Rencana Tindak (Action Plan ) Dan Analisa Penyediaan Air Bersih
Di Propinsi Nusa Tenggara Barat
(Oki Setyandito, Yureana Wijayanti, Agung Setyawan)
185
RENCANA TINDAK (ACTION PLAN ) DAN ANALISA PENYEDIAAN AIR BERSIH DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT
Oki Setyandito Yureana Wijayanti Agung Setyawan
ABSTRAKSI Air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi penduduk baik perkotaan maupun pedesaan. Kebutuhan air bersih yang memenuhi standar kesehatan, setiap tahunnya terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat akan kesehatan. Masalah penyediaan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan masalah utama yang sampai saat ini masih belum teratasi. Fasilitas air bersih sangat penting peranannya, mengingat kebutuhan air bersih untuk air minum berhubungan erat dengan tingkat kebutuhan hidup yang bersih dan sehat. Pada tulisan ini dilakukan suatu analisa dan rencana tindak (action plan) bidang air bersih untuk perkotaan yang dibagi dalam tiga tahapan peningkatan yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Didalam kajian action plan terdapat suatu rencana tindak yang terintegrasi mengingat penyediaan air bersih berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam, wilayah administrasi daerah otonom, teknologi yang dapat berpengaruh pada lingkungan, perbedaan kepentingan terhadap sumber daya air itu sendiri, pandangan masyarakat terhadap air bersih, dan berbagai aspek yang berhubungan secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyediaan dan kebutuhan air bersih di propinsi Nusa Tenggara Barat. Dari hasil analisa diperoleh bahwa kebutuhan air bersih lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat. Daerah yang perbedaan antara ketersediaan air yang ada dan kebutuhannya paling besar, yang berarti jumlah penduduk yang paling sedikit mendapatkan pelayanan air bersih yakni Kabupaten Lombok Tengah sebesar 7,2%. Kemudian diikuti oleh Kabupaten Bima/Kota Bima sebesar 7,6%, Kabupaten Lombok Timur sebesar 8,3%. Sementara persen pelayanan air bersih terbesar pada Kabupaten Dompu dan Mataram yakni masing-masing 23%. Bila Secara umum untuk propinsi NTB, jumlah penduduk yang mendapat akses terhadap air bersih adalah 14,2% yang berarti kurang dari seperempat jumlah penduduk di NTB mendapat pelayananan air bersih.
Kata kunci: rencana tindak (action plan), penyediaan air bersih, kebutuhan air bersih.
1. PENDAHULUAN Di beberapa tempat, baik di perkotaan maupun di perdesaan, pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan masalah yang tidak mudah penyelesaiannya. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan sumber air yang terbatas dan kebutuhan biaya dan teknik pengolahan sebelum air dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbagai keperluannya. Khususnya dalam memenuhi kebutuhan air bagi masyarakat, sejumlah langkah untuk mengantisipasi hal seperti itu yang
Volume 6 No. 2, April 2006 : 185 - 196 186 terjadi secara berulang-ulang secara terus menerus setiap tahun, harus dilakukan diantaranya dengan mengkaji sejumlah daerah tersebut yang memiliki sumber air mencukupi. Ancaman krisis air bersih semacam ini telah berulang kali menerjang desa-desa di sebagian propinsi-propinsi di Indonesia termasuk juga NTB. Dalam upaya menunjang keberlangsungan aktivitas ekonomi masyarakat maka dirasa perlu untuk mencari solusi dalam menyediakan air bersih bagi masyarakat. Permasalahan yang melatar belakangi perlunya kegiatan penyusunan National Action Plan air bersih dan prasarana lingkungan diuraikan di bawah ini.(Kimpraswil NTB, 2004) 1). Pelayanan air minum saat ini baru mencapai 20 persen dari penduduk nasional, yang meliputi sekitar 39 persen penduduk di perkotaan dan 8 persen penduduk di perdesaan 2). Sesuai dengan kesepakatan internasional yang dituangkan dalam Millenium Development Goals (MDGs) bahwa pada tahun 2015 separuh penduduk yang belum terlayani air minum harus mendapatkan pelayanan 3). Angka itu setara dengan 245.000 l/det dengan nilai investasi sebesar Rp. 34 trilyun dan waktu efektif untuk mencapainya hanya 10 tahun. 4). Sedangkan untuk penduduk semi-urban (Ibu Kota Kecamatan) akan diperkuat dengan sitem subsidi terbatas mengingat kemampuan ekonomi masyarakatnya yang relatif rendah serta pemikiran untuk menjadikan sistem penyediaan air minum IKK sebagai pusat produksi air minum dalam menanggulangi kerawanan air di desa sekitar. 5). Keterbatasan dana Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengembangan penyediaan air minum menyadarkan kita tentang pentingnya mencari sumber-sumber dana alternatif, antara lain melalui partisipasi dunia usaha / swasta dengan tetap memperhatikan kemampuan masyarakat.
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Kuantitas Air Jumlah air yang dibutuhkan tiap orang perhari ditentukan oleh beberapa faktor. Tubuh manusia memerlukan antara 3 10 liter air per hari pada kondisi normal, tergantung cuaca dan aktifitas yang dilakukannya. Sebagian dari jumlah air ini didapat dari makanan. Faktor- faktor yang mempengaruhi besarnya jumlah air yang digunakan : Faktor kebudayaan, status sosial ekonomi dan standar hidup, kesadaran terhadap kebersihan, penggunaan untuk hal-hal produktif, biaya yang dikeluarkan untuk air bersih dan kualitas air. Kebutuhan air penduduk tergantung dari cuaca, standar hidup, ketersediaan dan metode distribusi air. Gambaran pemakaian air domestik per kapita dengan berbagai penggunaannya dapat dilihat pada tabel 1. Untuk memperoleh estimasi kebutuhan air dalam suatu wilayah, lebih mudah untuk mensurvey jumlah rumah tangga daripada harus melakukan sensus dari rumah ke rumah. Penggunaan air domestik (rumah tangga) dapat dihitung dengan mengasumsikan rata-rata jumlah anggota keluarga dalam suatu rumah tangga. Untuk Indonesia rata-rata jumlah anggota keluarga digunakan 5 orang penduduk dalam satu keluarga. Adanya sekolah, rumah sakit, hotel, tempat peribadatan dan fasilitas umum lainnya dalam wilayah yang kita tinjau juga harus dihitung penggunaan airnya. Dibawah ini dalam tabel 2 merupakan gambaran penggunaan air untuk fasilitas umum di Indonesia.
Rencana Tindak (Action Plan ) Dan Analisa Penyediaan Air Bersih Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Oki Setyandito, Yureana Wijayanti, Agung Setyawan)
187 Tabel 1. Pemakaian air domestik untuk negara-negara di Asia Tenggara
Penggunaan Kuantitas (liter/kapita/hari) Minum 5 Memasak 3 Sanitasi 18 Mandi 20 Mencuci piring 15 Mencuci pakaian 20 Total (tanpa kehilangan air/water loss) 81 Sumber : hal 63, Small community water supplies, IRC, 2002
Tabel.2. Tipikal unit konsumsi air untuk fasilitas umum
Kategori Kebutuhan air Jumlah air 1. Tempat Ibadah Masjid/mushola 30 lt/kapita/hari 200 orang Gereja 10 lt/kapita/hari 150 orang Vihara 10 lt/kapita/hari 50 orang Pura 10 lt/kapita/hari 50 orang 2. Pendidikan SD 10 lt/kapita/hari 250 orang SMP 20 lt/kapita/hari 150 orang SMU 25 lt/kapita/hari 250 orang 3. Umum Terminal 15 lt/kapita/hari 100 orang Rumah sakit 250 lt/kapita/hari 100 orang Bank 25 lt/kapita/hari 50 orang Puskesmas 1000 lt/kapita/hari - 4. Komersial Bioskop 15 lt/kapita/hari 100 orang Hotel 90 lt/kapita/hari 50 orang Restoran 70 lt/kapita/hari 100 orang Toko 10 lt/kapita/hari 20 orang Pasar 1000 lt/kapita/hari - 5. Institusional Kantor 30 lt/kapita/hari - LP 50 lt/kapita/hari 100 orang Industri 4000 lt/kapita/hari - Sumber: Ir. Sarwoto MSc, Penyediaan Air Bersih volume 1
