Anda di halaman 1dari 10

َ ‫ام َسة َوالثَّل َاث‬

“‫ ال َْعادة‬:‫ُون‬ ِ ‫خ‬ ِ َ‫الْق‬


َ ْ ‫اع َدة ال‬
‫محكمة‬
َ ”
(Adat Kebiasaan)

Kelompok 5 :

Firda Berliana (C72219059)


Risa Damayanti (C72219073)
Salma Fitria (C72219074)
A. Pengertian Adat Kebiasaan

Kata adat berasal dari Bahasa Arab ‘adah yang berarti kebiasaan
yang dianggap bersinonim dengan “urf, sesuatu yang dikenal atau
diterima secara umum. . Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian
yang paling sederhana adalah sesuatu yng telah dilakukan sejak
lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok
masyarakat, biasnya dari suatu Negara, kebudayaan, waktu, atau
agama yang sama.
Dalam islam sendiri tradisi merupakan segala hal yang datang
dari atau dihubungkan dengan atau melahirkan jiwa islam. Adat
kebiasaan suatu masyarakat dibangun atas dasar nilai-nilai yang
dianggap oleh masyarakat tersebut. Nilai-nilai tersebut dipahami,
diketahui, disikapi oleh masyarakat tersebut
Adat yang dimaksud adalah ‘urf sebagaimana pengertian
sebelumnya yaitu setiap ucapan dan perbuatan yang dilakukan
secara berulang-ulang oleh suatu masyarakat yang telah diketahui
kebaikannya. . Sementara lafadz muhakkanah adalah isim maf‟ul
(objek) dari kata al-Tahkim (penghukuman) yang berarti keputusan
atau memutuskan perkara di antara manusia.
Adat yang bisa dijadikan dalil adalah kebiasaan di masyarakat yang
telah mereka lakukan secara berulang-ulang dan bisa diterima oleh
akal sehat (urf). Selain itu adat kebiasaan mereka tidak ada larangan
secara syar‟i baik di dalam Alquran maupun al-sunnah. Apabila
terdapat dalil sharih maka tidak diperbolehkan mengamalkan adat
kebiasaan tersebut
B.Adat Kebiasaan Sebagai Sumber Hukum

Hukum adat yang semula menjadi hukum yang hidup dan


mampu memberikan solusi dalam berbagai permasalahan
pergaulan hidup masyarakat Indonesia, semakin hari semakin
pudar eksistensinya. Perkembangan Sistem Hukum Indonesia
yang cenderung lebih memilih civil law dan common law system
dan politik hukum Indonesia yang mengarah pada kodifikasi dan
unifikasi hukum, mempercepat lenyapnya pranata hukum adat.
Semakin terpinggirkannya keberadaan hukum adat sebagai salah
satu sumber hukum di Indonesia, salah satunya karena anggapan
bahwa hukum adat sangat bersifat tradisional dan tidak dapat
menjangkau perkembangan jaman (globalisasi dan teknologi)
Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan
masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih
hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-
undang. . Selain dilindungi oleh konstitusi, eksistensi masyarakat
adat juga dilindungi dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (1) dan
ayat (2).
merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-
batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul dan adat
istiadat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masyarakat adat memiliki pola yang sama dalam menyelesaikan
konflik di masyarakat, yakni mengontrol kehidupan dalam
masyarakat dan menjatuhkan sanksi jika dilanggar sehingga
pemulihan menjadi sangat efektif. Penerimaan secara utuh sistem
hukum lain dalam pembentukan perundang-undangan di
Indonesia dalam implementasinya kadangkala menimbulkan
benturan dengan rasa keadilan masyarakat di Indonesia.
Masyarakat adat disatukan oleh persekutuan hukumnya masing-
masing, yang mana persekutuan hukum memiliki susunan, alat
kelengkapan, dan tugas-tugas. Namun tidak demikian halnya
pada susunan masyarakat berdasarkan faktor teritorial seperti
Nagari di Minangkabau dan Subak di Bali hingga kini
keberadaannya masih sejalan dengan perkembangan
pemerintahan, bahkan pada era otonomi daerah konsep
pemerintahan Nagari telah menginspirasi revitalisasi otonomi
desa.
 
C.Keberadaan dan Signifikansi Adat Kebiasaan
Dalam Proses Penentuan Hukum

hukum adat sebagai salah satu bagian dari hukum positip


memegang peranan dan memberikan pengaruh dalam proses
penentuan ini pembentukan hukum positip tertulis di Indonesia. .
Keberadaan hukum adat dalam ketatanegaraan Indonesia
memberikan arti tersendiri dalam ranah perkembangan
ketatanegaraan Indonesia. Keberadaan hukum adat dalam sistem
hukum nasional Indonesia mendapat tempat penting dan strategis.
Hukum adat sebagai bagian dari hukumyang hidup dan
berkembang dalam masyarakat sudah ada jauh sebelum produk
hukum kolonial diberlakukan di Indonesia atau bahkan pada
sejarah kolonialisme di Indonesia.
Menurut Ehrlich bahwa hukum positif yang baik dan efektif adalah
hukum yang sesuai dengan living law yaitu yang mencerminkan
nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat atau hukum adat . Yang
membedakannya adalah hukum adat berlaku bagi orang Indonesia,
sifatnya tidak tertulis dan tidak dibuat oleh legislatif.
Aliran legisme menghendaki bahwa pembuatan hukum dapat begitu
saja dilakukan dengan undang-undang, sedangkan aliran sejarah
menentang penyamaan hukum dengan undang-undang sebab
hukum itu tidak mungkin dibuat melainkan harus tumbuh dari
kesadaran hukum masyarakat. . Hakim harus mengikuti, memahami
hukum dan keadilan yang hidup di masyarakat, apakah itu hukum
kebiasaan (hukum adat) atau hukum tidak tertulis. . Dimana dalam
hukum adat terdapat sebuah hukum yang hidup dimasyarakat dan
masyarakat dalam berperilaku masih berpedoman pada hukum adat.
Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 menentukan bahwa
hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti dan
memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat. Untuk itu ia harus terjun ketengah-tengah
masyarakat untuk mengenal, merasakan dan mampu menyelami
perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat.
UUD 1945 sebagai konstitusi mengakui di samping hukum
tertulis juga ada hukum yang tidak tertulis, hukum adat
merupakan hukum tidak tertulis. UUD 1945 lebih
mengutamakan hukum yang tertulis yaitu undang-undang dalam
rangka menciptakan ketertiban dalam masyarakat
Sekian Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai