Pelayanan informasi obat sangat diperlukan, terlebih lagi banyak pasien
yang belum mendapatkan informasi obat secara memadai tentang obat yang digunakan, terutama pasien geriatri. Pelayanan informasi obat sangat diperlukan, terlebih lagi banyak pasien yang belum mendapatkan informasi obat secara memadai tentang obat yang digunakan, karena penggunaan obat yang tidak benar dan ketidakpatuhan meminum obat bisa membahayakan.
Menurut Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004
pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Pelayanan informasi obat berupa konseling ditujukan untuk meningkatkan hasil terapi dengan memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat. Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan. Selain itu pasien memperoleh informasi tambahan mengenai penyakitnya yang tidak diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya, atau tidak dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan.
Berdasarkan ketentuan Depkes (2004) pelayanan informasi obat
terhadap pasien bertujuan untuk :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan lain dilingkungan rumah sakit b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi c. Meningkatkan profesionalisme apoteker Menunjang terapi obat yang rasional. Peran Apoteker dalam pemberian informasi dan edukasi
Pasien/keluarga juga memahami penjelasan mengenai pengobatan yang
telah ditetapkan sehingga dapat meningkatkan motivasi untuk berperan aktif dalam menjalani terapi obat.
Tatalaksana pemberian Informasi dan edukasi:
a. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan
tentang prinsip-prinsip gerontologi dan farmakoterapi gerlatri, memiliki rasa empati dan ketrampilan berkomunikasi secara efektif.
b. Pemberian informasi dan edukasi dilakukan melalui tatap muka dan
berjalan secara interaktif, dimana kegiatan ini bisa dilakukan pada saat pasien dirawat, akan pulang atau ketika datang kembali untuk berobat. c. kondisi lingkungan perlu diperhatikan untuk membuat pasien/keluarga merasa nyaman dan bebas, antara lain:
o Dilakukan dalam ruang khusus atau yang dapat menjamin privasi
o Ruangan cukup luas bagi pasien dan pendamping pasien untuk kenyamanan mereka. o Penempatan meja, kursi atau barang-barang lain hendaknya tidak menghambat komunikasi. o Suasana tenang, tidak bising dan tidak sering ada interupsi (contoh: apoteker menerima telepon atau mengerjakan pekerjaan lain
d. Pada pasien yang mengalami kendala dalam berkomunikasi, maka
pemberian informasi dan edukasi dapat disampaikan kepada keluarga/pendamping pasien.
e. Apoteker perlu membina hubungan yang baik dengan pasien/keiuarga agar
tercipta rasa percaya terhadap peran apoteker dalam membantu mereka. f. Mendapatkan data yang cukup mengenal masalah medis pasien (termasuk adanya keteibatasan kemampuan fisik maupun mental dalam mematuhi rejimen pengobatan.
g. Mendapatkan data yang akurat tentang obat-obat yang digunakan pasien,
termasuk obat non-resep.
h. Mendapatkan informasi mengenal latar belakang sosial budaya, pendidikan
dan tingkat ekonomi pasien/ keluarga.
i. Informasi yang dapat diberikan kepada pasien/keluarga adalah: nama obat,
kegunaan obat, aturan pakai, teknik penggunaan obat-obat tertentu,cara penyimpanan, berapa lama obat harus digunakan dan kapan obat hams ditebus lagi, apa yang harus dilakukan jika terlupa minum atau menggunakan obat, kemungkinan terjadinya efek samping yang akan dialami dan bagaimana cara mencegah atau meminimalkannya, meminta pasien/keluarga untuk melaporkan jika ada keluhan yang dirasakan pasien selama menggunakan obat j. Cakupan dan kedalaman informasi, serta bagaimana cara penyampaiannya haruslah disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat pengetahuan dan pemahaman pasien/keluarga serta jenis masalah yang dihadapi. Selain mendapatkan informasi dari pasien/keluarga, masukan dari anggota tim tenaga kesehatan lain juga diperlukan untuk menentukan informasi dan edukasi apa yang dibutuhkan pasien/ keluarga.
k. Untuk meningkatkan pemafiaman, maka pemberian informasi secara lisan
sebaiknya ditunjang oleh informasi tertulis (contoh: brosur) dan peragaan (contoh: bagaimana menggunakan inhaler secara benar).
I. Selain komunikasi secara verbal, digunakan juga komunikasi secara non-
verbal (gerak-gerik tubuh, ekspresi wajah dan isyarat lain) yang dapat mendukung penyampaian informasi dan edukasi kepada pasien/keluarga, demikian pula komunikasi non-verbal yang ditunjukkan oleh pasien/keluarga harus diperhatikan untuk menangkap pesan tersembunyi yang tidak terucap. m. Pasien/keluarga diberi kesempatan yang cukup untuk menanyakan hal-hal yang berkaitan dengan penggunaan obat dan untuk menyampaikan masalah- masalah yang dihadapi selama menggunakan obat.
n. Masalah-masalah pasien/keluarga yang berkaitan dengan penggunaan obat
harus diupayakan penyelesaiannya, jika perlu melibatkan anggota tim tenaga kesehatan lain (contoh: dokter mengubah rejimen obat yang diberikan menjadi lebih sederhana)
o. Sebelum pertemuan diakhiri, harus dipastikan bahwa pasien/keluarga telah
memahami informasi yang diberikan. p. Mendokumentasikan temuan masalah dan penyelesaiannya pada formulir yang dibuat khusus.