Anda di halaman 1dari 9

PENCABUTAN HAK MILIK ATAS HARTA BERSAMA SUAMI ISTRI

DALAM SENGKETA MASYARAKAT ADAT MELAYU ROKAN

Abstract
This research was conducted to find out how customary consideration of the ownership of
the property of husband and wife together in the settlement of domestic disputes in the
Malay rokan community in Riau Province. The following is also related to the extent to
which adherence to the traditional Malay tribe to the decisions taken by indigenous
functionaries in resolving these household problems.The right of ownership is actually the
strongest right a person has over a property. However, the ownership rights can be revoked
by the presence of an act that is deemed despicable for indigenous and tribal peoples,
especially in Malay Rokan communities. The method used is analytical descriptive with
qualitative patterns. The results of the study and discussion found the consideration of
custom and the reasons for the obedience of the Malay rokan community in carrying out the
adat decision so that the pattern of representation with the adat mamak of the children of
the nephews each held a discussion led by the Adat Chief who had been given the authority
to decide the dispute.

Keywords: Right of Ownership, household problems, joint property

Ringkasan
Penelitian ini dilakukan guna mengetahui bagaimana pertimbangan adat terhadap
pencebutan hak milik atas harta bersama suami istri dalam penyelesaian sengketa rumah
tangga masyarakat melayu rokan di Propinsi Riau. Berikut pula terkait sejauhmana
ketaatan masyarakat adat melayu rokan terhadap putusan yang diambil oleh fungsionaris
adat dalam menyelesaikan permasalahan rumah tangga tersebut.Hak milik sejatinya
merupakan hak terkuat yang dimiliki seseorang atas suatu harta benda. Namun hak milik
tersebut dapat dicabut dengan hadirnya suatu perbuatan yang dianggap tercela bagi
masyarakat hukum adat, khususnya di masyarakat melayu rokan. Metode yang digunakan
deskriptif analitis dengan pola kualitatif. Hasil penelitian dan pembahasan ditemukan
pertimbangan adat dan alasan-alasan ketaatan masyarakat melayu rokan dalam
menjalankan putusan adat sehingga pola perwakilan dengan mamak adat dari anak
kemenakan masing-masing yang bermusyawarah dengan dipimpin oleh Pucuk Adat yang
telah diberikan kewenangan memutuskan sengketa tersebut.

Kata Kunci : Hak Milik, Sengketa Rumah Tangga, Harta bersama

PENDAHULUAN Savigny menggambarkan timbulnya


Hukum sebagai suatu instrumen hukum itu dengan timbulnya bahasa suatu
control sosial, senantiasa dinamis guna bangsa, masing-masing bangsa memiliki
menjawab perubahan yang dipengaruhi ciri khusus dalam berbahasa. Demikian
oleh gobalisasi, masalah nasional hingga pula hukum, karena tidak ada bahasa yang
perubahan pada masyarakatnya. Akan mimiliki sifat universitalitas, maka begitu
tetapi setiap perubahan yang terjadi pula hukum tiada pula hukum yang
hendaklah bersandarkan kepada jiwa universal. Sebagaimana hal yang pernah
bangsa (volkgeist), Friedrich K.V. diungkapkan oleh Savigny bahwa “law is
an expression of the common bahwa, “tidak salah kiranya, jika sampai
consciousness or spirit of people”. batas tertentu dapat dikatakan bahwa
Maknanya hukum tidak dibuat, tetapi ia hukum suatu bangsa dapat merupakan
tumbuh dan berkembang bersama suatu indikasi peradaban bangsa itu”.
masyarakat. (Darmodiharjo dan Shidarta, (Sudarto, 1981: 4). Termasuk di dalamnya
2004: 124) terkait hal pemberian sanksi yang
Seiring pembangunan hukum diberikan oleh lembaga atau petugas adat.
