Anda di halaman 1dari 11

MORAL DAN AGAMA

• Agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Motivasi terpenting dan


terkuat bagi perilaku moral adalah agama. Setiap agama mengandung
suatu ajaran moral yang menjadi pegangan bagi perilaku para
penganutnya. Jika dibandingkan pelbagai agama, ajaran moralnya
barangkali sedikit berbeda, tetapi secara menyeluruh perbedaannya tidak
terlalu besar. Atau dengan kata lain, ada nilai-nilai universal yang relatif
sama.
• Mengapa ajaran moral dalam suatu agama dianggap begitu penting?
Karena ajaran itu berasal dari Tuhan dan mengungkapkan kehendak
Tuhan. Ajaran moral itu diterima karena alasan keimanan. Namun
demikian, nilai dan norma moral tidak secara eksklusif diterima karena
alasan-alasan keagamaan. Ada juga alasan-alasan lebih umum untuk
menerima aturan-aturan moral, yaitu alasan-alasan rasional.
Dalam etika filosofis atau filsafat moral justru diusahakan untuk
menggali alasan-alasan rasional untuk nilai-nilai dan norma-norma yang
dipakai sebagai pegangan bagi perilaku moral. Berbeda dengan agama,
filsafat memilih titik tolaknya dalam rasio dan untuk selanjutnya juga
mendasarkan diri hanya pada rasio. Filsafat hanya menerima argumen
dan alasan logis yang dapat dimengerti dan disetujui oleh semua orang.
Ia menghindari setiap unsur nonrasional yang meloloskan diri dari
pemeriksaan oleh rasio. Agama berangkat dari keimanan;
kebenarannya tidak dibuktikan, tetapi dipercaya. Kebenaranyya tidak
diterima karena dimengerti, melainkan karena terjamin oleh wahyu.
• Bila agama bicara topik etis, ia berusaha memotivasi dan
menginspirasi supaya umatnya mematuhi nilai dan norma yang sudah
diterimanya berdasarkan iman. Bila filsafat bicara topik etis, ia
berargumentasi; ia berusaha memperlihatkan bahwa suatu perbuatan
tertentu harus dianggap baik atau buruk, hanya dengan menunjukkan
allasan-alasan rasional.
• Dalam konteks agama, kesalahan moral adalah dosa; orang beragama
merasa bersalah di hadapan Tuhan, karena melanggar perintah-Nya.
Dari sudut filsafat moral, kesalahan moral adalah pelanggaran prinsip
etis yang seharusnya dipatuhi. Kesalahan moral adalah inkonsistensi
rasional.
Etika humanis dan sekuler tanpa hubungan dengan agama
• Dalam dunia yang ditandai pluralisme moral semakin mendesak
kehadiran etika filosofis yang berusaha memecahkan masalah-
masalah etis atas dasar rasio saja.
• Pluralisme modern yang menandai zaman ini sebagian disebabkan
adalanya etika humanistis dan sekular yang tidak lagi
mengikutsertakan acuan keagamaan. Adanya pluralisme pandangan
etis bukan saja karena adanya pelbagai agama dengan suasana moral
yang berbeda-beda, melainkan juga, dan terutama, karena tembok
pemisah antara pandangan etis orang beragama dengan dan orang
sekuler. Jika ingin dicapai kesepakatan di bidang etis, kita hanya bisa
berpedoman pada rasio, sebab sarana lain tidak dipunyai.
MORAL DAN HUKUM

• Hukum membutuhkan moral. Hukum tidak berarti banyak, kalau tidak dijiwai
oleh moralitas. Tanpa moralitas, hukum akan kosong. Kualitas hukum sebagian
besar ditentukan oleh mutu moralnya. Karena itu hukum selalu harus diukur
dengan norma moral.
• Di sisi lain, moral juga membutuhkan hukum. Moral akan mengawang-awang
saja, kalau tidak diungkapkan dan dilembagakan dalam masyarakat, seperti
terjadi dengan hukum.
• Walaupun ada hubungan erat antara moral dan hukum, namun perlu
dipertahankan juga bahwa moral dan hukum tidak sama. Tidak mustahil adanya
undang-undang immoral, undang-undang yang harus ditolak dan ditentang atas
pertimbangan etis. Dalam kasus seperti itu terdapat ketidakcocokan antara
hukum dan moral.
Perbedaan antara hukum dan moral:
1. Hukum lebih dikodifikasi daripada moralitas. Oleh karena itu, ia mempunyai kepastian
lebih besar dan bersifat lebih objektif.
Norma moral bersifat lebih subjektif dan akibatnya lebih banyak „diganggu“ oleh diskusi-
diskusi yang mencari kejelasan tentang yang harus dianggap etis atau tidak etis.
2. Baik hukum maupun moral mengatur tingkah laku manusia, namun hukum membatasi diri
pada tingkah laku lahiriah saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang.
3. Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dengan sanksi yang berkaitan dengan
moralitas. Hukum dapat dipaksakan. Orang yang melanggar hukum akan terkena
hukumannya, tapi norma etis tidak dapat dipaksakan. Satu-satunya sanksi di bidang
moralitas adalah hati nurani yang tidak tenang.
4. Hukum didasarkan atas kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara.
Moralitas didasarkan atas norma moral yang melebihi para individu dan masyarakat.
Dengan cara demokratis orang bisa mengubah hukum, tapi tidak pernah masyarakat dapat
mengubah norma moral.
HATI NURANI
• Hati nurani adalah penghayatan tentang baik dan buruk berhubungan dengan
tingkah laku konkret. Hati nurani memerintahkan atau melarang kita untuk
melakukan sesuatu. Ia tidak bicara tentang yang umum, melainkan tentang
situasi yang sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani berarti menghancurkan
integritas pribadi kita dan mengkhianati martabat terdalam kita.
• Hati nurani berkaitan erat dengan kenyataan bahwa manusia mempunyai
kesadaran. Untuk mengerti hal ini perlu kita bedakan antara pengenalan dan
kesadaran. Kita mengenal bila kita melihat, mendengar, atau merasakan
sesuatu. Kesadaran adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya
sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Pengenalan bukan merupakan
monopoli manusia. Binatang pun bisa mengenal objek. Akan tetapi kesadaran
merupakan monopoli manusia.
Dalam diri manusia bisa berlangsung semacam “penggandaan”, ia bisa
kembali kepada dirinya. Dalam proses pengenalan dirinya manusia
berperan sebagai subjek juga sebagai objek. Untuk menunjukkan
kesadaran digunakan kata conscience; con (bersama dengan, turut) dan
science (mengetahui). Kata conscience digunakan juga untuk
menunjukkan hati nurani. Bukan saja manusia melakukan perbuatan-
perbuatan yang bersifat moral (baik atau buruk), tapi juga ada yang
“turut mengetahui” tentang perbuatan moral kita. Dalam diri kita
seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral perbuatan-
perbuatan yang kita lakukan. Hati nurani merupakan “saksi” tentang
perbuatan-perbuatan moral kita.
HATI NURANI:
retrospektif dan prospektif
• Hati nurani retrospektif adalah memberikan penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau. Hati nurani dalam arti
retrospektif menuduh atau mencela bila perbuatannya jelek; memuji atau
memberi rasa puas bila perbuatannya dianggap baik. Jadi, hati nurani ini
merupakan “instansi kehakiman” dalam batin kita tentang perbuatan yang
telah berlangsung. Bila hati nurani menghukum dan menuduh kita, batin
akan merasa gelisah. Ini berarti kita memiliki a bad conscience. Bila kita telah
bertingkah laku baik, kita mempunyai a good conscience.
• Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-
perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita
untuk melakukan sesuatu atau melarang melakukan sesuatu.
Pembinaan Hati Nurani
• Ada banyak tipe hati nurani: ada yang halus, ada yang longgar dan kurang
tepat dan ada yang tumpul. Hati nurani yang dalam keadaan tumpul biasanya
karena salah didik. Anak yang dididik dalam keluarga pencuri hampir tidak
mungkin mempunyai putusan hati nurani yang baik tentang hak milik.
Bagaimana keadaan hati nurani (jitu, longgar, tumpul), sebagian besar
bergantung pada pendidikan dan lingkungan. Hanya hati nurani yang dididik
dan dibentuk dengan baik dapat memberikan penyuluhan tepat dalam hidup
moral kita.
• Hati nurani harus dididik. Pendidikan hati nurani bersama dengan seluruh
pendidikan moral. Tempat yang serasi untuk pendidikan moral adalah
keluarga, bukan sekolah. Pendidikan hati nurani itu harus dijalankan
sedemikian rupa sehingga si anak menyadari tanggung jawabnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai