Konvensi Eropa Tentang Perlindungan HAM dan Kebebasan Dasar
Konvensi Eropa tentang Hak Asasi Manusia (European Convention
on Human Rights dan “ECHR”), diadopsi di bawah naungan Dewan Eropa pada1950 untuk melindungi hak asasi manusia dan kebebasan fundamental. Semua anggota Dewan Eropa yang menyatakan pihak untuk Konvensi dan anggota baru diharapkan untuk meratifikasi konvensi yang pada kesempatan paling awal.
Konvensi Eropa untuk Perlindungan Hak Asasi dan Kebebasan
Fundamental Manusia (1950). Konvensi ini ditandatangani di Roma Italy pada 14 November 1950 dan berlaku pada 3 September 1958. Hasil Konvensi Eropa terpapar menjadi Beberapa Protokol antara lain : Protokol Pertama Konvensi, ditandatangani di Paris pada 20 Maret 1956, mulai berlaku pada 18 Mei 1954. Protokol Ke-2, yang memberikan kewenangan kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa, memberikan pendapat yang bersifat nasihat, ditandatangani di Strasbourg pada 6 Mei 1968, mulai berlaku pada 21 September 1970 Protokol Ke-4, yang menjamin hak dan kebebasan tertentu selain yang telah dimasukkan dalam "Konvensi" dan dalam Protokolnya yang pertama; ditandatangani di Strasbourg pada 16 September 1963, mulai berlaku pada 2 Mei 1968 Protokol Ke-6, mengenai penghapusan hukuman mati, ditandatangani diStrasbourg pada 28 April 1983 Negara-negara Pihak Dewan Eropa dari Protokol ini pada Konvensi untuk perlindungan Hak Asasi Manusia dan Kebebasan Fundamental, ditandatangani di Roma pada 4 November 1950 Protokol ke-7, ditandatangani di Strasbourg pada 22 November 1984 Protokol Ke-8, ditandatangani di Wina pada 19 Maret 1985 Negara-negara anggota Dewan Eropa, para peserta penandatangan Protokol ini pada Konvensi untuk Perlindu ngan Hak-hak Asasi manusia dan Kebebasan-kebebasan Fundamental, yang ditandatangani di Roma pada 4 November 1950 Konvensi Amerika Tentang Hak Asasi Manusia
HAM berkembang di Amerika Serikat terutama sejak kemenangan
Thomas Jefferson. Deklarasi tersebut memproklamirkan tujuan dari perkumpulan politik dan menegaskan perlunya pemeliharaan akan hak -hak dasar manusia yang diidentifisir yaitu : “liberty, property, safety and resistance to app resion”
Negara Amerika Serikat merupakan salah satu negara demokrasi yang
mana justru dalam tradisi ketatanegaraannya dipenuhi oleh konvensi- konvensi (kebiasaan). Secara sederhana, hampir semua proses ketatanegaraan di Amerika Serikat tidak ada norma kongkret yang mengaturnya. Konvensi Amerika tentang Hak Asasi Manusia diadopsi pada tahun 1969 dan mulai berlaku pada tahun 1978, Dalam konvensi ini banyak gagasan yang terkandung dalam Deklarasi Amerika tentang Hak dan Kewajiban Manusia.
Konvensi ini mengikat hanya pada negara-negara yang
telah menandatanganinya. Fokus utama dari konvensi ini adalah hak sipil dan politik . Konvensi ini menyatakan bahwa hak-hak setiap orang yang harus dibatasi oleh hak orang lain, demi keamanan semua, dan dengan hanya menuntut kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat demokratis.
Konvensi ini juga berisi alasan dibenarkan tambahan
untuk membatasi hak-hak, termasuk: keamanan nasional, keselamatan publik, ketertiban umum, kesehatan atau moral umum, dan hak atau kebebasan orang lain. Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Rakyat Mengenai substansi hak asasi manusia kemudian berkembang pemikiran baru yakni : adanya tuntutan jaminan terhadap hak-hak solidaritas termasuk hak atas pembangunan dan lingkungan hidup yang sehat. Majelis para kepala negara dan pemerintah dari Organisation of African Unity (OAU) tahun 1981 memproklamirkan piagam yang terkenal dengan Banjul Charter on Human and People Rights, yang kemudian disahkan tahun 1986 menjadi piagam Afrika mengenai hak hak manusia dan hak rakyat Afrika. Ciri khas dari piagam ini adalah pengakuan terhadap hak-hak kolektif. Piagam ini memandang bahwa : hak-hak pribadi dan hak-hak rakyat adalah dua hal yang saling berkaitan. Ciri lain yang khas adalah dimasukkannya hak-hak atas pembangunan, kewajiban individu dan ketentuan yang membatasi hak-hak yang lebih luas. Isu lingkungan hidup sebagai subjek hukum diperkenalkan. Afrika merupakan salah satu organisasi regional yang dapat dikatakan berhasil dalam menangani permasalahan HAM yang ada di negaranya. Penindasan dan diskriminasi yang dilakukan mendapatkan perlawanan yang akhirnya melahirkan Piagam Banjul. Piagam ini yang kemudian menjadi titik balik penanganan dan perlindungan hak asasi manusia di Afrika.
Organization of African Unity (OAU) dalam penerapannya pada saat itu
mengedepankan prinsip non-intervensi terhadap masalah dari negara-negra anggotanya. Namun, prinsip non-intervensi ini menjadi celah yang akhirnya digunakan oleh para rezim otoriter untuk menindas rakyatnya. Inilah yang menjadi pelopor dibentuknnya Uni Africa (African Union) yang merupakan penerus dari OAU. Berbeda halnya dengan OAU, Uni Africa menekankan tujuan pada perlindungan hak asasi manusia, demokrasi, pembangunan dan ekonomi. Selain itu, Pasal 4 Piagam Uni Afrika juga menegaskan bahwa Uni Afrika berhak untuk melakukan intervensi jika negara anggotanya melakukan tindakan kejahatan HAM berat yang meliputi, kejahatan perang, genosida dan pelanggaran hak asasi manusia. Deklarasi ASEAN tentang Hak Asasi Manusia
Kerjasama regional dalam kawasan ASEAN khususnya dalam bidang
HAM, dapat dilihat bagaimana HAM menjadi satu hal yang menonjol. Isu HAM di Asia Tenggara baru menjadi sorotan internasional sejak awal tahun 1990-an. Ini ditunjukan dengan pemberian hadiah Nobel Perdamaian kepada Aung San Suu Kyi di akhir tahun 1990, dan tahun 1996 terhadap 2 tokoh Timor Timur (sekarangmenjadi Timor Leste) yaitu Uskup Carlos Felipe Ximenes Belo dan Jose R. Horta. Padahal sesungguhnya sejak tahun 1970-an telah terjadi berbagai pelanggaran HAM di kawasan Asia Tenggara. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-21 yang berlansung di Penh, Kamboja, pada 18 November 2012 telah membuat sebuah pencapaian penting dalam konteks hak asasi manusia. Perdana Menteri Malaysia, Presiden Filiphina, Perdana Menteri Singapura, Perdana Menteri Thaliland, Perdana Menteri Vietnam, Perdana Menteri Kamboja, Sultan Brunai Darussalam, Presiden Indonesia, Perdana Menteri Laos dan Presiden Myanmar yang merupakan kepala negara dari negara-negara ASEAN menandatangani Deklarasi HAM ASEAN (ASEAN Human Rights Declaration). Hal ini merupakan produk hukum baru tentang HAM yang dinilai sangat diperlukan dan dibutuhkan oleh masyarakat ASEAN dimana pada kenyataan perlindungan HAM di ASEAN masih dalam keadaan labil sehingga diperlukan pengaturan HAM secara regional yang tentunya mengacu pada Dekalarai Universal HAM. Mengingat Piagam ASEAN Bab 1 Tujuan dan Prinsip Pasal 2 Prinsip ayat 2 (i) yaitu: “menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial” Deklarasi HAM ASEAN tentunya bertujuan sebagai legitimasi yuridis dalam perlindungan HAM pada masyarakat ASEAN yang dinilai masih labil dikarenakan masih terjadi pelanggaran dan penyimpangan HAM di negara-negara ASEAN baik dalam perengutan kebebasan, masalah etnis, ras bahkan keyakinan, yang tentunya merupakan masalah dalam perlindungan HAM di ASEAN. SEKIAN - GROUP 8.