Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan salah satu unsur lingkungan yang paling banyak di bumi. Keberadaannya
mencapai hampir 80% permukaan bumi. Air adalah kebutuhan dasar untuk kehidupan manusia,
terutama untuk digunakan sebagai air minum, memasak makanan, mencuci, mandi dan kakus.
Ketersediaan sistem penyediaan air minum merupakan bagian yang selayaknya diprioritaskan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Untuk keperluan
industri air berfungsi sebagai pendingin mesin, bahan baku maupun pembersih atau
penggelontor limbah. Di samping itu, air juga berfungsi untuk usaha-usaha pertanian,
perikanan, olahraga, rekreasi, pemadam kebakaran dan lain sebagainya. Hingga saat ini
penyediaan yang dilakukan oleh pemerintah menghadapi keterbatasan, baik sumber daya
manusia maupun sumber daya lainnya (Triarmadja, 2019).

Saat ini masalah penyediaan air bersih menjadi perhatian khusus baik bagi negara-negara maju
maupun negara yang sedang berkembang. Indonesia sebagai salah satu dari negara berkembang
tersebut, tidak luput dari permasalahan penyediaan air bersih bagi masyarakatnya. Salah satu
masalah pokok yang dihadapi adalah kurang tersedianya sumber air yang bersih, belum
meratanya pelayanan penyediaan air bersih terutama pada daerah perdesaan dan sumber air
bersih yang ada belum dapat dimanfaatkan secara maksimal. Bahkan pada beberapa tempat di
kota-kota besar, sumber air bersih yang telah dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum
(PDAM) telah tercemari oleh limbah industri dan limbah domestik, sehingga beban dalam segi
pengelolaan air bersihnya semakin meningkat (Djadjuli, 2018).

Hal ini merupakan tantangan bagi kita semua bagaimana memperlakukan air sehingga
diperoleh daya guna yang sebesar-besarnya dan bisa menekan kerusakan pada sumber daya air
sekecil-kecilnya. Dengan demikian, maka akan tercapai pemenuhan penyediaan air bersih yang
memenuhi syarat kualitas, kuantitas, kontinuitas dan harga yang terjangkau oleh masyarakat.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat suatu kota terhadap air minum maka
perlu direncanakan suatu Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) (Dewantoro, 2021).

SDGs dirancang dengan melibatkan seluruh aktor pembangunan, baik itu Pemerintah, Civil
Society Organization (CSO), sektor swasta, akademisi, dan sebagainya. Kurang lebih 8,5 juta
suara warga di seluruh dunia juga berkontribusi terhadap Tujuan dan Target SDGs. Terdapat
17 tujuan SDGs. Dari 17 tujuan tersebut, tujuan keenam adalah memastikan ketersediaan air
bersih yang keberlanjutan dan sanitasi bagi semua. Dalam mencapai tujuan 6 tersebut, berbagai
negara didunia melaksanakan berbagai program dan kegiatan yang dilakukan. Di Indonesia
sendiri, sebelumnya sudah ditetapkan Universal access tahun 2019 atau lebih tepatnya 100-0-
100. Target tersebut merupakan bentuk keseriusan bagaimana pada tahun 2019 100% akses
sarana air minum yang layak, 0% Kawasan kumuh dan 100% sanitasi layak (Taupiqqurrahman,
2022).

Pencapaian Universal Access tersebut adalah 85% penduduk Indonesia mendapatkan layanan
air minum yang memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) yaitu sebesar 60 liter/orang/hari
dan 15% penduduk mendapatkan layanan yang memenuhi kebutuhan pokok minimal untuk
makan dan minum (lifeline consumption) yaitu sebesar 15 liter/orang/hari. Sedangkan
pencapaian universal access di sektor sanitasi menargetkan 85% penduduk Indonesia
mendapatkan layanan sanitasi yang memenuhi SPM yaitu pada sektor air limbah sebanyak 85%
penduduk mendapatkan akses terhadap fasilitas sanitasi dasar on-site yang memadai dan 15%
penduduk memiliki akses terhadap sistem pengolahan air limbah skala komunal/kawasan/kota
dan pada sektor persampahan ditargetkan 80% sampah perkotaan dapat dikelola dan 20%
sisanya dapat dikelola di fasilitas pengurangan sampah di perkotaan melalui praktik 3R (reduce,
reuse, recycle). Sementara itu, 15% penduduk Indonesia lainnya ditargetkan memiliki fasilitas
dan perilaku sanitasi dasar yang layak (basic improved sanitation) bagi kawasan berkepadatan
rendah seperti perdesaan (Saputra, 2019).

1.2 Maksud dan Tujuan

Berikut merupakan penjelasan dari maksud dan tujuan dalam tugas besar yang selengkapnya
akan dijelaskan di bawah ini.

1.2.1 Maksud

Maksud dari penulisan Tugas Besar Teknik Penyediaan Air Minum ini adalah:
1. Memperkirakan kebutuhan air pada suatu daerah dengan memandang berbagai faktor yang
mempengaruhi penyediaan air minum tersebut;
2. Perancangan sistem penyediaan air minum yang meliputi sistem transmisi dan distribusi
dari berbagai faktor yang memengaruhi.

1.2.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan Tugas Besar Teknik Penyediaan Air Minum ini adalah:
1. Memahami sistem penyediaan air minum perkotaan dengan melihat berbagai faktor yang
berpengaruh;
2. Merancang sistem penyediaan air minum dan memperkirakan kebutuhan air di perkotaan
berdasarkan jumlah penduduk yang nantinya digunakan untuk merancang suatu sistem
transmisi dan distribusi perkotaan.

1.3 Ruang Lingkup

Ruang lingkup dari Tugas Besar ini meliputi:


1. Studi kebutuhan air minum 15 tahun mendatang;
2. Proyeksi fasilitas, pelayanan dan tahapan perencanaan;
3. Penetapan kriteria perencanaan yang terdiri dari dasar-dasar perencanaan, dasar-dasar
perhitungan kebutuhan air;
4. Penentuan daerah pelayanan;
5. Penentuan sistem transmisi, distribusi dan dimensi pipa;
6. Gambar perencanaan serta detail jaringan.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Tugas Besar Teknik Penyediaan Air Minum ini adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisikan mengenai latar belakang, maksud dan tujuan penulisan, ruang
lingkup, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini berisikan mengenai penjelasan secara umum, sumber air, sistem
transmisi, sistem distribusi, kebutuhan air, metoda proyeksi penduduk, pompa,
epanet, dan peraturan terkait sistem penyediaan air minum.

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI


Bab ini berisikan mengenai penjelasan tentang gambaran umum wilayah, batas
administrasi, topografi, hidrologi, geologi, tata guna lahan, aspek sosial,
ekonomi dan budaya yang merinci kepada kependudukan dan fasilitas
perkotaan.

BAB IV RENCANA UMUM SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM


Bab ini berisikan mengenai periode desain, proyeksi penduduk, metode
aritmatika, geometri, logaritma, eksponensial, daerah pelayanan yang
memastikan apakah sudah seluruhnya daerah dilayani serta prioritas daerah
pelayanan berdasarkan kepadatan penduduk, pendapatan dan jenis perumahan.
Berisi juga mengenai tingkat pelayanan yang peraturannya mengacu pada
Universal Access, PU, SR, HU berdasarkan kepadatan penduduk, pendapatan,
jenis rumah, tahap 1, 2 dan 3, serta diperhitungkan jika ada non perpipaan.
Berisikan kembali tentang proyeksi kebutuhan air baik domestik dan non
domestik tahap I, II dan III serta skenario sistem penyediaan air minum di
perkotaan.

BAB V RANCANGAN DETAIL SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM


Berisi tentang bangunan pengumpul air baku, sistem transmisi yang terdiri atas
profil hidrolis lengkap dengan penentuan diameter, HGL, EGL, sisa tekan dan
profil memanjang pipa, lalu dilanjutkan dengan sistem distribusi yang berisi
tentang reservoir distribusi, penentuan blok pelayanan, dan penentuan jalur
distribusi.

BAB VI PENUTUP
Bab ini berisikan mengenai hasil akhir dari pembuatan Tugas Besar Teknik
Penyediaan Air Minum, yaitu kesimpulan dan saran yang memuat kesimpulan
dari keseluruhan bab serta saran untuk perbaikan isi laporan selanjutnya;

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Kebutuhan akan air bersih tidak hanya menjadi perhatian bagi negara Indonesia, namun juga
menjadi perhatian bagi seluruh negara di dunia. Melalui badan Internasional PBB, dengan
dilakukannya United Nations Summit yang hasilnya mengadopsi agenda pembangunan Pasca-
2015 menghasilkan Transforming Our World: The 2030 Agenda for Sustainable Development.
Terdapat 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan 169 target yang merupakan
ambisi dari agenda universal ini. Permasalahan akan air bersih ini terdapat pada tujuan ke-6
dengan bunyi “Memastikan Ketersediaan dan Manajemen Air Bersih yang Berkelanjutan dan
Sanitasi Bagi Semua” (United Nations Summit, 2015).

Permasalahannya adalah jumlah penyediaan dan prasarana air baku yang ada saatini relatif
terbatas sehingga belum dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut terutama pada saat-saat
musim kemarau. Penanganan akan pemenuhan air bersih dapat dilakukan dengan berbagai cara,
disesuaikan dengan sarana dan prasarana yang ada. Sistem penyediaan air bersih dapat
dilakukan dengan sistem perpipaan dan non perpipaan. Sistem perpipaan dikelola oleh
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan sistem non perpipaan dikelola oleh masyarakat,
baik secara individu maupun kelompok (Sudirman, 2012).

Air minum merupakan salah satu kebutuhan dasar bagi kualitas dan keberlanjutan kehidupan
manusia. Oleh karena itu air minum mutlak harus tersedia dalam kuantitas (jumlah) dan kualitas
yang memadai. Alam telah menyediakan air minum yang dibutuhkan, namun demikian desakan
pertumbuhan penduduk yang tidak merata serta aktivitasnya telah menimbulkan berbagai
dampak perubahan tatanan dan keseimbangan lingkungan. Air yang ada terganggu jumlah dan
kualitasnya sehingga tidak lagi layak dikonsumsi secara langsung. Diperlukan prasarana dan
sarana air minum untuk merekayasa agar air yang disediakan alam dapat aman dan sehat
dikonsumsi (Permen PU No.20 Tahun 2006).

2.2 Sumber Air

Air merupakan zat yang luar biasa sebagai rahmat dari Allah SWT. Air dapat mengalir,
bergolak, berputar melalui berbagai hambatan terhadap aliran yang dilalui. Keberadaan air di
alam ini sangat tergantung kepada lingkungan alam sekitarnya dan daerah yang dilaluinya, yang
secara terus menerus mengalir mengikuti siklus hidrologi atau siklus air yang bergerak dari laut
ke daratan dan kembali lagi ke lautan dan seterusnya. Proses siklus hidrologi atau siklus air
yang meliputi evaporasi, kondensasi, presipitasi, dan infiltrasi yang menyebabkan terjadinya
pergerakan aliran air. Tumbuhan dan tanaman memegang peranan penting dalam proses
transpirasi demikian juga energi matahari memegang peranan dalam proses evaporasi. Air dapat
terpengaruh oleh wilayah dan aktivitas yang ada yang dilaluinya. Air dapat berwarna jernih di
sekitar pegunungan atau berwarna hitam atau pekat di daerah rawa maupun wilayah industri
(Hartono, 2016).

Air dapat digunakan untuk berbagai kepentingan mulai untuk kebutuhan irigasi, pertanian,
kehutanan, industri, pariwisata, air minum dan masih banyak lagi kegiatan yang dapat
memanfaatkan air untuk berbagai keperluan, namun, air juga merupakan sumber konflik,
terutama untuk masalah pembagian air di daerah-daerah maupun negara-negara yang tidak
mempunyai cukup sumber air, khususnya untuk pertanian dan air minum. Air juga dapat
berlebih di sebagian daerah, sehingga terjadi banjir dan sebagian lainnya dapat mengalami
kekeringan karena kekurangan air (Hartono, 2016).

Salah satu sebab terjadinya kejadian tersebut adalah adanya aktivitas manusia yang berlebihan,
misalnya penggundulan hutan. Laporan dari ICCSR, Bappenas 2010, tentang keseimbangan
air, menggambarkan bahwa ketersediaan air di wilayah Kalimantan dan Papua masih
menunjukkan jumlah yang lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia. Di
Indonesia masalah air ini sangat penting, sehingga setidaknya ada 16 kementerian dan lembaga
yang mempunyai kepentingan dalam masalah air ini. Untuk keperluan air minum, maka sumber
air baku yang dapat digunakan untuk kebutuhan air minum dapat terdiri dari mata air, air
permukaan (sungai, danau, waduk), air tanah (sumur gali, sumur bor) maupun air
hujan. Berdasarkan segi kualitas air, kualitas mata air relatif jernih dibandingkan dengan
kualitas sumber air dari air permukaan pada umumnya, dengan demikian mata air lebih baik
digunakan dibandingkan dengan air permukaan. Namun demikian keberadaan mata air ini pada
saat ini terus berkurang keberadaannya. Air tanah, yang umumnya mempunyai kandungan besi
dan mangan relatif lebih besar dari sumber air yang lain, pemakaiannya juga sudah harus mulai
dikurangi atau dihentikan sehubungan dengan masalah penurunan muka tanah. Air hujan yang
keberadaannya sangat tergantung musim, masih dapat digunakan sebagai sumber air baku
dengan membangun tangki penampungan atau waduk dalam skala besar (Hartono, 2016).

Proses terbentuknya sumber air baku dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut:
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
Sumber: Hartono,2016

2.2.1 Air Permukaan

Air permukaan adalah air hujan yang mengalir dipermukaan bumi, pada umumnya air
permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh lumpur,
batang-batang kayu, kotoran industri dan sebagainya. Air permukaan terdiri dari beberapa
macam yaitu (Sepmita, 2017):
a. Air sungai, dalam penggunaannya sebagai air bersih haruslah melalui suatu pengolahan yang
sempurna, karena air sungai ini pada umumnya tingkat kotorannya sangat tinggi;
b. Air danau/rawa, kebanyakan air danau atau rawa ini berwarna, hal ini disebabkan oleh adanya
benda-benda yang membusuk seperti tumbuhan, lumut yang minimbulkan warna hijau.

Air permukaan sebagai sumber air baku, pada saat ini masih menjadi pilihan instalasi
pengolahan air minum PDAM. Walaupun dari segi kualitas air, merupakan yang terburuk
dibandingkan dengan sumber air baku lainnya. Namun dari segi kuantitas dan kontinuitas masih
tersedia dalam jumlah banyak dibandingkan dengan ke 3 (tiga) sumber air baku yang lain.
Walaupun demikian, untuk menghasilkan air permukaan ini menjadi air minum, diperlukan
instalasi pengolahan agar air dapat diminum sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Persoalannya adalah kualitas air permukaan sekarang ini cenderung menurun, baik karena
adanya limbah cair yang berupa limbah domestik maupun limbah industri, serta sampah.
Peningkatan pencemaran air permukaan sudah sangat tinggi, dibandingkan ketika instalasi
pengolahan air minum PDAM yang dibangun pada 30 atau 40 tahun yang lalu dengan kondisi
kualitas air yang ada pada saat itu. Untuk itu perlu lebih ditingkatkan sosialisasi agar
masyarakat dan industri tidak membuang limbah cair maupun sampah ke air permukaan
(Hartono, 2016).