nasional seharusnya memberikan ruang Tujuan pemberian sanksi biasanya untuk
bagi hukum asli bangsa Indonesia, yaitu memberikan perlindungan kepada
kebiasaan-kebiasaan yang telah mengakar kepentingan masyarakat dari berbagai
lama secara turun temurun dan masih di gangguan, baik yang dilakukan oleh
pergunakan oleh masyarakat di wilayah anggota masyarakat di dalam lingkungan
tertentu Indonesia. Layaknya apa yang maupun orang yang berada di luar
diungkapkan oleh Eugen Ehrlich bahwa anggota masyarakat.
hukum yang baik adalah hukum yang Cerminan kedudukan hukum adat
sesuai dengan hukum yang hidup saat ini, jelas tergambar bagi setiap daerah
dimasyarakat (Yesmil Anwar dan Adang, yang masih memiliki hukum adat yang
2008:xii). kuat dan dapat diberlakukan sesuai
Tinjauan perspektif sistem hukum, dengan kepentingan mereka. Hal ini
kajian terhadap hukum adat dan hukum berkaitan dengan substansi hukum yang
yang hidup memang merupakan upaya berupa (a) perbuatan yang dilarang; (b)
yang digunakan guna lebih memahami orang yang melakukan perbuatan yang
sistem hukum atau keluarga hukum lain dilarang, dan; (c) sanksi terhadap
dari yang selama ini diwarisi di Indonesia, pelanggar. (Helbert Packer. 1988: 18).
yakni sistem hukum eropa kontinental Sanksi adat hadir sebagai sarana
atau civil law system. yang ampuh dalam penegakan hukum
Upaya yang digunakan yakni adat guna memberikan nilai keadilan.
pendekatan fenomenon atas peristiwa- Walaupun pelaksanaannya masih saja
peristiwa yang terjadi di masyarakat yang perlu mendapat perhatian khusus dalam
digunakan dalam menyelesaikan masalah penegakannya. Namun, sanksi adat
hukum. Sehingga masih ada konsep atau hakikatnya adalah penderitaan yang
sistem hukum lain yang sepatutnya untuk sengaja ditimpakan kepada seseorang
dikaji guna pembaharuan hukum di yang melakukan perbuatan tertentu yang
Indonesia. Terlebih dalam memaknai dinyatakan tercela oleh nilai dan norma
hukum yang berlaku saat ini cenderung yang berlaku di masyarakat.
dikatakan ketinggalan zaman dan tidak Hukum adat dan penerapan sanksi
sesuai dengan kenyataan dan tidak adat diatas dapat dimaknai sebagai
mengakar pada nilai-nilai budaya perwujuda dari kebudayaan bangsa
masyarakat. Indonesia. Hal ini ditegaskan oleh
Memahami dalam asumsi diatas, Koentjaraningrat (1874: 15) bahwa:
jelaslah bahwa segala upaya guna Pada hakikatnya kebudayaan itu
mengkaji dan menggali kembali hukum memiliki tiga perwujudan, yaitu
adat dan nilai-nilai yang hidup di berbagai pertama wujud kebudayaan
daerah di Indonesia, terkhusus di wilayah sebagai kompleks dari ide-ide
Propinsi Riau dengan corak budaya gagasan, nilai-nilai, norma-
melayu. norma, peraturan dan sebagainya.
Sebagai identitas bangsa, Kedua, kebudayaan dapat
eksistensi hukum adat terlihat dari ciri dan berwujud sebagai kompleks
karakteristik yang sesuai dengan filosofi aktivitas kelakuan berpola dari
dan budaya bangsa. Sudarto menegaskan manusia dalam masyarakat, dan
ketiga, kebudayaan dapat melayu dalam pemberian sanksi adat
berwujud sebagai benda hasil dapat diterima di daerah Kabupaten
karya manusia. Rokan Hilir Propinsi Riau.
Setiap perkawinan melekat padanya Berdasarkan uraian diatas maka
konsekuensi yuridis, berupa terjadinya perlu dilakukan penelitian terhadap
percampuran harta bersama diantara eksistensi pemberian sanksi hukum adat
sepasang manusia. Peristiwa ini lumrah terkait hapusnya hak kepemilikan
terjadi dalam budaya masyarakat di seseorang di Kabupaten Rokan Hilir
Indonesia. Bahkan sejatinya masyarakat Propinsi Riau. Hal ini menjadi penting
tidak mengenal pemisahan harta suami untuk diteliti karena merupakan langkah
dan istri. awal dalam identifikasi kedudukan hukum
Sebagian besar orang pasti dan sanksi adat yang belaku di
menginginkan kehidupan yang harmonis, masyarakat melayu Riau dalam
namun tidak dapat pula kemudian menghadapi permasalahan hukum yang
hapusnya hambatan-hambatan dalam sama. Guna permasalahan yang sama di
berumah tangga. Hingga akhirnya dapat masyarakat khususnya di Kabupaten
menuju keretakan rumah tangga yang Rokan Hilir dapat terselesaikan dengan
berakibat lebih dekat kepada perceraian. baik.
(Susanto, 2008)
Terjadinya peristiwa dalam rumah METODE PENELITIAN
tangga seperti perselisihan, pertengkaran Jenis penelitian yang akan digunakan
atau percekcokkan antara suami dan istri adalah penelitian hukum sosiologis,yaitu
dapat mengakibatkan kepada perceraian studi-studi empiris untuk menemukan
jika tidak diselesaikan dengan baik. teori-teori mengenai proses terjadinya dan
(Saleh, 1982) mengenai proses bekerjanya hukum
Salah satu bentuk sanksi adat yang dalam masyarakat (Sunggono, 1997)
hidup di dalam masyarakat Kabupaten berdasarkan peraturan perundang-
Rokan Hilir Propinsi Riau dikenal dengan undangan yang berlaku yang berkaitan
istilah tali sepinggang. Tali sepinggang dengan penyelesaian sengketa rumah
adalah suatu sanksi adat yang telah tangga masyarakat adat melayu rokan di
disepakati bersama oleh anggota propinsi Riau.
masyarakat adat untuk ditaati jika terjadi Lokasi penelitian adalah Kabupaten
pelanggaran adat tertentu. Sanksi adat Rokan Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir.
tali sepinggang biasanya diberikan terkait Kabupaten Rokan Hulu yang terdiri dari
hak kepemilikan seseorang terhadap 16 Kecamatan yaitu: Bangun Purba,
sesuatu barang yang dimiliki. Seperti Kabun, Kepenuhan, Kunto Darussalam,
rumah, tanah, kebun, sawah, ladang dan Rambah, Rambah Hilir, Rambah Samo,
sebagainya untuk dihapuskan hak Rokan IV Koto, Tambusai, Tambusai
miliknya. Hukuman tali sepinggang Utara, Tandun, Ujungbatu, Pagaran Tapah
cenderung diberikan kepada seseorang Darussalam, Bonai Darussalam,
yang terikat dalam ikatan perkawinan, Kepenuhan Hulu, dan Pendalian IV Koto.
dimana salah satu pihak yang senyatanya Sedangakan kabupaten Rokan Hilir terdiri
melakukan perbuatan perzinaan, dengan dari 14 Kecamatan yaitu: Bagan
kata lain perselingkuhan. Sinembah, bangko Pusako, Bangko, Batu
Penelitian ini berusaha Hampar, Kubu, pasir Limau Kapas,
mengungkapkan kedudukan hukum Pekaitan, Pujud, Rantau Kopar, Rimba
pemberian sanksi adat terkait hapusnya Melintang, Simpang Kanan, Sinaboi,
hak kepemilikan seseorang sebagai bagian Tanah Putih Tanjung Melawan, Tanah
dari tradisi dan kebudayaan melayu Riau, Putih. Fokus penelitian ini adalah pada
hingga sejauhmana eksistensi hukum adat
wilayah adat yang mencakup pada 2 daya upaya dilakukan oleh keluarga
kabupaten dan 28 kecamatan tersebut. melalui mamak adat dalam
Populasi responden meliputi a) menyelamatkan keluarga yang telah
Pemerintah Daerah kabupaten Rokan terbina. Namun dalam kondisi tertentu
Hulu dan Rokan Hilir; b) Lembaga Adat perceraian merupakan solusi dalam
Melayu Rokan Hulu dan Rokan Hilir; c) menjaga tujuan dalam mencapai
Mamak Adat dan pucuk suku; d) kebahagiaan itu sendiri.(Putuhena, Pide,
masyarakat melayu rokan. & Nur, 2013)
Teknik pengumpulan data dalam Adat hadir dengan memberikan
penelitian ini meliputi observasi, perbaikan atas kondisi yang dirusak
wawancara, kuisioner dan kajian akibat perbuatan tercela tersebut,
kepustakaan guna memudahkan peneliti layaknya istilah adat “menimbang pakai
mengambil data. Sedangkan dalam teknik landasan, kalau melompat pakai
analisis data, penulis menggunakan tumpuan”. Sebab adat dalam kaitannya
metode analisis kualitatif dengan dengan keluarga menjadi satu kesatuan
menggunakan uraian kalimat untuk yang mengikat dan mengatur bagaimana
menjelaskan hubungan antara teori yang tata cara kehidupan berkeluarga dengan
ada dengan kenyataan yang ada di baik hingga akhir kehidpuan, namun adat
lapangan. Hal tersebut dilakukan dengan juga sebagai instrumen hukum yang
tahapan beupa tahap persiapan, tahap memberikan pembinaan dan pemberian
pelaksanaan dan tahap penyelesaian. sanksi (hukuman) sebagai alat
(Ismail, n.d.) penyeimbang kedudukan masyarakat
yang dirusak.
HASIL DAN PEMBAHASAN Selingkuh dalam hal ini dimaksud
adalah terjadinya perzinaan yang
Mamak adat sebagai satu bagian
dilakukan oleh salah satu suami atau istri.
dalam masyarakat melayu rokan telah
Zina dalam pandangan masyarakat adat
mendapatkan tempat di hati
melayu rokan sebagai suatu tindakan
masyarakatnya. Kehadiran mamak adat
tercela yang berada dalam kategori berat.
dianggap sebagai kerabat bahkan keluarga
Bahkan sebagian besar masyarakat adat
dalam menyelesaikan setiap permasalahan
melayu rokan tidak akan banyak
yang terjadi di lingkungan masyarakat
mencampuri (membela) anak kemenakan
dan keluarga. Sehingga keputusan-
yang melakukan perbuatan tersebut.
keputusan yang diambil oleh Mamak Adat
Karena bagi mereka hal tersebut telah
menjadi bagian penghargaan dan ketaatan
mencoreng aib yang besar bagi keluarga
kepada adat.(Arida & Aunie, 2009)
dan suku adat. Perbuatan seperti itu
Sengketa dalam rumah tangga
biasanya diberikan sanksi tali sepinggang
lumrah terjadi, baik dikarenakan
ada juga yang menyebutnya dengan turun
percekcokan, perselisihan paham, atau hal
tali sepinggang.
lainnya. Namun berbeda jika sengketa
Pola yang terjadi dalam
rumah tangga yang diakibatkan oleh
penyelesaian sengketa ini meliputi mamak
permasalahan perselingkuhan yang
adat menghadirkan masing-masing
menjadi sebab pemicu terjadinya sengketa
mamak adat dari anak kemenakan.
rumah tangga.
Kemudian mamak adat masing-masing
Selingkuh merupakan peristiwa
pihak disampaikan bahwa telah terjadi
yang sangat tidak baik dinilai oleh
perzinaan yang diketahui dengan 2 orang
masyarakat melayu rokan. Karena
saksi yang melihat secara langsung
merupakan aib dalam keluarga besar dan
terjadinya perzinaan. Maka berdasarkan
mamak adat di lingkungan masyarakat
aturan adat di masyarakat adat melayu
melayu rokan. Sehingga begitu banyak
rokan telah menetapkan sanksi (hukuman)
dengan sanksi tali sepinggang yakni pergi batang pinang/ tiang batang pinang.
dari kampong dengan hanya membawa Kemudian ada pula dikenal uang iddah
benda dan barang yang hanya melekat di senilai dengan 3 (tiga) bulan 10 (sepuluh)
badan saja. hari, yang merupakan cerminan budaya
Proses pelaksanaannya diawali melayu sesuai dengan istilah “agama yang
dengan melakukan inventarisir ada mengatur dan adat yang menjalankan”.
tidaknya harta pribadi (bawaan) yang di Selanjutnya adat memberikan sanksi
bawa ke dalam keluarga. Jika ada yang adat atas terjadinya peristiwa perzinaan
membawa harta pribadi kedalam keluarga, dengan sanksi tali sepinggang. Dengan
maka mamak adat harus tahu di awal melakukan pencabutan hak atas harta
perkawinan. Baik seperti lahan yang bersama. Maka harta bersama itu tidak
diberikan orang tua kedua belah pihak dibagi, tetapi sepenuhnya diperuntukkan
yang diberikan untuk dikelola sebagai kepada anak-anaknya melalui
pencaharian mereka haruslah diketahui pemeliharaan istri. Keputusan ini diambil
oleh mamak adat. Karena dalam berdasarkan musyawarah mamak adat di
ungkapan adat melayu Rokan Hulu hadapan Pucuk Suku adat yang menjadi
berupa “harato dibawok di bawa pulang, fungsionaris adat di wilayah daerah
yang di tompati di tinggalkan”. Hal ini masyarakat melayu rokan.
senada dengan ungkapan adat “suarang Mamak adat selaku pihak yang
diagieh, sekutu dibolah yang dibawok memberikan pandangan serta pencabutan
dibawa pulang, yang ditompati hak atas harta bersama terhadap sengketa
ditinggalkan”, yang artinya sekecil rumah tangga di masyarakat melayu
apapun harta yang dimiliki harus dibagi, rokan di propinsi riau tersebut akan
jika banyak dibagi dua, harta bawaan dipengaruhi oleh bagaimana budaya
dibawa pulang baik pihak istri maupun melayu Rokan itu sendiri. Pandangan
suami, sedangkan harta tempatan hukum adat yang membagi persekutuan
(ditempati) seperti rumah dan seisinya dalam masyarakat hukum adat dapat
harus di tinggalkan untuk anak dan istri. digolongkan menjadi 2 (dua) kelompok
Setelah inventarisir harta dalam besar yaitu 1) persekutuan teritorial; dan
keluarga baik meliputi harta bawaan, 2) persekutuan genealogis.
harta soko, dan harta bersama di (Wignyodipuro, 1987)
identifikasi. Maka langkah selanjutnya Berdasarkan persekutuan diatas
adalah menginventarisir apakah terdapat dapat diketahui bahwa masyarakat melayu
hutang selama perkawinan terjadi. Karena Rokan dalam persekutuan teritoral
hutang bagi masyarakat melayu Rokan memiliki kekuatan hubungan magis
Hulu menempati posisi utama untuk religius terhadap wilayah tempat mereka
diselesaikan sebelum terjadinya berdiam diri. Mereka menyadari bahwa
pembagian harta bersama kedua belah tanah (wilayah) yang mereka diami
pihak. merupakan bagian dari kehidupan
Selanjutnya mamak adat juga masyarakat. Esensial wilayah sebagai
mengidentifikasi kedua belah pihak bagian dari kehidupan tidak hanya
apakah sudah memiliki rumah atau belum. menjadi tempat tinggal, namun juga
Jika yang bercerai belum memiliki rumah, sebagai penghidupan dan akhir dari
maka pihak laki-laki dihutangkan adat. kehidupan. Maka ikatan teritorial bagi
Karena dalam adat jika suami istri yang masyarakat melayu Rokan cenderung
sudah menikah 6 (enam) bulan maka dia menetap di daerahnya, berkebun dan
harus punya uang rumah dengan senlai cepat kembali setelah meninggalkan
minimum dengan rumah dalam kampung halaman.