Volume 6 No. 2, April 2006 : 185 - 196 188 Diperkirakan rata-rata penggunaan air untuk fasilitas umum sekitar 10% - 15% dari penggunaan air untuk satu rumah tangga. Estimasi ini hanya dapat digunakan untuk preliminary design dan merupakan estimasi secara kasar. Untuk perencanaan lebih lanjut (final design) perhitungannya harus memakai data yang lebih lengkap dengan memperhatikan kondisi lokal (Smet Jo, 2002). Kebutuhan air bersih domestik merupakan jumlah dari kebutuhan air rumah tangga penduduk, kebutuhan air untuk fasilitas umum, hidrant, dan kebocoran. Untuk mendapatkan kebutuhan air rumah tangga penduduk, dipakai perhitungan sebagai berikut : Kebutuhan air rumah tangga = 300 liter/rumah tangga/hari Diasumsikan dalam satu rumah tangga terdiri dari 5(lima) anggota, sehingga kebutuhan air rumah tangga = 300 / 5 = 60 liter/kapita/hari. = jml penduduk * 60/liter/kapita/hari = debit (l/hari) Kebutuhan air untuk fasilitas umum = 10% x kebutuhan air rumah tangga = debit (l/hari) Kebutuhan air untuk kebocoran = 1,5% x kebutuhan air rumah tangga = debit (l/hari) Kebutuhan air untuk hidran = 20% x kebutuhan air rumah tangga = debit (l/hari) Kebutuhan air Total = Kebutuhan air rumah tangga + fasilitas umum + kebocoran + hidran = debit (l/hari) Kebutuhan air bersih = Kebutuhan air Total / (60 x 60 x 24) = debit (l/detik)
2.2. Perencanaan yang Komprehensif Suatu perencanaan yang komprehensif (comprehensive planning) terhadap penyediaan air bersih merupakan solusi dari permasalahan dalam pelayanan air bersih terhadap masyarakat. Perencanaan yang komprehensif meliputi aspek peran serta masyarakat, aspek teknis, aspek finansial, aspek kelembagaan dan lingkungan.
Gambar 1. Perencanaan yang komprehensif Sumber: Small Comm.Water Supplies, IRC Technical Paper Series,2002)
Aspek peran serta masyarakat terdiri atas komponen sebagai berikut : - Kebutuhan untuk peningkatan penyediaan air bersih - Persepsi tentang hubungan antara manfaat dan peningkatan penyediaan air bersih, rasa tanggung jawab dan memiliki (ownership), kebudayaan, kebiasaan dan kepercayaan yg berhubungan dengan air bersih
Rencana Tindak (Action Plan ) Dan Analisa Penyediaan Air Bersih Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Oki Setyandito, Yureana Wijayanti, Agung Setyawan)
189 Aspek Teknis antara lain terdiri dari komponen berikut : - Kebutuhan air saat ini dan masa datang, pengolahan air bersih - Standar teknis, prosedur O&M, kualitas air Aspek Lingkungan mencakup kualitas dan kuantitas sumber air baku, dan Perlindungan sumber air baku. Aspek keuangan meliputi : analisis cost benefit, kemampuan dan kemauan untuk membayar; serta struktur tarif. Aspek kelembagaan yakni strategi ditingkat nasional dan kebijakan/landasan hukum. Para stakeholder yang andil dalam kegiatan ini merupakan pula pengguna dan pemelihara pelayanan air, sehingga hal ini akan menentukan keberhasilan kegiatan tersebut.
3. DATA DAN PEMBAHASAN 3.1. Sistem Penyediaan Air Bersih Hingga menjelang tahun 2003/2004 akibat terjadinya perkembangan penduduk dan pertumbuhan kota kecamatan berbagai pusat pertumbuhan, maka meningkat pula kebutuhan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Di sisi lain ketersediaan sumber daya air secara keseluruhan tidak bertambah bahkan mempunyai kecenderungan berkurang kuantitas dan kualitasnya. Masalah penyediaan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat merupakan masalah utama yang sampai saat ini masih belum teratasi. Upaya penyediaan air minum dan air bersih sangat perlu ditingkatkan pelayanan dan penyediaannya sehingga dapat memenuhi kriteria dari segi kuantitas, kualitas, dan kontinuitasnya. Penyediaan air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat diperoleh dari berbagai sumber seperti mata air, sumur bor (artesis), waduk/dam, sumur pompa, sumur gali dan pengolahan dari air sungai. Pelayanan Air Bersih di Nusa Tenggara Barat melalui PDAM dapat dilihat pada Tabel 3. dan Tabel 4 berikut ini.
Tabel 3. Sumber dan Instalasi Air Tiap-tiap Kabupaten/Kota Di Propinsi Nusa Tenggara Barat
Sumber : Laporan Akhir, Identifikasi Kegiatan Optimalisasi Untuk Penyehatan PDAM NTB, 2003
Volume 6 No. 2, April 2006 : 185 - 196 190 Cakupan pelayanan air bersih dan potensi sumber air bersih di Propinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada Tabel 4.
3.2. Aspek-Aspek Dalam Pengelolaan Air Bersih Rendahnya peningkatan persentase cakupan pelayanan di Indonesia sampai saat ini (khususnya sistem perpipaan) harus dipandang sebagai bentuk kualitas dari aspek-aspek yang melingkupi pengelolaan air bersih itu sendiri, yang terdiri dari : a). Aspek teknis Dari sudut aspek teknis, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya cakupan pelayanan dipengaruhi oleh operasi dan pemeliharaan sarana prasarana air bersih yang tidak sesuai standard, sumber air baku yang mulai terbatas, jam operasi yang terbatas, dan tingkat kehilangan air yang masih tinggi (di atas 30%). b). Aspek keuangan Dari sudut aspek keuangan, kendala yang dihadapi antara lain tarif yang berlaku belum mencapai cost recovery, bahkan untuk mengcover biaya operasi dan pemeliharaan yang sesuai kebutuhan/standard saja, mengalami kesulitan. c). Aspek kelembagaan Dari aspek kelembagaan, kendala yang dihadapi antara lain rendahnya kualitas dan kapabilitas manajemen dan SDM pengelola. penduduk perkotaan yang mendapat pelayanan baru mencapai 39% (Penyediaan Air Bersih di Indonesia, Dirjen Kodes, dalam Memorandum Nasional Action Plan, Kimpraswil 2004) sedang untuk penduduk perdesaan baru mencapai 8%. (Survey Ekonomi Nasional Depkes 2001, dalam Memorandum Nasional Action Plan, Kimpraswil 2004). d) Aspek legal dan peran serta masyarakat/swasta Kendala yang dihadapi pada aspek legal dan peran serta masyarakat saling berkaitan yaitu masih lemahnya kebijakan yang mampu mendukung pengelolaan air bersih yang partisipatif dan berkesinambungan dan masih banyaknya masyarakat yang mengunakan air non pipa (non PDAM) sebagai subtitusi air bersih PDAM.
3.3. Analisa Penyediaan Air Bersih di Nusa Tenggara Barat. Untuk mengestimasi berapa jumlah penduduk yang telah memiliki akses terhadap air bersih didapat dengan membandingkan jumlah kebutuhan air bersih tiap kabupaten/kota (dalam l/detik) dengan ketersediaan air baku (dalam l/detik). Penyediaan air bersih untuk Propinsi Nusa Tenggara Barat dapat dilihat pada tabel 3 (data sekunder) sebelumnya. Dimana untuk studi ini diambil sumber air baku dari PDAM di Masing-masing Kabupaten/Kota, yakni: PDAM Menang Mataram (untuk wilayah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat), Kabupaten Lombok Tengah, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Sumbawa, Kabupaten Dompu, dan Bima (untuk wilayah Kabupaten dan Kota Bima). Sedangkan untuk analisa jumlah penduduk yang terlayani air bersih, akan digunakan data sumber air baku pada tabel 4, karena pada tabel ini (hasil survei data primer) diketahui debit pada kondisi eksisting yang dioperasikan bukan debit yang terpasang berdasarkan data sekunder (tabel 3). Kemudian dari tabel 3 didapat pula kinerja rata-rata sistem penyediaan air bersih yaitu sebesar 30%, sehingga diperoleh hasil penyediaan air pada tabel 6. Langkah selanjutnya yaitu membandingkan jumlah kebutuhan air bersih tersebut dengan ketersedian air bersih yang ada (eksisting). Pada tabel 5 dan Gambar 2 dapat dilihat jumlah kebutuhan air
Rencana Tindak (Action Plan ) Dan Analisa Penyediaan Air Bersih Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Oki Setyandito, Yureana Wijayanti, Agung Setyawan)
191 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Mata Air 664,5 664,5 560,7 38.272 276 3 31,64 33,68 Mata Air Mata Air 190 140 130 12.872 370 3 19,96 25,34 Mata Air 190,5 210,5 195,5 8.468 152 3 34,84 35,57 Sungai 50 Air Tanah 50 Mata Air 35,5 245 218,5 12.589 160 1 41,10 42,00 Sungai 190 Air Tanah 22,5 Mata Air 7,4 7,4 7,4 4.776 249 2 35,56 53,54 Sungai 200 100 80 Air Tanah 15 15 15 Mata Air 24 17,25 92 9.948 283 2 22,54 42,09 Sungai 105 61 Air Tanah 58 47,37 TOTAL 4.015.041 Rata-rata 30,94 Unit Produksi Kinerja Distribusi Sumber Air Lain (l/det) Satu Pengelolaan dan pelayanan Satu Pengelolaan dan pelayanan Jumlah Penduduk (jiwa) No. Nama Kota/Kab Luas km 2 PDRB SISTEM PENYEDIAAN AIR BERSIH Air Baku Jenis Air Baku Tingkat Pelayana n (%) Tingkat Kebocora n (%) Kap. (l/det) Operasi (l/det) SR (unit) Terpasang (l/det) 710.970 340.530 HU/TA (unit) Truk Tangki (unit) 4 3 Lombok Tengah KETERANGAN 1.014.435 2.324.632 1.605,55 1.208,40 2.170.348 777.260 13.603.425 1 Mataram 61,30 2 Lombok Barat 1.863,40 2.903.046 Lombok Timur 3.069.719 461.010 6 Dompu 2.324,55 4.135.783 191.723 5 Sumbawa 8.493,00 402.809 8 Kota Bima 222,25 3.069.719 116.304 7 Kab.Bima 4.374,65
Tabel 4 . Kondisi Eksisting Sektor Air Bersih Propinsi Nusa Tenggara Barat (Hasil Survey dan Analisa)
Volume 6 No. 2, April 2006 : 185 - 196 192 dan air baku yang tersedia pada tiap-tiap kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat. Terlihat bahwa kebutuhan air lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat.
Tabel 5. Kebutuhan air bersih di Kabupaten/kota NTB
Perkiraan Kebutuhan (liter/hari) No
Kabupaten
Jumlah penduduk konsumsi Fasilitas umum Kebocoran Hidran Total Kebutuhan air bersih (l/det) 1 Lombok Barat 710970 42658200 14219,4 2132,91 28438,80 42702991 494,25 2 Kota Mataram 340530 20431800 6810,6 1021,59 13621,20 20453253 236,73 3 Lombok Tengah 777260 46635600 15545,2 2331,78 31090,40 46684567 540,33 4 Lombok Timur 1014435 60866100 20288,7 3043,31 40577,40 60930009 705,21 5 Sumbawa 461010 27660600 9220,2 1383,03 18440,40 27689644 320,48 6 Dompu 191723 11503380 3834,46 575,17 7668,92 11515459 133,28 7 Bima 402809 24168540 8056,18 1208,43 16112,36 24193917 280,02 8 Kota Bima 116304 6978240 2326,08 348,91 4652,16 6985567,2 80,85 Jumlah 4015041 2791,15 Sumber: Hasil perhitungan dan data BPS, NTB dalam angka 2003 dan Laporan akhir, identifikasi Kegiatan Optimalisasi untuk penyehatan PDAM NTB, 2003
Bila Secara umum untuk propinsi NTB, jumlah penduduk yang mendapat akses terhadap air bersih adalah 14,2% (lihat ambar 2) yang berarti kurang dari setengah penduduknya mendapat pelayanan air bersih. Untuk perhitungannya dapat dilihat pada tabel 6. Hal ini persis seperti yang ditunjukkan pada data tingkat pelayanan air bersih di Indonesia yang kurang dari 20%.
Tabel 6. Tingkat perbandingan kebutuhan dan ketersediaan air bersih di NTB
Kabupaten/Kota Kebutuhan air bersih (l/det) Penyediaan air bersih (l/det) Penduduk terlayani (%) Lombok Barat & Mataram 730,98 168,21 23,0 Lombok Tengah 540,33 39 7,2 Lombok Timur 705,21 58,65 8,3 Sumbawa 320,48 73,5 22,9 Dompu 133,28 30,72 23,0 Bima & kota Bima 360,87 27,6 7,6 Total 2791,15 397,68 14,2 Sumber: hasil perhitungan
Rencana Tindak (Action Plan ) Dan Analisa Penyediaan Air Bersih Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Oki Setyandito, Yureana Wijayanti, Agung Setyawan)
193 0 100 200 300 400 500 600 700 800 Lombok Bar at & Mat ar am Lombok Tengah Lombok Ti mur Sumbawa Dompu Bima & kot a Bi ma Kabupaten/Kota D e b i t
( l / d e t i k ) Keb.air Penyediaan air bersih
Gambar 2. Grafik kebutuhan air dan sumber air baku tiap kabupaten/Kota di Nusa Tenggara Barat.
2970,71 397,68 Kebutuhan air bersih (l/detik) Penyediaan air bersih (l/detik)
Gambar 3. Grafik Kebutuhan air bersih dan Ketersediaan air baku di Nusa Tenggara Barat
Langkah yang perlu segera dilaksanakan dalam usaha meningkatkan pelayanan air bersih bagi penduduk adalah: 1). Mengurangi kebocoran yang terjadi hingga seminimal mungkin, 2). Memperbaiki dan menyempurnakan sistem manajemen pengelolaan air bersih menjadi lebih profesional, 3). Memperluas jangkauan jaringan pelayanan air bersih, khusus di dalam wilayah kota yang padat penduduknya, 4). Memperbaiki dan meningkatkan kualitas air bersih yang diproduksi, 5). Memaksimalkan kapasitas produksi yang masih tersedia 6). Pemerintah Daerah setempat harus mampu menyediakan dana untuk pengembangan pelayanan air bersih bagi penduduk.
4. RENCANA TINDAK (ACTION PLAN ) Secara garis besar rencana tindak (action plan) Nusa Tenggara Barat mencakup: kesepakatan para stakeholders atas sasaran yang akan dicapai dan sasaran yang dicapai.
Volume 6 No. 2, April 2006 : 185 - 196 194 Deskripsi action plan bidang air bersih untuk perkotaan di atas dibagi dalam tiga tahapan peningkatan yaitu jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Adapun uraian mengenai sasaran masing-masing tahapan adalah sebagai berikut:
a. Sasaran Jangka Pendek (2005). Komponen sasaran yang ingin dicapai meliputi : Total tingkat pelayanan (perpipaan dan non perpipaan terlindungi) mencapai 90% (49% perpipaan dan 41% non perpipaan terlindungi) dari jumlah penduduk perkotaan. Memberi bantuan teknis, penetapan Norma, Standard, Pedoman, dan Manual (NSPM) mengenai teknik pembangunan sistem perpipaan maupun pemanfaatan sumur secara perorangan, yang disesuaikan dengan kondisi di daerah masing-masing. Integrasi proses mulai dari perencanaan program sampai dengan pembangunan/implementasi program. Program pengembangan pelayanan air bersih berdasarkan kondisi dari masing-masing institusi pengelola : 1). Program peningkatan cakupan pelayanan untuk institusi yang sehat 2). Program penguatan/optimalisasi untuk institusi yang kurang sehat 3). Program penyehatan untuk institusi yang kurang sehat/krisis
b. Sasaran jangka menengah (2010). Komponen sasaran yang ingin dicapai meliputi : Total tingkat pelayanan (perpipaan dan non perpipaan terlindungi) mencapai 92% (59% perpipaan dan 33% non perpipaan terlindungi), memberi bantuan teknis. Penerapan profesionalisme dalam pengelolaan dan pelayanan, baik dalam kemampuan operasional maupun dalam menanggapi keluhan konsumen. Untuk dapat mengetahui progres dari masing-masing daerah terhadap pencapaian MDG, pemerintah pusat juga perlu menetapkan sistem monitoring. Program pengembangan pelayanan air bersih berdasarkan kondisi dari masing-masing institusi pengelola : 1). Program peningkatan cakupan pelayanan untuk institusi yang sehat 2). Program penguatan/optimalisasi untuk institusi yang kurang sehat (diasumsikan institusi yang tidak sehat/kritis sudah naik kondisinya ke kurang sehat atau ke kategori sehat).
c. Sasaran jangka panjang (2015) Komponen sasaran yang ingin dicapai meliputi : Total tingkat pelayanan (perpipaan dan non perpipaan terlindungi) mencapai 94% (69% perpipaan dan 25% non perpipaan terlindungi) Memberi bantuan teknis, bantuan teknis yang dimaksud disini dapat berupa bantuan konsultasi untuk perencanaan, perancangan, DED (Detail Engineering Design) sistem penyediaan air bersih sesuai dengan kondisi daerah dan aspirasi masyarakat setempat. Untuk dapat mengetahui progres dari masing-masing daerah terhadap pencapaian MDG, pemerintah pusat juga perlu menetapkan sistem monitoring. Pengembangan usaha/pelayanan dengan mengupayakan pendanaan dengan kemampuan sendiri/mandiri. Peningkatan profesionalisme dalam pengelolaan dan pelayanan air bersih antara lain dengan peningkatan kinerja : 1). Dari aspek teknis : penurunan tingkat kehilangan air sampai 20-25%; kontinuitas pelayanan 24 jam sehari; kualitas air yang memenuhi standar. 2). Dari aspek keuangan : rasio pendapatan terhadap biaya operasional >1 yang berarti tarif telah mampu menutupi biaya marjinal dan mulai mengarah kepada full cost recovery, peningkatan efisiensi penagihan.
Rencana Tindak (Action Plan ) Dan Analisa Penyediaan Air Bersih Di Propinsi Nusa Tenggara Barat (Oki Setyandito, Yureana Wijayanti, Agung Setyawan)
195 3). Dari aspek kelembagaan : pencapaian rasio karyawan yang optimal (4/1000); komposisi dan peningkatan kapabilitas karyawan; kejelasan bentuk dan otoritas wewenang dari institusi pengelola.
