Anda di halaman 1dari 4

kebijakan daerah adalah kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah yg tujuannya untuk

mengatur segala sesuatu yg berkaitan dgn roda pemerintahan & kehidupan bermasyarakat
di daerah...
kebijakan daerah biasanya berbentuk peraturan daerah (perda) & peraturan
gubernur/bupati/walikota
kebijakan daerah ini tidak boleh bertentangan (kontradiktif) dgn peraturan yg lebih
tinggi...misalnya, permen, perpres, dsb
semoga membantu

KEBIJAKAN DAERAH

UU 32/2004 menggunakan terminologi “KEBIJAKAN DAERAH”, dimana dalam


Penjelasan Umum butir 7 ditentukan : “Penyelenggara pemerintah daerah dalam
melaksanakan tugas, wewenang, kewajiban dan tanggungjawabnya serta atas kuasa
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dapat menetapkan KEBIJAKAN
DAERAH yang dirumuskan antara lain dalam Peraturan Daerah, Peraturan Kepala
Daerah dan ketentuan daerah lainnya. KEBIJAKAN DAERAH tidak boleh bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan kepentingan umum serta
Peraturan Daerah lainnya.”
Setiap tindakan aparatur daerah yang masuk kualifikasi KEBIJAKAN DAERAH
tidak dapat dinilai berdasarkan HUKUM PIDANA (dan Hukum Perdata), sesuai
hasil Rapat Kerja/Lokakarya Hakim-Hakim Agung di Makassar tahun 2003;

BENTUK KEBIJAKAN DAERAH

“KEBIJAKAN DAERAH” diantaranya dapat berwujud dua bentuk tindakan: (1)


Kebijakan Daerah dalam bentuk Pembuatan Peraturan Daerah; (2) Kebijakan
Daerah dalam bentuk Pembuatan Keputusan Daerah;

Aparatur Daerah yang merumuskan, mengusulkan, membahas, dan karenanya


menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) dan keputusan kepala daerah pada
dasarnya tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dari segi HUKUM PIDANA;
MEMBUAT KEBIJAKAN DAERAH TIDAK DAPAT DIPIDANA

PERDA misalnya sebagai Kebijakan Daerah adalah peraturan perundang-


undangan, yang berada dalam tata urutan peraturan (algemene verbindende
voorschriften). Mebuat PERDA (wetgeving) bukan perbuatan “ORANG” tetapi
perbuatan “PEJABAT” yang melakukan “BESTUUR”. Sedangkan subyek hukum
pidana (termasuk dalam TINDAK PIDANA KORUPSI) adalah “ORANG” atau
“KORPORASI” dan bukan “PEJABAT”;

Pejabat yang “KELIRU” atau “SALAH” membuat peraturan, termasuk dalam


membuat PERDA, misalnya karena bertentangan dengan “KEPENTINGAN
UMUM” atau bertentangan dengan “PERATURAN YANG LEBIH TINGGI” atau
bertentangan dengan “PERDA LAINNYA”, hanya dapat
dikoreksi/dipertanggungjawabkan dalam “LEGAL NORM CONTROL
MECHANISM”, yaitu melalui: (1) POLITICAL CONTROL; (2) ADMINISTRATIVE
CONTROL; (3) JUDICIAL CONTROL;

LEGAL NORM CONTROL MECHANISM TERHADAP PERDA

(1) POLITICAL CONTROL terhadap Perda/Keputusan Kepala Daerah dilakukan


melalui menolak pertanggungjawaban Kepala Daerah, atau melalui
pengawasan/pengendalian lembaga politik; (2) ADMINISTRATIVE CONTROL
terhadap Perda/Keputusan Kepala Daerah dapat dilakukan dengan evaluasi dan
pembatalan Perda/Keputusan Kepala Daerah oleh eksekutif
(Presiden/Mendagri); (3) JUDICIAL CONTROL terhadap Perda/Keputusan
Kepala Daerah dilakukan dengan Uji Materil kepada Mahkamah
Agung/Pengadilan Tata Usaha Negara;
Sepanjang tidak ada upaya-upaya diatas, maka Kebijakan Daerah yang
katakanlah “SALAH” atau “KELIRU” tetap berlaku dan mempunyai kekuatan
mengikat sebagai “HUKUM”

KEBIJAKAN DAERAH DAN KORUPSI

MELAWAN HUKUM dan PENYALAHGUNAAN WEWENANG dalam tindak


pidana korupsi tidak dapat terjadi karena membuat PERDA/Keputusan Kepala
Daerah;

MELAWAN HUKUM berarti berbuat yang BERTENTANGAN DENGAN HUKUM.


Membuat PERDA tidak mungkin BERTENTANGAN DENGAN HUKUM karena
hal itu berarti MEMBUAT HUKUM, yang dapat dilawan dengan LEGAL NORM
CONTROL MECHANISM;

PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN berarti menggunakan kewenangan tidak


sesuai dengan tujuan adanya kewenangan itu sendiri (DETEOURMEMENT DE
PROUVOIR), karena itu membuat PERDA merupakan “menggunakan
kewenangan” yang kalaupun SALAH atau KELIRU hanya dapat dilawan dengan
LEGAL NORM CONTROL MECHANISM

KEBIJAKAN DAERAH DALAM BENTUK KEPUTUSAN

(1) Bentuk KEBIJAKAN DAERAH selain membuat peraturan (regeling)


adalah membuat keputusan (beschikking); (2) Tidak semua beschikking
yang SALAH atau KELIRU merupakan suatu perbuatan bersifat
MELAWAN HUKUM atau PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN dalam
Tindak Pidana Korupsi; (3) Melawan hukum adalah berbuat bertentangan
dengan hukum, yaitu berbuat tanpa dasar hukum. Dasar hukum berbuat
“PEJABAT” ada yang ditentukan dalam UU ada yang tidak, yang dikenal
dengan DISKRESI; (4) Pembuatan KEPUTUSAN yang
(2) merupakan penggunaan kewenangan yang diberikan UU yang SALAH
atau KELIRU, hanya dapat dilawan dengan mengajukakan GUGATAN ke
PTUN; (5) Pembuatan KEPUTUSAN yang bersumber dari
DISCRETIONARY POWER yang hanya dapat dinilai dari ALGEMENE
BEGINSELEN VAN BEHOORLIJK BESTUUR (FREIES ERMESSEN);

PEMBUATAN KEPUTUSAN DAN KORUPSI

Pembuatan keputusan yang SALAH atau KELIRU yang dapat dinilai sebagai
PENYALAHGUNAAN KEWENANGAN dalam TINDAK PIDANA KORUPSI
adalah penggunaan kewenangan yang dasarnya ditentukan dalam UU yang
tidak sesuai dengan keputusan itu, yang ditujukan untuk MENGUNTUNGKAN
DIRI SENDIRI, ORANG LAIN atau KORPORASI;

Pemeriksaannya DUA TINGKAT, (1) dinyatakan oleh PTUN sebagai


detourmement de prouvoir sehingga keputusan tersebut TIDAK SAH atau
BATAL, dan (2) kemudian baru dibuktikan hal itu dilakukan dengan maksud
menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi oleh pengadilan pidana.

Anda mungkin juga menyukai