Anda di halaman 1dari 95

ASPEK HUKUM AUDIT INVESTIGATIF

M.Muslihuddin, SH, MH, CLA

BIRO HUKUM DAN KOMUNIKASI


SEMARANG, 25 NOVEMBER 2019
AUDIT DAN HUKUM
• AUDIT
proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan secara
independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk
menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektifitas, efisiensi, dan
keandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah
(Standar AAIPI)

• AUDIT UNTUK KEPENTINGAN HUKUM


mendeteksi fraud, penyelesaian administrasi dan/atau pidana, membantu
APH menghitung kerugian keuangan negara

• HUKUM MEMBERIKAN ‘BOBOT PENILAIAN’ TERHADAP HASIL AUDIT DAN


KETERANGAN AHLI AUDIT
bukti akuntansi – bukti hukum
bukti surat, bukti keterangan ahli

• AUDIT DILAKUKAN SESUAI KETENTUAN, STANDAR DAN KODE ETIK


kekeliruan berisiko dikomplian/digugat bahkan mengganti kerugian 2
Pentingnya hukum dalam audit
MENINGKATNYA KESADARAN HUKUM
MASYARAKAT BERPENGARUH TERHADAP
01 BERBAGAI ASPEK TERMASUK PENGAWASAN;
MENCEGAH KOMPLAIN ATAS HASIL
02 AUDIT;

MEMINIMALISIR RISIKO
03 HUKUM;

MELAKUKAN AUDIT TIDAK TERLEPAS DARI


04 PERATURAN;TL HASIL AUDIT BERKAITAN
DENGAN HUKUM

05 KETERKAITAN ANTARA BUKTI AUDIT DAN BUKTI


HUKUM.

3
HUKUM

Keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau


kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama:
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang
berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang
dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu
sanksi
(Sudikno Mertokusumo)

4
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945

TAP MPR

Hierarki Undang-Undang/Perpu

Peraturan Peraturan Pemerintah

Perundang- Peraturan Presiden


undangan Peraturan Daerah Provinsi
UU Nomor 12 Tahun 2011
Peraturan Daerah Kab/Kota

Dalam praktek ada SE, MoU, dll


Untuk Perusahaan terdapat aturan atau standar perusahaan (tatacara/prosedur/SOP)

5
JENIS PERATURAN LAIN?
(BI,MENTERI,BADAN,LEMBAGA)

Diakui keberadaannya dan


mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan
oleh peraturan yang lebih tinggi atau
dibentuk berdasarkan kewenangan
(pasal 8)

6
ASAS UMUM

LEX SUPREIORE DEROGAT LEX INFIRIORE

• tinggimengesampingkanrendah

LEX POSTEREORE DEROGAT LEGI PRIORE

• terbarumengesampingkanlama

LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI

• khususmengesampingkanumum

7
ASAS LEGALITAS HUKUM PIDANA

Pasal 1 KUHP
(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali
berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada sebelumnya.
(2) Jika ada perubahan dalam perundang-undangan
sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkan baginya.

Pasal 2 ayat (1) UU PTPK


“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan
perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara 8
atau perekonomian negara...”
KONTRAK
• suatu perjanjian tertulis diantara dua atau lebih
orang / pihak yang menciptakan hak dan kewajiban
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu
(Istilah Umum)
• “Contract: An agreement between two or more
persons which creates an obligation to do or not to
do a peculiar thing”
• Perjanjian : Adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap
satu orang atau lebih lainnya ( 1313 BW )

9
Keabsahan Sebuah Perjanjian
Subyektif Dapat dibatalkan

1320 KUHPer

Kesepakatan(consensus)

Kecakapan(capacity)
1320
BW
Haltertentu(certainty of Terms)

Sebabyang halal (legality)

Obyektif Batal demi hukum

10
PA S A L 1 3 3 8 B W

Semua Perjanjian Asas


yang dibuat secara Kebebasan
Berkontrak Asas
sah berlaku sebagai Asas Itikad
Undang-Undang Pacta Sunt Servanda Baik
bagi mereka yang Asas
membuatnya Personalitas

11
Sebab yang Halal (Legality)
Isi dari Perjanjian itu harus memuat suatu causa yang diperbolehkan atau legal (geoorloofde
oorzak) tidak bertentangan dengan:

Kepatutan
Ketertiban Ketelitian,
UU Umum Kesusilaan Kehati-hatian

1337 BW
1339 BW

12
APIP dan HUKUM ADMINISTRASI

Saat ini dan kedepan,


Auditor/Pemeriksa dituntut bisa
memahami Hukum Administrasi;

Peraturan perundang-undangan di
bidang administrasi bukan saja sebagai
kriteria namun juga sebagai ‘panduan’
dalam pengkategorian, pengungkapan
dan penyelesaian fraud sampai batas
kompetensi dan kewenangan APIP. 13
PENGATURAN APIP
DALAM HUKUM ADMINISTRASI
• Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan
dilarang menyalahgunakan Wewenang;
• Pengawasan terhadap larangan
penyalahgunaanwewenangdilakukan
UU 30/2014
olehAparatPengawasanInternPemerintah;
ADMINISTRASI
• Hasil pengawasan :
PEMERINTAHAN
(Psl 17-20)
• tidak terdapat kesalahan;
• terdapat kesalahan administratif; atau
• terdapat kesalahan administratif
yangmenimbulkan kerugian keuangan
negara.

UU 23/ 2014 •Pengaduan masyarakat atas dugaan


PEMERINTA penyimpangan diperiksa oleh
dan/atauAparatPenegakHukum(APH);
APIP

HAN •Pemeriksaan APH terlebih dahulu harus


koordinasi dengan APIP;
DAERAH •Penyimpangan administratif diserahkan APIP,
penyimpangan pidana deselesaikan APH
(Psl 385)
14
UU NO. 30 TAHUN 2014
• Jenis larangan
Badan dan/atau penyalahgunaan wewenang
Pejabat (Pasal 17 ayat(2)):
Pemerintahan • Melampauiwewenang
dilarang
menyalahgunakan • Mencampuradukkanwewen
Wewenang ang; dan/atau
(Pasal17) • Bertindak sewenang-
wenang
Pengawasan •HasilpengawasanAPIPberupa:
Penyalahgun • Tidakterdapatkesalahan
•Terdapatkesalahanadministratif; atau
aanWewena •Terdapat kesalahan administratif yang
ng menimbulkan kerugian keuangan
negara
(Pasal20)
15
UU ADPEM

UU Peratun

PP 48 th 2016 dan PP yg
msh dlm proses

PERMA 4 dan 5 Th 2015

16
KOORDINASI APH - APIP

• irisan antara ADMINISTRASI dengan


PIDANA;
• UU nomor 30 tahun 2014 murni
tentang administrasi, APH atau
masalah pidana disebut dalam PP 48
tahun 2016;
• Perbuatan pidana (korupsi) bisa
diawali/menggunakan sarana
administrasi.
17
Titik Singgung Ranah Administrasi
dan Rezim Pidana

• Pengadilan berwenang menerima,


memeriksa, dan memutuskan ada
tidaknya unsur penyalahgunaan
wewenang;
• Bisa diuji PTUN setelah ada hasil
pengawasan APIP;
• Tidak bisa diuji apabila sudah proses
pidana.
18
ADMINITRASI atau KORUPSI ?

Maksud atau niat jahat yang diwujudkan


dalam perbuatan;

Curang, menipu, manipulasi, suap;

Merugikan keuangan negara/daerah.

19
DIPROSES PIDANA
• terjadi kerugian keuangan negara bukan
untuk melindungi kepentingan umum,
• iktikad tidak baik;
• memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau badan;
• serta ditemukan bukti adanya
penyimpangan yang bersifat pidana

(PASAL 36 PP 48 tahun 2016)


20
Unsur PIDANA dalam PP 48 th 2016

ditemukan unsur pidana, Atasan Pejabat dan APIP dalam 5 hari wajib
menyerahkan pengaduan masyarakat tersebut kepada APH (pasal
19);

Ditemukan kerugian negara dan pidana dalam proses pemeriksaan


internal, selain dilakukan pengembalian uang ke kas negara/daerah,
APIP melaporkan dan menyerahkan proses lebih lanjut kepada APH
(pasal 36).

21
KEUANGAN NEGARA

• Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara;
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara;
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang
Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan
Negara;
• Undang-undang Nomor 15 tahun 2006 tentang
BPK;
• Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang
Nomor 20 Tahun 2001;
• Praktek Putusan Pengadilan. 22
KEUANGAN NEGARA

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang


Keuangan Negara:

semua hak dan kewajiban negara yang dapat


dinilai dengan uang, serta segala sesuatu
baik berupa uang maupun berupa barang
yang dapat dijadikan milik negara
berhubung dengan pelaksanaan hak dan
kewajiban tersebut

23
KEUANGAN NEGARA
MENURUT UU PTPK

seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang


dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di
dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak
dan kewajiban yang timbul karena :
– berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban
pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah;
– berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban
Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan,
badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara,
atau perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan Negara
24
KERUGIAN NEGARA
• Ditinjau dari sisi akutansi, kerugian diakui dalam
laporan laba rugi dalam hal terjadi penurunan
manfaat ekonomi masa depan yang berkaitan
dengan penurunan aset atau kenaikan kewajiban
telah terjadi dan dapat diukur dengan andal.
• Pembuktian dan penghitungan kerugian negara
setidaknya meliputi 3 aspek: hukum, Keuangan
Negara dan akutansi/auditing.
Kerugian negara adalah berkurangnya kekayaan
negara atau bertambahnya kewajiban negara
tanpa diimbangi prestasi, yang disebabkan oleh
suatu perbuatan melawan hukum.
25
(Eddy Mulyadi Soepardi, 2009: 6 dan 13)
KERUGIAN DALAM PENGERTIAN
ILMU EKONOMI DAN ILMU AKUTANSI
• Kekayaan atau milik (seseorang, negara,
perusahaan, dll) pada suatu titik waktu dibandingkan
dengan kekayaan atau miliknya pada titik waktu
sebelum atau sesudahnya (konsep well-offness atau
better-offness);
• Substance over form, konsep yang melihat lebih
dalam makna ekonomis dari suatu transaksi
(substance), dan bukan sekedar bentuk luar (form)
yang dapat dikemas untuk tampilan “wajah hukum”
yang diinginkan.
(Theodorus M. Tuanakotta, 2008: 92-94)
26
Keuangan Perusahaan
atau Keuangan Negara?

• Perbedaan rezim pengaturan


• Kepemilikan
• Kekayaan negara yang dipisahkan
• Status badan hukum

27
JUDICIAL REVIEW
UU KEUANGAN NEGARA
(putusan MK 48/PUU-XI/2013)

• Pengertian keuangan negara dalam UU 17


th 2003 yang luas dan komprehensip
dimaksudkan untuk mengamankan
keuangan negara;

• BHMNPT/BUMN/BUMD
menyelenggarakan fungsi Pemerintahan
dalam arti luas, posisinya melakukan
pengelolaan keuangan negara.
28
29
JENIS KORUPSI 2004 S.D. 2018
BERDASARKAN DATA KPK
• PENYUAPAN; (tertinggi pertama)
• PENGADAAN BARANG/JASA; (tertinggi kedua)
• PENYALAHGUNAAN ANGGARAN;
• PERIJINAN;
• PUNGUTAN;
• TPPU;
• MERINTANGI PROSES KPK.

Pelaku korupsi tertinggi pada tahun 2016: swasta,


2017: PNS/ASN, 2018: DPRD & DPR. Pada tahun
2018, pelaku korupsi berdasarkan Instansi,
Kementerian/lembaga menempati urutan
30
Tindak pidana korupsi

• “…SECARA MELAWAN HUKUM MEMPERKAYA DIRI SENDIRI


ATAU ORANG LAIN ATAU KORPORASI…”(Pasal 2 UU PTPK)

• “…MENYALAHGUNAKAN KEWENANGAN, KESEMPATAN,


ATAU SARANA YANG ADA PADANYA KARENA JABATAN ATAU
KEDUDUKAN…” (Pasal 3 UU PTPK)

• PENYUAPAN, PENGGELAPAN, PEMERASAN, BERLAKU


CURANG, GRATIFIKASI YANG DIANGGAP SUAP, KORUPSI
BERKAITAN DENGAN PEMBORONGAN/PENGADAN,
PERCOBAAN/PERMUFAKATAN KORUPSI.

31
30 Bentuk/Jenis Perbuatan yang dikategorikan sebagai TPK, yang dapat dikelompokan
dalam 7 Kelompok (1)

Kerugian
Keuangan • Pasal 2, Pasal 3

Negara

Suap- • Pasal 5 ayat (1) huruf a, Pasal 5 ayat (1) huruf b,


Pasal 13, Pasal 15 ayat (2), Pasal 12 huruf a, Pasal

menyuap
12 huruf b, Pasal 11, Pasal 6 ayat (1) huruf a, Pasal
6 ayat 2, Pasal 12 huruf c, Pasal 12 huruf d

Penggelapan • Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 huruf a, Pasal 10


dalam Jabatan huruf b, Pasal 10 hurf c

32
(UU PTPK: No.31/1999 jo UU 20/2001)
30 Bentuk/Jenis Perbuatan yang dikategorikan sebagai TPK, yang dapat dikelompokan
dalam 7 Kelompok (2)

• Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf g, Pasal


Pemerasan 12 huruf h

• Pasal 7 ayat (1) huruf a, Pasal 7 ayat (1) huruf b,


Perbuatan curang Pasal 7 ayat (1) huruf c, Pasal 7 ayat (1) huruf d,
Pasal 7 ayat (2), Pasal 12 huruf h

Benturan kepentingan
• Pasal 12 huruf i
dalam pengadaan

Gratifikasi • Pasal 12 B jo. Pasal 12 C

33
(UU No.31/1999 jo UU 20/2001 Ttg Tastipikor )
Putusan MK Nomor 25 Tahun 2016
Sebelum Sesudah
Putusan Putusan

Potential Loss Actual Loss

Delik Formil Delik Materiil

Butuh Pembuktian
Kerugian keuangan
Negara secara Riil
oleh Auditor

34
P E R M A N O M O R 1 3 TA H U N 2 0 1 6

(1) Korporasi dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana


sesuai dengan ketentuan pidana Korporasi dalam undang-
undang yang mengatur tentang Korporasi.
(2) Dalam menjatuhkan pidana terhadap Korporasi, Hakim
dapat menilai kesalahan Korporasi sebagaimana ayat (1)
antara lain:
a. Korporasi dapat memperoleh keuntungan atau manfaat
dari tindak pidana tersebut atau tindak pidana tersebut
dilakukan untuk kepentingan Korporasi;
b. Korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana; atau
c. Korporasi tidak melakukan langkah-langkah yang
diperlukan untuk melakukan pencegahan, mencegah
dampak yang lebih besar dan memastikan kepatuhan
terhadap ketentuan hukum yang berlaku guna
menghindari terjadinya tindak pidana.
UU PT
– Pasal 155:
pertanggungjawaban atas kesalahan dan kelalaian
bisa secara perdata maupun pidana

– Tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian:


Beriktikad baik dan hati-hati, bertindak berdasarkan
aturan perusahaan/SOP sesuai tujuan dan
kepentingan perusahaan, tidak ada kepentingan
pribadi/benturan kepentingan, bertindak
mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian.

36
UU ITE
( UU NOMOR 11 TAHUN 2008)
Antara lain dilarang dengan sengaja dan tanpa hak
atau melawan hukum :
• mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
milik pihak lain;
• mengubah, menambah, mengurangi, melakukan
transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik;
• memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem
Elektronik Orang lain yang tidak berhak

37
Tindak Pidana Perbankan

TindakPidanaPerbankan

berkaitandenganPerijinan

Memberikan keterangan yang melawan hukum (rahasiaBank)

lalai memberikan keterangan yang diharuskan

Terkait pencatatan (pemalsuan dll) dalam pembukuan atau lainnya

Suap menyuap

Tidak mengambil langkah untuk memastikan ketaatan bank

38
Tahap Penanganan Perkara Pidana

Tahap
Pelaksanaan
Tahap Tahap Eksekusi
Penyelidikan Penuntutan Putusan
LHAI & BAP Ahli
sbg Bahan
Pelaks Dakwaan &
PKKN Tuntutan

1 2 3 4 5

Pemberian
Ket Ahli &
Pelaks AI Bukti Surat

Tahap Tahap Persidangan dan


Penyidikan Penentuan Putusan
Pengadilan

39
Serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan

1 sesuatu peristiwa yang diduga


sebagai tindak pidana guna
menentukan dapat atau tidaknya
dilakukan penyidikan menurut cara
Tahap yang diatur dalam undang-undang ini.
Penyelidikan

40
Tahap
Penyidikan Serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam undang-undang ini
2 untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu membuat
terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan
tersangkanya.

41
Tahap
Penyidikan
Tata cara pemeriksaan
penyidikan

2  Pemeriksaan saksi
 Pemeriksaan Ahli
 Pemeriksaan Tersangka

42
Tindakan penuntut umum untuk
melimpahkan perkara pidana ke
pengadilan negeri yang berwenang,

3 dalam hal dan menurut cara yang


diatur dalam undang-undang,
dengan permintaan supaya diperiksa
Tahap dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan
Penuntuta
n

43
Alat Bukti Kasus
Pidana
•Keterangan Saksi
•Keterangan Ahli
•Surat
•Petunjuk
•Keterangan Terdakwa

(Pasal 184 ayat (1) KUHAP)


44
ALAT BUKTIPERKARA TUN
Pasal100 UU No.5Tahun1986

AlatBuktiSurat

KeteranganAhli

KeteranganSaksi

PengakuanPihak

PengetahuanHakim

45
ALAT BUKTIPERKARA PERDATA
Pasal 164 HIR/284 RBg/1866 BW

AlatBuktiTertulis

KeteranganSaksi

Persangkaan

Pengakuan

Sumpah

46
Keterangan Saksi :

Saksi adalah orang yang dapat memberikan


keterangan guna kepentingan penyidikan,
penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara
yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami
sendiri”

(Pasal 1 butir 26 KUHAP).

47
Keterangan Ahli :

• Keterangan yang diberikan oleh


seorang yang memiliki keahlian khusus
tentang haI yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana
guna kepentingan pemeriksaan
(Pasal 1 butir 28 KUHAP);

• Apa yang seorang ahli nyatakan di


sidang pengadilan
(pasal 186 KUHAP)

48
Fungsi Ahli

Keterangan Ahli merupakan salah satu alat bukti berdasarkan


Pasal 184 ayat (1) KUHAP.
Fungsi ahli adalah untuk memberikan keterangan
berdasarkan keahlian khusus yang dimilikinya tentang
suatu hal yang diperlukan untuk membuat terang suatu
perkara pidana guna kepentingan pemeriksaan, untuk
mendukung keyakinan hakim.

49
Kekuatan Pembuktian
Keterangan Ahli

50
Hak Ahli

• Hak untuk menerima surat panggilan yang sah dengan


memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara
diterimanya panggilan dan hari dimana ahli diharuskan
memenuhi panggilan tersebut (Pasal 227 ayat (1) KUHAP)
• Hak untuk mengetahui perkara dimana ia akan
memberikan keterangan ahli.
• Hak untuk memberikan keterangan ahli sesuai
keahliannya secara bebas tanpa tekanan dari pihak
manapun. (Pasal 153 ayat (2) huruf b KUHAP).
• Hak untuk minta penjelasan.
• Hak untuk menolak menjawab pertanyaan yang tidak
sesuai dengan keahliannya (Pasal 1 butir 28 KUHAP).

51
Kewajiban Ahli
• Ahli wajib memenuhi panggilan untuk memberikan
keterangan Ahli di persidangan (penjelasan Pasal 159
ayat (2) jo Pasal 179 ayat (1) KUHAP)
• Saksi wajib bersumpah atau berjanji di depan sidang
sebelum memberikan kesaksian atau keterangan, dan
jika pengadilan menganggap perlu sesudah ahli
memberikan keterangan (Pasal 160 ayat (3) dan ayat
(4) KUHAP
• Ahli wajib memberikan keterangan yang benar
• Ahli wajib menyimpan rahasia.

52
Surat (Pasal 187 KUHAP):

Berita Acara dan surat lain dalam


bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat
umum yang berwenang atau yang
dibuat olehnya, yang memuat
keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau
yang dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas
tentang keterangannya itu. contoh akte
notaris

53
Surat :

Surat yang dibuat menurut ketentuan


peraturan perundang-undangan atas
surat yang dibuat oleh pejabat
mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung
jawabnya dan yang diperuntukan bagi
pembuktian suatu keadaan.
Contoh: sertifikat tanah

54
Surat :

Surat keterangan dari seorang ahli yang


memuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau
sesuatu keadaan yang diminta secara
resmi darinya.
Contoh Visum et repertum

55
Alat Bukti Surat
LHAI/LHKPPN
• Pasal 187 huruf c KUHAP

Surat yang dibuat atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah, diantaranya
surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dari padanya

56
Surat :

Surat lain yang hanya dapat berlaku jika


ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Contoh : akte di bawah tangan
(kwitansi, register, dan buku-buku
catatan).

57
Petunjuk (Pasal 188 KUHAP)

• Perbuatan, kejadian atau keadaan yang


karena persesuaiannya, baik antara yang
satu dengan yang lain maupun dengan
tindak pidana itu sendiri, menandakan
bahwa telah terjadi suatu tindak pidana
dan siapa pelakunya.

58
Keterangan Terdakwa
(1)Keterangan terdakwa ialah apa yang terdakwa
nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami
sendiri.
(2)Keterangan terdakwa yang diberikan di luar
sidang dapat digunakan untuk membantu
menemukan bukti di sidang, asalkan keterangan
itu didukung oleh suatu alat bukti yang sah
sepanjang mengenai hal yang didakwakan
kepadanya.
(3)Keterangan terdakwa hanya dapat digunakan
terhadap dirinya sendiri.
(4)Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk
membuktikan bahwa ia bersalah melakukan
perbuatan yang didakwakan kepadanya,
melainkan harus disertai dengan alat bukti yang
lain. 59
(Pasal 189 KUHAP)
BUKTI AUDIT BUKTI HUKUM
• Bukti audit tidak secara langsung bisa menjadi alat bukti
menurut hukum;
• Penyidik dapat mengembangkan bukti audit menjadi alat
bukti menurut hukum;
• Bukti audit berupa dokumen, pengujian fisik,
wawancara, konfirmasi, observasi, dan analisis dapat
menuntun penyidik guna menemukan dan
mengumpulkan alat bukti hukum dan memecahkan
perkara;
• Sebaliknya, dalam kondisi tertentu auditor juga bisa
mengembangkan audit berdasarkan informasi aparat
penegak hukum.
60
ProsedurAudit

UjiFisik Konfirmasi Dokumentasi Observasi Analisis

Bukti
Audit
Relevan, Kompeten, Cukup

Ket. Ket. Bukti


Surat Terdakwa Hukum
Saksi

61
Pembuktian Kasus Tindak Pidana di
sidang Pengadilan

Sistem pembuktian yang dianut oleh KUHAP


adalah sistem pembuktian menurut UU secara
negatif.

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seorang


kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat
bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu
tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
yang bersalah melakukannya. (Pasal 183 KUHAP)

62
Auditor adalah Ahli Auditing
dan Akunting

• seorang auditor yang bekerja berdasarkan pengalaman


dan keilmuannya (auditing dan akunting) lebih tepat
diposisikan sebagai ahli;
• auditor pada umumnya tidak melihat, mendengar atau
mengalami sendiri suatu fakta/kejadian/peristiwa hukum
yang memenuhi kualifikasi sebagai saksi;
• auditor bekerja melakukan analisa untuk mengambil suatu
simpulan/opini berdasarkan pengetahuan dan
pengalamannya.

Catatan: tidak menutup kemungkinan auditor bisa menjadi


saksi sepanjang dia tidak melakukan analisa dan tidak63
mengeluarkan pendapat.
KEMUNGKINAN AUDITOR
DIPANGGIL KE PENGADILAN
• Sebagai saksi untuk menerangkan proses audit atau hal-hal
yang sudah dilakukan terkait Laporan Hasil Audit (bukan
berpendapat);
• Penyidik dapat meminta bantuan kepada ahli atau orang yang
memiliki keahlian khusus (untuk berpendapat) :
Pasal 7 ayat 1 huruf h jo. Pasal 120 ayat (1) jo. Pasal 1 angka
28 jo. Pasal 184 ayat (1) jo. Pasal 186 huruf c KUHAP.
• Kewajiban hukum sebagai Ahli untuk memenuhi permintaan
penyidik :
Pasal 120 ayat (2) jo Pasal 179 KUHAP, Pasal 224 KUHP, dan
Pasal 22 dan Pasal 35 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU
No. 20 Tahun 2001.

