Anda di halaman 1dari 12

Tokoh Ilmuwan Islam yang Mengubah Dunia

By: Azzahra Ramadhina Salsabillah


Kelas: X MIPA 3
Nomor Absen: 9
1. Al-Farghani:

Al-Farghani merupakan ahli astronomi muslim yang sangat berpengaruh. Nama lengkapnya adalah Abu al-Abbas bin
Muhammad bin Kalir al-Farghani. Orang-orang barat mengenalnya dengan sebutan al-Farghanus. 
 
Al-Farghani berasal dari Farghana, Transoxania. Ia hidup di masa pemerintahan khalifah al-Ma'mun (813-833) hingga
masa kematian al-Mutawakkil (847-881). Al-Farghani sangat beruntung hidup di dua masa tersebut karena pemerintah
kekhalifahan memberi dukungan penuh bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Buktinya, sang khalifah
membangun sebuah lembaga kajian yang disebut Akademi al-Ma'mun, dan mengajak al-Farghani untuk bergabung.
Bersama para ahli astronomi lain, ia diberi kesempatan menggunakan peralatan kerja yang sangat canggih pada masa itu.
Ia memanfaatkan fasilitas yang ada untuk mengetahui ukuran bumi, meneropong bintang, dan menerbitkan laporan ilmiah.
Pada tahun 829, al-Farghani melakukan penelitian di sebuah observatorium yang didirikan oleh khalifah al-Ma'mun di
Baghdad. Ia ingin mengetahui diameter bumi, jarak, dan diameter planet lainnya. Pada akhirnya, ia berhasil menyelesaikan
penelitian tersebut dengan baik. Al-Farghani juga termasuk orang yang turut memperindah Darul Hikmah al-Ma'mun dan
mengambil bagian dalam proyek pengukuran derajat garis lintang bumi. Al-Farghani juga berhasil menjabarkan jarak dan
diameter beberapa planet. Pada masa itu, hal tersebut merupakan pencapaian yang sangat luar biasa.
 
Hasil penelitian al-Farghani di bidang astronomi ditulisnya dalam berbagai buku. Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm
an-Nujum (Asas-Asas Ilmu Bintang) adalah salah satu karya utamanya yang berisi kajian bintang-bintang. Sebelum masa
Regiomontanus, Harakat as-Samawiyya wa Jawami Ilm an-Nujum adalah salah satu buku yang sangat berpengaruh bagi
perkembangan astronomi di Eropa.
2. Al-Jazari:

Bernama lengkap Al-Jazari adalah Badi’ Al-Zaman Abu Al-Izz Ibnu Ismail Ibnu Ar-Razzaz Al-Jazari, lahir pada
tahun 1136 M di Al-Jazirah, sebuah daerah yang terletak antara Tigris dan Eufrat, yang kini lebih terkenal dengan
nama Mesopotamia.

Al-Jazari merupakan salah satu pionir penemu robot, hal tersebut dilakukannya ketika mengabdi sebagai kepala
insinyur di Istana Artuklu, Dinasti Artuqid di Diyar-Bakir, yang kini berada di wilayah Turki pada abad ke-11
sampai 12. Beliau menciptakan berbagai alat otomatis pada zaman itu dan penemuannya telah melampaui kemajuan
pada zamannya. Ismail Al-Jazari juga orang pertama yang menggabungkan antara teknologi dan estetika, yang
melampaui masanya. Dengan ornamen-ornamen yang khas dengan kehidupan orang Turki pada waktu itu, seperti
Gajah, Ular, Burung Merak dan lainnya.

Al-Jazari adalah ilmuwan muslim yang memperkenalkan sekitar seratus alat berbasis teknologi mekanik, dan tata
cara membuatnya. Untuk melacak hal tersebut, kita bisa membuka dan membaca kitab karyanya yang bernama Al-
Jami’ Baina al-Ilm wal Amal al-Nafi’ fi Sina’at al-Hiyal, yang merupakan Buku Pengetahuan tentang Penemuan-
Penemuan Geometris yang Jenius, berisi kumpulan teori dan praktek mekanisme.

Kitab lainnya yang tidak kalah penting dan mempunyai kontribusi besar dalam ilmu mekanik adalah Fima’rifat Al-
Hiyal Al-Handasiyya, yang berisi tentang gambar perangkat mekanik dan penjelasannya. Karya-karya al-Jazari
banyak mendapat pujian dari bangsa Barat, bahkan teknologi pembagian gir roda buatannya digunakan oleh
beberapa ahli seperti jam astronomi milik Giovanni de Dondi pada tahun 1364 dan desain mesin terdahulu milik
Francesco di Giorgio (1501), sehingga idenya tentang robot semakin menyebar di Eropa.
3. Abbas Ibnu Firnas:

Abbas Ibnu Firnas merupakan matematikawan, astronom, fisikawan, dan ahli penerbangan Muslim dari abad ke-
9 yang tercatat sebagai manusia pertama yang mengembangkan alat penerbangan dan sukses terbang. Abbas
Ibnu Firnas lahir di Izn-Rand Onda (sekarang Ronda, Spanyol) tahun 810 Masehi.Pria Maroko ini hidup pada
masa pemerintahan Khalifah Umayyah di Andalusia (Spanyol). Semasa hidupnya, manusia genius yang hidup di
Cordoba ini dikenal sebagai ilmuwan serba bisa dan menguasai beragam disiplin ilmu pengetahuan.

Tahun 875, saat usianya menginjak 65 tahun, Abbas Ibnu Firnas merancang dan membuat sebuah alat terbang
yang mampu membawa penumpang. Ia lantas mengundang orang-orang Cordoba untuk turut menyaksikan
penerbangan bersejarahnya di Jabal Al-‘Arus (Mount of the Bride) di kawasan Rusafa, dekat Cordoba. Sebelum
melakukan uji coba terbang, Abbas Ibnu Firnas sempat mengucapkan salam perpisahan, untuk antisipasi jika
percobaannya gagal. Penerbangan itu sukses. Abbas Ibnu Firnas mampu terbang selama 10 menit.

Sayang, cara meluncurnya tidak tepat sehingga melakukan pendaratan yang fatal. Abbas Ibnu Firnas terempas ke
tanah bersama glidernya dan mengalami patah tulang pada bagian punggung. Kecelakaan itu terjadi karena dia
lupa untuk menambahkan ekor pada alat buatannya. Abbas Ibnu Firnas tidak memperhitungkan pentingnya ekor
sebagai bagian yang digunakan untuk memperlambat kecepatan saat melakukan pendaratan layaknya seekor
burung. Tidak bisa bertahan dari rasa sakit akibat cedera punggung, Abbas Ibnu Firnas akhirnya meninggal pada
tahun 888 Masehi.
4. Al-Khawarizmi:

Al-Khawarizmi memiliki nama lengkap Muhammad ibnu Musa Al Khwarizmi, sedangkan di negara-negara


barat Al Khawarizmi dikenal dengan sebutan Al-Gorizmi. Al Khawarizmi lahir sekitar tahun 780 M di
Khawarizm jika sekarang tempat kelahirannya dikenal dengan kota Khiva di Uzbekistan. Ketika kecil,
beliau pindah bersama keluarganya ke selatan kota Baghdad, sehingga di sinilah beliau meniti karirnya
sebagai seorang matematikawan. Al Khawarizmi bergabung bersama cendekiawan yang lain di Bait Al-
Hikmah ketika berusia 20 tahun. Semasa hidupnya beliau bekerja di Sekolah Kehormatan yang didirikan
oleh Khalifah Al-Ma’mun. Di sanalah beliau banyak menulis berbagai gagasan dan mempublikasikan buku
ilmu pengetahuan baik di bidang matematika, astronomi, sejarah maupun geografi, termasuk mempelajari
terjemahan literatur sansekerta dan Yunani.

Karya pertama beliau dipublikasikan dalam buku al-Jabar (Al-Kitāb al-mukhtaṣar fī ḥisāb al-jabr wa-l-
muqābala), buku tersebut merupakan buku pertama yang menjelaskan solusi sistematik dari linear dan
notasi kuadrat. Berkat karya tersebutlah beliau dijuluki sebagai Bapak Aljabar, selain itu buku tersebut juga
membawa kontribusi dalam kebahasaan. Kata aljabar berasal dari kata al-Jabr yang tercantum di dalam
bukunya.

Hasil pemikiran beliau dalam buku al-Jabar dianggap sebagai revolusi besar dalam bidang matematika.
Beliau berhasil mengintegrasikan konsep-konsep geometri dari matematika yunani kuno ke dalam konsep
matematika yang baru. Pemikirannya menghasilkan sebuah teori gabungan yang memungkinkan bilangan
rasional, irasional, dan besaran-besaran geometri diperlakukan sebagai objek-objek aljabar.
5. Ibnu Sina:

Ibnu Sina atau yang dikenal sebagai Avicenna di negara barat, lahir pada 980 Masehi di Bukhara, Iran. Ibnu
Sina telah memperlihatkan kecerdasannya sejak masih anak-anak. Pada usia 10 tahun dia telah membaca dan
menghapalkan seluruh isi Al Quran. Menginjak usia remaja, dia belajar ilmu penalaran dasar dari seorang guru,
dan kemudian mempelajari pemikiran-pemikiran filsuf era Hellenistik secara otodidak.

Pada usia 16 tahun, Ibnu Sina mulai mempelajari ilmu pengobatan. Ketika itu pula, Sultan Bukhara jatuh sakit
dan tidak ada satu pun tabib istana yang mampu mengobati. Ibnu Sina kemudian dipanggil untuk
menyembuhkan sang raja. Di luar dugaan, dia berhasil melaksanakan tugasnya. Sebagai bentuk terima kasih,
Sultan kemudian mengizinkan Ibnu Sina mengakses perpustakaan Samanid, yang kemudian memperluas
cakrawala pemikiran dan pengetahuannya.

Karya penting Ibnu Sina adalah Al-Qanun fi At-Thibb atau Kitab Pengobatan, yang terdiri dari lima buku.
Dalam buku pertama, Ibnu Sina membahas metode pengobatan berdasarkan pengamatan terhadap empat unsur,
yaitu tanah, udara, api, dan air. Buku kedua membahas materia medica atau pengetahuan tentang efek terapeutik
yang terjadi pada tubuh dari setiap zat yang digunakan untuk penyembuhan. Di buku ketiga, Ibnu Sina
mengulas tentang penyakit-penyakit pada tubuh manusia, mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki. Kemudian
pada buku keempat, dia menyajikan pengamatan penyakit yang tidak spesifik pada organ tertentu, seperti
demam. Lalu pada buku kelima, Ibnu Sina membahas tentang obat-obatan majemuk. Kitab Pengobatan menjadi
salah satu warisan penting Ibnu Sina, karena dipakai sebagai buku rujukan utama di Eropa hingga pertengahan
abad XVII.
6. Ibnu Khaldun:

Ibnu Khaldun, atau yang bernama lengkap Abd al-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun (1332-1406) adalah seorang
sejarawan, filsuf, dan negarawan Arab. Risalahnya yang berjudul Muqaddima menjadi pelopor teori sosiologis umum sejarah,
menasbihkan ia sebagai salah satu pemikir paling orisinal dari Abad Pertengahan. Ibnu Khaldun lahir pada 27 Mei 1332 di
Tunisia.

Ibnu Khaldun dikenal sebagai seorang ilmuwan besar tak hanya di dunia intelektual Arab, melainkan juga di dalam sejarah
intelektual dunia. Ia dikenal sebagai seorang ilmuwan pelopor dalam bidang ilmu sejarah dan ilmu sosiologi. Pada tahun
1375, ia tinggal di tengah suku Awlād Arīf di Frenda, Aljazair.

Dan disanalah ia menulis Muqaddimah-nya yang terkenal itu. Di bagian awal Muqaddimah, Ibnu Khaldun menegaskan
tentang betapa pentingnya sejarah. Indikasinya, menurutnya, adalah fakta bahwa sejarah merupakan salah satu ilmu yang
banyak dipelajari oleh berbagai bangsa serta oleh berbagai generasi. Peristiwa sejarah merupakan media bagi manusia untuk
mempelajari manusia lainnya, serta untuk memahami bagaimana perubahan terjadi. Ini terutama sekali tampak pada
perkembangan negara-negara, mulai dari kelahirannya, perkembangannya, ekspansinya ke tempat lain, kemegahan dan
kemakmuran yang dicapainya, hingga akhirnya keruntuhannya.

Di samping menekankan manfaat mempelajari sejarah, Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah juga membangun pengertian
tentang bagaimana mendapatkan pengetahuan sejarah secara ilmiah. Bagi Ibnu Khaldun, penulisan sejarah di masa
sebelumnya belum memenuhi standar penulisan yang tepat. Baginya, sejarah tak lain dari ‘observasi dan usaha mencari
kebenaran (tahqiq)’. Dari sanalah orang akan mendapatkan penjelasan yang rasional tentang asal usul dan penyebab
terjadinya suatu peristiwa.
7. Ibnu Al-Haitham:

Ibnu Al-Haitham yang bernama lengkap Abu Ali Muhammad Ibnu al-Hasan Ibnu al-Haitham atau yang dikenal oleh
cendekiawan Barat sebagai Alhazen. Beliau lahir pada 965 M di Basra, Irak. Ia memulai karier sebagai pegawai
pemerintah di Basra,namun ketertarikannya untuk menimba ilmu jauh lebih besar dibanding bekerja dalam bidang
birokrasi. Ia memutuskan merantau ke Ahwaz dan Baghdad yang merupakan pusat intelektual dunia kala itu. Hingga
sempat mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar.

Usai lulus, ia mempelajari banyak keilmuan secara otodidak sampai akhirnya Ibnu Haitham tertarik pada ilmu optik. Al-
Haitham merupakan seorang ilmuwan Muslim yang hasil penemuannya sangat berpengaruh hingga sekarang. Banyak
temuan optik yang dicetusnya, salah satunya adalah penelitian tentang cahaya. Hingga pada akhirnya, dunia menyebutnya
sebagai Bapak Optik.Ibnu Haitham, orang pertama yang menemukan juga menulis data mengenai cahaya. Salah satu
karyanya adalah kitab al-Manadhir. Kitab yang pertama kali menjelaskan teori optik.

Untuk menjelajahi sifat cahaya dan penglihatan, fisikawan abad ke-11 ini menggunakan kamar gelap yang ia sebut 'Albeit
Almuzlim' atau dalam bahasa latin yang artinya 'camera obscura'. Dia mengamati bahwa cahaya yang datang melalui
lubang kecil berjalan dalam garis lurus dan memproyeksikan gambar ke dinding yang berlawanan. Setelah diterjemahkan
ke dalam bahasa latin pada 1572, lewat karyanya tersebut yang memberikan dampak ke seluruh dunia, Ibnu Haitham juga
orang pertama yang dapat menjelaskan soal mekanisme penglihatan manusia secara detail dan menemukan teori
pembiasan cahaya, termasuk teori kemunculan bayangan, gerhana, dan pelangi. Dalam hal ini, Ibnu Haitham memberikan
kontribusi penting bagi perkembangan dunia modern.
8.Ibnu Majid:

Ibnu Majid terlahir dengan nama panjang Syihabudin Ahmad bin Majid As Sa’di bin Abu Rakaib An Najdi. Sejak lahir dan
sepanjang masa kecilnya dijalani di desa Jilfar, suatu wilayah di timur Ra’su Al Khaimah, di sekitar Teluk Arab.Ia hidup pada
abad ke-14.
Keluarganya berasal dari Bani Tamim, dan ia dikenal sebagai anak-anak nahkoda.

Ayahnya sering mengajaknya ikut berlayar ke Laut Merah, sehingga sejak kecil, ia sudah tidak asing dengan lautan. Dikenal
sebagai sosok intelektual yang cerdas, sejak kecil ia banyak belajar tentang matematika, bahasa Arab, geografi, kartografi,
dan astronomi.Tentang kelautan, ia tekun mempelajari teori dan praktiknya secara langsung bersama ayahnya. Saat sudah
punya bekal keahlian untuk berlayar, ia dipercaya bersama rombongannya untuk mengarungi lautan.Tidak hanya Laut Merah,
tapi juga Samudra Hindia yang ia taklukkan. Tidak hanya berlayar, tapi ia juga merangkum pengalaman dan pengetahuannya
tentang laut. Karya-karyanya yang masih berpengaruh di dunia pelayaran modern adalah Hawiyah Al Ikhtisar fi Usul ilm Al
Bihar (Rangkuman Ilmu Kelautan) dan Al Fawaid fi Usul Ilm Al Bahr wa Al Qawaid (Pedoman Dasar Ilmu Kelautan). Semua
karyanya berdasarkan teori-teori kelautan dan navigasi yang dipelajarinya dan juga pengalamannya sebagai pelaut.

Berkat ketekunan dan keberaniannya untuk menjelajahi wilayah baru seperti Samudera Hindia saat itu, namanya semakin
dikenal. Apalagi ketika ia mampu mengembangkan kompas yang canggih dan akurat. Meskipun ia bukan penemu kompas
yang pertama di dunia, tapi kompas buatannya menjadi cikal bakal kompas modern. Reputasinya makin tinggi saat ia bisa
menjadi penunjuk jalan untuk Vasco da Gama saat akan melakukan ekspedisi ke Tanjung Harapan pada tahun 1498. Kepada
Vasco da Gama, ia tunjukkan kompas ciptaannya. Ekspedisi itulah yang membuat bangsa Eropa berhasil menemukan sebuah
jalur baru menuju benua Asia. Karena dianggap berjasa, ia diajak bergabung dalam ekspedisi Vasco da Gama berikutnya.
9. Ibnu Batutah:

Nama lengkapnya Abu Abdellah Mouhammed Ibnu Batutah. Seorang sarjana islam keturunan suku Berber,
Maroko. Ia lahir tanggal 25 Februari 1304 di kota Tangier, Maroko. Ia dikenal sebagai penjelajah yang telah
mengelilingi hampir seluruh dunia. Selama 30 tahun perjalanannya ia telah mengunjungi Afrika Utara dan
Barat, Eropa Selatan dan Timur, Timur Tengah, India, Asia Tengah, Cina hingga Indonesia di Asia Tenggara.
Kisah pengembaraannya ia tuangkan dalam buku yang diberi judul Rihlah Ibnu Batuta (Perjalanan Ibnu
Batutah).

Di usianya yang masih sangat belia, yakni 21 tahun, Ibnu Batutah menempuh perjalanan seorang diri ke
Tanah Suci untuk mengunjungi Baitullah dan makam Rasulullah. Ia bermaksud untuk menunaikan ibadah
haji,tetapi ia juga ingin belajar hukum Islam di sepanjang perjalanannya.

Ibnu Batutah mengaku termotivasi oleh mimpinya, di mana seekor burung besar membawanya terbang ke
arah timur dan meninggalkannya di sana. Seorang pria suci yang menafsirkan mimpinya mengatakan bahwa
Ibnu Batutah akan berkeliling dunia, dan ia bermaksud untuk memenuhi ramalan itu.
Al-Battani:

Al-Battani lahir sekitar tahun 858, di Harran. Ia memiliki nama lengkap Abu Abdullah Muhammad ibn Jabir
ibn Sinan al-Raqqi al-Harrani al-Sabi al-Battani. Orang Eropa menyebut Al-Battani dengan sebutan
Albategnius. Ia adalah anak dari ilmuwan astronomi, Jabir Ibn San'an Al-Battani. Keluarga Al-Battani
merupakan penganut sekte Sabian yang melakukan ritual penyembahan terhadap bintang. Namun, Al-Battani
tidak mengikuti jejak nenek moyangnya.

Ia memilih memeluk agama Islam. Secara informal, Al-Battani dididik ayahnya yang juga seorang ilmuwan.
Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikannya pada bidang keilmuan yang digeluti ayahnya.
Ketertarikan pada benda-benda yang ada di langit membuat Al-Battani kemudian menekuni bidang
astronomi tersebut.

Salah satu karyanya yang cukup populer adalah Kitab al-Zij, yang pada abad ke-12 diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin dengan judul De Scientia Stellarum atau De Motu Stellarum. Berkat penemuannya, saat ini kita
bisa mengetahui bahwa dalam setahun ada 365 hari, 5 jam, 46 menit dan 24 detik (sumber lain menyebut
365,24 hari). Penemuan Al-Battani ini dianggap akurat, bahkan keakuratan pengamatan yang dilakukan Al-
Battani ini membuat seorang matematikawan asal Jerman bernama Christopher Clavius menggunakannya
untuk memperbaiki kalender Julian.
Penutup:

Sekian dari saya, mohon maaf apabila ada kesalahan.


Wabillahi taufik wal hidayah
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

-Azzahra Ramadhina Salsabillah/Sasa-

Anda mungkin juga menyukai