pandangan terdahulu seperti beratap daun, Selain ikatan persekutuan teritorial
berdinding kulit lawak/ kulit kayu, geloga memiliki kekuatan hubungan dengan
masyarakat melayu Rokan, ikatan instrument yang biasanya dijadikan alat
persekutuan genealogis yang bersumber mencabut hak itu secara suka rela adalah
dari hubungan pertalian darah juga perjanjian perdamaian yang dibuat oleh
memiliki hubungan penting dalam pihak yang diberikan sanksi (hukuman)
kehidupan masyarakat melayu Rokan. sebagai bentuk penyerahan pelepasan hak
Pertalian darah dalam keluarga kepada pasangannya guna menjalankan
menunjukkan identitas dan pengenal bagi sanksi hukum tali sepinggang.
masyarakat melayu Rokan. Karena
kedudukan pertalian darah memiliki hak SIMPULAN
dan kewajiban kepada sanak famili secara Bahwa pelaksanaan dalam
genealogis untuk memberikan pemberian sanksi adat tali sepinggang
kemandirian dan kemajuan kepada suatu sebagai alat memaksa melakukan
kelompok suku.(Prof. Dr. I Gede A. B. pencabutan harta bersama telah
Wiranata & BAKTI, 2005) dilaksanakan sejak dahulu. Sebab menilai
Masyarakat melayu Rokan hukum adat tidak hanya sekedar
menggunakan pola genealogis yang memberikan sanksi adat kepada pelaku
bersumber corak kecenderungan kepada zina saja, namun terdapat pertimbangan
keluarga ibu (Materilineal). Maka anak lainnya yang menjadikan pihak suami
kemenakan yang lahir menjadi amanat atau istri yang baik tetap mendapatkan
bagi mamak adat untuk dilakukan haknya atas penghidupan dan
pendidikan ilmu maupun pengetahuan pemeliharaan dari harta bersama yang
dalam mengarungi kehidupan. didapatkan.
Berdasarkan kecenderungan kepada Proses yang terjadi kemudian di
keluarga ibu, maka hal ini juga menjadi dahulukan kepada pengelompokkan harta
bahan pertimbangan mengapa dahulu dari kedua belah pihak.
perlindungan kepada istri dilebihkan Pengelompokan harta ada 3 (tiga) harta
karena mamak adat menilai bahwa ibu bawaan, harta soko, dan harta bersama.
adalah tempat penuh kasih sayang bagi Dalam hal ini merupakan keadilan bagi
anak-anak sekaligus tempat mendapatkan keluarga pihak yang berbuat kesalahan
pendidikan serta pengasuhan. Hal dan pihak yang dirugikan atas perbuatan
demikian berlangsung tidak hanya dalam tersebut.
waktu singkat, melainkan dalam waktu Ketaatan kepada adat pula menjadi
yang panjang bahkan hingga anak-anak bagian yang tidak terpisahkan dalam
akan menikah dan menikahkan cucu-cucu masyarakat adat, sehingga penghargaan
nantinya. kepada adat sangat tinggi kepada
Berbagai pertimbangan diatas keputusan adat yang berlaku.
menunjukkan posisi kedudukan ibu
dengan beban sedemikian rupa maka
sebagai kebutuhan utama yang sifatnya UCAPAN TERIMAKASIH
mendasar diberikan (ditinggalkan) untuk Artikel ini dapat tersusun dan
seorang ibu, seperti rumah beserta alat terselesaikan dengan baik berkat bantuan
kelengkapannya. Serta dengan masuknya dari berbagai pihak, tentunya pada
pengaruh agama, maka diberikan pula kesempatan ini pula perkenankanlah
biaya pertanggungan masa iddah bagi istri penulis untuk menyampaikan ucapan
yang diceraikan, dengan ukuran sekurang- terima kasih kepada Dekan Fakultas
kurangnya 3 (tiga) bulan 10 (sepuluh) Hukum Universitas Riau yang telah
hari. Namun terlepas dari hal tersebut, menyetujui untuk pendanaan penelitian
perihal sanksi ini tetap akan diberikan ini, serta rekan-rekan dosen Fakultas
kepada siapa pihak yang diketahui secara Hukum Universitas Riau atas semangat
nyata melakukan perzinaan. Dan
dan motivasinya untuk berdiskusi dengan Pudjosewojo, Kusumadi. Pedoman
penulis dalam menyusun artikel ini.
Pelajaran Tata Hukum Indonesia,
Semoga segala bantuan dan dorongan
yang telah diberikan kepada penulis akan Jakarta: Aksara Baru, 1976
diberikan balasan yang berlipat oleh Allah
Saptomo, Ade. Penyelesaian Sengketa
SWT.
Luar Pengadilan, Sebuah Kajian
Alternatif Penyelesaian
DAFTAR PUSTAKA
Sengketa,Fakultas Hukum,
Abbas, Syahrizal. Mediasi : dalam Universitas Andalas, Padang, 2001
Perspektif Hukum Syariah, Hukum Soekanto, Soerjono. Hukum Adat
Adat dan Hukum Nasional, Indonesia, Jakarta: PT Raja
Kencana Prenada Media Group: Grafindo Persada, 2001
Jakarta: 2002 __________________. Masa Depan
Fuady, Munir. Arbitrase Nasional Hukum Adat di Indonesia,
(Alternatif Penyelesaian Sengketa Makalah pada Seminar
Perdata Bisnis), Citra Aditya Penelaahan Pembaharuan Hukum
Bakti, Bandung : 2000. Nasional, Jakarta: BPHN, 1990
Hadikusuma, Hilman. Antropologi Soemadinigrat, R. Otje Salman.
Hukum Indonesia, Alumni : Rekonseptualisasi Hukum Adat
Bandung : 2001 Kontemporer, Bandung: PT
Harahap, M.Yahya. Beberapa tinjauan Alumni, 2002
mengenai sistem Peradilan dan Soepomo. Bab-bab Tentang Hukum Adat,
Penyelesaian Sengketa, Citra Pradnya Paramita, Jakarta: 2004
Aditya Bakti, Bandung: 1997 Soepomo. dan R. Djokosoetono, Sejarah
Mahadi, Uraian Singkat tentang Hukum Politik Hukum Adat, Jakarta: PT.
Adat sejak RR tahun 1854, Pradnya Paramita, 2002Sudiyat,
Bandung: Alumni, 1991 Iman. Hukum Adat - Sketsa Asas,
Muhammad, Bushar. Asas-Asas Hukum Yogyakarta: Liberty, 1981
Adat, Jakarta: PT. Pradnya Widjaja, Gunawan. Alternatif
Paramita, 2002. Penyelesaian Sengketa, Rajawali
Priyatna, Abdurrasyid. Arbitrase dan Pers, Jakarta, 2002
Alternatif Penyelesaian Sengketa Wignjodipoero, Soerojo. Pengantar dan
Suatu Pengantar, PT. Fikahati Asas-asas Hukum Adat, Bandung:
Anesta, Jakarta :2002 PT Toko Gunung Agung, 2000
Wiranata, I. Gede A.B., Hukum Adat
Indonesia, Bandung: PT Citra c. Jurnal/Makalah
Aditya Bakti, 2005 Takdir Rahmadi, Disampaikan dalam
Seminar Sehari : Mediasi, Sebagai
b. Undang-Undang alternatif Penyelesaian Sengketa, tanggal
UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase 13 September 2010, Fakultas Syariah,
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa UIN SUSKA, Pekanbaru.
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun
2008 Tentang Prosedur Mediasi

Anda mungkin juga menyukai