Anda di halaman 1dari 10

Volume 2 Issue 2, November 2019, Page.

101-110
PA L REV |JOURNAL OF LAW PAMULANG
L A WREVIE W
ISSN : 2622-8408 ± E-ISSN 2622-8616

PENGATURAN DELIK ADAT DALAM RANCANGAN KUHP SEBAGAI BAGIAN


DARI IUS CONSTITUENDUM

Siti Chadijah
Fakultas Hukum Universitas Pamulang
Dosen01968@unpam.ac.id

ABSTRACT

The meaning of the criminal law is that the act must be sanctioned in the form of a crime and
the prohibition of the act is regulated under laws. Whereas the definition of customary
criminal law places more emphasis on the degree of defamation of conduct in the views of
indigenous peoples so that the occurrence of customary offenses is if any customary order is
violated and the balance of the community is disturbed. Overcoming the weaknesses of modern
criminal law, particularly in relation to the capacity of penal institutions and the
accumulation of cases in the courts, it is necessary to apply adat law as a solution to the
problems in the community. This idea is in line with the Draft of Indonesian Criminal Code
(RKUHP) which accommodates the entry into force of adat law and reduces the legality
principle.

Keywords: Criminal Law, Customary Law, RKUHP

ABSTRAK

Makna dari hukum pidana yakni perbuatan itu harus dapat diberi sanksi berupa pidana serta
larangan atas perbuatan tersebut diatur dalam undang-undang. Sedangkan definisi dari hukum
pidana adat lebih menekankan pada tingkat ketercelaan perbuatan pada pandangan masyarakat
adat sehingga terjadinya delik adat adalah apabila terdapat tata tertib adat dilanggar dan
keseimbangan masyarakat terganggu. Mengatasi kelemahan hukum pidana modern, khususnya
terkait kapasitas lembaga pemasyarakatan dan menumpuknya perkara di pengadilan perlu
memberlakukan hukum adat sebagai penyelesaian masalah di tengah masyarakat. Gagasan
tersebut sejalan dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang
mengakomodir berlakunya hukum adat dan mengurangi keabsolutan asas legalitas.

Kata Kunci : Hukum Pidana, Hukum Adat, RKUHP

101
PENDAHULUAN hukum asli yang mencerminkan budaya
bangsa Indonesia.
Hukum adat adalah aturan tidak
tertulis yang hidup di dalam masyarakat Keberadaan hukum adat dalam tata
adat suatu daerah dan akan tetap hidup hukum nasional akan tetap eksis. Dalam hal
selama masyarakatnya masih memenuhi ini Prof. Soepomo memberikan
hukum adat yang telah diwariskan kepada pandangannya sebagai berikut (Laksanto
mereka dari para nenek moyang mereka Utomo, 2017 : 18) :
sebelumnya. Oleh karena itu, keberadaan
hukum adat dan kedudukannya dalam tata 1. Bahwa dalam lapangan hidup
hukum nasional tidak dapat dipungkiri kekeluargaan, hukum adat masih akan
walaupun pada umumnya hukum adat tidak menguasai masyarakat Indonesia.
tertulis, namun hukum adat akan selalu ada 2. Bahwa hukum pidana dari suatu
serta hidup di dalam masyarakat. Negara wajib sesuai dengan corak dan
sifat-sifat bangsanya atau masyarakat
Hukum adat mempunyai dua fungsi itu sendiri. Oleh karena itu, maka
yaitu sebagai pedoman dan pengawasan. hukum adat pidana akan memberikan
Sebagai pedoman, maka hukum adat bahan-bahan yang sangat berharga
berfungsi sebagai pedoman dalam dalam pembentukan KUH baru untuk
bertingkah laku, bertindak, berbuat di Negara kita.
dalam masyarakat. Sedangkan sebagai 3. Bahwa hukum adat sebagai hukum
pengawasan, hukum adat melalui petugas- kebiasaan yang tidak tertulis akan tetap
petugas adat akan mengawasi segala menjadi sumber hukum baru dalam
tingkah laku anggota masyarakat agar hal-hal yang belum/tidak ditetapkan
sesuai dengan hukum adat. Apabila ada oleh undang-undang.
pelanggaran maka akan dikenakan sanksi
untuk memulihkan keseimbangan. Dengan demikian dalam pembinaan
hukum nasional tidak saja berarti
Sebagaimana dikemukakan oleh menciptakan hukum baru yang memenuhi
Koentjaraningrat bahwa, nilai budaya tuntutan rasa keadilan dan kepastian
mengakar pada diri seseorang, termasuk hukum, tetapi juga memenuhi tuntutan
dalam bertingkah laku. Perilaku seseorang naluri kebangsaan sesuai ideologi negara
ada yang baik, ada yang tidak sesuai dengan (Pancasila) sehingga pada penyusunan
aturan hukum. Karena hukum berfungsi peraturan perundang-undangan nasional
mengatur perilaku individu yang hidup yang baru sebagai ius constituendum
dalam masyarakat, maka hukum harus membutuhkan informasi sebanyak-
dibuat dengan memperhatikan nilai-nilai banyaknya dari hasil penelitian terhadap
budaya yang hidup dalam masyarakat (Ria hukum adat dan etnografi yang hidup dalam
Simbolon, 2017 : 18). Sebagai sistem nilai masyarakat Indonesia.
budaya yang berfungsi sebagai pedoman
hidup bagi masyarakat yang ditaati dan METODE PENELITIAN
memiliki sanksi apabila dilanggar
Metode Penelitian yang digunakan
menjadikan hukum adat penting untuk
adalan penelitian normatif empiris.
dipelajari dan dikaji karena merupakan
Penelitian hukum normatif empiris adalah