5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian action plan dan analisa penyediaan air bersih adalah sebagai berikut: 1). Dari analisa diperoleh bahwa kebutuhan air bersih lebih besar dari ketersediaan air yang ada untuk setiap kabupaten/kota di Nusa Tenggara Barat. Daerah yang perbedaan antara ketersediaan air yang ada dan kebutuhannya paling besar, yang berarti jumlah penduduk yang paling sedikit mendapatkan pelayanan air bersih yakni Kab.Lombok tengah sebesar 7,2%. Kemudian diikuti oleh Kab Bima/Kota Bima sebesar 7,6%, Kab. Lombok Timur sebesar 8,3%. 2). Pendekatan yang dilakukan dalam pembangunan dan pengelolaan pensarana dan prasarana penyediaan air bersih masih bernuansa administratif. 3). Banyak investasi berupa hasil pembangunan sarana prasarana penyediaan air bersih yang tidak termanfaatkan ataupun berfungsi dengan baik karena tidak dikelola dan dipelihara sesuai standar (tidak berorientasi pada prinsip keberlanjutan atau sustainable system). Hal ini berlaku baik pada investasi penyediaan air bersih di perkotaan maupun perdesaan. 4). Pembangunan dan pengelolaan sarana prasarana penyediaan air bersih dilakukan masih berdasarkan penetapan kebutuhan dari pemerintah pusat (supply driven) yang bersifat general atau standar untuk tiap kota/daerah yang tidak mencitrakan kebutuhan masyarakat yang sebenarnya sesuai kondisi karakteristik wilayahnya. Hal ini juga menjadi pemicu yang mengarah pada kegagalan program. 5). Beberapa kendala yang dihadapi berkaitan dengan upaya melaksanakan pola pendekatan yang tanggap kebutuhan (demand responsive approach) antara lain: a) Belum adanya kerangka hukum yang mengatur tentang penerapan pola pendekatan ini yang disepakati oleh semua stakeholder. b) Kendala pelaksanaan di lapangan yaitu adanya indikasi penolakan dari masing- masing stakeholder, baik langsung maupun tak langsung, untuk menerapkan pola pendekatan ini karena keterbatasan kemampuan, informasi, dana, dan kelemahan birokrasi, serta pertimbangan lainnya. 6). Terbatasnya sumber pendanaan baik untuk investasi maupun kegiatan operasi dan pemeliharaan sarpras penyediaan air bersih. Sumber terbesar berasal dari pinjaman luar negeri dari lembaga donor. Keterbatasan dana yang ada dan pinjaman yang besar membuat kondisi keuangan institusi pengelola penyediaan air bersih (PDAM) masih terperosok meskipun sudah mulai berorientasi pada sistem full cost recovery. Peran keterlibatan swasta ataupun upaya pencarian alternatif sumber dana lain seperti pinjaman dari bank, obligasi dan sebagainya masih minim/belum dijajaki. 7). Sekitar 60 % PDAM dalam kondisi kurang sehat, disebabkan oleh rendahnya kinerja manajemen, tarif air yang relatif rendah dibanding biaya operasi dan pemeliharaan, dan kurangnya dukungan pemerintah kabupaten/kota sebagai pemilik PDAM tersebut. Sejak krisis 1997, perkembangan investasi di bidang air bersih relatif kurang memadai
Volume 6 No. 2, April 2006 : 185 - 196 196 dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk perkotaan yang 4 % per tahun. Perlu segera dilakukan upaya penyehatan PDAM agar pelayanan air bersih bisa berkembang sesuai dengan kebutuhan dan mencapai sasaran bersama pada 2015 untuk akses air bersih, yaitu 80% di perkotaan dan 40% di perdesaan.
5.2. Saran Dari analisa dan rencana tindak diatas, diperlukan suatu pembuatan program yang lebih detail dan strategis guna pengembangan system penyediaan air bersih.
DAFTAR PUSTAKA Dinas Permukiman dan Wilayah, Kimpraswil NTB, 2004. Penyusunan Memorandum Program Action Plan Air Bersih dan Prasarana Lingkungan NTB, Laporan Akhir. IRC,2002, Small Community Water Supply, (Technical paper series:no 40) Delft The Netherlands, IRC International Water and Sanitation Centre Rahmatullah,2003, Sistem Penyaluran Air Bersih, Laporan, Jurusan Teknik Lingkungan FTSP UII Yogyakarta -------, 1996. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang. -------, 2000. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom. -------, 2001, Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air. -------, 1994, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 42/MENLH/11/1994 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan -------, 2000, Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 4 tahun 2000 tentang Panduan Penyusunan Amdal Kegiatan Pembangunan Permukiman Terpadu. -------, 2002 Perda tentang Renstra Propinsi Nusa Tenggara Barat,
RIWAYAT PENULIS Oki Setyandito ST., M.Eng, adalah staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.
Yureana Wijayanti ST., M.Eng, adalah staf pengajar Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta
Agung Setyawan ST., MT, adalah staf pengajar Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat.