem pipa untuk air dingin dan sistem pipa lainnya berisi air yang tidak
diketahui atau diragukan kualitasnya. Demikian pula sistem penyediaan air dingin tidak
boleh dihubungkan dengan sistem perpipaan lainnya.

2. Pencegahan aliran balik


Aliran balik (back flow) adalah aliran air atau cairan lain, zat atau campuran, ke dalam sistem
perpipaan air dingin, yang berasal dari sumber lain yang bukan untuk air dingin. Aliran balik
tidak dapat dipisahkan dari hubungan pintas dan ini disebabkan oleh terjadinya efek siphon-
balik (back siphonage) yang terjadi karena masuknya aliran ke dalam pipa air dingin dari air
bekas, air tercemar, dari peralatan saniter atau tangki, disebabkan oleh timbulnya tekanan
negatif dalam pipa. Pencegahan aliran balik dapat dilakukan dengan menyediakan celah
udara atau memasang penahan aliran-balik.

3. Pukulan air
Penyebab pukulan air bila aliran dalam pipa dihentikan secara mendadak oleh keran atau
katup, tekanan air pada sisi atas akan meningkat dengan tajam dan menimbulkan gelombang
tekanan yang akan merambat dengan kecepatan tertentu, dan kemudian dipantulkan kembali
ke tempat semula. Pukulan mengakibatkan berbagai kesulitan seperti kerusakan pada
peralatan plambing, getaran pada sistem pipa, patahnya pipa, kebocoran dan suara berbisik
sehingga dapat mengurangi umur kerja peralatan dan sistem pipa.

Sistem penyediaan air dingin yang banyak digunakan dapat dikelompokkan dalam berbagai
jenis yaitu (Noerbambang dan Morimura, 2005):
1. Sistem sambungan langsung
Dalam sistem ini pipa distribusi dalam gedung disambung langsung dengan pipa utama
penyediaan air dingin Perusahaan Air Minum.
2. Sistem tangki atap
Dalam sistem ini, air ditampung terlebih dahulu dalam tangki bawah (yang berada di lantai
terendah bangunan atau di bawah muka tanah) dan kemudian dipompakan ke suatu tangki
atas.
3. Sistem tangki tekan
Kerja dari sistem ini yaitu air yang telah ditampung di dalam tangki bawah dipompakan ke
dalam suatu bejana (tangki) tertutup, sehingga udara di dalamnya terkompresi dan air dapat
dialirkan ke dalam sistem distribusi bangunan.

KELOMPOK III B 7
4. Sistem tanpa tangki (booster system)
Dalam sistem ini tidak digunakan tangki apapun baik tangki bawah, tangki tekan, ataupun
tangki atap. Air dipompakan langsung ke sistem distribusi bangunan dan pompa menghisap
air langsung dari pipa utama (misalnya, pipa utama Perusahaan Air Minum).

Pompa yang menyedot air dari tangki bawah atau tangki bawah tanah dan mengalirkannya ke
tangki atas atau tangki atap dinamakan pompa angkat (mengangkat air dari bawah ke atas),
sedangkan pompa yang mengalirkan air ke tangki tekan dinamakan pompa tekan. Pompa
penyediaan air dapat diputar oleh motor listrik, motor turbin, motor baker dan sebagainya.
Jenis-jenis pompa penyediaan air yang banyak digunakan adalah (Noerbambang dan Morimura,
2005):
1. Pompa sentrifugal
Komponen dari pompa sentrifugal adalah impeller dan rumah pompa. Pompa dengan
impeller tunggal disebut pompa tingkat tunggal (single stage). Apabila beberapa impeller
dipasang pada satu poros dan air dialirkan dari impeller pertama ke impeller kedua dan
seterusnya secara berturutan, disebut pompa dengan tingkat banyak (multi stage).
2. Pompa submersibel
Pompa submersibel adalah suatu pompa dengan konstruksi di mana bagian pompa dan motor
listriknya merupakan suatu kesatuan dan terbenam dalam air. Pompa submersibel terbagi
atas pompa turbin untuk sumur dan pompa submersil untuk sumur dalam.

2.2.2 Dasar-Dasar Perencanaan Sistem Penyediaan Air Panas

Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan menggunakan
sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, baik langsung dari alat pemanas ataupun
melalui sistem perpipaan (Noerbambang & Morimura, 2000).

2.2.2.1 Instalasi Penyediaan Air Panas

Dalam memenuhi kebutuhan akan air panas, ada dua jenis instalasi yang dapat di gunakan yaitu
(Noerbambang & Morimura, 2000):
1. Instalasi lokal
Pada jenis ini suatu pemanas air dipasang di tempat atau berdekatan dengan alat plambing
yang membutuhkan air panas. Pemanas dapat menggunakan gas, listrik ataupun uap
sebagai sumber kalor.
2. Instalasi sentral
Jenis ini yaitu air panas yang dihasilkan di suatu tempat dalam gedung, kemudian dengan
pipa distribusi dialirkan keseluruh lokasi alat plambing yang membutuhkan air panas.

KELOMPOK III B 8
2.2.2.2 Temperatur Air Panas

Temperatur air yang digunakan untuk setiap keperluan berbeda-beda, tergantung pada
keperluan orang tersebut dan kesukaan masing-masing orang (Noerbambang & Morimura,
2000).

Tabel 2.1 Standar Temperatur Air Panas Menurut Jenis Pemakaiannya


No Jenis Pemakaiannya Temperatur (◦C)
1 Minum 50-55
2 Mandi: - dewasa 42-45
- anak-anak 40-42
3 Pancuran mandi 40-43
4 Cuci muka dan cuci tangan 40-42
5 Cuci tangan untuk keperluan pengobatan 43
6 Bercukur 46-52
7 Dapur:
* Macam-macam keperluan 45
* Untuk mesin cuci:
- proses pencucian 45-60
- proses pembilasan 70-80
8 Cuci pakaian:
* Macam-macam pakaian 60
* Bahan sutra dan wol 33-49
* Bahan linen dan katun 49-60
9 Kolam renang 21-27
10 Cuci mobil (di bengkel) 24-30
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2000

2.2.2.3 Sistem Pipa

Sistem penyediaan air panas dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan sistem pipa,
cara pengaliran dan cara sirkulasinya. Menurut sistem pipanya dapat dibagi menjadi dua macam
yaitu (Noerbambang & Morimura, 2000):
1. Sistem aliran ke atas (up feed)
Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa
utama yang di pasang pada lantai terbawah gedung.
2. Sistem aliran ke bawah (down feed)
Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa
utama yang dipasang pada lantai paling atas gedung.

KELOMPOK III B 9
Menurut cara penyediaannya dibagi lagi menjadi dua macam yaitu (Noerbambang &
Morimura, 2000):
1. Sistem pipa tunggal
Pipa hanya akan mengantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas tanpa pipa
balik.
2. Sistem sirkulasi atau dua pipa
Pipa akan menghantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas dan kemudian
air akan dibalikkan kembali ke tangki penyimpanan dengan pipa balik apabila tidak ada
pemakaian air panas pada alat plambing.
Sedangkan menurut cara sirkulasinya dibedakan atas sirkulasi gravitasi dan sirkulasi paksaan
dengan menggunakan pompa (Noerbambang & Morimura, 2000).

2.2.2.4 Cara Pemanasan

Cara pemanasan ada dua, yaitu (Morimura dan Noerbambang, 2000):


1. Cara pemanasan langsung
a. Ketel Pemanas Air (storage hot water boiler)
Proses pemanasan air seluruhnya terjadi secara konveksi, air dipanaskan oleh dinding
ruang bakar ketel dan kemudian didistribusikan.

Kelebihan:
1) Air langsung dipanaskan oleh ketel, sehingga pemanasan relatif cepat;
2) Efisiensi tinggi.

Kelemahan:
1) Dinding ketel mengalami perubahan temperatur yang besar saat air panas
didistribusikan sehingga umur ketel relatif lebih pendek;
2) Jika air pengisi ketel mempunyai kualitas yang kurang baik, bisa menimbulkan
kerak pada dinding ketel, sehingga efisiensi menurun.
3) Tekanan air masuk ketel berpengaruh langsung pada kekuatan dinding ketel;
tekanan kerja ketel harus lebih besar dari tekanan air masuk tersebut.

KELOMPOK III B 10
Gambar 2.1 Sistem Pemanasan Langsung
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2000

b. Kombinasi ketel pemanas dan tangki penyimpan


Air panas keluar dari ketel dimasukkan terlebih dahulu ke dalam suatu tangki
penyimpan sebelum didistribusikan (Gbr 2.7(b)).
c. Pemanas satu jalan (once through)
Pemanas sesaat (instant taneous dengan gas).

Gambar 2.2 Ketel Pemanas Air Satu Jalan


Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2000

2. Cara pemanasan tidak langsung


Dalam cara ini uap air panas, air panas atau air sangat panas yang dihasilkan oleh suatu
ketel dialirkan ke dalam suatu jaringan pipa di dalam tangki penyimpan air panas, dan
kemudian dialirkan kembali ke dalam ketel.

Kelebihan:
a. Umur ketel lebih lama dibanding dengan cara pemanasan langsung;
b. Tidak mempunyai kelemahan seperti pada pemanasan langsung.

Kelemahan:
a. Efisiensi pemanasan relatif lebih rendah jika dibanding dengan jenis pemanasan
langsung.

KELOMPOK III B 11
Gambar 2.3 Sistem Pemanasan Tak Langsung
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2000

2.2.3 Dasar-Dasar Perancangan Sistem Penyaluran dan Pengolahan Air Buangan

Air buangan atau sering juga disebut air limbah adalah semua cairan yang dibuang baik yang
mengandung kotoran manusia, hewan, bekas tumbuh-tumbuhan maupun yang mengandung
sisa-sisa proses industri. Air buangan dapat dibedakan atas (SNI 03-6481-2000):
1. Air kotor
Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan mengandung kotoran
manusia yang berasal dari alat plambing lainnya.
2. Air bekas
Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya, seperti: bak mandi (bath tub), bak
cuci tangan, bak dapur dan lain-lain.
3. Air hujan
Air hujan yang jatuh pada atap bangunan.
4. Air buangan khusus
Air buangan ini mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya.