102
penelitian hukum mengenai pemberlakuan masih hidup dan sesuai dengan
ketentuan hukum normatif (kodifikasi, perkembangan masyarakat dan prinsip
undang-undang atau kontrak) secara in Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang
action pada setiap peristiwa hukum tertentu diatur dalam undang-undang.
yang terjadi dalam masyarakat (Abdulkadir
Muhammad, 2004 : 134). Penelitian hukum Dalam memberikan tafsiran
normatif adalah pendekatan yang dilakukan terhadap ketentuan tersebut Jimly
berdasarkan bahan baku utama, menelah Ashiddiqie (2003 : 32) menyatakan perlu
hal yang bersifat teoritis yang menyangkut diperhatikan bahwa pengakuan ini
asas-asas hukum, konsepsi hukum, diberikan oleh Negara :
pandangan dan doktrin-doktrin hukum,
1. Kepada eksistensi suatu masyarakat
peraturan dan sistem hukum dengan
hukum adat beserta hak-hak
menggunakan data sekunder, diantaranya:
tradisional yang dimilikinya.
asas, kaidah, norma dan aturan hukum yang
2. Eksistensi yang diakui adalah eksistensi
terdapat dalam peraturan perundang-
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum
undangan dan peraturan lainnya, dengan
adat. Artinya pengakuan diberikan
mempelajari buku-buku, peraturan
kepada satu persatu dari kesatuan-
perundang-undangan dan dokumen lain
kesatuan tersebut dan karenanya
yang berhubungan erat dengan penelitian
masyarakat hukum adat itu haruslah
(Soerjono Soekanto, 2006 : 24).
bersifat tertentu.
PERMASALAHAN 3. Masyarakat hukum adat itu memang
hidup (Masih hidup)
Berdasarkan pemaparan yang telah 4. Dalam lingkungannya (lebensraum)
dikemukakan dalam latar belakang diatas yang tertentu pula
maka penulis menitikberatkan pada tiga 5. Pengakuan dan penghormatan itu
permasalahan yakni bagaimana ruang diberikan tanpa mengabaikan ukuran-
lingkup hukum pidana adat dalam sistem ukuran kelayakan bagi kemanusiaan
hukum nasional juga berkaitan dengan sesuai dengan tingkat perkembangan
hukum adat ditinjau dari asas legalitas serta keberadaan bangsa. Misalnya tradisi-
bagaimana pengaturan hukum adat dalam tradisi tertentu yang memang tidak
RKUHP? layak lagi dipertahankan tidak boleh
dibiarkan tidak mengikuti arus
PEMBAHASAN kemajuan peradaban hanya karena alas
an sentimental.
Dasar Berlakunya Hukum Adat dalam 6. Pengakuan dan penghormatan itu tidak
Sistem Hukum Indonesia boleh mengurangi makna Indonesia
sebagai suatu Negara yang berbentuk
Setelah amandemen konstitusi,
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
hukum adat diakui sebagaimana dinyatakan
dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Selanjutnya Pasal 28 I ayat (3) UUD
1945) Pasal 18 B ayat (2) yang menyatakan : PHQHJDVNDQ EDKZD ³,GHQWLWas budaya
Negara mengakui dan menghormati dan hak masyarakat tradisional dihormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat selaras dengan perkembanagan zaman dan
beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang SHUDGDEDQ´ $QWDUD 3DVDO % D\DW GDQ