64
Pembuktian Unsur Tindak Pidana
(menghitung jumlah kerugian)

PendapatAhli
(LaporanAudit)

Dasarhukum:

UU TIPIKOR (UU No 31Th1999jo.UU No


20Th2001)

KUHP-KUHAP
65
PERSIAPAN MENJADI SAKSI ATAU AHLI
 Dalam kondisi sehat dan rileks, percaya diri;
 Sebaiknya didampingi pihak yang kompeten untuk diskusi dan
menambah ketenangan;
 Menyiapkan surat tugas dan perlengkapannya;
 Memastikan bahwa semua dokumen yang diperlukan untuk
memberikan keterangan telah disiapkan;
 Untuk memberikan keterangan ahli, perlu melihat kembali hasil
analisis yang pernah dilakukan, selain Laporan Hasil Audit bawa
KKA yang penting;
 Pada dasarnya keterangan ahli adalah profesional independen apa
yang dinyatakan ybs di depan pengadilan, namun tidak ada
salahnya sebelum persidangan ‘berkoordinasi dan berdiskusi’
dengan pihak-pihak terkait;
 Apabila diperlukan dapat melakukan latihan atau mengunjungi
melihat-lihat situasi persidangan kasus lain.
66
MENJADI SAKSI YANG BAIK
– Berusaha tenang dan berkomunikasi dengan baik,
menyesuaikan diri dengan situasi pemeriksaan
atau persidangan;
– Berkata jujur sesuai yang dilihat, didengar atau
dialami;
– Berusaha mengingat, tidak mudah berkata ‘lupa’;
– Katakan lupa atau tidak tahu jika memang
demikian, jangan mengarang;
– Tidak menganalisa atau menyimpulkan suatu fakta;
– Tidak mendasarkan pada keterangan pihak lain.

67
MENJADI AHLI YANG BAIK
• KOMPETEN DI BIDANGNYA DAN MEMPUNYAI PENGALAMAN YANG
MEMADAI;
• MENGUASAI PERMASALAHAN YANG AKAN DISIDANGKAN/DITANYAKAN;
• INDEPENDEN, BERPENDAPAT SESUAI BIDANG DAN KEAHLIANNYA;
• BERKOMUNIKASI DENGAN BAIK (PENGUASAAN MATERI, DIKSI, GAYA
BAHASA TUBUH YANG MEYAKINKAN);
• TENANG, TIDAK MUDAH TERPANCING ‘SERANGAN’ PERSIDANGAN;
• TIDAK BERBICARA YANG BUKAN KOMPETENSINYA;
• TANGGAP DAN CEPAT BERADAPTASI DENGAN SITUASI PERSIDANGAN
YANG TIDAK TERDUGA;
• SEORANG AHLI BUKANLAH PENGHAFAL, DEMI AKURASI BISA MINTA IJIN
MEMBUKA DATA/DOKUMEN.

68
PELEMAHAN AHLI
1. Mempertanyakan kelengkapan administrasi penugasan;
2. Mempertanyakan kompetensi/keahlian;
3. Menguji atau mempertanyakan kewenangan;
4. kewenanganMenggiring ahli pada hal yang tidak dikuasai;
5. Memojokkan ahli pada hal yang kontradiktif;
6. Membingungkan ahli dengan informasi baru;
7. Mendorong ahli mendukung teori yang berseberangan;
8. Mengungkap seakan ahli dan pihak yang meminta;
bersekongkol;
9. Menggunakan kata-kata konfrontatif untuk memancing
emosi;
10.Mendiskreditkan Ahli.

69
Proses Persidangan Perkara Pidana
Keberatan
Dakwaan
(Eksepsi)

Pemeriksaan
Putusan Sela
Alat Bukti

Tuntutan Pembelaan
(Requisitor) (Pledoi)

Duplik Replik

70
Putusan
DENAH SIDANG
PINTU
1 2

Panitera 3 Rohaniwan
Majelis Hakim
7
4 5 5 Terdakwa
Kursi Pemeriksaan
JPU PH
8
Tempat penyumpahan
9
Agama Budha/Kong Fu Tse
PINTU Kursi Saksi/Ahli PINTU

10 10

10 10

10 10
Bangku utk publik & pers 71

PINTU
RISIKO HUKUM

LHA
Perlu
diwaspadai

72
Perbuatan Melawan Hukum
dalam Hukum Perdata

• Tiap perbuatan melanggar hukum, yang


membawa kerugian kepada seorang lain,
mewajibkan orang yang karena salahnya
menerbitkan kerugian itu, mengganti
kerugian tersebut
(Pasal 1365 KUHPerdata)

73
PENGADILAN
NEGERI

- Perkara Perbuatan Melawan Hukum


oleh Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan (Onrechtmatige
Overheidsdaad) merupakan
kewenangan PTUN.
- Dalam hal PUU mengatur secara
PENGADILAN
TATA USAHA NEGARA
khusus upaya administratif maka
UU 30/2014
yang berwenang mengadili Sengketa
PERMA
2/2019 Tindakan Pemerintahan adalah
Pengadilan Tinggi TUN sebagai
Peradilan tingkat pertama.

74
LHA APIP SEBAGAI KEPUTUSAN TUN

SEMA 4 Tahun 2016

• Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional sedangkan instansi lainnya seperti
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara namun tidak
berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya
kerugian Negara

Rumusan Kamar Pidana

• Keputusan Tata Usaha Negara dan/atau Tindakan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum
(contoh: LHP Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dsb)

Rumusan Kamar TUN


ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
(AAUPB)
DALAM UU ADMINISTRASI PEMERINTAHAN
(UU Nomor 30 Tahun 2014)
a. kepastian hukum;
b. kemanfaatan;
c. ketidakberpihakan;
d. kecermatan;
e. tidak menyalahgunakan kewenangan;
f. keterbukaan;
g. kepentingan umum; dan
h. pelayanan yang baik.
44
SEMA 4 TAHUN 2016

• Berwenangkah APIP membantu penyidik?


• Bagaimana putusan pengadilan yang lalu?
• Bagaimana putusan pengadilan saat ini?

• Contoh kasus:
sampai saat ini banyak putusan Pengadilan
Tipikor yang ahlinya berasal dari APIP, salah
satunya Putusan kasus e-KTP Nomor
40/G.PIDSUS/2017/ PN.JAKPUS tanggal 20 Juli
2017 (kasus ini sudah diputus sampai MA)
77
Kewenangan APIP
• Berbagai Peraturan Perundang-undangan;
• Putusan MK No: 3/PUU-VI/2008 Tgl 15 Mei
208:
BPK bukan “satu-satunya”, Pemerintah bisa
membentuk APIP;
• Putusan MK No: 31/PUU-X/2012 Tgl 23
Oktober 2012:
yang bisa menghitung kerugian keuangan
negara: BPK, BPKP dan APIP atau ahli lain;
• Berbagai putusan Pengadilan.
78
PENGATURAN
Lembaga/Instansi Audit
• BPK, diatur dalam UUD 1945 dan UU Nomor 15 Tahun
2006;
• BPKP, diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2008 dan
Perpres Nomor 192 Tahun 2014;
• Inspektorat Jenderal, diatur dalam PP Nomor 60 Tahun
2008, Perpres Nomor 47 Tahun 2009, Perpres 24 Tahun
2010 dan perubahannya;
• Unit Pengawasan LPNK, diatur dalam PP Nomor 60 Tahun
2008 dan Perundang-undangan masing-masing LPNK;
• Inspektorat Daerah (Itwilprop/kab/kota), diatur dalam UU
Nomor 23 Tahun 2014 berserta perubahannya, PP Nomor
12 Tahun 2017 dan PP Nomor 60 Tahun 2008;

13
PANDANGAN BEBERAPA HAKIM PTUN
TERHADAP LHAI DAN LHPKKN

LHAI dan LHPKKN termasuk dalam ketentuan Pasal 2 huruf d (paling umum) dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum
pidana
• Tidak bersifat Individual karena substansinya adalah kasus dan tidak tujukan untuk orang perorangan tertentu
• Belum bersifat final dan tidak menimbulkan akibat hukum karena LHAI dan LHPKKN bukan satu-satunya dasar penetapan
tersangka dan masih diuji lagi di Pengadilan Tipikor
• Tidak memenuhi unsurbesslissingkarena tidak dapat dianggap sebagai Tindakan Hukum TUN sebab LHAI dan LHPKKN
diterbitkan atas dasar permintaan Penyidik
LHAI dan LHPKKN tidak memenuhi kriteria KTUN sesuai Pasal 1 angka 9 UU PERATUN (saat ini mulai sedikit)

• Memenuhi unsurbesslissingdan tindakan hukum TUN karena dibuat oleh Pejabat TUN dan berdasarkan hukum administrasi
• Bersifat individual karena memuat nama Penggugat didalamnya
• Bersifat final dan menimbulkan akibat hukum meskipun sebagai potensi didasarkan Pasal 87 UU 30/2014
• Tidak memenuhi syarat ketentuan Pasal 2 huruf d UU PERATUN

LHAI dan LHPKKN termasuk KTUN dan diterbitkan berdasarkan ketentuan hukum Administrasi dan bukan hukum pidana

LHAI dan LHPKKN tidak terdapat unsurbesslissing,tidak bersifat individual, belum final dan tidak menimbulkan akibat hukum serta
termasuk kriteria Pasal 2 huruf d UU PERATUN
Ahli Memberikan keterangan
tidak benar

Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal


29, Pasal 35, atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak
memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak
benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3
(tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan atau
denda paling sedikit Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam
ratus juta rupiah).

• Pasal 35 (1):
“Setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi
atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara
kandung, istri atau suami, anak, dan cucu dari
terdakwa”.
81
Pencemaran/Penghinaan (Pidana)

Pasal 310 •
pencemaran nama baik
(1) KUHP

Pasal 315 •penghinaan ringan

Pasal 319 •agar dituntut harus


KUHP dengan aduan

82
SUMPAH PALSU

Pasal 242 ayat (1) KUHP


• barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang
menentukan supaya memberi keterangan di atas
sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada
keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi
keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan
atau tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya
yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana
penjara paling lama tujuh tahun

83
Pencemaran nama baik
dalam UU ITE

Pasal 27 ayat (3) jo


pasal 45:
•Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah)
•(kalau merugikan pihak lain sanksinya lebih berat)

84
Aduan Pidana
terkait Laporan Hasil Audit
dugaan membuat keterangan palsu atau
menempatkan keterangan palsu dalam akta
otentik.

dugaan penyalahgunaan wewenang terkait


laporan hasil audit.

dugaan Akuntan memalsu atau


memanipulasi data terkait hasil audit

85
SENGKETA INFORMASI PUBLIK
terkait Laporan Hasil audit

LaporanHasilAuditseringkalimenjadiobjekseng
ketapermohonanInformasiPubliksesuaiUUNo
mor14Tahun2008

Pembelaan:
(1) Apabila LHA diberikan
dapatmenghambatprosespenegakanhukum(menghambatpros
espenyelidikandanpenyidikansuatutindakpidana);
(2) sesuai kode etik dan standar, auditor diharuskan
menghargai nilai dan kepemilikan informasi dan distribusi
laporan yang terbatas, tertentu sesuai kepentingan. 86
Contoh Kasus
LHA sebagai objek sengketa di KIP

Sengketa Informasi di Komisi Informasi Provinsi Aceh


Nomor 035/VIII/KIA-PS/2016

Sengketa Informasi di Komisi Informasi Provinsi Riau


Nomor038/PSI/KIP-R/VII/2016

Sengketa Informasi di Komisi Informasi Provinsi Kalimantan


Tengah Nomor 006/VII/KI Kalteng-PS-A-M-A/2017

87
PERLINDUNGAN HUKUM
BAGI AUDITOR

UU nomor 31 tahun 2014 tentang


perubahan UU nomor 13 tahun 2006
tentang Perlindungan Saksi dan Korban:
Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 28 ayat (3)

Seharusnya juga diatur dalam Peraturan


Internal Instansi/Lembaga dan peraturan
organisasi asosiasi profesi;
88
RISIKO PERMASALAHAN HUKUM LAINNYA

PELIBATAN AUDITOR DALAM PERMOHONAN


PRA PERADILAN;

PELIBATAN AUDITOR DALAM SENGKETA DI


BADAN ARBITRASE

PELIBATAN AUDITOR DALAM MEDIASI ATAU


HAL-HAL YANG SIFATNYA PENYELESAIAN
SENGKETA (ADMINISTRASI/PERDATA)

89
Perlu diwaspadai
• Hati-hati menjadi ‘pendamping’ atau ‘penengah’,
jangan seolah-olah mengambil alih tanggung jawab;
• Teliti apakah ada penugasan serupa atau sudah ada
hasil audit lembaga lain;
• Batasi ruang lingkup dan tanggungjawab penugasan;
• Tidak terkesan menjamin bebas
kesalahan/kemungkinan penyimpangan;

90
MEMINIMALISIR KOMPLAIN
• Bertindak sesuai Peraturan Per-UU-an dan
Peraturan/pedoman Lembaga/Perusahaan;
• Bekerja berdasarkan Standar dan Kode Etik;
• Mengedepankan koordinasi dan kemitraan;
• Profesional dan Fair play;
• Mengedepankan asas praduga tidak bersalah;
• Dalam kasus tertentu perlu berkomunikasi-konsultasi
dengan organisasi/lembaga yang berwenang;
• Cermat-teliti-hati2;
• Dokumentasi yang rapi dan berkualitas.
91
SERING DIPERMASALAHKAN

• Dasar hukum/kewenangan;
• Standar audit;
• Keahlian/kompetensi;
• Sudah didampingi/konsultasi Pengawas Inernal;
• Menyebabkan pihak lain ditetapkan menjadi
tersangka atau menanggung akibat hukum tertentu;
• memasuki ranah hukum/bukan kompetensinya;
• Audit yang berulang-ulang;
• Metodologi dan teknik audit: sumir, tidak fair play
(klarifikasi/ konfirmasi); dan
92
• substansi audit.
Pembelaan Auditor
• Auditor mempunyai kewajiban hukum membantu
manajemen (juga APH);
• Auditor bekerja atas nama lembaga/Perusahaan;
• Auditor ahli yang bersertifikat;
• Auditor bekerja memberikan keahlian professional;
• Independen (tidak memihak);
• Atas permintaan/penugasan, tidak ada kehendak
sendiri/pribadi;
• Bersifat rekomendasi, tidak final dan belum berakibat
hukum;
• Tidak dimaksudkan menyebut (memojokan) pihak
tertentu;
• Bukan para pihak yang berperkara, tidak ada hubungan
93
hukum;
TANTANGAN APIP
• Memelihara dan meningkatkan kompetensi: lirik ilmu
lain terutama hukum;
• Cepat dan tepat menyesuaikan diri dengan
perkembangan dan perubahan;
• Menyikapi dengan bijak ketersebaran pengaturan APIP:
sinergi dan koordinasi;
• Menghilangkan ego sektoral yang hanya akan
menghambat penugasan dan penegakan hukum;
• Menghindari devide et impera: komunikasi dengan
sesame APIP, eksternal audit dan APH;
• Mendahulukan penyelesaian administrasi oleh APIP;
• Bekerja dengan rapi, profesional sesuai dengan
standar dan kode etik;
• Membuat sistim pendokumentasian akurat atas hasil
kerja.

55
Terima Kasih

95

Anda mungkin juga menyukai