2.2.2 Air Tanah

Air tanah berasal dari air hujan yang terserap ke dalam tanah melalui pori atau retakan batu.
Selain itu air tanah juga berasal dari air dari sungai, danau, ataupun kolam yang meresap melalui
tanah yang nantinya menjadi lapisan air di bawah tanah. Pada air tanah ini terdapat gas-gas dan
garam terlarut, sehingga dalam penggunaan air tanah sebagai sumber air baku harus mengalami
proses-proses kimia untuk unsur-unsur tertentu. Peranan air tanah sebagai kontribusi terhadap
air permukaan sangat penting, dimana mendukung aliran sebagian besar air permukaan pada
musim kemarau (Salmani, 2018).
Kelebihan air tanah dibandingkan air permukaan adalah (Salmani 2018):
a. Lebih bersih dan alamiah;
b. Tersedia di tempat pengguna, tidak perlu biaya transmisi;
c. Berfungsi sebagai reservoar bawah tanah dan tidak perlu biaya instalasi reservoar.

Berdasarkan letak dan kondisi aliran, secara umum air tanah dapat dibedakan menjadi dua
kelompok yaitu air tanah dan sungai bawah tanah. Air tanah terdiri atas: (Permen PU No. 18,
2007):

1. Air tanah bebas (air tanah dangkal)


Air tanah bebas atau air tanah dangkal merupakan air tanah yang terdapat di dalam suatu
lapisan pembawa air (akuifer). Bagian atas dari air tanah bebas tidak tertutupi oleh lapisan
kedap air (impermeable). Air tanah bebas atau dangkal ini biasanya terdapat pada sumur-
sumur gali di perumahan penduduk. Bangunan pengambil air tanah dangkal adalah dengan
sumur freatis atau sumur dangkal.
2. Air tanah tertekan (air tanah dalam)
Air tanah tertekan atau air tanah dalam merupakan air tanah yang terdapat di dalam suatu
lapisan pembawa air (akuifer) yang terkurung. Bagian atas maupun bagian bawah dari air
tanah tertekan dilapisi oleh lapisan kedap air (impermeable). Air tanah tertekan ini
umumnya dimanfaatkan dengan cara membuat bangunan konstruksi sumur dalam atau
disebut sumur artesis, misalnya sumur bor.

Usaha untuk mendapatkan air tanah dapat dilakukan dengan teknologi sederhana (menggali
tanah hingga ditemukan air tanah sesuai dengan kebutuhan), teknologi menengah (melubangi
tanah/batuan dengan bantuan peralatan mekanik ringan hingga mencapai kedalaman, sesuai
yang dikehendaki agar didapatkan air), dengan teknologi tinggi (melubangi tanah/batuan
dengan bantuan peralatan mekanik berat hingga mencapai kedalaman sesuai yang dikehendaki
agar didapatkan air dalam jumlah yang maksimal, selanjutnya dilakukan pengujian logging, uji
pemompaan (pumping test), konstruksi dan pembersihan sumur, sehingga air yang didapatkan
akan maksimal dengan kualitas yang cukup baik) (Permen PU No.18, 2007).

Secara garis besar bangunan untuk pengambilan air tanah adalah berupa sumur. Persyaratan
konstruksi sumur (Permen PU No.18, 2007):
1. Lokasi sumur harus aman terhadap polusi yang disebabkan pengaruh luar, sehingga harus
dilengkapi dengan pagar keliling;
2. Bangunan pengambilan air tanah dapat dikonstruksikan secara mudah dan ekonomis;
3. Dimensi sumur harus memperhatikan kebutuhan maksimum harian.

Sungai bawah tanah adalah aliran air melalui rongga atau celah yang berada di bawah
permukaan tanah sebagai akibat tetesan/rembesan dari tanah di sekelilingnya. Secara fisik aliran
sungai bawah tanah termasuk aliran air tanah melalui akuifer beberapa rongga/celah, sebagai
akibat pelarutan batu gamping koral, sehingga lama kelamaan terbentuk suatu alur/sungai yang
berfungsi sebagai pengering lingkungan sekitarnya. Pada saat tidak ada hujan (musim
kemarau), sungai bawah tanah mengalirkan air yang berasal dari tetesan dan rembesan-
rembesan air tanah yang terdapat disekitarnya. Stalaktit-stalaktit yang banyak dijumpai pada
atap gua-gua batu gamping, merupakan bukti dari tetesan-tetesan tersebut. Sedangkan pada saat
turun hujan, selain mengalirkan air yang berasal dari tetesan-tetesan atau rembesan-rembesan
sungai bawah tanah, juga menerima pasokan dari luar/air hujan yang mengalir masuk ke dalam
tanah melalui lubang-lubang pemasukan (sink hole) (Permen PU No.18, 2007).

2.2.3 Mata Air

Mata air merupakan sumber air yang keluar ke permukaan tanah dengan sendirinya.
Berdasarkan kuantitasnya, mata air tidak dipengaruhi oleh keadaan musim. Broncaptering
merupakan bangunan penangkap mata air artesis yang mucul ke permukaan tanah secara alami,
dimana air tersebut kemudian ditampung ke dalam ruang pengumpul. Ruang pengumpul
dilengkapi dengan pipa, katup, dan manhole sesuai kebutuhan. Berdasarkan sumber
pemunculan mata air, bangunan penangkap mata air (broncaptering) dibagi menjadi bebrapa
tipe, antara lain (As’ad, 2019):
1) Sumber pemunculan mata air terpusat (artesis terpusat);
Merupakan mata air yang terjadi karena adanya tekanan hidrolis dan pemunculan air ke
permukaan tanah pada satu titik.
2) Sumber pemunculan mata air tersebar (artesis tersebar);
Merupakan mata air yang terjadi karena adanya tekanan hidrolis dan menyebabkan
pemunculan air ke permukaan tanah pada beberapa titik atau menyebar.
3) Sumber pemunculan mata air vertikal (artesis vertikal);
Merupakan mata air yang terjadi karena adanya tekanan hidrolis dan mengaibatkan
pemunculan air ke permukaan tanah melalui celah tegak lurus lapisan kedap air.
4) Aliran gravitasi kontak.
Merupakan mata air yang terjadi akibat terhalang lapisan kedap air sehingga air naik ke
permukaan.

2.2.4 Air hujan

Dalam keadaan murni, air hujan sangat bersih tetapi karena adanya pengotoran udara yang
disebabkan oleh kotoran industri dan lainnya, maka air ini menjadi tercemar. Penyediakan air
hujan sebagai sumber air bersih hendaknya pada waktu menampung air hujan jangan dimulai
saat hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran yang diakibatkan adanya
pencemaran udara (Sepmita, 2017).

Pemanfaatannya adalah untuk daerah dengan curah hujan yang tinggi. Pada umumnya
digunakan sebagai suplemen, ketika terdapat masalah fasilitas dari lain sumber mengingat
hujan fluktuasinya sangat tinggi. Dapat pula diterapkan sebagai sumber air baku utama, jika
sumber air lain kurang menguntungkan. Dengan mempertimbangkan ketersediaan tempat,
penangkapan air hujan dapat dilaksanakan di atas atap rumah maupun di atas tanah. Beberapa
sifat kualitas dari air hujan adalah sebagai berikut (Nurzanah, 2021):
a. Pada saat uap air terkondensasi menjadi hujan, maka air hujan merupakan air murni (H O), 2

oleh karena itu air hujan yang jatuh ke bumi mengandung mineral relatif rendah yang
bersifat lunak;
b. Gas-gas yang ada di atmosfir umumnya larut dalam butir-butir air hujan yang
terkontaminasi dengan gas seperti CO , menjadi agresif. Air hujan yang beraksi dengan gas
2

SO dari daerah vulkanik atau daerah industrial akan menghasilkan senyawa asam H SO
2 2

sehingga dikenal dengan acid rain atau hujan asam yang bersifat asam atau agresif.

Klasifikasi dan kriteria mutu air terbagi atas empat kelas, yaitu (PP No. 22 Tahun 2021):
1. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau
peruntukan lain yang imempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
2. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air,
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau
peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
3. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar,
peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang
mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut;
4. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan
atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan
tersebut.
2.3 Sistem Transmisi

Sistem transmisi adalah rangkain perpipaan yang mengalirkan air dari sumber air baku ke unit
pengolahan dan membawa air yang sudah diolah dari Instalasi Pengolahan Air (IPA) ke
reservoar distribusi. Sistem distribusi yaitu rangkaian perpipaan air bersih atau air minum yang
mengalirkan air dari pipa transmisi ke daerah pelayanan yang berupa sambungan rumah atau
kran umum. Jenis pipa yang biasa digunakan untuk mengalirkan air minum adalah pipa PVC,
pipa besi dan pipa HDPE (Kementrian PUPR, 2019).

Perencanaan teknis unit transmisi harus mengoptimalkan jarak antara unit air baku menuju unit
produksi dan/atau dari unit produksi menuju reservoar/jaringan distribusi sependek mungkin,
terutama untuk sistem transimisi distribusi (pipa transmisi dari unit produksi menuju reservoar).
Hal ini terjadi karena transmisi pada dasarnya harus dirancang untuk dapat mengalirkan debit
aliran untuk kebutuhan jam puncak, sedangkan pipa transmisi air baku dirancang mengalirkan
kebutuhan maksimum. Pipa transmisi sedapat mungkin harus diletakkan sedemikian rupa
dibawah level garis hidrolis untuk menjamin aliran sebagaimana diharapkan dalam perhitungan
agar debit aliran yang dapat dicapaimasih sesuai dengan yang diharapkan (Kementrian PUPR,
2019).

Ada tiga macam saluran transmisi yaitu (Permen PU No.18, 2007):


1. Saluran Terbuka (Open Channel)
Saluran terbuka adalah saluran yang mengalirkan air dari suatu permukaan air dan
permukaannya langsung berhubungan dengan udara bebas. Karakteristik dari saluran
terbuka adalah dipengaruhi oleh tekanan udara, penampang saluran umumnya tidak teratur,
hal ini berpengaruh terhadap kekasaran kedudukan permukaan aliran bebas dan cenderung
berubah sesuai bentuk serta ruang.
a. Keuntungannya:
1) Kapasitas besar;
2) Ukuran bervariasi.
b. Kerugiannya:
1) Harus mengikuti kontur;
2) Kemungkinan kehilangan air sangat besar;
3) Kemungkinan terjadi gangguan;
4) Kecepatan dipengaruhi oleh kemiringan saluran.
2. Saluran Tertutup
Biasanya saluran tertutup ini berupa bangunan yang dapat mengalirkan air dari intake ke
unit pengolahan. Debit yang masuk ke saluran tertutup maupun terbuka dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan berikut.
.......................................................................................................................................
Q = A. v (2.1)

Dimana: Q = Debit (m3/det)


A = Luas penampang saluran (m2)
v = Kecepatan aliran (m/det)

Kecepatan air dihitung dengan rumus Manning:

1 2/3 1/3
..................................................................................................................................... (2.2)
v  .r .s
n
Dimana: v = Kecepatan aliran (m/det)
n = Koefisien Manning
r = Jari-jari hidrolis
s = Kemiringan saluran

3. Perpipaan
Dalam pemasangan pipa transmisi, perlu memasang angker penahan pipa pada bagian
belokan baik dalam bentuk belokan arah vertikal maupun belokan arah horizontal untuk
menahan gaya yang ditimbulkan akibat tekanan internal dalam pipa dan energi kinetik dari
aliran air dalam pipa yang mengakibatkan kerusakan pipa maupun kebocoran aliran air
dalam pipa tersebut secara berlebihan. Sistem transmisi harus menerapkan metode-metode
yang mampu mengendalikan pukulan air (water hammer) yaitu apabila sistem aliran
tertutup dalam suatu pipa transmisi terjadi perubahan kecepatan aliran air secara tiba-tiba
yang menyebabkan pecahnya pipa transmisi atau berubahnya posisi pipa transmisi dari
posisi semula (Kementrian PUPR, 2019).

Perlengkapan atau aksesoris pipa transmisi adalah sebagai berikut (Sepmita,2017):


a. Air valve (katup udara);
Air valve berfungsi untuk melepaskan/mengeluarkan udara dari dalam pipa, titik
pemasangan biasanya diletakkan pada titik tertinggi pada jalur pipa. Jika jalur pipa relatif
datar dan akan dipasang dua buah valve, maka perlengkapan ini diletakan dekat gate/stop
valve yang lebih tinggi, tipe air valve yang dipergunakan dapat berupa single orifice
ataupun double orifice. Jalur pipa yang berdiameter lebih besar dari 400 mm, maka air
valve yang dipasang adalah tipe double orifice. Selain itu hal yang lain yang perlu
diperhatikan adalah bahwa air valve ini harus dipasang pada tempat yang lebih tinggi dari
elevasi muka air tanah tertinggi, untuk mencegah kemungkinan masuknya air tanah ke
dalam pipa. Pemasangan air valve ini dilengkapi dengan gate valve yang diperlukan pada
saat maintenance/perbaikan.
b. Wash out;
Wash out berfungsi untuk menguras/mengeluarkan kotoran/endapan yang terjadi didalam
pipa, titik pemasangan diletakan pada jalur pipa yang paling rendah dan pada jembatan pipa.
Sedangkan pada jalur pipa yang relatif datar, penguras perlu juga dipasang pad setiap jarak
1000 m. Dimensi/diameter penguras yang dipilih dipertimbangkan berdasarkan kemungkinan
banyaknya endapan yang perlu dikeluarkan. Biasanya diameter penguras ini antara (1/4 – 1/2)
dari diameter pipanya.
c. Stop valve;
Stop/gate valve berfungsi untuk mengisolasi segement pipa yang diperlukan pada saat
maintenance/perbaikan. Pemasangan dilakukan pada jalur pipa transmisi pada setiap jarak
maksimum 2000 m. Penempatan pemasangan gate valve ini harus dipertimbangkan terhadap
keadaan/kondisi lapangan dan letak penguras. Selain itu gate valve ini biasa dipasang
sebelum dan sesudah jembatan pipa, siphon dan penyeberangan jalan pipa.
d. Check valve;
Check valve berfungsi sebagai penahan aliran balik dari air untuk meredam atau mengurangi
kemungkinan terjadinya “water hammer”. Perlengkapan ini dipasang pada jalur pipa
transmisi sesuai dengan keperluan. Check valve dipasang pada setiap jarak 1000 m atau
tergantung kondisi lapangan setempat.
e. Fitting;
Fitting pipa (tee, bend, reducer dan lain-lain) perlu disediakan dan dipasang pada
perpipaan distribusi sesuai dengan keperluan di lapangan. Jalur pipa yang apabila terdapat
suatu lengkungan yang memiliki radius yang sangat besar, penggunaan fitting bend
(belokan) boleh tidak dilakukan selama defleksi pada sambungan pipa tersebut masih
sesuai dengan yang disyaratkan untuk jenis pipa tersebut.
f. Peralatan kontrol aliran;
Peralatan kontrol aliran ini berfungsi untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya
clogging (penyumbatan) dalam pipa akibat kotoran yang terendapkan. Kalau dianggap
perlu maka dipasang pada jalur pipa transmisi dengan jarak 200-300 m. peralatan kontrol
unit peralatan ini akan terdiri dari gate valve, dan fitting tempat memasukan alat
pembersih ke dalam pipa tempat yang relatif cukup luas untuk penempatannya, dan ada
saluran/tempat yang lebih rendah untuk membuang air dari penggelontoran tersebut.
Perencanaan unit ini akan dilindungi dalam bak kontrol.
g. Jalur pipa sekunder/tersier.
Sambungan rumah/sambungan ke bangunan lain tidak boleh dilakukan terhadap pipa induk
distribusi dengan diameter yang lebih besar dari diameter 150 mm. Perpipaan sekunder/tersier
yang berukuran diameter 80 mm atau diameter 50 mm perlu dipasang sejajar (sesuai dengan
keperluan) dengan diameter induk untuk tempat pemasangan sambungan rumah tersebut.
Apabila pada kedua tepi jalan, posisi bangunan rumah cukup rapat, maka diperlukan
pemasangan pipa sekunder/tersier di kedua tepi jalan tersebut, untuk mengurangi terjadinya
penyeberangan pipa terhadapn jalan. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kemungkinan
banyaknya kebocoran yang umumnya terjadi pada penyeberangan pipa akibat pecahnya pipa
tersebut.

Sistem pengaliran air dari pipa transmisi ini adalah dengan cara (Giles, 1986):
1. Sistem Gravitasi
Bila sumber air berasal dari air danau dan daerah konsumen berada lebih rendah dari
sumber, maka metoda pengaliran dengan tekanan dari gaya berat atau gravitasi dapat
disediakan ke konsumen. Cara ini lebih banyak digunakan sebagai sistem pengaliran.
2. Sistem Pemompaan
Sistem pemompan dilakuakn bila sumber air terletak di daerah yang lebih rendah dari
daerah konsumen. Sistem ini memompa air secara langsung melalui pipa saluran air.
Metoda ini memiliki beberapa kekurangan, misalnya bila kekuatan pompa terganggu maka
pengaliran air akan terhenti atau macet. Untuk hal itu maka banyak dilakukan variasi pada
instalasi perpipaan sesuai dengan persyaratan penggunaan air.

2.4 Sistem Distribusi

Sistem distribusi adalah sistem yang langsung berhubungan dengan konsumen, yang
mempunyai fungsi pokok mendistribusikan air yang telah memenuhi syarat ke seluruh daerah
pelayanan. Sistem ini meliputi unsur sistem perpipaan dan perlengkapannya, hidran kebakaran,
tekanan tersedia, sistem pemompaan (bila diperlukan), dan reservoir distribusi (Damanhuri,
1989).

Air yang dihasilkan dari IPA dapat ditampung dalam reservoar air yang berfungsi untuk
menjaga kesetimbangan antara produksi dengan kebutuhan, sebagai penyimpan kebutuhan air
dalam kondisi darurat, dan sebagai penyediaan kebutuhan air untuk keperluan instalasi.
Reservoar air dibangun dalam bentuk reservoar tanah yang umumnya untuk menampung
produksi air dari sistem IPA, atau dalam bentuk menara air yang umumnya untuk
mengantisipasi kebutuhan puncak di daerah distribusi. Reservoar air dibangun baik dengan
konstruksi baja maupun konstruksi beton bertulang (Kementrian PUPR, 2019).
Sistem distribusi air minum terdiri atas perpipaan, katup-katup, dan pompa yang membawa air
yang telah diolah dari instalasi pengolahan menuju pemukiman, perkantoran dan industri yang
mengkonsumsi air. Sistem ini adalah fasilitas penampung air yang telah diolah (reservoir
distribusi) yang digunakan saat kebutuhan air lebih besar dari suplai instalasi, meter air untuk
menentukan banyak air yang digunakan, dan keran kebakaran. Dua hal penting yang harus
diperhatikan pada sistem distribusi adalah tersedianya jumlah air yang cukup dan tekanan yang
memenuhi (kontinuitas pelayanan), serta menjaga keamanan kualitas air yang berasal dari
instalasi pengolahan. Suplai air melalui pipa induk mempunyai dua macam sistem yaitu (Ilyas,
2018):
1. Continuous system
Sistem ini air minum yang disuplai ke konsumen mengalir terus menerus selama 24 jam.
Keuntungan sistem ini adalah konsumen setiap saat dapat memperoleh air bersih dari
jaringan pipa distribusi di posisi pipa manapun. Sedang kerugiannya pemakaian air akan
cenderung akan lebih boros dan bila terjadi sedikit kebocoran saja, maka jumlah air yang
hilang akan sangat besar jumlahnya.
2. Intermitten syste
Sistem ini menyuplai air bersih 2-4 jam pada pagi hari dan 2-4 jam pada sore hari.
Kerugiannya adalah pelanggan air tidak bisa setiap saat mendapatkan air dan perlu
menyediakan tempat penyimpanan air dan bila terjadi kebocoran maka air untuk fire fighter
(pemadam kebakaran) akan sulit didapat. Dimensi pipa yang digunakan akan lebih besar
karena kebutuhan air untuk 24 jam hanya disuplai dalam beberapa jam saja. Sedang
keuntungannya adalah pemborosan air dapat dihindari dan juga sistem ini cocok untuk
daerah dengan sumber air yang terbatas.

Perencanaan teknis pengembangan SPAM unit distribusi dapat berupa jaringan perpipaan yang
terkoneksi satu dengan lainnya membentuk jaringan tertutup (loop), sistem jaringan distribusi
bercabang (dead-end distribution system), atau kombinasi dari kedua sistem tersebut (grade
system). Bentuk jaringan pipa distribusi ditentukan oleh kondisi topografi, lokasi reservoar, luas
wilayah pelayanan, jumlah pelanggan dan jaringan jalan dimana pipa akan dipasang.
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi dalam perancangan denah (lay-out) sistem distribusi
adalah sebagai berikut (Kementrian PUPR, 2019):
a) Denah (Lay-out) sistem distribusi ditentukan berdasarkan keadaan topografi wilayah
pelayanan dan lokasi instalasi pengolahan air;
b) Tipe sistem distribsi ditentukan berdasarkan keadaan topografi wilayah pelayanan;
c) Jika keadaan topografi tidak memungkinkan untuk sistem gravitasi seluruhnya, diusulkan
kombinasi sistem gravitasi dan pompa. Jika semua wilayah pelayanan relatif datar, dapat
digunakan sistem perpompaan langsung, kombinasi dengan menara air, atau penambahan
pompa penguat (booster pump);
d) Jika terdapat perbedaan elevasi wilayah pelayanan terlalu besar atau lebih dari 40 m, wilayah
pelayanan dibagi menjadi beberapa zone sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan
tekanan minimum.

2.4.1 Reservoar distribusi

Kegunaan reservoar adalah untuk menampung air pada saat pemakaian di bawah rata-rata dari
debit yang dialirkan IPA dan pada saat jam-jam puncak air yang telah tertampung tadi akan
dialirkan ke pelanggan. Tujuan pembuatan reservoar ini adalah untuk menampung air baku
dari hasil pemompaan. Selain itu reservoar juga berfungsi sebagai tempat pengolahan air baku
sehingga aman untuk dikonsumsi yaitu diberi disinfektan, kemudian air siap didistribusikan.
Volume reservoar dihitung dengan dua cara (Sepmita,2017):
1. Volume reservoar dihitung sebesar 20% dari kebutuhan air harian maksimum;
2. Volume reservoar dihitung sebesar 20% dari kolam tandon harian (KTH).

Reservoar dapat berupa tangki maupun bak, dan menurut penempatannya reservoar dapat dibagi
menjadi dua. Untuk mengetahui kapasitas volume dimensi resrvoir yang dibutuhkan untuk
menghasilkan produksi yang besarnya tertentu dapat menggunakan rumus:
V=P.L.D .............................................................................................................................................................. (2.3)

Dimana:
V = Volume (m3)
L = Lebar (m)
P = Panjang (m)
D = Kedalaman (m)

2.4.2 Perpipaan Distribusi

Sistem jaringan perpipaan didesain untuk membawa suatu kecepatan aliran tertentu. Ukuran
pipa harus tidak melebihi dimensi yang diperlukan dan juga tekanan dalam sistem harus
tercukupi. Berdasarkan analisis jaringan pipa distribusi, dapat ditentukan dimensi atau ukuran
pipa yang diperlukan sesuai dengan tekanan minimum yang diperbolehkan agar kuantitas aliran
terpenuhi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam analisis sistem jaringan pipa
distribusi air bersih (Ilyas, 2018):
1. Peta distribusi beban, berupa peta tata guna lahan, kepadatan dan batas wilayah;
2. Daerah pelayanan sektoral dan besar beban. Juga titik sentral pelayanan (junction points);
3. Kerangka induk, baik pipa induk primer maupun pipa induk sekunder;
4. Untuk sistem induk, ditentukan distribusi alirannya berdasarkan debit puncak.

Jaringan distribusi adalah rangkaian pipa yang berhubungan dan digunakan untuk mengalirkan
air ke konsumen. Tata letak distribusi ditentukan oleh kondisi topografi daerah layanan dan
lokasi pengolahan biasanya diklasifikasikan sebagai berikut (Sepmita,2017):
1. Sistem Cabang (branch)
Sistem ini adalah sistem jaringan perpipaan dimana pengaliran air hanya menuju kesatu arah
dan pada setiap ujung akhir daerah pelayanan terdapat titik mati. Sistem ini biasanya
digunakan pada daerah dengan sifat-sifat berikut:
a. Perkembangan kota kearah memanjang;
b. Sarana jaringan jalan induk saling berhubungan;
c. Keadaan topogrfi dengan kemiringan medan yang menuju kesatu arah.

Keuntungan sistem cabang adalah:


a. Sistem lebih sederhana sehingga perhitungan dimensi pipa lebih mudah;
b. Pemasangan lebih mudah dan sederhana;
c. Peralatan lebih sedikit;
d. Perpiaan lebih ekonomis karena menggunakan pipa lebih sedikit (pipa distribusi hanya
dipasang didaerah yang padat penduduk).

Kerugian sistem cabang adalah:


a. Kemungkinan terjadinya penimbunan kotoran dan pengendapan di ujung pipa tidak
dapat dihindari, sehingga diperlukan pembersihan yang intensial untuk mencegah
timbulnya bau dan perubahan rasa;
b. Bila terjadi kerusakan, pengaliran air dibawahnya akan berhenti;
c. Kemungkinan tekanan air yang diperlukan tidak cukup bila ada sambugan baru;
d. Keseimbangan sistem pengaliran kurang terjamin, terutama terjadinya tekanan kiritis
pada bagian pipa terjauh;
e. Suplai air akan terganggu apabila terjadi kebakaran atau kerusakan pada salah satu
bagian sistem.

2. Sistem Melingkar (Loop)


Sistem cabang adalah sistem jaringan perpipaan dimana didalam sistem ini jaringan pipa
induk distribusi saling berhubungan satu dengan yang lain membentuk loop-loop, sehingga
pada pipa induk tidak ada titik pasti (dead end). Pada sistem melingkar biasanya digunakan
pada:
a. Daerah yang mempunyai jaringan jalan yang berhubungan;
b. Daerah yang perkembangannya kesegala arah;
c. Daerah dengan topografi ang relatif datar.

Keuntungan pada sistem melingkar adalah:


a. Alirannya tersirkulasi secara bebas, sehingga genangan atau endapan dapat dihindari;
b. Keseimbangan aliran mudah dicapai.

Kerugian pada sistem melingkar adalah:


a. Pipa yang digunakan relatif lebih banyak;
b. Jaringan perpipaan lebih rumit;
c. Perengkapan yang digunakan akan lebih banyak.

Umumnya yang tersedia pada sistem jaringan distribusi air bersih adalah:
1. Pipa Primer
Pipa primer adalah pipa yang berfungsi membawa air dari instalasi pengolahan atau
reservoar distribusi, dimana mempunyai diameter yang relatif besar.
2. Pipa Sekunder
Pipa sekuder adalah pipa yang disambungkan pada pipa primer, dimana mempunyai
diameter yang kurang dari atau sama dengan pipa primer
3. Pipa Tersier
Pipa tersier adalah pipa yang gunanya menghubungkan langsung dari pipa sekunder atau
primer untuk melayani pipa service ke induk sangat tidak menguntungkan, disamping
dapat mengganggu lalu lintas kendaraan.
4. Pipa Service
Pipa sevice adalah pipa yang berfungsi untuk menghubungkan kepada pipa pengguna,
pipa disambungkan langsung pada pipa sekunder atau tersier, yang mempunyai diameter
relatif lebih kecil.

2.4.3 Non Perpipaan

Berdasarkan kedalamannya, bangunan pengambilan air tanah dapat dibagi menjadi (Permen
PU No. 18, 2007):
1. Sumur Dangkal
Bangunan sumur dangkal dibuat untuk mendapatkan air tanah bebas/air tanah dangkal pada
zona akuifer bebas yang jenuh dengan air tanah (tidak terganggu dengan musim).
Kedalaman sumur dangkal untuk tiap-tiap daerah tidak sama, hal ini tergantung dari kondisi
muka air tanah bebas. Kedalaman sumur dapat ditentukan setelah dilakukan pengganlian,
pada saat penggalian sudah ditemukan adanya genangan air didalam lubang sumur dan tidak
memungkinkan dilakukan penggalian lebih lanjut, maka pelaksanaan penggalian
dihentikan. Pembuatan sumur dangkal sebaiknya dilakukan pada saat akhir musim
kemarau, hal ini dimaksudkan agar dapat memanfaatkan muka air tanah dangkal terendah.
Penggalian sumur dangkal dapat dihentikan apabila sudah mencapai lapisan kedap air
(impermeable).

Gambar 2.2 Sumur Dangkal dan Sumur Dalam


Sumber: Vermont Department of Health, 2012

2. Sumur Dalam
Bangunan sumur dalam dibuat untuk mendapatkan air tanah tertekan air/air tanah dalam.
Sama seperti sumur dangkal, kedalaman sumur dalam untuk tiap-tiap daerah tidah sama, hal
ini tergantung dari kondisi geologi lapisan bawah permukaan yaitu dibawah lapisan kedap
air dan kedalaman letak akuifer yang potensial untuk dimanfaatkan. Kedalaman sumur
dalam dapat ditinjau dengan dua cara. Pertama, secara kasar yaitu dari hasil pembacaan
survei geolistrik dapat diperoleh ionformasi data nilai tahanan jenis batuan yang dapat
ditransformasi menjadi ketebalan lapisan akuifer secara tentative dan letak kedalamannya.
Kedua, secara detail yaitu dengan membuat sumur uji, sehingga dapat diperoleh ketebalan
lapisan akuifer, koefisien kelulusan akuifer dan letak kedalaman akuifer potensian.
Kedalaman sumur dapat ditetapkan dengan mengakumulasi serapan total akuifer terhadap
debit yang dibutuhakan. Daerah yang dekat dengan pantai, kedalaman sumur dalam dibatasi
pada lapisan yang ada kecenderungan terintrusi air laut.