103
Pasal 28 I ayat (3) pada prinsipnya Lebih lanjut, pengakuan tersebut
mengandung perbedaan di mana Pasal 18 B diuraikan melalui Undang-Undang Nomor
ayat (2) termasuk dalam Bab VI tentang 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa). Di
Pemerintahan Daerah sedangkan Pasal 28 I dalam UU Desa, wewenang desa adat untuk
ayat (3) ada pada Bab XA tentang Hak Asasi menyelesaikan permasalahan hukum
Manusia. Lebih jelasnya bahwa Pasal 18 B warganya diakui oleh negara melalui Pasal
ayat (2) merupakan penghormatan terhadap 103 sebagai berikut (Hukumonline, 06
identitas budaya dan hak masyarakat Agustus 2018):
tradisional (indigeneous people). Dikuatkan
dalam ketentuan UU Nomor 39 Tahun 1999 Kewenangan Desa Adat berdasarkan hak
tentang Hak Asasi manusia pada Pasal 6 asal usul sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dan ayat (2) yang menyatakan : Pasal 19 huruf a meliputi:
a. pengaturan dan pelaksanaan
1. Dalam rangka penegakan hak asasi pemerintahan berdasarkan susunan
manusia, perbedaan dan kebutuhan asli;
dalam masyarakat hukum dapat harus b. pengaturan dan pengurusan ulayat
diperhatikan dan dilindungi oleh atau wilayah adat;
hukum, masyarakat dan pemerintah. c. pelestarian nilai sosial budaya Desa
2. Identitas budaya masyarakat hukum Adat;
adat, termasuk hak atas tanah ulayat d. penyelesaian sengketa adat
dilindungi, selaras dengan berdasarkan hukum adat yang
perkembangan zaman. berlaku di Desa Adat dalam wilayah
yang selaras dengan prinsip hak asasi
Kemudian rekomendasi dari manusia dengan mengutamakan
Konggres Perserikatan Bangsa-Bangsa penyelesaian secara musyawarah;
(PBB) tentang ³7KH 3UHYHQWLRQ RI &ULPH e. penyelenggaraan sidang perdamaian
and the Treatment of OffeQGHUV´ dinyatakan peradilan Desa Adat sesuai dengan
bahwa sistem hukum pidana yang selama ketentuan peraturan perundang-
ini ada di beberapa negara (terutama yang undangan;
berasal/diimpor dari hukum asing semasa f. pemeliharaan ketenteraman dan
zaman kolonial), pada umumnya bersifat ketertiban masyarakat Desa Adat
³REVROHWH DQG XQMXVW´ (telah usang dan tidak berdasarkan hukum adat yang
adil) serta ³RXWPRGHG DQG XQUHDO´ (sudah berlaku di Desa Adat; dan
ketinggalan zaman dan tidak sesuai dengan g. pengembangan kehidupan hukum
kenyataan). Alasannya karena sistem adat sesuai dengan kondisi sosial
hukum di beberapa negara tidak berakar budaya masyarakat Desa Adat.
pada nilai-nilai budaya dan bahkan ada
8GLVNUHSDQVLÅ dengan aspirasi masyarakat, Melihat eksistensi hukum adat
serta tidak responsif terhadap kebutuhan secara ius constitutum, dalam rangka
sosial masa kini. Kondisi demikian oleh pembentukan hukum nasional menuju
konggres PBB dinyatakan sebagai faktor unifikasi hukum tidak bisa mengabaikan
kontribusi untuk terjadinya kejahatan (Lilik hukum adat yang ada di masyarakat.
Mulyadi, 2013 : 227). Hukum adat merupakan sumber penting
untuk memperoleh bahan-bahan, karena