Sistem pembuangan air terdiri atas (Noerbambang dan Morimura, 2005):


1. Sistem pembuangan air kotor dan air bekas
Sistem ini terdiri atas 2 macam yaitu:

a. Sistem tercampur: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor
dan air bekas kedalam satu saluran.

KELOMPOK III B 12
b. Sistem terpisah: sistem pembuangan yang mengumpulkan dan mengalirkan air kotor dan
air bekas kedalam saluran yang berbeda.

2. Sistem penyaluran air hujan


Pada dasarnya air hujan harus disalurkan melalui sistem pembuangan yang terpisah dari
sistem pembuangan air bekas dan air kotor. Jika dicampurkan, maka apabila saluran
tersebut tersumbat, ada kemungkinan air hujan akan mengalir balik dan masuk kedalam
alat plambing terendah dalam sistem tersebut.

Perangkap alat plambing dapat dikelompokkan sebagai berikut (Morimura dan Noerbambang,
2000):
1. Perangkap yang dipasang pada alat plambing;
2. Perangkap yang dipasang pada pipa pembuangan;
3. Perangkap yang menjadi satu dengan alat plambing;
Perangkap yang dipasang di luar gedung.

Suatu perangkap harus memenuhi syarat-syarat berikut (Noerbambang dan Morimura, 2005):
1. Kedalaman air penutupini biasanya berkisar antara 50 mm sampai 100 mm. Ada beberapa
alat plambing khusus yang mempunyai kedalaman air penutup lebih dari 100 mm, tetapi
perangkapnya dibuat dengan konstruksi yang mudah dibersihkan;
2. Konstruksinya harus sedemikian rupa agar selalu bersih dan tidak menyebabkan kotoran
tertahan atau mengendap;
3. Konstruksinya harus sedemikian rupa sehingga fungsi air sebagai penutup tetap dapat
terpenuhi;
4. Konstruksi perangkap harus cukup sederhana agar mudah membersihkannya karena
endapan kotoran lama kelamaan akan tetap terjadi;

Perangkap tidak boleh dibuat dengan konstruksi di mana ada bagian bergerak ataupun bidang-
bidang tersembunyi yang membentuk sekat penutup.

2.2.4 Dasar-Dasar Perancangan Sistem Ven

Perangkap alat plambing dapat dikelompokkan sebagai berikut (Morimura dan Noerbambang,
2000):
1. Perangkap yang dipasang pada alat plambing;
2. Perangkap yang dipasang pada pipa pembuangan;
3. Perangkap yang menjadi satu dengan alat plambing;
4. Perangkap yang dipasang di luar gedung.

KELOMPOK III B 13
Pipa ven yaitu suatu perpipaan yang dipasang untuk sirkulasi udara ke seluruh bagian dari
sistem pembuanganuntuk melindungi air penutup dari efek sifon dan tekanan balik. Sistem ven
merupakan bagian penting dalam sistem suatu pembuangan, sedangkan tujuan dari sistem ven
ini antara lain (SNI 8153-2015):
1. Menjaga sekat perangkap dari efek sifon atau tekanan;
2. Menjaga aliran yang lancar dalam pipa pembuangan;
3. Mensirkulasi udara dalam pipa pembuangan.

Sistem itu sendiri dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu (SNI 8153-2015):
1. Pipa ven tegak
Pipa tegak ven harus dipasang apabila pipa tegak air kotor atau air bekas melayani dua
interval cabang atau lebih, dan dimana alat-alat plambing pada setiap lantai mempunyai pipa
ven tunggal atau pipa ven jenis lainnya.

Gambar 2.4 Pipa Ven Tegak


Sumber : SNI 8153-2015

2. Sistem ven tunggal (individual)


Pipa ven dipasang untuk melayani satu alat plambing dan disambungkan kepada sistem
ven lainnya atau langsung terbuka ke udara luar;

3. Sistem ven lup


pipa ven yang menghubungkan satu pipa ven individu atau lebih dengan pipa tegak ven atau
ven pipa tegak. Ven lup harus berukuran sekurang-kurangnya setengah kali ukuran saluran
cabang datar pembuangan air limbah saluran cabang datar pembuangan;

Gambar 2.5 Pipa Ven Lup


Sumber : SNI 8153-2015

KELOMPOK III B 14
4. Ven bersama
Pipa ven yang melayani perangkap dari dua alat plambing yang dipasang bertolak belakang
atau sejajar dan dipasang pada tempat di mana kedua pipa pengering alat plambing tersebut
disambungkan bersama;

Gambar 2.6 Pipa Ven Bersama


Sumber : SNI 8153-2015

5. Ven basah
Ven yang juga berfungsi sebagai pipa pembuangan;

Gambar 2.7 Pipa Ven Basah


Sumber : SNI 8153-2015

6. Ven menerus
Ven tegak yang merupakan kelanjutan dari pipa pembuangan yang dilayaninya;

Gambar 2.8 PipaVen Menerus


Sumber : SNI 8153-2015

7. Ven sirkit
Ven sirkit harus berukuran sekurang-kurangnya setengah kali ukuran saluran cabang datar
pembuangan air limbah saluran cabang datar pembuangan.

KELOMPOK III B 15
Gambar 2.9 Pipa Ven Sirkit
Sumber : SNI 8153-2015

8. Ven pelepas
Pipa ven yang dipasang pada tempat khusus untuk menambah sirkulasi udara antara sistem
pembuangan dan sistem ven.

Gambar 2.10 Pipa Ven Pelepas


Sumber : SNI 8153-2015

Adapun persyaratan yang harus dipenuhi dalam sistem plambing antara lain (Adhimas dan
Sudiyono, 2014):
1. Kemiringan pipa ven
Pipa ven harus dibuat dengan kemiringan cukup agar titik air yang terbentuk atau air yang
terbawa masuk kedalamnya dapat mengalir secara gravitasi kembali ke pipa pembuangan;
2. Cabang pipa ven
Dalam membuat cabang pipa ven harus diusahakan agar udara tidak akan terhalang oleh
masuknya air kotor atau air bekas manapun:
3. Letak bagian mendatar pipa ven
Dari tempat sambungan pipa ven dengan cabang mendatar pipa air buangan, pipa ven
tersebut harus dibuat tegak sampai sekurang-kurangnya 150 mm di atas muka air banjir alat
plambing tertinggi yang dilayani oleh ven tersebut;
4. Ujung pipa ven
Ujung pipa ven harus terbuka ke udara luar, tetapi harus dengan cara yang tidak menimbulkan
gangguan kesehatan.

KELOMPOK III B 16
2.2.5 Dasar-Dasar Sistem Pencegahan Kebakaran

Prinsip dari sistem pencegahan kebakaran ini adalah harus selalu tersedia volume air yang
cukup untuk keperluan pencegahan kebakaran, tanpa mengganggu pemakaian air dingin.
Sistem pengalira pipa dibedakan sebagai berikut:
1. Aliran dan ukuran pipa tegak
Ditentukan dengan memperhatikan tinggi gedung, ukuran dan jumlah aliran air yang
dibutuhkan secara serentak.
2. Jumlah pipa tegak dan slang kebakaran
Jumlah kotak slang kebakaran adalah sedemikian rupa sehingga setiap bagian gedung berada
dalam jangkauan 9 m. Untuk perletakan hidran didasarkan atas luas lantai dan klasifikasi
bangunan serta jumlah lantai bangunan SNI03-6481, 2000). Untuk menentukan jumlah saf
untuk pemadaman kebakarandan diameter pipa hidran minimal dapat dilihat padaTabel 2.2
dan Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.2 Jumlah Minimum Saf untuk Pemadam Kebakaran


Luas Lantai Maksimum (m2) Jumlah Minimum Saf Pemadam Kebakaran
Kurang dari 900 1
900-2.000 2
Lebih dari 2.000 2 ditambah 1 untuk tiap penambahan 1.500 m2
Sumber: Permen PU Nomor 26 Tahun 2008

Tabel 2.3 Diameter Pipa Hidran Minimal


Total Akumulasi Aliran Jarak Total Pipa Terjauh dari Keluaran
Gpm l/menit < 15,2 m 15,2 m – 30,5 m > 30,5 m
100 379 2 inci 2½ inci 3 inci
101 – 500 382 – 1893 4 inci 4 inci 6 inci
501 – 750 1896 – 2839 5 inci 5 inci 6 inci
751 – 1250 2843 – 4731 6 inci 6 inci 6 inci
1251 ke atas 4735 ke atas 8 inci 8 inci 8 inci
Sumber: SNI 03-6481-2000

Pipa tegak dan slang kebakaran adalah suatu rangkaian perpipaan, katup, penyambung slang
kebakaran, slang kebakaran, dan sistem penyediaan air yang digunakan untuk menanggulangi
kebakaran. Sistem dari pipa tegak dan slang kebakaran mempunyai berbagai jenis yaitu (SNI
03-1745-2000):
1. Wet stand pipe system;
2. Dry stand pipe system;
3. Sistem pipa tegak dengan pengadaan air ke sistem melalui operasi manual;
4. Sistem pipa tegak tanpa suplai air yang permanen.

KELOMPOK III B 17
Sistem sprinkler adalah suatu sistem yang bekerja secara otomatis dengan memancarkan air
bertekanan ke segala arah untuk memadamkan kebakaran atau setidak-tidaknya mencegah
meluasnya kebakaran. Instalasi sprinklerini dipasang secara tetap/permanen di dalam bangunan
yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis dengan menyemprotkan air di tempat mula
terjadi kebakaran. Sistem sprinklersecara otomatis dianggap cara yang paling efektif dan
ekonomis untuk manerapkan air bagi pemadaman api (Putri, 2017).

Sistem sprinkler yang ada didesain berdasarkan atas jenis hunian itu sendiri, seperti ukuran
pipa, jarak kepala sprinkler, densitas semburan sprinkler dan kebutuhan airnya sendiri.
Berdasarkan jumlah barang yang mudah terbakar dan sifat mudah terbakarnya, maka jenis
hunian diklasifikasikan atas (Noerbambang dan Morimura, 2005):
1. Hunian bahaya dengan kebakaran ringan
Adalah jenis hunian di mana jumlah dan sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong
rendah dan kebakaran dengan pelepasan panas yang rendah. Contohnya: sekolah, rumah
sakit, museum, perpustakaan, apartemen, tempat tinggal, dan sebagainya.
2. Hunian bahaya dengan kebakaran sedang
Jenis ini dibedakan atas 3 kelompok yaitu:
a. Kelompok I: Jumlah bahan yang mudah terbakar menengah dan kebakaran dengan
pelepasan panas menengah seperti: tempat parkir mobil, pabrik roti, pengolahan
susu, pabrik elektronika, dan sebagainya;
b. Kelompok II: Jumlah dan sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong menengah
dan kebakaran dengan pelepasan panas menengah. Seperti: pabrik pakaian,
tumpukan buku perpustakaan, percetakan, pabrik tembakau, dan sebagainya;
c. Kelompok III: Jumlah dan atau sifat mudah terbakar dari isi gedung tergolong tinggi
dan kebakaran dengan pelepasan panas yang tinggi, seperti : pabrik gula, pabrik
kertas, pabrik ban, bengkel, dan sebagainya.
3. Hunian bahaya dengan kebakaran tinggi
Yang termasuk kelas ini adalah hunian yang dianggap rawan terhadap bahaya kebakaran.
Contohnya hanggar pesawat, pabrik plastik, perakitan bahan peledak, dan sebagainya.

2.2.6 Dasar-Dasar Sistem Penyaluran Air Hujan

Prinsip dasar sistem penyaluran air hujan untuk bangunan yang dilengkapi dengan sistem
plambing harus dilengkapi dengan sistem drainase untuk pembuangan air hujan yang berasal
dari atap maupun jalur terbuka yang mengalirkan air. Sistem penyaluran air hujan yang harus
diperhatikan hanyalah luas tangkapan hujan dan arah aliran dari air, sedangkan prinsip

KELOMPOK III B 18
pengalirannya tidak jauh berbeda dengan air limbah. Perangkap ini berfungsi untuk mencegah
keluarnya gas dan bau tidak enak dari sistem plambing (Morimura dan Noerbambang, 2005).

Menurut SNI-8153-2015 dasar dasar penyaluran air hujan terdiri atas:


1. Drainase bangunan gedung
Bangunan gedung harus mempunyai perlengkapan drainase untuk menyalurkan air hujan
dari atap dan halaman dengan pengerasan di dalam persil ke saluran air hujan kota.
2. Drainase bidang datar
Drainase bidang datar mencakup ukuran perpipaan pada bidang datar, seperti lahan terbuka
pada atap, basement, dan lain-lain.
3. Drainase atap
Drainase atap mengalirkan air dari atap bangunan dapat berupa saluran primer dan
sekunder.Lokasi dan ukuran talang harus dikoordinasikan dengan rencana struktur.

2.3 Prinsip Dasar Perhitungan Sistem Plambing

2.3.1 Perancangan Sistem Penyediaan Air Dingin

Penyediaan air dingin berkualitas tinggi adalah prioritas utama. Banyak negara telah
menetapkan standar kualitas untuk ini. Untuk bangunan yang dibangun di daerah yang tidak
terdapat fasilitas penyediaan air minum umum (seperti daerah terpencil di pegunungan atau
pulau), pasokan air akan diambil dari sungai, air tanah dangkal atau dalam, dll. Dalam hal ini,
air baku harus diolah di gedung atau instalasi pengolahan untuk memenuhi standar kualitas air
yang berlaku (Wibowo, 2014).

Dalam perencanaan air dingin hal-hal yang harus dipertimbangkan dan diperhatikan antara lain
(Noerbambang dan Morimura, 2015):
1. Laju aliran
Saat merencanakan sistem pasokan air gedung, kapasitas peralatan dan ukuran pipa
bergantung pada kuantitas dan aliran yang harus disediakan untuk gedung tersebut. Metode
estimasi konsumsi air didasarkan pada jumlah pengguna. Metode tersebut didasarkan pada
konsumsi air harian rata-rata setiap penghuni dan perkiraan jumlah penghuni (Noerbambang
dan Morimura, 2015):
Qd
Qk = ..................................................................................................................... (2.1)
T

Qk-max = c1 ×Qk ......................................................................................................... (2.2)

Q
Qm-max =𝑐2 ( 60k ) ....................................................................................................... (2.3)

KELOMPOK III B 19
Keterangan:
Qd = pemakaian air sehari (m3/hari)
Qh = pemakaian air rata-rata perjam (m3/jam)
T = jangka waktu pemakaian air (jam)
Qh-max = debit jam puncak (m3/jam)
Qm-max = debit menit puncak (m3/menit)
c1 , c2 = konstanta dengan nilai 1,5-2 dan 3-4

2. Tangki bawah dan tangki atas


Tangki air bagian bawah (reservoir) digunakan untuk menyimpan air harian, dan tangki air
bagian atas digunakan untuk memenuhi kebutuhan puncak, biasanya dengan kapasitas yang
cukup selama periode kebutuhan puncak. Penghitungan kapasitas tangki bawah dan tangki
atas didasarkan pada fluktuasi konsumsi air per jam pada siang hari. Persamaan tersebut
digunakan untuk menghitung kapasitas tangki atas dan bawah:

Tangki Bawah

( VR )  Qd  Qs  T ................................................................................................ (2.4)

Keterangan:
Qd = kebutuhan air sehari (m3/hari)
Qs = kapasitas pipa dinas (m3/jam)
T = rata-rata pemakaian air perhari (jam/hari)
Tangki Atas
( VE )  Qm  max  Qh  max   Tp  Qpu  Tpu  ........................................................... (2.5)

Keterangan:

Qm-max = kebutuhan menit puncak (liter/menit)


Qh-max = kebutuhan jam puncak (liter/menit)
Qpu = kapasitas pompa pengisi (liter/menit)
Tp = jangka waktu pengisian puncak (menit)
Tpu = jangka waktu kerja pompa pengisi (menit)

3. Kebutuhan alat plambing


Kebutuhan alat plambing dibedakan atas dasar fungsi gedung yaitu untuk hunian niaga,
hunian industri, hunian gudang, hunian kumpulan, hunian usaha, hunian lembaga, kolam
renang dan pemandian umum, dan rumah makan (SNI 8153-2015). Jumlah dan jenis alat
plambing yang disyaratkan untuk pengunjung sama dengan syarat untuk hunian kumpulan,
yang dapat dilihat pada Tabel 2.4

KELOMPOK III B 20
Tabel 2.4 Persyaratan Jumlah dan Jenis Alat Plambing
Ukuran Pipa Tempat
Pribadi Umum
Perlengkapan Cabang Berkumpul
(UBAP) (UBAP)
Minimum (inchi) (UBAP)
Bak rendam dan shower ½ 4 4 -
Bak rendam dengan katup ¾ inchi ¾ 10 10 -
Bidet ½ 1 - -
Pencuci pakaian ½ 4 4 -
Unit dental ½ - 1 -
Pencuci piring, rumah tangga ½ 1,5 1,5 -
Pencuci air minum, air dingin ½ 0,5 0,5 0,75
Hose Bibb ½ 2,5 2,5 -
Hose Bibb, tiap pertambahan ½ 1 1 -
Lavatory ½ 1 1 1
Sprinkler halaman - 1 1 -
Sinkbank
 Bar ½ 1 2 -
 Kran Klinik ½ - 3 -
 Katup gelontor klinik dengan/tanpa kran 1 - 8 -
 Dapur, rumah tangga dengan/tanpa kran -
½ 1,5 1,5
pencuci piring
 Laundry ½ 1,5 1,5 -
 Bak pel ½ 1,5 3 -
 Cuci muka, tiap set kran ½ - 2 -
Shower ½ 2 2 -
Urinal, katup gelontor 3,8 LPF ¾ Lihat catatan -
Urinal, tangki pembilas ½ 2 2 3
Pencuran cuci, spray sirkular ¾ - 4 -
Kloset, tangki gravitasi 6LPF ½ 2,5 2,5 3,5
Kloset, tangki meter air 6PLF ½ 2,5 2,5 3,5
Kloset, katup meter air 6PLF 1 Lihat catatan -
Kloset, tangki gravitasi > 6PLF ½ 3 5,5 7
Kloset, Flushometer > 6 PLF 1 Lihat catatan -
Sumber: SNI 8153-2015

4. Ukuran pipa
Untuk menentukan ukuran pipa distribusi air dingin baik untuk pipa tegak maupun pipa
cabang mendatar, di pakai metoda untuk menentukan besarnya fixture unit masing-masing
alat plambing yang didapat dari Tabel 2.3. Berdasarkan fixture unit tersebut lalu ditentukan

KELOMPOK III B 21
laju aliran air. Lengkung perkiraan kebutuhan air dapat dilihat pada Gambar 2.13 (Morimura
dan Noerbambang, 2015).

(a) Untuk unit beban sampai 3000

(b) Untuk unit beban sampai 250 (skala gambar diperbesar)


Gambar 2.11 Hubungan Unit Alat Plambing dengan Laju Aliran
Sumber: Morimura dan Noerbambang,2015

5. Headloss pipa distribusi


Setelah didapat diameter pipa yang direncanakan, maka headloss pipa dapat diketahui.
Penetapan jenis perlengkapan pipa (fitting) ditentukan berdasar gambar denah/isometri dan
diameter pipa yang telah ditentukan. Panjang ekivalen (Lek) perlengkapan pipa didapat dari
Tabel 2.4, sedangkan panjang pipa (Lpipa) diperoleh dari gambar denah perpipaan air minum.
Panjang total (Ltot) merupakan jumlah dari panjang ekivalen perlengkapan pipa dan panjang
pipa. Kerugian untuk pipa dapat dilihat pada Gambar 2.9 (a) dan (b) (Morimura dan
Noerbambang, 2015).

Tabel 2.5 Panjang Ekivalen Perlengkapan Pipa


Panjang Ekivalen ( m )
Diameter
T 90° T 90° Katup
Nominal Belokan Belokan Katup Katup Katup
Aliran Aliran Satu
(mm) 90° 90° Sorong Bola Sudut
Cabang Lurus Arah

15 0,60 0,36 0,90 0,18 0,12 4,5 2,4 1,2


20 0,75 0,45 1,2 0,24 0,15 6,0 3,6 1,6

KELOMPOK III B 22
Panjang Ekivalen ( m )
Diameter
T 90° T 90° Katup
Nominal Belokan Belokan Katup Katup Katup
Aliran Aliran Satu
(mm) 90° 90° Sorong Bola Sudut
Cabang Lurus Arah

25 0,90 0,54 1,5 0,27 0,18 7,5 4,5 2,0


32 1,2 0,72 1,8 0,36 0,24 10,5 5,4 2,5
40 1,5 0,90 2,1 0,45 0,30 13,5 6,6 3,1
50 2,1 1,2 3,0 0,60 0,39 16,5 8,4 4,0
65 2,4 1,5 3,6 0,75 0,48 19,5 10,2 4,6
80 3,0 1,8 4,5 0,90 0,63 24,0 12,0 5,7
100 4,2 2,4 6,3 1,2 0,81 37,5 16,5 7,6
125 5,1 3,0 7,5 1,5 0,99 42,0 21,0 10,0
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

Kehilangan tekanan tiap satuan panjang diperoleh dari persamaan:

Q
H  0.54 L ....................................... (2.6)
1.67  C  d 2.63 1000

Keterangan:
Q = laju aliran (l/menit)
C = koefisien kekasaran pipa (diambil angka 120)
d = diameter pipa (m)
H = headloss (m)
L = panjang pipa (m)

KELOMPOK III B 23
Gambar 2.12(a) Kerugian Gesek dalam Pipa Baja Karbon
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

KELOMPOK III B 24
Gambar 2.12(b) Kerugian Gesek dalam Pipa PVC-kaku
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

KELOMPOK III B 25
6. Pompa
Jika Anda ingin menggunakan sistem dengan tangki atas atau bawah dan tangki bertekanan,
Anda perlu menggunakan pompa untuk menambah volume air. Secara umum dianggap
bahwa perpindahan pompa sama dengan kebutuhan air maksimum per jam, dan jika sistem
tanpa tangki penyimpanan digunakan, perpindahan pompa harus sama dengan kebutuhan air
puncak. Untuk menentukan daya pompa, pertama-tama gunakan rumus berikut untuk
menentukan tinggi angkat pompa (Morimura dan Noerbambang, 2015):

v2
H  H a  H fsd  ... .................................... (2.7)
2g

Keterangan:

H = tinggi angkat total (m);


Hs = tinggi potensial (m);
Hfsd = kerugian gesek dalam pipa hisap dan pipa tekan (m);
V2/2g = tekanan kecepatan pada lubang keluar pipa (m).
Maka, daya poros pompa ditentukan dengan rumus berikut:

Np 
0.163 Q  H    ....................................... (2.8)
p

Keterangan:

Np = daya poros pompa (hp);


Q = kapasitas pompa (m3/menit);
H = tinggi angkat total (m);
 = berat spesifik (kg/l);
p = efisiensi pompa.

Untuk efisiensi pompa dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini :

KELOMPOK III B 26
Gambar 2.13 Efisiensi Pompa Sentrifugal Ukuran Kecil

Gambar 2.14 Efisiensi Pompa Sentrifugal Kecil, Bertingkat Banyak

Daya motor pompa ditentukan dengan rumus berikut (Morimura dan Noerbambang, 2015).):

(0.163  Q  H   )(1  A)
Nm  ....................................... (2.9)
 p  k
Keterangan:
A = Faktor yang bergantung jenis motor
0,1 s/d 0,2 untuk motor listrik
0,2 untuk motor bakar besar
0,25 untuk motor bakar kecil

k = efisiensi hubungan poros

1 untuk poros kopel langsung 0,9 sampai 0,95 untuk ban mesin dan roda gigi

7. Tangki tekan
KELOMPOK III B 27
Prinsip kerja tangki tekanan adalah memompa air yang terdapat di tangki bawah ke tangki
tertutup untuk memampatkan udara di dalamnya, kemudian mengalirkan air di tangki
tersebut ke dalam sistem distribusi bangunan. Saat menggunakan tangki tekanan, pompa
dapat dimatikan untuk jangka waktu tertentu setelah tekanan dalam tangki mencapai batas
maksimum yang telah ditentukan, atau dapat dimatikan pada batas minimum yang telah
ditentukan. Area fluktuasi tekanan biasanya disetel ke 1 hingga 1,5 kg /cm2 (Noerbambang
dan Morimura, 2015).

V' p' p
 100   100 ....................................... (2.10)
V p'1,033

Keterangan:
V = volume tangki total pada tekanan p (m3);
V’ = volume tangki pada tekanan p’ (m3);
p = tekanan udara awal (kg/cm2);
p’ = tekanan udara akhir (kg/cm2);

2.3.2 Dasar-dasar Sistem Penyediaan Air Panas

Sistem penyediaan air panas adalah instalasi yang menyediakan air panas dengan menggunakan
sumber air bersih, dipanaskan dengan berbagai cara, baik langsung dari alat pemanas ataupun
melalui sistem perpipaan (Noerbambang & Morimura, 2015).

2.3.2.1 Instalasi Penyediaan Air Panas

Dalam memenuhi kebutuhan akan air panas, ada dua jenis instalasi yang dapat di gunakan yaitu
(Noerbambang & Morimura, 2015):
1. Instalasi lokal
Pada jenis ini suatu pemanas air dipasang di tempat atau berdekatan dengan alat plambing
yang membutuhkan air panas. Pemanas dapat menggunakan gas, listrik ataupun uap sebagai
sumber kalor.
2. Instalasi sentral
Jenis ini yaitu air panas yang dihasilkan di suatu tempat dalam gedung, kemudian dengan
pipa distribusi dialirkan keseluruh lokasi alat plambing yang membutuhkan air panas.

2.3.2.2 Temperatur Air Panas

KELOMPOK III B 28
Temperatur air yang digunakan untuk setiap keperluan berbeda-beda, tergantung pada
keperluan orang tersebut dan kesukaan masing-masing orang (Noerbambang & Morimura,
2015).

Tabel 2.6 Standar Temperatur Air Panas Menurut Jenis Pemakaiannya


No Jenis Pemakaiannya Temperatur (◦C)
1 Minum 50-55
2 Mandi: - dewasa 42-45
- anak-anak 40-42
3 Pancuran mandi 40-43
4 Cuci muka dan cuci tangan 40-42
5 Cuci tangan untuk keperluan pengobatan 43
6 Bercukur 46-52
7 Dapur:
* Macam-macam keperluan 45
* Untuk mesin cuci:
- proses pencucian 45-60
- proses pembilasan 70-80
8 Cuci pakaian:
* Macam-macam pakaian 60
* Bahan sutra dan wol 33-49
* Bahan linen dan katun 49-60
9 Kolam renang 21-27
10 Cuci mobil (di bengkel) 24-30
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

2.3.2.3 Sistem Pipa

Sistem penyediaan air panas dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi berdasarkan sistem pipa,
cara pengaliran dan cara sirkulasinya (Noerbambang & Morimura, 2000).

Menurut sistem pipanya dapat dibagi menjadi dua macam yaitu (Noerbambang & Morimura,
2015):
1. Sistem aliran ke atas (up feed)
Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa
utama yang di pasang pada lantai terbawah gedung.
2. Sistem aliran ke bawah (down feed)
Air panas dialirkan kepada alat-alat plambing melalui pipa-pipa cabang dari suatu pipa
utama yang dipasang pada lantai paling atas gedung.

KELOMPOK III B 29
Menurut cara penyediaannya dibagi lagi menjadi dua macam yaitu (Noerbambang & Morimura,
2015):
1. Sistem pipa tunggal
Pipa hanya akan mengantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas tanpa pipa
balik.
2. Sistem sirkulasi atau dua pipa
Pipa akan menghantarkan air panas dari tangki penyimpanan atau pemanas dan kemudian
air akan dibalikkan kembali ke tangki penyimpanan dengan pipa balik apabila tidak ada
pemakaian air panas pada alat plambing.

Sedangkan menurut cara sirkulasinya dibedakan atas sirkulasi gravitasi dan sirkulasi paksaan
dengan menggunakan pompa (Noerbambang & Morimura, 2015).

2.3.2.4 Cara Pemanasan

Cara pemanasan ada dua, yaitu (Morimura dan Noerbambang, 2015):


1. Cara pemanasan langsung
c. Ketel Pemanas Air (storage hot water boiler)
Proses pemanasan air seluruhnya terjadi secara konveksi, air dipanaskan oleh dinding
ruang bakar ketel dan kemudian didistribusikan.

Kelebihan:
1) Air langsung dipanaskan oleh ketel, sehingga pemanasan relatif cepat;
2) Efisiensi tinggi.

Kelemahan:
1)Dinding ketel mengalami perubahan temperatur yang besar saat air panas
didistribusikan sehingga umur ketel relatif lebih pendek;
2) Jika air pengisi ketel mempunyai kualitas yang kurang baik, bisa menimbulkan kerak
pada dinding ketel, sehingga efisiensi menurun.
3) Tekanan air masuk ketel berpengaruh langsung pada kekuatan dinding ketel; tekanan
kerja ketel harus lebih besar dari tekanan air masuk tersebut.

KELOMPOK III B 30
Gambar 2.15 Sistem Pemanasan Langsung
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

d. Kombinasi ketel pemanas dan tangki penyimpan


Air panas keluar dari ketel dimasukkan terlebih dahulu ke dalam suatu tangki
penyimpan sebelum didistribusikan (Gambar 2.7).

e. Pemanas satu jalan (once through)


Pemanas sesaat (instant taneous dengan gas).

Gambar 2.16 Ketel Pemanas Air Satu Jalan


Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

2. Cara pemanasan tidak langsung


Dalam cara ini uap air panas, air panas atau air sangat panas yang dihasilkan oleh suatu
ketel dialirkan ke dalam suatu jaringan pipa di dalam tangki penyimpan air panas, dan
kemudian dialirkan kembali ke dalam ketel.

Kelebihan:
a. Umur ketel lebih lama dibanding dengan cara pemanasan langsung;
b. Tidak mempunyai kelemahan seperti pada pemanasan langsung.

Kelemahan:
Efisiensi pemanasan relatif lebih rendah jika dibanding dengan jenis pemanasan langsung.

KELOMPOK III B 31
Gambar 2.17 Sistem Pemanasan Tak Langsung
Sumber: Morimura dan Noerbambang, 2015

2.3.3 Perancangan Sistem Penyaluran dan Pengolahan Air Buangan

Ukuran pipa pembuangan dalam penentuan ukuran pipa pembuangan dapat didasarkan atas
jumlah nilai unit alat plambing yang dilayani pipa yang bersangkutan (Noerbambang dan
Morimura, 2015):
1. Ukuran minimum pipa cabang mendatar
Pipa cabang mendatar harus mempunyai ukuran yang sekurang-kurangnya sama dengan
diameter terbesar dari perangkap alat plambing yang dilayani.

2. Ukuran minimum pipa tegak


Pipa tegak harus mempunyai ukuran yang sekurang-kurangnya sama dengan diameter
terbesar cabang mendatar yang disambungkan ke pipa tegak tersebut.

3. Pengecilan ukuran pipa


Pipa tegak maupun pipa cabang mendatar tidak boleh diperkecil diameternya dalam aliran
air buangan. Pengecualian hanya pada kloset, di mana pada lubang keluar dengan diameter
100 mm dipasang pengecilan pipa (reducer) 100 x 75.

4. Pipa bawah tanah


Pipa pembuangan yang ditanam di dalam tanah atau di bawah lantai bawah tanah harus
mempunyai ukuran sekurang-kurangnya 50 mm.

5. Penentuan ukuran pipa


Ukuran pipa pembuangan ditentukan berdasarkan jumlah beban unit alat plambing
maksimum yang diizinkan untuk setiap diameter pipa. Nilai unit beban alat plambing dapat
dilihat pada Tabel 2.7.

KELOMPOK III B 32
Tabel 2.7 Nilai Unit Alat Plambing untuk Air Buangan
UkuranUkuran Pribadi Umum Tempat
perangkap/lengan (UBAP) (UBAP) berkumpul
Alat Plambing
perangkap (UBAP)
minimum (inci)
Bak mandi atau kombinasi mandi/shower 1½ 2,0 2,0 -
Bidet 1¼ 1,0 - -
Bidet 1½ 2,0 - -
Mesin cuci pakaian, rumah tangga, pipa 3,0 3,0 3,0
2
tegak
Unit dental, peludahan 1¼ - 1,0 1,0
Mesin cuci piring rumah tangga dengan 2,0 2,0 2,0

saluran sendiri
Pancaran air minum atau alat pendingin 0,5 0,5 1,0

air
Penggerus sisa makanan, komersial 2 - 3,0 3,0
Lubang pengering lantai, keadaan darurat 2 - 0,0 0,0
Lubang pengering lantai (untuk ukuran 2,0 2,0 2,0
2
tambahan)
Shower, perangkap tunggal 2 2,0 2,0 2,0
Lavatori, tunggal 1¼ 1,0 1,0 1,0
Lavatori, dalam set dua atau tiga 1½ 2,0 2,0 2,0
Washfountain 1½ - 2,0 2,0
Washfountain 2 - 3,0 3,0
Receptor, buangan tidak langsung 1½ Lihat catatan
Receptor, buangan tidak langsung 1½ Lihat catatan
Receptor, buangan tidak langsung 2 Lihat catatan
Sink/bak 3 1,0 - -
Bar 1½ - 2,0 2,0
Bar 1½ - 6,0 6,0
Klinik 3 - 3,0 3,0
Komersial dengan sampah makanan 1½ 2,0 2,0 -
Bak cuci dapur untuk rumah tangga2 2,0 2,0 -
dengan atau tanpa unit penggerus sisa

makanan, mesin cuci piring, atau
keduanya
Laundry2 (dengan atau tanpa pipa pelepas - 2,0 2,0

dari pencuci pakaian)
Pelayanan atau bak pel 2 - 3,0 3,0
Pelayanan atau bak pel 3 - 2,0 2,0

KELOMPOK III B 33
UkuranUkuran Pribadi Umum Tempat
perangkap/lengan (UBAP) (UBAP) berkumpul
Alat Plambing
perangkap (UBAP)
minimum (inci)
Kran pencuci, setiap set kran - 2,0 2,0 5,0
Urinal, perangkap terpadu 3,8LPF 2 2,0 2,0 6,0
Urinal, perangkap terpadu > 3,8LPF 2 2,0 2,0 5,0
Urinal, perangkap exposed 1½ 3,0 4,0 6,0
Kloset, Tangki gelontor 6 LPF 3 3,0 4,0 6,0
Kloset, tangki pembilas 6 LPF 3 3,0 4,0 6,0
Kloset, katup pembilas 6 LPF 3 3,0 4,0 6,0
Kloset,Tangki gelontor > 6 LPF 3 4,0 6,0 8,0
Kloset, flushometer > 6 LPF 3 4,0 6,0 8,0
Sumber: SNI 8153-2015

2.3.4 Perancangan Sistem Ven

Ukuran pipa ven harus berdasarkan pada ketentuan-ketentuan (SNI 03-6481-2000):

1. Ukuran pipa ven lup dan pipa ven sirkit


Ukuran minimum pipa ven dan ven loop adalah 32 mm, dan tidak boleh kurang dari
setengah diameter cabang horizontal pipa ven atau pipa ven yang terhubung dengannya.
Ukuran pipa ven minimum adalah 32 mm dan tidak boleh kurang dari setengah diameter
pipa cabang horizontal dari pipa drainase yang dilayaninya;
2. Ukuran ven pipa tegak
Ukuran pipa ven tegak tidak boleh kurang dari ukuran pipa tegak air buangan yang
dilayaninya dan selanjutnya tidak boleh diperkecil ukurannya sampai ke ujung terbuka.

Penentuan ukuran pipa ven, sebagai berikut (SNI 03-8153-2015):


1. Ven pipa tegak
Sebuah ven pipa tegak wajib untuk pipa tegak drainase yang membentang lima atau lebih
interval cabang di atas saluran bangunan atau cabang horizontal. Panjang ven pipa
tegakyang dikembangkan harus diukur dari sambungan terendah ven cabang ke pemutusan
luar. Perhitungan ukuran dan panjang ven pipa tegak menggunakan Tabel 2.7

Tabel 2.8 Ukuran dan Panjang Ven Pipa Tegak


Ukuran pipa ven yang di syaratkan (m)
Ukuran pipa tegak Unit alat plambing
32 40 50 63 90 110 125 160 200
air limbah (inci) yang dihubungkan
Panjang ukuran maksimum pipa ven ( m )
1½ 8 15 45
2 12 9 20

KELOMPOK III B 34
Ukuran pipa ven yang di syaratkan (m)
Ukuran pipa tegak Unit alat plambing
32 40 50 63 90 110 125 160 200
air limbah (inci) yang dihubungkan
Panjang ukuran maksimum pipa ven ( m )
2 20 7 15
2½ 42 9 30 90
3 10 9 30 60 180
3 30 18 60 150
3 60 15 24 120
4 100 10 30 75 300
4 200 9 27 75 270
4 500 6 20 54 210
5 200 10 24 105
5 500 9 20 90
5 1100 6 15 60
6 350 7 15 60 120 390
6 620 5 9 35 90 330
6 960 7 30 75 300
6 1900 6 20 60 210
8 600 15 45 150 390
8 1400 12 30 120 360
8 2200 9 24 105 3300
8 3600 7 18 75 240
10 1000 22 35 300
10 2500 15 30 150
10 3800 9 24 105
10 5600 7 18 75
Sumber: SNI 03-8153- 2015

2. Ven-ven cabang
Bila ven-ven cabang melebihi 12,20 m dalam peningkatan panjang, ven tersebut akan bertambah satu ukuran
pipa untuk seluruh panjang yang ditingkatkan dari pipa ven. Penentuan panjang maksimum perpipaan air
buangan dan ven dapat menggunakan Tabel 2.8

Tabel 2.9 Beban dan Panjang Maksimum dari Perpipaan Air Buangan dan Ven
Ukuran Pipa (inci) 1¼ 1½ 2 2½ 3 4 5 6 8 10 12

Maksimum Unit
Pipa air limbah1

Vertikal/tegak
1 22 163 323 484 256 600 1380 3600 5600 8400
(UBAP)
1 1 83 143 354 2165 4285 7205 26405 46805 82005
Horizontal (UBAP)

KELOMPOK III B 35
Ukuran Pipa (inci) 1¼ 1½ 2 2½ 3 4 5 6 8 10 12

Panjang maks pipa


air limbah

Vertikal/tegak (m)
14 18 37 55 65 91 119 155 229 - -
Horizontal (tidak
terbatas)

Pipa ven

Horizontal dan
vertikal8
1 83 24 48 84 256 600 1380 3600 - -
Maks Unit (UBAP)
45 60 120 180 212 300 390 510 750 - -
Panjang maks (m)

Sumber: SNI 03-8153-2015

2.3.5 Penentuan Diameter dan Kemiringan Horizontal Pipa Air Buangan

Suatu sistem pembuangan harus mampu mengalirkan dengan cepat air buangan yang
mengandung bagian-bagian padat. Karena itu pipa pembuangan harus mempunyai ukuran-
ukuran dan kemiringan yang cukup, sesuai dengan banyaknya dan jenis air buangan yang harus
dialirkan. Dalam perencanaan biasanya pipa dianggap berisi air buangan sebanyak 2/3 bagian
penampang pipa, sehingga bagian atas yang kosong cukup mengalirkan udara. Sedangkan
kecepatan terbaik dalam pipa berkisar antara 0,6 sampai 2,1 m/detik. Tabel dibawah ini memuat
standar kemiringan untuk pemakaian umum (Morimura, 2000)
Tabel 2.10 Kemiringan Pipa Pembuangan Horizontal
Diameter Pipa (mm) Kemiringan Minimum
75 atau kurang 1/50
100 atau kurang 1/100
Sumber: Morimura,2000

Dalam perencanaan ukuran pipa pembuangan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu:
1. Lay out sistem, digunakan untuk:
a. Memudahkan dalam instalasi (pemasangan);
b. Memudahkan dalam operasi (pemeliharaan);
c. Menghindari kemungkinan tumpang tindih dengan pipa yang lain.

2. Dimensionering (pengukuran penentuan dimensi)


Harus diketahui tipe atau jumlah alat plambing dengan persyaratan:
a. Ukuran minimum pipa cabang mendatar ≥ dengan diameter terbesar alat perangkap
plambingnya;

KELOMPOK III B 36
b. Ukuran minimal pipa tegak sama besar dengan diameter terbesar dari pipa cabang
mendatar;
c. Pengecekan ukuran pipa tidak diperbolehkan.

Tahap-tahap untuk menentukan diameter pipa pembuangan dengan metoda unit alat plambing
berdasarkam standar “National Plambing Code“, Minimum Requirements for Plumbing
A.S.A.A 40.8 – 1955:
1. Gunakan tabel unit alat plambing sebagai beban, setiap alat atau kelompok serta tabel beban
maksimum unit alat plambing yang diizinkan. Untuk cabang horizontal dan pipa tegak
buangan serta untuk pipa pembuangan gedung;
2. Tentukan unit alat plambing;
3. Tentukan ukuran pipanya serta kemiringan saluran horizontal.

Penyaluran air buangan di rumah sakit terdiri dari:


1. Penyaluran air kotor
Air kotor ini berasal dari kloset dan urinal yang disaluran ke tangki septik;

2. Penyaluran air bekas


Air bekas berasal dari lavatory dan floor drain yang disalurkan ke IPAL;

3. Penyaluran air buangan khusus


Air buangan khusus berasal dari laboratorium, ruang bedah, dan ruang operasi yang
disaluran ke IPAL.

2.3.6 Tangki Septik dan Bidang Resapan

Tangki septik adalah suatu tangki yang berfungsi menampung dan mengolah air buangan
dengan kecepatan aliran yang lambat, sehingga memberi kesempatan untuk terjadi
pengendapan terhadap suspensi benda-benda padat dan penguraian bahan-bahan organik oleh
bakteri anaerobik membentuk bahan-bahan larut air dan gas (Badan Standardisasi Nasional,03-
2398-2002).

Tangki septik ini banyak digunakan untuk mengolah air buangan domestik karena dianggap
lebih efektif, murah dan efisien. Prinsip kerja dari tangki septik adalah mengolah dan
memisahkan antara air dengan kotoran dengan cara pengendapan. Pengolahan dilakukan oleh
bakteri anaerobik yang merubah kotoran baku menjadi lumpur. Air hasil pemisahan (70% lebih
bersih) dialirkan keluar secara gravitasi dan diresapkan ke tanah, sedangkan hasil endapan
(lumpur) harus dibuang secara berkala dengan bantuan layanan mobil tangki air kotor

KELOMPOK III B 37
pemerintah setempat. Dengan demikian tangki septik biasanya terletak diluar bangungan
(mudah dicapai mobil tangki) dan tidak ada peralatan pompa yang dipasangkan.

Ruang-ruang yang terdapat dalam tangki septik terdiri dari (Ehlers dan Steel, 1976):
1. Ruang lumpur
Ruangan lumpur ini digunakan untuk mengendapkan lumpur segar yang terdiri dari zat-zat
organik yang akan diuraikan oleh bakteri pengurai aerobik menjadi mineral-mineral.
Lamanya proses mineralisasi antara 60-100 hari, tipikal daerah panas 60 hari sedangkan
tipikal daerah dingin 100 hari. Lumpur yang sudah menjadi mineral harus dikuras setelah 1-
4 tahun, dan waktu yang paling baik adalah 2 tahun.

2. Ruang air
Ruang air ini terletak di atas ruang lumpur yang isinya tergantung dari banyaknya air kotor
yang dimasukkan dan lamanya air kotor ditahan dalam tangki. Kalau air bekas cuci dan
mandi dimasukkan dalam tangki septik, maka ukuran tangki harus lebih besar. Fungsi air
selain untuk penggelontor juga digunakan untuk menghancurkan kotoran. Air yang ada di
ruangan ini sangat berbahaya karena mengandung mikroba yang patogen. Untuk
menghindari pengaruhnya terhadap lingkungan, air dalam tangki harus ditahan di dalam
selama 12-24 jam agar mikroba tersebut mati.

3. Ruang udara bebas


Kegunaan ruangan ini untuk tempat penampungan sementara gas-gas hasil dekomposisi air
buangan. Tinggi ruangan ini disebut freeboard dan gas-gas tersebut dikeluarkan melalui pipa
ven.

Grease (lemak) dari dapur adalah salah satu limbah domestik yang tidak bisa diurai secara
alami. Sumber grease adalah dari minyak goreng, mentega, susu, keju, daging, dll. Jika limbah
grease ini tidak ditangani secara tepat, akan menyebabkan :
1. Saluran pipa akan tertutup oleh grease yang membeku.
2. Jika sampai keluar ke saluran kota, akan menyebabkan bau yang tidak sedap (pencemaran)
dan dapat menimbulkan penyakit.
3. Jika sampai masuk kedalam Tangki septik, akan menganggu proses Tangki septik
Untuk menangani grease ini, salah satunya dengan cara memasang Grease Trap Portable
(Perangkap Lemak).

2.3.7 Perancangan Sistem Penyaluran Air Hujan

Perlengkapan drainase untuk menyalurkan air hujan dari atap dan halaman atau pekarangan
dengan pengerasan didalam persil kesaluran air hujan kota atau saluran pembuangan campuran

KELOMPOK III B 38
kota harus dimiliki pada suatu Gedung. Daerah yang tidak terdapat saluran tersebut, pengaliran
air hujan dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku (SNI 03-7065-2005).

2.3.7.1 Perencanaan pipa, kemiringan dan perubahan arah


1. Perencanaan pipa air hujan harus memiliki kriteria sebagai berikut (SNI 03-7065 2005):
a. pipa air hujan tidak boleh ditempatkan:
 Dalam ruang tangga;
 Sumuran alat pengangkut;
 Dibawah lift atau dibawah beban imbangan lift;
 Langsung diatas tangki air minum tanpa tekanan;
 Diatas lubang pemeriksaan tangki air minumyang bertekanan;
 Diatas lantai yang digunakan untuk pembuatan persiapan pembungkusan penyimpanan
atau peragaan makanan;
b. Penempatan ujung buntu dilarang pada jaringan air hujan, kecuali bila diperlukan untuk
memperpanjang pipa lubnag pembersih.
2. Kemiringan dan perubahan arah pipa air hujan memenuhi kebutuhan sebagai berikut:
a. Pipa air hujan datar yang berukuran sampai dengan 75 mm harus dipasang dengan
kemiringan minimal 2% dan untuk pipa yang berukuran lebih besar minimal 1%.
Kemiringan yang lebih kecil hanya diperbolehkan apabila secara khusus dibenarkan
oleh pejabat yang berwenang.
b. Perubahan arah pipa air hujan harus dibuat Y 45 , belokan jari-jari besar 90 , belokan
o o

60 , 45 , 22,5 atau gabungan belokan tersebut.


o o o

c. Belokan jari-jari pendek, dan T saniter tunggal atau ganda hanya diijinkan
pemasangannya pada pipa air hujan.

2.3.7.2 Penggunaan Perangkap

Perangkap individu harus dipasang pada cabang datar untuk melayani tiap talang tegak atau
tiap daerah drainase, bila talang tegak dan saluran pembuangan air hujan disambungkan pada
drainase gedung gabungan atau saluran pembuangan gedung gabungan. Sebuah perangkap
tunggal harus dipasang pada pipa utama pembuangan air hujan sebelum disambungkan dengan
pipa drainase gedung gabungan, saluran pembuangan gedung gabungan atau saluran
pembuangan umum gabungan (SNI 03-7065-2005).

KELOMPOK III B 39
2.3.8 Perancangan Sistem Pencegahan Kebakaran

2.3.8.1 Pipa Tegak dan Selang Kebakaran

1. Aliran dan ukuran pipa tegak


Ukuran pipa tegak ditentukan dengan memperhatikan tinggi gedung, ukuran dan jumlah
aliran air yang dibutuhkan secara serentak:
a. Kelas 1 dan 3
Setiap pipa tegak harus direncanakan untuk aliran air minimum 62,3 l/detik (jika
menggunakan satu pipa tegak), tetapi jika menggunakan lebih dari satu pipa tegak, maka
pipa tegak tambahan direncanakan untuk aliran 31,2 l/detik. Diameter pipa tegak dengan
ketinggian tidak lebih dari 30 m menggunakan diameter minimum 100 mm, jika lebih
menggunakan diameter minimum 150 mm.
b. Kelas 2
Aliran air untuk kelas 2, jika hanya menggunakan satu pipa tegak mempunyai aliran
minimum 12,5 l/detik, tetapi jika menggunakan lebih dari satu pipa tegak maka aliran
untuk pipa tegak tambahan sebesar 12,5 l/detik. Ukuran pipa tegak dengan ketinggian
kurang dari 15 m digunakan pipa dengan diameter minimum 50 mm , tapi jika lebih
dari 15 m digunakan diameter minimum 62 mm.
2. Jumlah pipa tegak dan selang kebakaran
Jumlah kotak selang kebakaran adalah sedemikian rupa sehingga setiap bagian gedung
berada dalam jangkauan 9 m. Untuk perletakan hidran didasarkan atas luas lantai dan
klasifikasi bangunan serta jumlah lantai bangunan. Untuk menentukan jumlah hidran
tersebut dapat menggunakan Tabel 2.13.

Tabel 2.11 Perletakan Hidran Berdasarkan Luas Lantai, Klasifikasi Bangunan dan Jumlah
Lantai Bangunan
Ruang Tertutup Ruang Tertutup dan Terpisah
Klasifikasi Bangunan
Jumlah/luas Lantai Jumlah/luas Lantai
A 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
B 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
C 1 buah per 1000 m2 2 buah per 1000 m2
D 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
E 1 buah per 800 m2 2 buah per 800 m2
Sumber: Panduan Sistem Hidran untuk Pencegahan Kebakaran pada Bangunan Rumah Tinggal dan Gedung, Dept.P.U, 1987

KELOMPOK III B 40
Tabel 2.12 Klasifikasi Bangunan Menurut Tinggi dan Jumlah Lantai

Klasifikasi Bangunan Ketinggian dan Jumlah Lantai

A Ketinggian sampai dengan 8 meter atau 1 (satu) lantai


B Ketinggian sampai dengan 8 meter atau 2 (dua) lantai
C Ketinggian sampai dengan 14 meter atau 4 (empat) lantai
D Ketinggian sampai dengan 40 meter atau 8 (delapan) lantai
E Ketinggian lebih dari 40 meter atau 8 (delapan) lantai
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, 1987

Tabel 2.13 Diameter Pipa Hidran Minimal


Total Akumulasi Aliran Jarak Total Pipa Terjauh dari Keluaran
gpm l/menit < 15,2 m 15,2 m – 30,5 m > 30,5 m
100 379 2 inci 2½ inci 3 inci
101 – 500 382 – 1893 4 inci 4 inci 6 inci
501 – 750 1896 – 2839 5 inci 5 inci 6 inci
751 – 1250 2843 – 4731 6 inci 6 inci 6 inci
1251 ke atas 4735 ke atas 8 inci 8 inci 8 inci
Sumber: Badan Standardisasi Nasional, 2000

2.3.7.2 Sprinkler

Jarak maksimum antara sprinkler untuk hunian bahaya ringan adalah 4,6 m dan
jarak maksimum antara dinding dengan sprinkler yang terdekat adalah 2,3 m. Untuk
menentukan ukuran pipa sprinkler di peroleh dari jumlah beban sprinkler yang dilayaninya.
Instalasi sprinkler merupakan suatu sistem instalasi pemadam kebakaran yang dipasang secara
tetap/permanen di dalam bangunan yang dapat memadamkan kebakaran secara otomatis
dengan menyemprotkan air di tempat mula terjadi kebakaran (Badan Standardisasi
Nasional,03-3989-2000).

Tabel 2.14 Pipa Cabang untuk Sistem Bahaya Kebakaran Ringan


Ukuran Jumlah
Pipa Maksimum Keterangan
(mm) Kepala Sprinkler
25 3 Masih memungkinkan pemakaian pipa berukuran 25 mm di antara “2-3 titik
kelompok sprinkler” dan katup kendali apabila perhitungan hidrolik
mengizinkan. Apabila “titik kelompok sprinkler 2” sebagai titik desain, pipa
berukuran 25 mm tidak boleh dipakai diantara kepala sprinkler ke 3 dan ke 4.

Sumber: Badan Standardisasi Nasinal, 03-3989-2000

KELOMPOK III B 41
Pemakaian pipa ukuran 25 mm dimungkinkan di antara “titik kelompok springkler 2-3” dan
katup kendali asal sesuai dengan perhitungan. Hal ini tidak berarti bahwa pipa berukuran 25
mm selalu boleh dipasang antara titik springkler ke 3 dan ke 4 apabila titik desain ditentukan
untuk “titik kelompok springkler 2”.

Apabila pipa cabang terdapat 3 kepala springkler atau lebih ditempatkan pada bubungan atap
atau apabila 3 kepala springkler atau lebih di dalam lorong atau ruangan sempit memanjang,
maka kehilangan tekanan yang terjadi:
1. Di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat hanya kepala
springkler pada pipa cabang.
2. Di antara “titik kelompok springkler 3” dan katup kendali dimana terdapat 4 kepala
springkler atau lebih pada pipa cabang.
3. Tidak boleh lebih besar dari 0,7 kg/cm2 untuk “titik kelompok springkler 3” dan kehilangan
tekanan tersebut dihitung sesuai dengan tabel 2.17 kolom 3.

Tabel 2.15 Kehilangan Tekanan Pipa untuk Kebakaran Ringan


Ukuran Pipa (mm) Kehilangan Tekanan 10 -3 atm/m Panjang Pipa
Kolom 1 Kolom 2 Kolom 3
25 44 200
32 12 51
40 5,5 25
50 1,7 7,8
65 0,49 2,2
Sumber: Badan Standardisasi Nasinal, 03-3989-2000

Sumber air untuk sistem sprinkler dapat diperoleh dari sistem air PAM, pompa kebakaran
otomatis, tangki tekan, dan tangki gravitasi. Dalam penyediaan suplai air ada 2 alternatif sistem.
Alternatif 1 penyediaan air bersih dan air pemadam kebakaran (sprinkler dan hidran) dilakukan
dengan sistem tangki secara terpisah, sedangkan untuk alternatif 2 tangki penyediaan air bersih
dan pemadam kebakaran digabung. Kelebihan dan kekurangan dari masing-masing alternatif
dapat dilihat dari Tabel 2.18.

Tabel 2.16 Kelebihan dan Kekurangan Alternatif Tangki


Alternatif 1 (dipisah) Alternatif 2 (digabung)
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan
 Tidak perlu  Membutuhkan tempat yang  Tangki dapat  Air yang telah diolah juga
pengolahan luas untuk perletakan diletakkan digunakan untuk kebakaran.
air untuk tangki. pada satu  Adanya air yang diam.
kebakaran.  Sulit dalam pemeliharaan. tempat.

KELOMPOK III B 42
Alternatif 1 (dipisah) Alternatif 2 (digabung)
Kelebihan Kekurangan Kelebihan Kekurangan
 Biaya  Masih
pengolahan tersedia
lebih murah. cadangan air
 Tidak ada air jika listrik
yang diam. mati.
 Lebih mudah
dalam
pemeliharaan.
Sumber: Morimura, 2000

KELOMPOK III B 43
BAB III
RANCANGAN UMUM

3.1 Perhitungan Jumlah Alat Plambing

Perhitungan jumlah alat plambing yang akan digunakan dihitung berdasarkan jumlah penghuni
bangunan dan jenis gedung. Penaksiran jumlah penghuni dihitung berdasarkan luas efektif
ruangan dan kepadatan ruangan (beban penghuni). Rasio efektif merupakan perbandingan luas
lantai efektif dengan luas lantai total. Luas efektif didapatkan dari hasil perkalian rasio efektif
dengan luas ruangan. Rasio efektif untuk jenis bangunan hotel adalah adalah 55 (Noerbambang
dan Morimura, 2000).

Kepadatan ruangan (beban penghuni) masing-masing ruangan diperoleh dari KEPMEN PU


No.10/KPTS/2000. Sedangkan untuk ruangan yang tidak terdapat dalam KEPMEN PU
No.10/KPTS/2000, untuk memperoleh kepadatan ruangannya dilakukan pendekatan sesuai
jenis dan kegiatan dalam ruangan tersebut. Jumlah pengguna didapatkan dari membagi luas
efektif ruangan dengan beban penghuninya.

3.2 Rancangan Garis Besar Sistem Plambing

Sistem plambing yang akan dirancang pada gedung hotel ini meliputi sistem penyediaan air
dingin, sistem penyediaan air panas, sistem penyaluran air buangan dan sistem pencegahan
kebakaran.

3.2.1 Penyediaan Air dingin

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan penyediaan air dingin adalah sumber air
yang akan digunakan, sistem penyediaan, sistem pengaliran, perpipaan serta kelengkapannya
dan unit-unit pendukungnya.

3.2.1.1 Sumber Air

Sumber air dingin yang digunakan pada gedung ini berasal dari Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM). Air yang berasal dari PDAM digunakan sebagai sumber utama. Kualitas air harus
memenuhi persyaratan baku mutu untuk air baku sesuai Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor
492 tahun 2010.

3.2.1.2 Sistem Penyediaan Air Dingin

Sistem penyediaan air dingin dirancang menggunakan sistem tangki atap, dimana air dari
PDAM ditampung terlebih dahulu di tangki bawah kemudian dipompakan ke atas, kemudian
baru didistribusikan ke alat plambing yang ada. Sistem tangki atap dipilih karena tekanan air
dari PDAM tidak dapat memenuhi kebutuhan gedung. Tekanan air dari PDAM hanya mampu
untuk melayani gedung 10 mka (muka kolom air).

3.2.1.3 Tangki Penyediaan Air Dingin

Tangki bawah berfungsi menyimpan air untuk memenuhi kebutuhan air selama sehari dan
tangki atas berfungsi untuk menampung kebutuhan puncak. Menaikkan air dari tangki bawah
ke tangki atas digunakan sistem pompa yang bekerja secara otomatis. Tangki atas ini diletakkan
pada lantai teratas gedung hotel ini.

3.2.1.4 Pompa

Jenis pompa air dingin yang direncanakan untuk menaikkan air dari tangki bawah ke tangki
atas adalah pompa sentrifugal. Pompa ini dipilih karena konstruksinya sederhana, mudah dalam
pengoperasian, perawatan dan perbaikan bila terjadi kerusakan, dan harganya lebih murah.
Pompa transmisi air dingin yang digunakan berjumlah 2 unit dimana 1 pompa beroperasi dan
1 pompa cadangan. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar supply air dingin dari tangki bawah
ke tangki atas dapat terus kontinu tanpa mengalami gangguan teknis. Pompa dilengkapi
detektor yang bekerja secara otomatis apabila air dalam tangki mencapai ketinggian minimum.

3.2.2 Sistem Penyaluran Air Panas

Berdasarkan SNI 03-7065-2005, kapasitas tangki penyimpan air panas harus disedikan minimal
1/5 dari kebutuhan total sehari tangki air panas. Pipa distribusi dialirkan ke seluruh lokasi alat
plambing yang membutuhkan air panas yaitu westafel, shower, dan sink. Pompa sirkulasi
digunakan untuk mensirkulasikan air panas kembali menuju ke water heater apabila terjadi
perbedaan temperatur air panas antara pipa distribusi dengan tangki penyimpan. Alat lain yang
digunakan yaitu alat pengaman water heater yaitu thermostat, karena thermostat dapat
menghidupkan dan mematikan listrik apabila air panas sudah mencapai suhu yang direncanakan
dan dapat menghidupkan ketika air panas berada dibawah temperatur yang ditetapkan.

3.2.3 Sistem Penyaluran Air Buangan

Sistem penyaluran air buangan terdiri dari sistem penyaluran air kotor, air bekas, sistem vent
dan sistem penyaluran air hujan.

3.2.3.1 Sistem Penyaluran Air Kotor dan Air Bekas

Sistem penyaluran dirancang menggunakan sistem terpisah dimana air kotor dan air bekas
masing-masing dikumpulkan pada sumur pengumpul dan dialirkan secara terpisah. Air kotor

KELOMPOK III B 45
dikumpulkan terlebih dahulu di sumur pengumpul (sewage pit), kemudian dialirkan ke tangki
septik sebelum dialirkan ke bidang resapan. Sedangkan air bekas juga ditampung terlebih
dahulu pada sumur pengumpul (sewage pit), kemudian dialirkan ke bidang resapan. Sistem
terpisah dipilih untuk mencegah terjadinya gangguan pada kinerja alat plambing. Jadi apabila
salah satu pipa mengalami penyumbatan, maka gangguan tidak terjadi pada keseluruhan alat
plambing. Selain itu, kapasitas tangki septik yang dibutuhkan menjadi lebih kecil karena beban
pengolahan lebih kecil bila dibanding dengan sistem tercampur. Namun sistem ini lebih mahal
karena menggunakan lebih banyak pipa dibandingkan dengan sistem tercampur. Sistem
pengaliran air bekas dan air kotor dilakukan secara gravitasi.

Di gedung ini, sink berpotensi untuk menghasilkan lemak dan minyak pada air buangan karena
aktivitas-aktivitas yang menggunakan sink tersebut seperti mencuci piring. Oleh karena itu
perlu dilengkapi bak penangkap lemak (grease trap) untuk menyisihkan lemak dan minyak dari
air buangannya sebelum masuk ke bidang resapan. Jenis grease trap yang digunakan adalah
grease trap dan diletakkan di bagian bawah sink. Dengan adanya grease trap diharapkan tidak
terjadi gangguan pada sistem penyaluran air buangan terutama yang disebabkan oleh lemak
dan minyak. Grease trap yang digunakan pada gedung ini direncanakan menggunakan buatan
pabrik yang telah tersedia di pasaran.

3.2.3.2 Sistem Vent

Penggunaan jenis sistem vent tergantung dari perletakan alat plambing dan pipa pembuangan
itu sendiri. Jenis sistem vent yang digunakan dalam perancangan yaitu sistem ven tunggal dan
sistem vent lup. Jenis vent tunggal dipakai karena dapat mencegah hilangnya sekat air dan efek
sifon yang digunakan pada lavatory dan sink. Sedangkan vent lup digunakan karena dapat
menghemat penggunaan pipa.

3.2.4 Sistem Penyaluran Air Hujan

Sistem pengaliran air hujan yang harus diperhatikan adalah curah hujan lokal, luas tangkapan
hujan, arah aliran air dan tempat pembuangannya. Air hujan dialirkan melalui sistem
pembuangan yang terpisah dari sistem pembuangan air bekas dan air kotor yaitu melalui saluran
air hujan berupa talang atap dimana air hujan dari atap akan jatuh ke talang atap kemudian akan
mengalir ke pipa tegak air hujan menuju saluran drainase di sekitar gedung. Apabila sistem air
buangan dengan air hujan digabung, kemungkinan air hujan akan mengalir balik dan masuk ke
dalam alat plambing terendah dalam sistem tersebut bila saluran tersumbat.

KELOMPOK III B 46
3.2.5 Sistem Pencegahan Kebakaran

Berdasarkan SNI 03-3989-2000, hotel digolongkan ke hunian bahaya kebakaran ringan. Sistem
pencegahan bahaya kebakaran direncanakan menggunakan sistem kombinasi antara sistem pipa
tegak dan slang kebakaran dengan sistem sprinkler dimana pipa tegak untuk memasok air ke
slang kebakaran terpisah dengan pipa tegak sprinkler. Sistem ini dipilih untuk mencegah
adanya perbedaan tekanan yang besar oleh masing-masing sistem dan apabila salah satu pipa
tegak diperbaiki maka sistem pipa tegak lain masih dapat beroperasi. Selain itu juga untuk
meningkatkan faktor keamanan pada gedung ini apabila terjadi kebakaran karena tidak tertutup
kemungkinan terjadinya kerusakan pada salah satu sistem sehingga tidak dapat bekerja dengan
baik pada saat terjadi kebakaran.

3.2.5.1 Sumber air

Sumber air untuk sistem pencegahan bahaya kebakaran sama dengan sumber air yang
digunakan untuk air dingin.

3.2.5.2 Tangki air

Tangki penyediaan air untuk sistem pencegahan bahaya kebakaran dirancang tergabung dengan
tangki penyediaan air dingin gedung dengan pertimbangan lebih ekonomis dan mudah
perawatannya jika dibandingkan dengan sistem terpisah.

3.2.5.3 Sistem pengaliran


Sistem pengaliran yang direncanakan yaitu sistem pengaliran bertekanan dengan menggunakan
pompa karena tangki penyediaan air untuk sistem pencegahan bahaya kebakaran digabung
dengan tangki bawah penyediaan air dingin.

3.2.5.4 Sistem Pipa Tegak dan Slang Kebakaran

Tipe sistem pipa tegak yang digunakan adalah pipa tegak basah-otomatik. Sistem ini mudah
dan cepat dalam mengatasi bahaya kebakaran karena selalu ada pasokan air dalam jaringan pipa
dan dioperasikan secara otomatik. Sedangkan kelas sistem pipa tegak yang dipilih yaitu kelas
II karena dapat digunakan terutama oleh penghuni bangunan atau oleh petugas pemadam
kebakaran selama tindakan awal.

3.2.5.4 Sprinkler

Sprinkler yang digunakan yaitu jenis kepala sprinkler otomatis lengkap dengan glass bulb
dengan tingkat kepekaan suhu 68oC dimana jika suhu ruangan telah mencapai 68 oC, maka

KELOMPOK III B 47
cairan akan keluar dari sprinkler dengan warna cairan dalam gelar: merah. Untuk dapur
digunakan jenis kepala sprinkler dengan tingkat kepekaan suhu 79oC dimana jika suhu ruangan
telah mencapai 68 oC, maka cairan akan keluar dari sprinkler dengan warna cairan dalam gelas:
kuning. Sistem yang dipakai adalah sistem pipa basah. Sistem ini dipilih karena terdapat
pasokan air dalam jaringan pipa sehingga penanganan terhadap bahaya kebakaran lebih mudah
dan cepat.

3.2.5.6 Pompa

Untuk sistem pencegahan kebakaran ini digunakan tiga buah jenis pompa yaitu:

a. Pompa utama/ Pompa Listrik (Electric Pump)


Tenaga listrik untuk menjalankan pompa harus dari aliran listrik yang dapat diandalkan,
sebaiknya aliran listrik dari pembangkit listrik tenaga diesel yang disediakan khusus.
Apabila listrik kota dapat diandalkan, kebutuhan listrik untuk pompa kebakaran dapat
dipenuhi oleh aliran listrik kota.

Daya listrik yang tersedia harus menjamin tenaga listrik yang dibutuhkan untuk
menjalankan pompa setiap saat. Tiap tombol listrik yang melayani pompa kebakaran harus
diberi tanda dengan jelas yang bertuliskan “POMPA KEBAKARAN JANGAN
DIMATIKAN WAKTU KEBAKARAN”.

Lampu tanda harus dipasang untuk menyatakan bahwa ada aliran listrik. Lampu tanda harus
dipasang di dekat pompa sedemikian rupa, sehingga mudah dilihat oleh operator. Tanda
yang dapat dilihat dan didengar untuk memberi peringatan apabila aliran listrikterputus
harus dipasang pada panel start motor listrik pompa. Aliran listrik untuk tanda dimaksud
harus dari aliran listrik lain yang melayani motor listrik. Apabila aliran listrik dari aki, maka
aki harus dilengkapi dengan alat pengisi aki yang selalu mengisi setiap saat. Sekering
berkapasitas tinggi harus dipasang untuk :
1) Melindungi kabel-kabel listrik yang disambung ke motor listrik;
2) Melindungi motor listrik sesuai dengan standar yang berlaku.

b. Pompa Diesel (Diesel Pump)


Pompa dengan motor diesel disambung dengan kopling yang memungkinkan masing-
masing bagian dapat dilepas secara tersendiri. Ventilasi yang cukup harus diusahakan dalam
ruang diesel untuk mengurangi panas dan memberikan aliran udara. Mesin yang digunakan
harus dari jenis motor diesel dengan injeksi langsung yang dapat dijalankan tanpa
menggunakan sumbu, busi pemanas, eter atau letupan. Kapasitas penuh harus dapat dicapai

KELOMPOK III B 48
dalam waktu 15 detik sejak start. Penggunaan super charger atau turbo charger dengan
pendingin udara atau air diperbolehkan.

Pompa diesel harus dapat bekerja terus-menerus pada beban penuh untuk waktu 6 jam dan
harus dilengkapi dengan alat pengatur kecepatan, dalam jangkauan 4,5% dari nilai
kecepatan yang ditentukan pada keadaan nilai beban permulaan sampai beban penuh. Alat
untuk mematikan mesin harus dilengkapi dengan alat manual dan kembali pada keadaan
siap start secara otomatis. Tangki bahan bakar motor diesel harus dibuat dari baja yang di
las. Tangki harus dipasang lebih tinggi dari pompa bahan bakar (pompa injeksi diesel) untuk
dapat mengalirkan secara gravitasi. Pada tangki harus dipasang alat yang dapat
menunjukkan isi bahan bakar. Kapasitas tangki harus mampu melayani motor yang bekerja
pada beban penuh.

c. Jockey pump berfungsi untuk menstabilkan tekanan dalam pipa jika terjadi penurunan
tekanan dalam pipa pencegah bahaya kebakaran.

KELOMPOK III B 49

Anda mungkin juga menyukai