2.5 Kebutuhan Air

Kebutuhan air merupakan jumlah air yang dibutuhkan secara wajar untuk keperluan pokok
manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang memerlukan air. Kebutuhan air yang
diperlukan seseorang untuk air minum sangatlah kecil dibandingkan kebutuhan seseorang
untuk kegiatan lain seperti mandi, masak, mencuci, dan sebagainya. Faktor yang mempengaruhi
perkiraan jumlah kebutuhan air cukup kompleks, namun sampai saat ini penentuan kebutuhan
air untuk rencana sistem penyediaan air minum ini hanya berdasarkan analisis konsumsi nyata
(Triatmadja, 2019).
Penentuan jumlah kebutuhan kran umum didasari dari hasil survey dilapangan mengenai sosial
di daerah pelayanan. Kebutuhan air domestik atau non domestik untuk kota dapat dibagi dalam
beberapa kategori antara lain (Sepmita,2017):
1. Kota Katagori I (Metro);
2. Kota Katagori II (Kota Besar);
3. Kota Katagoti III (Kota Sedang);
4. Kota Katagori IV (Kota Kecil);
5. Kota Katagori V (Desa).

Secara umum kebutuhan air suatu kawasan diklasifikasikan berdasarkan tujuan pemakaian oleh
pengguna yaitu:
1. Kebutuhan air domestik
Kebutuhan air domestik merupakan kebutuhan akan air untuk memenuhi kebutuhan rumah
tangga sehari- hari seperti, minum, memasak, kesehatan individu (mandi, mencuci, dan
sebagainya), menyiram tanaman, pengangkutan air buangan. Kebutuhan air domestik
dipengaruhi oleh ketersediaan, budaya, dan iklim atau kondisi lingkungan. Kecenderungan
meningkatnya kebutuhan air domestik ditentukan oleh kebisaaan pola hidup masyarakat
setempat dan didukung oleh kondisi sosial ekonomi (As’ad, 2019).

Kebutuhan air domestik dihitung berdasarkan:


Kebutuhan air domestik = % pelayanan x jumlah penduduk pengguna sambungan

x standar kebutuhan air .................................................. (2.4)

2. Kebutuhan air non domestik


Kebutuhan air non domestik adalah kebutuhan air bersih untuk sarana dan prasarana daerah
yang teridentifikasi berdasarkan rencana tata ruang wilayah, antara lain (As’ad, 2019):
1. Institusi;
Kebutuhan air bersih yang digunakan untuk kegiatan perkantoran, dan fasilitas
pendidikan.
2. Komersial dan industri;
Kebutuhan komersial merupakan kebutuhan air bersih untuk kegiatan pasar, restoran,
perniagaan, hotel. Sedangkan kebutuhan industri adalah kebutuhan air untuk kegiatan
industri seperti bahan baku proses dan pemanasan boiler.
3. Fasilitas umum;
Kebutuhan air untuk kegiatan umum seperti fasilitas peribadatan, rekreasi dan terminal.
Kriteria perencanaan sistem penyediaan air minum untuk kebutuhan non domestik berdasarkan
Standar Pelayanan Bidang Air Minum yang dikeluarkan oleh Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Standar Pemakaian Air Kota


Tahap
No Jenis Fasilitas Kapasitas
Pelayanan
1. Rumah Tangga
a. Sambungan rumah 100 L/o/h
b. Hidran umum 30 L/o/h
2. Sekolah 20 L/o/h
3. Peribadatan 70 L/o/h
4. Kesehatan 250 L/o/h
5. Industri 160 L/o/h
6. Perdagangan
a. Pasar 5 L/m2/h
b. Toko 5 L/m2/h
15 L/m2/h
7. Perkantoran 50 L/o/h
8. Lain-lain
a. Hotel 200 L/tt/h
b. Biosop 5 L/td/h
c. Stadion Olahraga 5 L/td/h
d. Kolam renang 40 L/o/h
e. Lapangan tennis 5 L/o/h
f. Terminal bus 2,5 L/o/h
Sumber: Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jendral Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan, 2004

2.6 Metode Proyeksi Penduduk

Proyeksi penduduk adalah suatu metode yang dipakai untuk memperkirakan jumlah penduduk
dimasa yang akan datang berdasarkan data perkembangan penduduk pada tahun yang telah lalu.
Perhitungan proyeksi penduduk dapat dilakukan dengan berbagai metode, untuk menentukan
metode proyeksi yang akurat, terlebih dahulu ditentukan nilai koefisien korelasi (r) dari masing-
masing metode (Walujodjati, 2022):
n(Σxy)-(Σx).(Σy)
r= 1 1 ………………………………………………………..(2.5)
2 ⁄2 2 ⁄2
[n(Σy2 )-(Σy) ] . 2
[n(Σx )-(Σx) ]

dimana:
x = selisih tahun tiap data
y = selisih total data tiap tahun

Sedangkan metode untuk menentukan proyeksi penduduk antara lain adalah sebagai berikut
(Walujodjati, 2022):
1. Metode Aritmatika
Metode ini sesuai untuk daerah dengan perkembangan penduduk yang selalu meningkat
atau bertambah secara konstan.
Pt - Po
Pn = Pt + [ ] .n………………………………………………………………….(2.6)
t

dimana:
Pn = Jumlah penduduk pada pyoyeksi tahun ke-n
Po = Jumlah penduduk pada awal tahun data
Pt = Jumlah penduduk pada proyeksi tahun ke-n
t = Selang waktu tahun data
n = Jangka waktu tahun proyeksi
2. Metode Geometrik
Proyeksi metode ini dianggap bahwa perkembangan penduduk secara otomatis
berganda dengan pertambahan penduduk. Metoda ini tidak memperhatikan adanya
suatu saat terjadi perkembangan menurun dan kemudian menetap, disebabkan
kepadatan penduduk mendekati maksimum
Pn = Pt (1 + n)n ……………………………………………………………………(2.7)
dimana:
Pn = Jumlah penduduk pada proyeksi tahun ke-n
Pt = Jumlah penduduk pada akhir tahun data
n = Jumlah tahun proyeksi
3. Metode Least Square (Kuadrat Minimum)
Metode ini juga dapat digunakan untuk daerah dengan perkembangan penduduk yang
mempunyai kecendrungan garis linear meskipun perkembangan penduduk tidak selalu
bertambah.
y = a + bx
Σy Σx2 + (Σx Σxy)
a= 2
n Σx2 + (Σx)
n Σxy – Σx Σy
b= 2 …………………………………………………………………….(2.8)
n Σx2 - (Σx)

dimana:
y = Jumlah penduduk pada tahun proyeksi
x = Jumlah tambahan dari tahun dasar
a, b = Konstanta
n = Jumlah data

Metode – metode lain yang bisa digunakan untuk menentukan proyeksi penduduk antara lain
adalah sebagai berikut (As’ad, 2019):
4. Metoda Logaritma
Persamaan umumnya:
Y = a.bx ............................................................................................................................................................................. (2.9)
Persamaan di atas dapat dikembalikan kepada model linier dengan mengambil anti
logaritma (ln), dimana :
Y = a + b.lnX .......................................................................................................... (2.10)

Apabila diambil X’ = ln X, maka diperoleh bentuk linier Y = a + b.X’, dengan mengganti


nilai X = ln Xi.
  Yi  ln Xi 2    lnXi  Yi.lnXi 
n  lnXi 2    ln Xi 2
a
................................................................................ (2.11)

b
n( ln(Xi)  Yi)  (ln(Xi))  ( Yi))
n  ( (ln Xi) )  ( ln Xi)
2 2
.................................................................................. (2.12)

Dimana:
Yi = Nilai variabel Y berdasarkan garis regresi, populasi ke-i
Xi = Bilangan independen, bilangan yang dihitung dari tahun ke-i
A = konstanta
B = koefesien arah garis (gradien) regresi linier
N = jumlah data

5. Metoda Eksponensial
Pada metode ini rumus digunakan adalah:
Y = a ebx ............................................................................................................. (2.13)

Dengan mengambil anti logaritma ln Y = ln a + bx


Y = Exp (ln a + bx) ............................................................................................ (2.14)
  ln Yi  Xi 2     Xi  Xi.lnYi  
n  Xi 2    Xi 2
ln a  .................................................................... (2.15)

b
n  x ln y   x  ln y
.................................................................................................................................................... (2.16)
n  x   x 
2 2

Dimana:
x = jumlah tahun dari tahun 1 sampai tahun ke-n
y = jumlah penduduk
xi = jumlah tahun ke-i
yi = jumlah penduduk ke-i
n = jumlah data
6. Pemilihan Metode Proyeksi

Pemilihan metoda proyeksi dilakukan dengan menghitung standar deviasi


(simpangan baku) dan koefisien korelasi.
Rumus standar deviasi:

S
n(  (yi  y ) )  ( yi  y )
, 2 ' 2
.......................................................................... (2.17)
n(n  1)

Rumus koefisien korelasi:

(y i  y ' ) 2
r   1 ....................................................................................................... (2.18)
(y i  y) 2

Dimana:
S = Standar deviasi
r = Koefisien korelasi
xI = P – P’
yI = P = Jumlah penduduk awal
y = Pr = Jumlah penduduk rata-rata

y’ = P’ = Jumlah penduduk yang akan dicari


n = Jumlah data

Metoda pilihan ditentukan dengan cara melihat nilai S yang terkecil dan nilai R yang paling
mendekati  1.

2.7 Peraturan Terkait Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan terkait Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) yaitu:

2.7.1 Peraturan Tingkat Internasional

Peraturan tingkat internasional yang berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah:
a. Universal access 100%-0%-100%, tercapainya penyediaan 100% akses air minum yang
layak, 0% pemukiman kumuh dan 100% akses sanitasi layak.
b. Sustainable Development Goals (SDG’s), yang bertujuan memastikan ketersediaan dan
manajemen air bersih yang berkelanjutan dan sanitasi bagi semua. Dalam rangka
mencapai tujuan air bersih dan sanitasi layak pada tahun 2030, ditetapkan 8 target yang
diukur melalui 40 indikator. Target-target tersebut terdiri dari akses terhadap air minum
layak, akses terhadap sanitasi layak, kualitas air dan limbah, serta pemanfaatan,
pengelolaan dan pelestarian sumber daya air. Upaya-upaya yang dilakukan untuk
mencapai target-target tersebut dijabarkan pada kebijakan, program dan kegiatan yang
akan dilakukan oleh pemerintah maupun organisasi non-pemerintah.

2.7.2 Peraturan Tingkat Nasional

Peraturan tingkat nasional yang berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah:
a. Peraturan Menteri PU tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Nomor
18/PRT/M/2007.
b. Peraturan Pemerintah No.22 tahun 2021 Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian
Pencemaran Air.
c. Permen PUPR No. 27 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan SPAM.
d. Peraturan Pemerintah (PP) No. 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum.
e. Peraturan Pemerintah (PP) No. 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air.
f. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat-Syarat
dan Pengawasan Kualitas Air Minum menyatakan bahwa dalam rangka meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat, perlu dilaksanakan berbagai upaya kesehatan termasuk
pengawasan kualitas air minum yang di konsumsi oleh masyarakat agar tidak
menimbulkan gangguan kesehatan.
g. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 492/Menkes/VI/2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum menyatakan bahwa agar air minum yang dikonsumsi
masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan perlu ditetapkan persyaratan
kesehatan kualitas air minum.

2.7.3 Peraturan Tingkat Regional


Peraturan tingkat regional yang berkaitan dengan penyediaan air bersih adalah:
1. Peraturan regional yang terkait yaitu Peraturan Gubernur Sumatera Barat Nomor 5 Tahun
2008 tentang Penetapan Kriteria Mutu Air Sungai di Provinsi Sumatera Barat.
2. Rencana Pembangunan jangka menengah nasional dan Kebijakan dan strategi nasional
pengembangan sistem penyediaan air minum mengacu pada saluran terukur yang telah
tertuang dalam RPJMN 2020-2024
3. Sasaran yang tertuang dam RPJMN 2020-2024 dalam pengembangan SPAM adalah
meningkatkan akses penduduk terhadap air sehingga tercapainya 100% pelayanan air
minum bagi seluruh penduduk Indonesia melalui gagasan Universal Access.
DAFTAR PUSTAKA

As’ad, Moh Rizki H. 2019. Perencanaan Sistem Transmisi dan Distribusi Air Minum Sumber
Mata Air Wae Decer Kabupaten Manggarai Menggunakan Program Epanet 2.0.
Surabaya : UIN Sunan Ampel.

Damanhuri, Enri. 1989. Pendekatan Sistem Dalam Pengendalian dan Pengoperasian Sistem
Jaringan Distribusi Air Minum, Bandung, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP-ITB.

Dewantoro, W. (2021). Arahan Optimalisasi Penyediaan Air Bersih sebagai Upaya


Peningkatan Pengguna Air Bersih di Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan
Barat, Kota Balikpapan (Doctoral dissertation, Institut Teknologi Kalimantan).

Djadjuli, D. (2018). Peran pemerintah dalam pembangunan ekonomi daerah. Dinamika: Jurnal
Ilmiah Ilmu Administrasi Negara, 5(2), 8-21.

Giles, R dan H.W Soemitro. 1986. Mekanika Fluida dan Hidrolika. Jakarta: Erlangga.

Hartono Djoko.M. 2014. Sistem Penyediaan Air Minum dan Permasalahanya. Jakarta:
Universitas Indonesia.

Ilyas, N. I., & Sari, K. P. (2018). Optimalisasi Sistem Penyediaan Air Bersih Pada Desa Teja
Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka. Jurnal Teknologi dan Pengelolaan
Lingkungan, 5(02), 1-9.

Kementrian Pekerjaan Umum dan Peumahan Rakyat. 2019. Panduan Pendampingan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) Perpipaan Berbasis Masyarakat.

Nurzanah, W. (2021). Sumur Resapan Untuk Pemanenan Airhujan Di Kecamatan Medan


Belawan. Jurnal Al Ulum LPPM Universitas Al Washliyah Medan, 9(1), 1-7.

Peraturan Menteri PU No. 18. 2007. Penyelenggaraan pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum.

Peraturan Menteri PU No. 20. 2006. Kebijakan dan strategi Nasional Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (KSNP-SPAM)

Peraturan Pemerintah RI No. 22 Tahun 2021. Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan


Lingkungan Hidup.
Salmani, 2018. Rekayasa dan Penyediaan Air Bersih. Yogyakarta: Deepublish.

Saputra, C. E., Alfitri, A., & Yunindyawati, Y. (2019). Partisipasi Masyarakat Dalam Program
Penyediaan Air Minum Dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) Di Desa Tanjung
Agung Kecamatan Karang Jaya Kabupaten Musi Rawas Utara (Doctoral dissertation,
Sriwijaya University).

Sepmita, Sugiarta. 2017. Studi Evaluasi dan Perencanaan Pengembangan Jaringan


Distribusi Air Bersih di Cabang Sepanjang Kabupaten Sidoarjo. Malang : Universitas
Muhammadiyah Malang.

Sudirman, Andry. 2012. Analisa Pipa Jaringan Distribusi Air Bersih Di Kabupaten Maros
Dengan Menggunakan Software EPANET 2.0. Makasar: Universitas Hasanudin.

Taupiqqurrahman, T. (2022). Urgensi Pembentukan Peraturan Daerah Terkait Sarana Air


Minum dalam Mendukung Sustainable Development Goals. Simbur Cahaya, 29(1), 117-
132.

Triatmadja, Radianta. 2019. Teknik Penyediaan Air Minum Perpipaan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.

United Nations Summit. 2015. Outcome Document Transforming Our World: The 2030 Agenda
For Sustainable Development. New York.

Walujodjati, E., & Nurhuda, H. (2022). Analisis Kebutuhan dan Ketersediaan Air. Jurnal
Konstruksi, 20(1), 183-193.

Anda mungkin juga menyukai