104
hukum adat mempunyai asas-asas atau Salah satu contoh penerapan hukum
nilai-nilai yang universal dan lembaga. adat dalam kasus Pidana yang terjadi di
Sumatera Barat yaitu pada masyarakat
Ruang Lingkup dan Penerapan Delik Minagkabau, dikenal adanya aturan tentang
Adat hukum pidana adat yakni Undang-Undang
Nan Duopuluh. UU Nan Duopuluh ini
Terminologi hukum pidana adat,
terbagi atas dua bagian, yaitu UU Nan
delik adat, hukum pelanggaran adat, cikal
Salapan dan UU Nan Duobaleh. UU Nan
bakal sebenarnya berasal dari hukum adat.
Salapan menentukan perbuatan kejahatan
Apabila dikaji dari perpektif sumbernya,
dan UU Nan Duobaleh menjelaskan tanda
hukum pidana adat juga bersumber baik
bukti yang melanggar UU Nan Salapan.
sumber tertulis dan tidak tertulis. Sumber
Terdapat delapan bentuk perilaku yang
tertulis dapat merupakan kebiasaan-
disebut sebagai delik adat dalam UU Nan
kebiasaan yang timbul, diikuti serta ditaati
secara terus menerus dan turun temurun Salapan, yakni (Ali Abubakar, 2014 : 5) :
oleh masyarakat adat bersangkutan. 1. dago-dagi;
Hukum adat di Indonesia pada 2. sumbang-salah;
umumnya tidak tertulis dan tidak 3. samun-sakal;
dibedakan, serta tidak dipisahkan antara 4. maling-curi;
hukum pidana, perdata, dan hukum tata 5. tikam-bunuh;
6. kicuh-kecong dan tipu-tepok;
negara secara tegas seperti yang dikenal
7. upas-racun;dan
dalam hukum barat. Apakah ketentuan
8. siar-bakar.
hukum pidana yang terdapat dalam hukum
adat termasuk dalam undang-undang Dari kedelapan bentuk delik adat
menurut Pasal 1 ayat (1) KUHP, dalam UU Nan Salapan itu, yang cenderung
sebagaimana diatur dalam Pasal 15 AB masih mendapatkan perhatian dari para
(Algemene Bepalingen van Wetgeving) penguasa adat hanyalah sumbang- salah
\DQJ PHQHQWXNDQ EDKZD ³6HODLQ GDULSDGD dan dago-dagi. Sementara perilaku yang
pengecualian-pengecualian mengenai lain adalah perilaku-perilaku yang sudah
orang-orang Indonesia dan yang ada bandingannya dalam KUHP, sehingga
dipersamakan, maka kebiasaan bukan perbuatan tersebut diadili oleh Kerapatan
merupakan hukum, kecuali jika undnag- Adat nagari (KAN) di Minangkabau yang
XQGDQJ PHQ\DWDNDQ GHPLNLDQ´ 7LPEXO dapat digunakan untuk membuktikan
SHUVRDODQ DSDNDK ³KXNXP SLGDQD DGDW´ bahwa hukum pidana adat itu masih eksis.
dapat mempengaruhi ketentuan undang- Pada tahun 1998, KAN Talago Gunung
undang hukum pidana. Bagi penduduk Kecematan Baringin memutuskan seorang
Indonesia, hukum pidana adat dan warga bernama Jamalis bersalah melakukan
kebiasaan-kebiasaan walaupun hanya perbuatan sumbang-salah karena memasuki
berlaku di masyarakat setempat, tidak rumah seorang perempuan yang bukan
kurang nilainya untuk dipertimbangkan muhrimnya. Kemudian pada 22 Maret
sebagai hal-hal atau fakta yang turut 2004, KAN Air Tabit Kecamatan
mempengaruhi petimbangan hakim dalam Payakumbuh Timur mengeluarkan
menjatuhkan putusannya. keputusan tentang pemberian sanksi adat

105
kepada A.M. Dt. Panduko Sati karena Nusa Tenggara Barat (Lombok) dikenal
dianggap telah melakukan perbuatan dago- begundem, pada suku Baduy dikenal Silih
dagi dalam kasus pembongkaran rumah Ngahampura, dan di masyarakat
adat. Di Pasaman ada seorang janda yang Lamaholot, Flores, Nusa Tenggara Timur,
diberi sanksi dibuang sepanjang adat, dikenal mela sareka.
karena terbukti ada laki-laki setiap pagi
turun dari rumah janda tersebut. Setelah Hukum Adat Ditinjau dari Asas
ditegur beberapa kali, perilaku sumbang- Legalitas
salah itu tetap berlangsung, sehingga
Dalam hukum pidana di Indonesia,
akhirnya lembaga adat melaksanakan rapat asas legalitas dijumpai pada Pasal 1 ayat (1)
dan memberi sanksi adat kepada janda KUHP, yang menyebutkan :
tersebut (Ibid).
1. Suatu perbuatan tidak dapat dipidana,
Secara khusus bagi masyarakat
kecuali berdasarkan kekuataan
Minangkabau, keberadaan KAN masih
ketentuan perundang-undangan pidana
dapatditempatkan dalam kerangka
yang telah ada.
perundang-undangan karena terakomodasi
2. Bilamana ada perubahan dalam
dalam Peraturan Daerah, mulai dari
perundang-undangan sesudah
Peraturan Daerah nomor 13 Tahun 1983
perbuatan dilakukan, maka terhadap
sampai terakhir pada Peraturan Daerah
terdakwa diterapkan ketentuan yang
Nomor 2 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok
paling menguntungkan.
Pemerintahan Nagari. Keberadaan KAN
diakui sebagai lembaga kerapatan dari ninik
Asas-asas hukum pidana yang
mamak yang telah ada dan diwarisi secara
terkandung dalam Pasal 1 KUHP
turun temurun sepanjang adat. KAN
yaitu :
berfungsi memelihara kelestarian adat serta 1. Bahwa hukum pidana harus bersumber
menyelesaikan perselisihan sako dan pada peraturan perundang-undangan
pusako. Dengan rumusan seperti itu, dapat
pidana yang tertulis.
diartikan bahwa KAN masih diberi fungsi
2. Peraturan perundang-undangan pidana
dan kewenangan untuk menyelesaiakan
tidak boleh berlaku surut.
masalah sengketa adat (Ibid : 7).
3. Dilarang menggunakan analogi.
Di tengah masyarakat, perdamaian Sebagaimana diketahui, asas
menjadi simbol yang diterapkan dalam legalitas dalam KUHP Indonesia bertolak
peradilan adat pada kesatuan masyarakat GDUL LGH DWDX QLODL GDVDU ³NHSDVWLDQ KXNXP´
hukum adat di Indonesia. Lazim dikenal Namun dalam kenyataannya, asas legalitas
dengan terminologi sidang adat, para-para ini mengalami berbagai bentuk pelunakan,
adat, pokara adat, atau rapat adat, serta
penghalusan, pergeseran, atau perluasan
ungkapan beragam sesuai kekhasan bahasa
dan menghadapi berbagai tantangan antara
lokal setempat. Pada masyarakat Papua
lain dalam hukum positif dan
dikenal istilah budaya Bakar Batu, di Aceh
perkembangannya di Indonesia (dalam
dikenal dengan peusijuek, di Bali melalui
UUDS 1950; Undang-Undang Nomor 1
Desa Adat Pakraman diterapkan adanya
Drt.1951; Undang-Undang Nomor 35 Tahun
awig-awig, pada masyarakat suku Sasak di
1999; Undang-Undang Nomor 4 Tahun
106
2004 dan Konsep RUU KUHP). Asas sebelumnya yaitu Undang-Undang Nomor
legalitas tidak semata-mata diartikan 48 Tahun 2009. Ketentuan Pasal 50 (2)
VHEDJDL µQXOOXP GHOLFWXP VLQH OHJH´ tetapi Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
MXJD VHEDJDL ³QXOOXP GHOLFWXP VLQH OXV´ atau Nomor 48 Tahun 2009 pada intinya
tidak semata-mata dilihat sebagai asas mengatur bahwa putusan pengadilan selain
legalitas formal, tetapi juga legalitas materil, harus memuat alasan dan dasar putusan,
yaitu dengan mengakui hukum pidana atau juga memuat pasal tertentu dari peraturan
hukum tidak tertulis sebagai sumber hukum perundang-undangan yang bersangkutan
(Laksanto Utomo, Op.Cit). atau sumber hukum tak tertulis yang
dijadikan dasar untuk mengadili.
Hukum adat pada umumnya
merupakan hukum tidak tertulis dan bukan Pengaturan Delik Adat Dalam
dibuat oleh badan legislative. Ada Rancangan KUHP
perbedaan di antara para sarjana mengenai
berlaku atau tidaknya delik adat. Penerapan asas legalitas di
Sebagaimana dikemukakan oleh Roeslan Indonesia, menimbulkan masalah besar
Saleh bahwa selama di bawah kekuasaan bagi penegakan hukum pidana yang
Undang-Undang dasar Sementara (1950), berkisar pada setidaknya dua hal, yaitu
hal ini tidak menjadi masalah. Dalam Pasal banyak tumpukan perkara yang tidak dapat
14 ayat (2) UUDS 1950 ditentukan bahwa diselesaiakan oleh subsistem peradilan
³7LGDN VHRUDQJ MXD SXQ EROHK GLWXQWXW pidana dan adanya over kapasitas di
untuk dihukum atau diajtuhi hukuman, lembaga-lembaga pemasyarakatan di
kecuali karena suatu aturan hukum yang seluruh Indonesia. Masalah over kapasitas
VXGDK DGD GDQ EHUODNX WHUKDGDSQ\D´ ,ELG menjadi fenomena umum di seluruh lapas
13). Di sini aturan hukum diberikan di Indonesia dan telah menjadi hasil
pengertian meliputi aturan hukum tertulis penelitian dan kajian banyak ahli dan
dan aturan hukum tidak tertulis sehingga peneliti hukum (Angkasa, 2010 : 213).
untuk berlakunya hukum pidana adat atau
Mengatasi kelemahan tersebut,
delik-delik adat diberikan dasar hukumnya.
dewasa ini di kalangan akademisi hukum
Dengan mulai berlakunya Undang- muncul kembali gagasan memberlakukan
Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman hukum adat sebagai penyelesaian masalah
Nomor 14 Tahun 1970, kiranya pandangan di tengah masyarakat.Gagasan ini sejalan
masih dapat diterapkannya hukum adat dengan Rancangan KUHP (RKUHP) yang
(pidana) walaupun dalam arti yang terbatas mengakomodir berlakunya hukum adat dan
lebih mendapat dukungan lagi. Dalam Pasal mengurangi keabsolutan asas legalitas.
27 (1) undang-undang tersebut antara lain Pengakomodasian hukum adat
ditentukan hakim sebagai penegak hukum
dalam RKUHP sebagaimana tercantum
dan keadilan wajib menggali mengikuti dan
dalam pasal 2, yang berbunyi
memahami niali-nilai hukum yang hidup
(Reformasikuhp, 07 Mei 2018) :
dalam masyarakat. Hal tersebut masih
diakomodir sampai dikeluarkannya Pasal 2
Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman
yang menggantikan undang-undang (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 ayat (1) tidak mengurangi
107
berlakunya hukum yang hidup dalam prinsip itu tadi dan yang masih
masyarakat yang menentukan bahwa dipraktikkan dalam masyarakat adat
seseorang patut dipidana walaupun (Beritasatu, 21 September 2019).
perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan perundang undangan. Penulis menyimpulkan bahwa
pentingnya menemukan model-model
(2) Hukum yang hidup dalam masyarakat
restoratif dalam penyelesaian perkara
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
pidana sejalan dengan kebijakan hukum
berlaku dalam tempat hukum itu hidup dan
pidana melalui RKUHP. Beberapa konsep
sepanjang tidak diatur dalam Undang-
restorative justice dalam RKUHP antara
Undang ini dan sesuai dengan nilai-nilai
lain :
yang terkandung dalam Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1. Keseimbanagan nilai-nilai yang
Tahun 1945, hak asasi manusia, dan asas- hidup dalam masyarakat dan asas
asas hukum umum yang diakui masyarakat legalitas;
beradab. 2. Salah satu tujuan pemidanaan
adalah menyelesaiakan konflik social
Sanksi adat berfungsi
dan membebaskan rasa bersalah
mengembalikan ketidakseimbangan kosmos
itu (Hukumonline, 03 Mei 2018). Yasonna terpidana;
menambahkan, hukum adat yang relevan 3. Dalam menjatuhkan pidana perlu
dan tidak bertentangan dengan Pancasila, dipertimbangkan pengaruh tindak
UUD 1945, HAM dan norma umum pidana terhadap korban atau
lainnya akan diatur dalam Peraturan keluarga korban;
4. Adanya pemaafan dari korban atau
Daerah (Perda). Selanjutnya, hukum adat
keluarganya;
tersebut dikodifikasi. Hukum-hukum adat
5. Pandangan masyarakat terhadap
ini harus yang punya, satu tidak
tindak pidana yang dilakukan;
bertentangan dengan ideologi negara,
Pancasila, tidak bertentangan dengan 6. Adanya jenis pidana tambahan
HAM, menganut azas universal, dan berupa pembayaran ganti kerugian
undang-undang yang ada. Setelah dan pemenuhan kewajiban adat
dikodifikasi dan dikompilasi, Presiden setempat, atau kewajiban menurut
nantinya akan menetapkan peraturan. hukum yang hidup dalam
masyarakat.
Untuk hukum adat yang tidak sesuai
dengan Pancasila, UUD, HAM, dan azas Dalam buku berjudul Turning Point
universal tidak akan masuk dalam of Civilization, Fritjof Copra justru
peraturan kompilasi. Setelah dikompilasi mengunggulkan pikiran Timur disbanding
dia akan kemudian berbentuk sebuah buku Barat dan karenanya mengusulkan perlunya
peraturan adat dari negara. Misalnya, adat kembali menggali nilai-nilai peradaban
mencuri lembu atau kuda, atau B2 di Timur. Dalam United Nations Office for
kampung cukup dengan temu-temu adat. Drug Control and Crime Prevention,
Ada di Papua cukup dengan bakar batu dinyatakan bahwa restorative justice
misalnya, lalu (hukum adat) di Bali. Tetapi merupakan sebuah istilah baru terhadap
yang dipakai itu harus yang memenuhi konsep lama. Pendekatan restorative justice
108
telah digunakan dalam memecahkan peradilan, yang implementasinya dapat
masalah konflik antara para pihak dan dilakukan dalam hal rasa keadilan
memulihkan perdamaian di masyarakat. masyarakat tidak dapat terpenuhi jika
Karena pendekatan-pendekatan retributive hanya mengandalkan hukum tertulis.
atau rehabilitative terhadap kejahatan
dalam tahun-tahun terakhir ini dianggap Para penegak hukum tinggal
sudah tidak memuaskan lagi (Erdianto menggali hukum yang hidup dari hasil
Effendi, 2018 : 25). penelitian yang dihasilkan oleh para ahli.
Selain itu, pengadilan dapat juga memanggil
Dengan demikian, penyelesaian para tetua adat untuk didengarkan
konflik yang terjadi pada masyarakat, selalu keterqngannya sebagai ahli tentang adat.
mengutamakan penyelesaian secara Jika konsep pidana menurut Rancangan
perdamaian dan tidak jarang hanya KUHP dan Rancangan KUHAP disahkan
dilakukan dengan waktu yang sangat dimana diperkenalkan model pidana lain di
singkat, dan biaya ringan tanpa harus luar pidana penjara atau pidana denda yang
bertele-tele dengan persyaratan selama ini dikenal dalam hukum pidana
administratif pengadilan (Chairul Huda, modern, masalah besar yang berkaitan
2013 : 90). Selain itu, diadopsinya ide dengan over kapasitas dapat diatasi.
keseimbangan dalam rancangan KUHP
antara hukum positif formal dengan Saran
eksistensi hukum yang hidup dalam
Seharusnya dengan melihat
masyarakat sebagaimana dalam Pasal 2 jo
eksistensi hukum adat secara ius
Pasal 756 rancangan KUHP, yang juga
constitutum, dalam rangka pembentukan
menjadikan hukum adat di bawah payung
hukum nasional menuju unifikasi hukum
hukum nasional semakin menguat (Ibid :
dan sesuai yang dicita-citakan (ius
92).
constituendum) tidak bisa mengabaikan
PENUTUP hukum adat yang ada di masyarakat. Pada
praktiknya, pengambilan putusan hakim
Kesimpulan dengan mengakui nilai-nilai hukum yang
hidup sesungguhnya telah diterima dalam
Dengan demikian dapat disimpulkan pandangan penegak hukum walaupun
bahwa keberadaan hukum adat sangat jarang diterapkan. Meskipun demikian,
diperlukan dalam memaknai setiap aturan kendati negara mengakui pluralisme atau
dalam praktek penerapan RKUHP dan keberagaman hukum di masing-masing
RKUHAP. Mengingat hal tersebut daerah dan masyarakat adat, tetap perlu
merupakan karya anak bangsa yang di diingat bahwa pengendali dari semua sistem
dalamnya selain memuat unsur-unsur itu tetaplah negara.
peninggalan kolonial dan perkembangan
global atau Internasional, juga terdapat DAFTAR PUSTAKA
muatan-muatan lokal yang bersumber dari
kebiasaan (customary law) asli bangsa $EXEDNDU $OL ³8UJHQVL 3HQ\HOHVDLDQ .DVXV
Indonesia. Di sisi lain, sejarah juga 3LGDQD GHQJDQ +XNXP $GDW´
menunjukkan bahwa tindak pidana adat Jurnal Madania Vol 18 No 1, Juni
pernah dan masih eksis dalam praktek 2014, hlm 5

109
Adang, dan Yesmil Anwar, Sistem Peradilan kuhp diakses pada tanggal 27 April
Pidana, Konsep, Komponen, & 2020
Pelaksanaannya dalam Penegakan Huda, Chairul, Penerapan Mekanisme
Hukum di Indonesia, Bandung, Small Claim Court Dalam Sistem
Widya Padjadjaran, 2009 Hukum Nasional (Perspektif
Ady Thea, Pidana Adat Masuk RUU KUHP, Hukum Pidana), Jakarta : Badan
https://www.hukumonline.com/beri Pembinaan Hukum Nasional
ta/baca/lt5aeada5c3b701/pidana- Kementerian Hukum dan HAM,
adat-masuk-ruu-kuhp?page=all 2013
diakses pada tanggal 27 April 2020 Muhammad, Abdulkadir, Hukum dan
Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Hukum Penelitian Hukum, Bandung, Citra
Adat Dalam RKUHP Belum Jelas Aditya Baktu, 2004
dan Undang Ketidakpastian, 0XO\DGL /LOLN ³(NVLVWHQVL +XNXP 3LGDQD
http://reformasikuhp.org/hukum- Adat di Indonesia : Pengkajian Asas,
adat-dalam-rkuhp-belum-jelas-dan- Norma, Teori, Praktik dan
undang-ketidakpastian/ diakses 3URVHGXUQ\D´ Jurnal Hukum dan
pada tanggal 26 April 2020 Peradilan Volume 2 Nomor 2 Juli
AngkDVD ³2YHU &DSDFLW\ 1DUDSLGDQD GL 2013, hlm 227
Lembaga Pemasyarakatan, Faktor Simbolon, Marhaeni Ria, Modul : Hukum
Penyebab, Implikasi Nehatif, Serta Adat Tangerang Selatan, Universitas
Solusi dalam Upaya Optimalisasi Terbuka, 2017
3HPELQDDQ 1DUDSLGDQD´ Jurnal Soekanto, Soerjono, Penelitian Hukum
Dinamika Hukum Vol 10 No 3, Normatif, Jakarta, Raja Grafindo
Fakultas Hukum Universitas Persada, 2006
Jenderal Soedirman, Purwokerto, Utomo, St. Laksanto, Hukum Adat Depok,
2010, hlm 7 Raja Grafindo Persada, 2017
Arasy Pradana A. Azis, Kedudukan Widnyana, I Made, Kapita Selekta Hukum
Keputusan Pengadilan Adat, Pidana Adat, (Bandung :PT Eresco,
https://www.hukumonline.com/klin 1993)
ik/detail/ulasan/lt5d2bf896f3ec3/ke
dudukan-keputusan-pengadilan-
adat/ diakses pada tanggal 27 April
2020
Ashiddiqie, Jimly, Konsolidasi Naskah
UUD 1945 Jakarta, Yasif
Watampone, 2003
Effendi, Erdianto, Hukum Pidana Adat,
Bandung, Refika Aditama, 2018
Fana Suparman, Menkumham : Tidak
Setiap Hukum Adat Berlaku di RUU
KUHP,
https://www.beritasatu.com/nasion
al/576224-menkumham-tidak-
setiap-hukum-adat-berlaku-di-ruu-
110

Anda mungkin juga menyukai