Anda di halaman 1dari 51

UU HKPD

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2022


KERANGKA BERPIKIR

Undang-Undang tentang Hubungan


Keuangan antara Pemerintah Pusat Perbaikan
dan
Pemerintahan Daerah Kualitas
Output dan
Outcome

MENINGKATKAN
KUALITAS
BELANJA DAERAH : Pemerataan
MENINGKATKAN
KAPASITAS BELANJA Layanan dan
FISKAL FOKUS & OPTIMAL Kesejahteraan
+
DAERAH
(PAD MENINGKAT,
TRANSFER
HARMONISASI
DEFINISI

 Pajak Daerah:
Kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Daerah bagi sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat.

 Retribusi Daerah:
Pungutan Daerah sebagai pembayaran atas atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk kepentingan
orang pribadi atau badan
DEFINISI

 Subjek Pajak:
Orang pribadi atau badang yang dapat dikenai Pajak.

 Wajib Pajak:
Orang pribadi atau badan, melipgti pembayar pajak, pemotong pajak,dan
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
DEFINISI

 Subjek Retribusi
Orang pribadi atau badan yang menggunakan/menikmati pelayanan barang,
jasa, dan/atau perizinan.

 Wajib Retribusi:
Orang pribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan
diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi, termasuk pemungut
retribusi tertentu.
DEFINISI

 Badan

Sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha

maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,

perseroan lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, atau badan usaha milik desa, dengan

nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,

lembaga dan bentuk badan lainnya, termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
DEFINISI

 Pajak Alat Berat (PAB)


Pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan alat berat.

 Alat Berat
Alat yang diciptakan untuk membantu pekerjaan konstruksi dan pekerjaan
teknik sipil lainnya yang sifatnya berat apabila dikerjakan oleh tenaga manusia,
beroperasi menggunakan motor dengan atau tanpa roda, tidak melekat secara
permanen serta beroperasi pada area tertentu, termasuk tetapi tidak terbatas
pada area konstruksi, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
DEFINISI

 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB)


Pajak atas penggunaan bahan bakar Kendaraan Bermotor dan Alat Berat.

 Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB)


Semua jenis bahan bakar cair atau gas yang digunakan untuk Kendaraan
Bermotor dan Alat Berat.
DEFINISI

 Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)


Pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau
jasa tertentu.

 Barang dan Jasa Tertentu


Barang dan jasa tertentu yang dijual dan/atau diserahkan pada konsumen
akhir.
DEFINISI

 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan


Pajak atas pengambilan mineral bukan logam dan batuan dari sumber alam
di dalam dan/atau di permukaan bumi untuk dimanfaatkan.

 Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB)


Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara.
DEFINISI

 Opsen
Pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu

 Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB)


Mineral bukan logam dan batuan sebagaimana dimaksud dalam peraturan
perundang-undangan di bidang mineral dan batu bara.
TUJUAN UU HKPD
Mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif melalui HKPD yang transparan, akuntabel dan
berkeadilan, guna pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh pelosok NKRI

Strategi pencapain tujuan

1. MENGUATKAN SISTEM PERPAJAKAN 3. MENINGKATKAN KUALITAS BELANJA


DAERAH DAERAH
• Mendorong kemudahan berusaha di daerah • Penguatan disiplin & sinergi belanja daerah
• Mengurangi retribusi atas layanan wajib • Peningkatan kapasitas SDM Daerah
• Opsen perpajakan daerah antara Provinsi dan Kab/Kota • Penguatan pengawasan internal di daerah
• Basis pajak baru (sinergi Pajak Pusat - Daerah) • TKD diarahkan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan publik

2. MEMINIMUMKAN KETIMPANGAN VERTIKAL & 4. HARMONISASI BELANJA PUSAT DAN


HORIZONTAL DAERAH
• Reformulasi DAU agar lebih presisi & memperhatikan karakteristik • Desain TKD yang dapat berfungsi sebagai counter-cyclical
• daerah • policy
• DBH yang berkeadilan, mendorong kinerja, & memperhatikan • Penyelarasan kebijakan fiskal Pusat & Daerah
eksternalitas Pengendalian defisit APBD
• •
• DAK yang fokus untuk prioritas nasional Refocusing APBD dalam kondisi tertentu

• Integrasi dan pengelolaan TKD berbasis Sinergi bagan akun standar dalam rangka konsolidasi
kinerja •
• Penguatan monitoring dan evaluasi
Perluasan skema pembiayaan daerah secara terkendali dan hati-hati.
Pembentukan Dana Abadi Daerah untuk kemanfaatan lintas generasi
11
KLASTER UU HKPD
PENGATURAN

PAJAK DAERAH & RETRIBUSI TRANSFER KE


DAERAH DAERAH
• BAB II • BAB III
• Pasal 4 s.d Pasal 105 • Pasal 106 s.d Pasal 139
• Muatan Pengaturan: Jenis Pajak Daerah & • Muatan Pengaturan: Jenis Transfer ke
Retribusi Daerah, Subjek, Objek, Wajib, Daerah,
Tarif, Pengalokasian, dan Penggunaan
dukungan dunia usaha

PENGELOLAAN BELANJA PEMBIAYAAN DAERAH & SINERGI


DAERAH FISKAL
• BAB IV • BAB V, VI, VII,
• Pasal 140 s.d Pasal 153 • VIII
• Muatan Pengaturan: Penganggaran Belanja • Pasal 154 s.d Pasal 180
Daerah, Optimalisasi SiLPA, Pengembangan Muatan Pengaturan:
SDM, Jenis pembiayaan,
Pengawasan APBD sumber,
penggunaan,
pengelolaan dana abadi,
sinergi
pendanaan, dan
pelaksanaan sinergi 12
DESAIN PAJAK DAERAH & RETRIBUSI DAERAH
RUU HKPD Meningkatkan Local Taxing Power Dengan Tetap Menjaga Kemudahan Berusaha di
Daerah

MENURUNKAN ADMINISTRATION DAN COMPLIANCE


COST
• Restrukturisasi Jenis Pajak Daerah, khususnya yang berbasis konsumsi (Hotel,
Restoran,
Hiburan, Parkir, dan PPJ) menjadi Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT)

Rasionalisasi retribusi dari 32 jenis layanan menjadi 18 jenis layanan
HKPD

MEMPERLUAS BASIS
PAJAK
• Opsen Pajak Provinsi dan Kab/Kota sebagai penggantian skema bagi hasil dan
penyesuaian kewenangan (Opsen PKB, BBNKB, MBLB) tanpa tambahan beban
WP

Perluasan objek melalui sinergitas Pajak Pusat dan Daerah (valet parkir,
objek
rekreasi, dsb)
HARMONISASI DENGAN PERATURAN PERUNDANGAN LAIN
• Putusan MK Terkait Alat Berat/Alat Besar → Pajak Alat
• Berat
• Putusan MK Terkait PPJ → PBJT Tenaga Listrik
• UU 23/2014 dan UU 3/2020 terkait sinkronisasi kewenangan
Selaras dengan upaya dukungan Kemudahan Berusaha

14
STRUKTUR PAJAK DAERAH DALAM UU
HKPD
Restrukturisasi & integrasi jenis pajak daerah ditujukan untuk mengurangi administrative & compliance cost serta optimalisasi
pemungutan, sedangkan skema opsen ditujukan untuk penggantian skema bagi hasil dan penyesuaian kewenangan

Undang-Undang 28 Tahun 2009

Provinsi Kab/Kota
1. PBB P-2 7. BPHTB
1. PKB 2. Pajak Penerangan 8. Pajak
2. BBNKB 3. Jalan Parkir
Pajak MBLBReklame
9. Pajak
3. PBBKB 4. Pajak 10. PA
4. PAP 5. Hotel Restoran
Pajak T
11. Pajak Sarang Burung Walet
5. Pajak Rokok 6. Pajak
Hiburan

UU HKPD

Provinsi Kab/Kota
1. PKB
2. BBNKB 1. PBB P-2 6. PAT
3. PAB 2. PBJ 7. Pajak Sarang Burung Walet
4. PBBKB 3. T
BPHTB 8. Opsen PKB dan Opsen BBNKB
5. PAP 4. Pajak
6. Pajak Rokok 5. MBLBReklame
Pajak
7. Opsen Pajak MBLB

15
STRUKTUR RETRIBUSI DAERAH DALAM UU
HKPD
Rasionalisasi jenis retribusi daerah ditujukan untuk peningkatan kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dan
menciptakan ekosistem iklim usaha yang kondusif
UU PDRD dan UU Cipta Kerja UU HKPD
Retribusi Jasa Retribusi Jasa Retribusi Perizinan Retribusi Jasa Umum (5 jenis pelayanan)
Umum Usaha Tertentu 1. pelayanan kesehatan
(15 jenis pelayanan) (11 jenis pelayanan) (5 jenis pelayanan izin) 2. pelayanan kebersihan
1. Pelayanan Kesehatan 1. Pemakaian 1. PBG (Persetujuan 3. pelayanan parkir di tepi jalan umum
2. Pelayanan Kebersihan Kekayaan Daerah Bangunan Gedung) 4. pelayanan pasar
3. Biaya Cetak KTP dan 2. Pasar 2. Izin Tempat 5. pengendalian lalu lintas
Akta Grosir/Pertokoan Penjualan
4. 3. 3.
5. Catatan Sipil 4. Tempat Pelelangan 4. Minuman Beralkohol
6. Pelayanan Pemakaman 5. Terminal 5. Izin Trayek Retribusi Jasa Usaha (10 jenis
7. Parkir di Tepi Jalan Tempat Khusus Izin Usaha Perikanan pelayanan)
Umum 6. Parkir Perpanjangan Izin
8. Pelayanan Pasar 7. Penginapan/Villa Mempekerjakan Tenaga Sama seperti UU 28/2009, dengan
Pelayanan Pengujian menghapuskan Retribusi Terminal
Rumah Potong Kerja Asing
9. Kendaraan Bermotor 8. Hewan (PP97/2012)
10. Pemeriksaan Alat Retribusi Perizinan Tertentu (3 jenis pelayanan
Pemadam Kebakaran 9. Pelayanan Retribusi Izin Gangguan izin)
11. Biaya Cetak Peta Kepelabuhanan dihapus UU Cipta Kerja
1. PBG (Persetujuan Bangunan
12. 10. Tempat Rekreasi 2. Gedung) PTKA (Perpanjangan
Penyediaan /Penyedotan dan Olahraga 3. IMTA)
13. Kakus 11. Penyeberangan di PPR (Pengelolaan Pertambangan
Rakyat)
14. Pengolahan Limbah Cair Air
Pelayanan Tera/Tera Retribusi Tambahan yang diatur dengan PP
Penjualan
15. Ulang Produksi (misal
Pelayanan Pendidikan Usaha Daerah
Pengendalian Menara retribusi perkebunan sawit)
Telekomunikasi
Pengendalian Lalu 16
PENGATURAN PAJAK DAERAH (1)

SINERGI PEMUNGUTAN PAJAK BARANG


DAN JASA GREEN POLICY
PROV-KAB/KOTA
TERTENTU PKB DAN BBNKB
MELALUI OPSEN
(PBJT)

• Opsen tidak menambah beban • PBJT mengintegrasikan pajak daerah • Kendaraan bermotor berbasis
WP berbasis konsumsi (Pajak Hotel, energi terbarukan (nonfosil)
• Opsen PKB dan BBNKB Restoran, Hiburan, PPJ, dan Parkir) dikecualikan dari PKB dan
menggantikan bagi hasil PKB • Tujuannya untuk: BBNKB
dan ✓mempermudah administrasi pembayaran • Mendukung program
BBNKB, sekaligus mempercepat dan pelaporan dari sisi WP, percepatan Kendaraan
• penerimaan kab/kota ✓meningkatkan efisiensi layanan Bermotor Listrik
Opsen MBLB untuk mendanai perpajakan dan pengawasan dari sisi Berbasis
kewenangan provinsi dalam Pemda • Baterai (KBLBB)
penerbitan dan pengawasan izin • perluasan objek (valet parkir, rekreasi, NJKB lebih tinggi untuk
• MBLB dsb) Kendaraan Bermotor Fosil
Mendorong sinergi antara yang menghasilkan emisi
Provinsi dan kab/kota lebih
besar
17
PENGATURAN PAJAK DAERAH (2)

DUKUNGAN PADA PERUBAHAN KEBIJAKAN


USAHA MIKRO JENIS, OBJEK, DPP, & TARIF
DAN ULTRA MIKRO PAJAK

• Insentif fiskal dapat diberikan kepada


WP pelaku usaha dengan kriteria • Memperkenalkan Pajak Alat Berat
tertentu, termasuk usaha mikro dan • BBNKB hanya atas Kendaraan Bermotor
ultra • baru
• mikro Earmarking sebagian penerimaan PKB, PBJT
Pemberian Insentif Fiskal melalui • Listrik, Pajak Rokok, dan PAT (diatur dalam PP)
permohonan WP atau secara jabatan • Penyesuaian tarif beberapa pajak daerah
• oleh Kepala Daerah
Peningkatan NPOPTKP paling rendah Rp 80
Pemberian Insentif Fiskal ditetapkan juta
dalam Peraturan Kepala Daerah dan
diberitahukan kepada DPRD

18
PENGATURAN RETRIBUSI
DAERAH
Rasionalisasi Retribusi Daerah dilakukan dalam rangka efisiensi pelayanan publik di daerah, mendukung iklim
investasi dan kemudahan berusaha, namun dengan tetap menjaga penerimaan PAD daerah

Rasionalisasi Pengaturan Penerimaan PAD Opsi Penambahan


Jenis Retribusi Detil Dalam Tetap Retribusi
Penyederhanaan Retribusi
PP Terjaga Baru
• pokok Rasionalisasi Retribus Daerah • baru
Perizinan melanjutkan semangat
Tertent UU HKPDjenis
pengaturan hanya
& objek retribusi, dikompensas i kebijakan Penambahan jenis
ukemudahan berusaha memuat
sedangkan rincian objek, tingkat iPajak dengan
Daerah yang akan
• retribusi
PP mengenai Retribus baru
penggunaan jasa, prinsip dan meningkatkan penerimaan dimungkinkan melalui
iobjek retribusi,
• Rasionalisasi jenis retribusi mengatur minimal:
lainnya sasaran penetapan tarif diatur khususnya untu kab/kota. PP
didasari pertimbangan bahwa subjek dan wajib retribusi, prinsip
k penerimaan
Sehingga overall
layanan dimaksud wajib disediakan dengan PP dan sasaran penetapan tarif, dan
PAD
Pemda tanpa pungutan tata cara penghitungan retribusi.
tetap terjaga

Dihapuskannya beberapa jenis retribusi bukan berarti Pemda tidak melakukan layanan dimaksud. Layanan publik tersebut tetap dilakukan Pemda namun tanpa
pungutan kepada maasyarakat.

19
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN POKOK PENGATURAN

Perubahan kebijakan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) diarahkan untuk menambah sumber PAD, namun tetap menyederhanakan
jenis dan lapisan tarif pungutan pajak dan retribusi, serta tetap mendukung kemudahan investasi di daerah
No Aspek Pengaturan UU 28/2009 ttg PDRD UU HKPD
1 Basis Pemajakan Konsumsi, Properti, Sumber Daya Konsumsi, Properti, Sumber Daya Alam
Alam
2 Jenis Pajak 16 Jenis 14 Jenis
3 Jenis Retribusi 32 Jenis 18 Jenis [15 pelayanan barang/jasa, dan 3 pelayanan perizinan: IMB, PTKA, &
IPR]
4 Tarif Mengatur tarif maksimum Mengatur tarif maksimum
(Khusus Pajak Kendaraan (Khusus Pajak Kendaraan Bermotor mengatur juga tarif minimum)
Bermotor
mengatur juga tarif minimum)
5 Range Tarif maksimum Pajak • 10% s.d. 75%; • range 40% - 75% untuk jasa hiburan yang perlu dikendalikan (tarif hiburan
Berbasis Konsumsi • Maks. 3% untuk konsumsi listrik khusus
industri dan pertambangan migas yang paling banyak diterapkan Pemda 35%)
yang dihasilkan sendiri • Maks 10% untuk barang dan jasa lainnya
• Maks 3% untuk konsumsi listrik industri dan pertambangan migas
6 Kewenangan Penetapan Tarif Pemerintah Daerah melalui Perda Pemerintah Daerah melalui Perda
(Namun Pemerintah Pusat dapat mengubah tarif pajak daerah dalam rangka
menjalankan kebijakan fiskal nasional)
7 Ketentuan Umum Perpajakan Diatur umum dalam UU, dan didetilkan Diatur hanya untuk hal yang pokok (kewajiban merahasiakan, pidana
Daerah (KUPD) dalam PP perpajakan), detil lain didelegasikan ke dalam PP
8 Penyelesaian Sengketa Keberatan, Banding Keberatan, Banding, dan Gugatan diatur lebih lanjut dalam PP

9 Jumlah Perda PDRD Tidak dibatasi, setiap jenis PDRD 1 Perda untuk mengatur seluruh pungutan PDRD
dapat diatur dengan Perda tersendiri (Revisi Perda tetap dapat dilakukan sesuai dengan dinamika perekonomian
daerah) 20
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN JENIS PDRD
UU HKPD
No UU PDRD
Jenis Pajak Keterangan
1 Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Exclude alat berat dan kendaraan berbasis energi terbarukan, tarif turun
untuk mengakomodasi opsen PKB
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Exclude alat berat, kendaraan berbasis energi terbarukan, dan BBNKB II
(BBNKB) dst, tarif diturunkan untuk mengakomodasi opsen BBNKB
3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor -
4 Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan -
5 Pajak Rokok Pajak Rokok Penambahan objek berupa rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok
6 Pajak Hotel • Jasa Penginapan dan Penyewaan Ruangan di Hotel
• Makanan dan/atau Minuman di Restoran
7 Pajak Restoran
• Jasa Hiburan dan Kesenian, termasuk Jasa Penyediaan Sarana
8 Pajak Hiburan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Prasarana Olahraga dan rekreasi
[Pajak atas Konsumsi] • Jasa Parkir
9 Pajak Parkir
• Tenaga Listrik
10 Pajak Penerangan Jalan
11 Pajak Reklame Pajak Reklame -
12 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan tarif turun untuk mengakomodasi opsen MBLB
(MBLB)
13 Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah -
14 Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet -
15 PBB-P2 PBB-P2 Memperkenalkan assessment value NJKP 20% s.d. 100%
16 BPHTB BPHTB -
Pajak Alat Berat Memperhatikan Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017
Opsen Opsen PKB, BBNKB, dan MBLB
Simplifikasi jenis Pajak ditujukan
16 Jenis Pajakuntuk memudahkandministrasi perpajakan WP, sehingga meningkatkan compliance
14 Jenis Pajak 21
DAMPAK PENGATURAN PDRD DALAM UU HKPD
• Berdasarkan data APBD 2020, pengaturan PDRD dalam UU HKPD memberikan peningkatan penerimaan PDRD kabupaten/
kota sampai dengan 48,98%.
• Adapun penurunan untuk Provinsi dikarenakan adanya skema opsen, namun demikian melalui penerapan opsen
diharapkan PKB dan BBNK menjadi lebih optimal
pemungutan melalui sinergi Pemda Provinsi-Kab/kota dalam melakukan
B
pengawasan dan law enforcement terhadap pengguna kendaraan bermotor.
• Pemda provinsi menerima tambahan opsen Pajak MBLB untuk mendanai kewenangan penerbitan dan pengawasan izin MBL
B
UU 28/2009 UU HKPD Delta
(Rp Triliun) (Rp Triliun) Rp Triliun %
Jenis
PDRD Prov. Kab./Kota Prov. Kab./Kota Prov. Kab./Kota Prov. Kab./Kota
PDRD 126,26 61,27 109,77 91,28 -16,50 30,01 -13,07 48,98
Pajak Daerah + Opsen 124,90 54,25 108,57 84,82 -16,33 30,57 -13,08 56,36
Retribusi Daerah 1,36 7,02 1,19 6,46 -0,16 -0,56 -12,08 -8,03

Keterangan :
- Data bersumber dari SIKD per September 2021 yang diolah sesuai kebijakan PDRD dalam UU HKPD
- Perubahan penerimaan PDRD belum mempertimbangkan perluasan objek PBJT dari pergeseran
objek
PPN existing yaitu valet parking, jasa rekreasi, dan sarpras olahraga.

22
DESAIN TRANSFER KE
DAERAHRedesain pengelolaan transfer ke daerah untuk mengurangi ketimpangan dan mendorong
perbaikan
kualitas belanja yang efisien dan efektif, melalui TKD yang berbasis kinerja
DANA BAGI HASIL DANA ALOKASI UMUM DANA ALOKASI KHUSUS

• Alokasi untuk daerah penghasil, • Pagu mempertimbangkan tingkat kebutuhan


pendanaan dan target pembangunan • Bersifat penugasan sesuai
daerah pengolah & nonpenghasil prioritas nasional
terdampak eksternalitas negatif. • Berbasis unit cost memperhatikan kebutuhan dasar
• Fokus pada pencapaian
• Memperhatikan kinerja dukungan pelayanan pemerintahan, target layanan (a.l. jumlah
target kinerja
penerimaan negara dan penduduk), karakteristik wilayah (a.l. daerah kepulauan
dan daerah berbasis sektor tertentu seperti pariwisata, • Perancanaan &
pemulihan lingkungan pengalokasian
pertanian, dan perikanan).
• Penggunaan sesuai prioritas daerah disinergikan dengan
• Penggunaan DAU dilakukan sesuai kinerja daerah
dan diarahkan sebagiannya (mis pendanaan lain
JKN, reboisasi dsb).
dalam pencapaian layanan publik.
• Earmarking untuk kelurahan
DANA OTSUS DAN DAIS DANA DESA
Untuk daerah yang memiliki otonomi khusus dan • Pengalokasian memperhitungkan kinerja
keistimewaan dan dilaksanakan berdasarkan RPJMN dan • Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan
RPJMD, serta target kinerja. Dana Desa setiap tahunnya sesuai prioritas
nasional
Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal bagi Pemda yang memiliki kinerja baik dalam memberikan layanan publik

24
PENGATURAN DANA BAGI HASIL
Redesain DBH untuk meningkatkan kapasitas fiksal daerah dalam rangka mengurangi vertical imbalance,
penguatan aspek kepastian alokasi, dan mendorong kinerja daerah
Kondisi Eksisting
• Tingginya Deviasi antara Alokasi dan Realisasi DBH (ada ketidakpastian, missal A 2018 Rp 89,23 T, R 2018 Rp 110,45 T),
sehingga
• menimbulkan Kurang Bayar dan Lebih Bayar DBH dan berpotensi menimbulkan SiLPA.
• Alokasi DBH belum mendorong Pemda untuk berpartisipasi dalam peningkatan pendapatan negara dan perbaikan
lingkungan.
Alokasi DBH belum mempertimbangkan dampak eksternalitas negative atas eksplorasi SDA terhadap daerah yang berbatasan
langsung
DESAIN dan PERUBAHAN
daerah pengolah TUJUAN

• Peningkatan porsi DBH CHT (2% ke 3%) dan DBH PBB (90% • Meningkatkan kapasitas fiskal daerah
100%) ke
• Memberikan kepastian alokasi kepada pemda
• Perubahan porsi DBH eksisting & opsi penambahan DBH jenis
lainnya setelah berkonsultasi dengan DPR (termasuk terkait sawit) • Akuntabilitas pengelolaan DBH yang lebih baik karena
• pengalokasian berdasarkan realisasi T-1. prinsip
• Dialokasikan kepada daerah penghasil, pengolah, dan pengalokasian yang berbasis performance/result based

nonpenghasil yang berbatasan langsung dengan daerah penghasil Mendukung penguatan penerimaan negara

• Pengalokasian memperhatikan kinerja daerah sehingga Efektivitas penanganan eksternalitas negatif dari kegiatan
alokasi ekstraksi dan pengolahan SDA.
DBH dilakukan 90% berdasarkan formula dan 10% berdasarkan
kinerja a.l mendukung penerimaan negara dan upaya
pemulihan 25
DESAIN KEBIJAKAN DANA BAGI HASIL
Perbandingan Pengaturan
❑ Integrasi DBH CHT ke dalam RUU HKPD (sebelumnya diatur di UU Cukai)
❑ Penghapusan Bagi Hasil BPHTB karena BPHTB sudah menjadi pajak daerah sejak UU 28/2009 tentang PDRD
❑ Alokasi based T-1 agar memberi kepastian

UU 33/2004 UU

HKPD
Jenis DBH (Pasal 111)
❑ Jenis DBH (Pasal 11)
▪ DBH Pajak (DBH PPh, DBH PBB & DBH CHT (Pasal 114))
▪ DBH Pajak (DBH PPh, DBH PBB & BPHTB)
▪ DBH SDA (Kehutanan, Minerba, Migas, Panas Bumi
▪ DBH SDA (Kehutanan, Pertum, Perikanan, Migas dan dan
Panas Bumi) Perikanan)
❑ Pengalokasian (Pasal 110 - 120)
❑ Pengalokasian (Pasal 12-22)
o Lebih memberikan kepastian kepada Pemda melalui
▪ By Origin (daerah penghasil mendapat lebih besar). pengalokasian berdasarkan realisasi T-1.
▪ Bagian Kab/Kota pemerataan dialokasikan oleh o Dialokasikan kepada daerah penghasil, daerah sekitar,
Pemerintah Pusat daerah berbatasan langsung dan daerah pengolah
▪ Realisasi Penerimaan Negara Tahun Berjalan (pasal o Penerapan Indikator Kinerja (peningkatan penerimaan negara
▪ 23) dan pemeliharaan lingkungan)
Dibagi berdasarkan proporsi tertentu ❑ Opsi Perubahan Porsi DBH dan DBH Jenis lainnya (Pasal 122 &
123)
o Diatur lebih lanjut dengan PP setelah berkonsultasi dengan
DPR RI
26
PERBANDINGAN PORSI DANA BAGI HASIL #1

DBH Pajak DBH Sumber Daya Alam

UU HKPD EKSISTIN DBH SDA KEHUTANAN UU HKPD EKSISTIN


G G
Pajak Penghasilan 20%
Prov bersangkutan 7,5% 20% Izin Usaha Pemanfaatan Hutan 80% 80%
Kab/kot penghasil 8,9% 8% Prov bersangkutan 32% 16%*
Kab/kot lain dalam prov bersangkutan 3,6% 8,4% Kab/kot penghasil 48% 64%*
*bagian pemerataan 3,6%* *IHPH dibagi untuk provinsi & kab/kot
penghasil
Pajak Bumi & Bangunan 100% 90% Provisi Sumber Daya Hutan 80% 80%
Prov bersangkutan 16,2% 16,2% Prov bersangkutan 16% 16%
Kab/kot penghasil 73,8% 64,8% Kab/kot penghasil 32% 32%
Kab/kot lain dalam prov bersangkutan 10% - Kab/kot berbatasan 16% -
Pemerataan seluruh kab/kot - 10% Kab/kot lain dalam 16% 32%
prov bersangkutan
Cukai Hasil Tembakau 3% 2% Dana Reboisasi 40% 40%
Prov bersangkutan 0,8% 0,6% Prov penghasil 40% 40%*
Kab/kot penghasil 1,2% 0,8% *) DBH Dana Reboisasi pada UU 33 Tahun 2004 dibagihasilkan kepada
Kab/kot lain dalam prov bersangkutan 1% 0,6%* Kab/Kota Penghasil. Sesuai UU 23 Tahun 2014, kewenangan kehutanan
menjadi kewenangan Provinsi; dalam pelaksanaannya selama ini DBH
*bagian pemerataan DR
27
PERBANDINGAN PORSI DANA BAGI HASIL #2
DBH SDA MINERAL DAN BATU BARA
UU HKPD UU HKPD EKSISTIN
EKSISTING G
Iuran Tetap (s.d 4 mil garis pantai) 80% 80%* DBH SDA Panas Bumi 80%
Prov bersangkutan 30% 16%* Prov bersangkutan 16% 80%
Kab/kot penghasil 50% 64%* Kab/kot penghasil 32% 16%
Iuran Tetap (4 s.d 12 mil garis 80% Kab/kot berbatasan 12% 32%
pantai) 80% Kab/kot lain dalam 12% -
Prov penghasil prov bersangkutan 8% 32%
80% 80% Kab/kot pengolah
Iuran Produksi (s.d 4 mil garis 16% 16%
pantai) DBH SDA Perikanan 80% 80%*
32% 32%
Prov bersangkutan 12% - dibagikan kepada kabupaten/kota di
Kab/kot penghasil 12% 32% seluruh Indonesia dan Daerah
Kab/kot berbatasan provinsi
8% -
Kab/kot lain dalam prov bersangkutan 80% yang tidak terbagi dalam daerah
Kab/kot pengolah 26% kabupaten/kota otonom dengan
Iuran Tetap (4 s.d 12 mil garis 46% mempertimbangkan luas wilayah laut
pantai) 8% *dibagikan kepada kab/kota
Prov penghasil
Kab/kot lain dalam prov bersangkutan
Kab/kot pengolah
28
PERBANDINGAN PORSI DANA BAGI HASIL #3

DBH SDA MINYAK BUMI DBH SDA GAS BUMI

UU HKPD UU HKPD EKSISTIN


EKSISTING G
s.d 4 mil garis pantai 15,5% 15,5%* s.d 4 mil garis pantai 30,5%
Prov bersangkutan 2% 3,1%** Prov bersangkutan 3% 30,5%*
Kab/kot penghasil 6,5% 6,2%** Kab/kot penghasil 13,5% 6,1%**
Kab/kot berbatasan 3% - Kab/kot berbatasan 6% 12,2%**
Kab/kot lain dalam 3% 6,2%** Kab/kot lain dalam 6% -
prov bersangkutan 1% - prov bersangkutan 1% 12,2%**
Kab/kot pengolah 15,5% Kab/kot pengolah 30,5% -
4 s.d 12 mil garis pantai 5% 4 s.d 12 mil garis pantai 10%
Prov penghasil 9,5% Prov penghasil 19,5%
Kab/kot lain dalam prov bersangkutan 1% Kab/kot lain dalam prov bersangkutan 1%
Kab/kot pengolah Kab/kot pengolah

*tidak dibagi berdasarkan jarak garis pantai


** termasuk alokasi untuk anggaran Pendidikan dasar 0,5%

29
PENGATURAN DANA ALOKASI UMUM
▪ Pemerataan kemampuan keuangan membaik, namun masih terjadi ketimpangan kinerja layanan publik
▪ DAU justru mendorong dominasi belanja birokrasi (rata2 belanja pegawai 32,4% vs belanja infrastruktur
KONDISI publik
EKSISTING ▪ 11,5%)
▪ Meningkatkan tendensi pemekaran daerah (163 daerah sejak 2001-2019)
Penggunaan DAU belum memperhitungkan kinerja Pemda dalam memperbaiki layanan.
FORMULA ALOKASI

DESAIN PERUBAHAN • DAU = Celah Fiskal (KbF - Potensi Pendapatan Daerah)


• KbF = Unit cost per layanan x target layanan x faktor penyesuaian
• Potensi Pendapatan = Potensi PAD + Realisasi DBH + DAK Non Fisik
PAGU DAU • Formula memperhatikan target layanan (a.l. jumlah penduduk), karakteristik wilayah
• Disesuaikan dengan kebutuhan pendanaan (a.l.
daerah kepulauan dan daerah berbasis sektor tertentu seperti pariwisata, pertanian, dan
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam memenuhi
perikanan),
RUU dan kebutuhan
HKPD menjamin dasar
holdharmless penyelenggaraan
DAU selama pemerintahan (a.l. penggajian ASN).
SPM layanan dasar publik daerah (a.l.: Pendidikan, 5 tahun
Kesehatan, Infrastruktur), dengan tetap PENGGUNAAN
mempertimbangkan • Penggunaan DAU disesuaikan dengan kinerja daerah dalam pencapaian SPM
• kemampuan keuangan negara • Earmarking untuk kelurahan
DAU dihitung dengan pendekatan klaster/kelompok • Kinerja baik : Block Grants ; Kinerja sedang/buruk : Block & Specific
dengan pertimbangan kewilayahan dan Grants
perekonomian
• Pola belanja yang lebih fokus pada layanan publik
• Pengurangan ketimpangan fiskal antar-daerah
TUJUAN
• Percepatan ekualisasi layanan publik antar-daerah melalui pengutamaan penggunaan DAU sesuai
kinerja
daerah
30
DESAIN KEBIJAKAN DANA ALOKASI UMUM
Perbandingan Pengaturan
❑ Ukuran kebutuhan lebih presisi dengan hitung unit cost per layanan
❑ Penggunaan DAU berdasar kinerja daerah, agar lebih terarah dan mengapresiasi kinerja

UU HKPD
UU 33/2004
❑ Pagu DAU (Pasal 120)
▪ Disesuaikan dengan kebutuhan pendanaan
❑ Pagu DAU (Pasal 27)
penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam memenuhi
▪ Ditetapkan 26% dari PDN Netto SPM layanan dasar publik daerah (i.e: Pendidikan,
❑ Formula alokasi (Pasal 27 dan 28) Kesehatan, Infrastruktur), dengan tetap
▪ DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal (KbF-KpF) mempertimbangkan kemampuan keuangan negara
▪ Alokasi Dasar = Jumlah Gaji PNSD ❑ Formula Alokasi (Pasal 121 – 122)
▪ Kebutuhan Fiskal (KbF) = Jumlah Penduduk, Luas o DAU = Celah Fiskal (KbF - Potensi Pendapatan Daerah)
Wilayah, IPM, IKK dan PDRB o KbF = Unit cost per layanan x target layanan x faktor
▪ Kapasitas Fiskal (KpF) = Realisasi PAD + Realisasi penyesuaian
DBH
❑ Penggunaan o Potensi Pendapatan = Potensi PAD + Realisasi DBH

Block Grant (tidak ditentukan o Faktor penyesuaian memperhitungkan karakteristik wilayah


penggunaannya) seperti daerah kepulauan, pariwisata, pertanian dan
perikanan yang mendukung ketahanan pangan
❑ Penggunaan (Pasal 126)
o Penggunaan DAU disesuaikan dengan kinerja
daerah dalam pencapaian SPM
o Earmarking sebagian untuk pendanaan kelurahan
31
PENGATURAN DANA ALOKASI KHUSUS

KONDISI DESAIN TUJUAN


EKSISTING PERUBAH
Jenis DAK
AN
• DAK seharusnya menjadi • Peningkatan sinergi &
skema Menggabungkan Hibah Daerah ke dalam DAK (DAK Fisik, Non efisiensi belanja (pusat
penunjang, namun menjadi Fisik dan Hibah Daerah)
dan daerah)
sumber utama belanja modal Pengalokasian
• Sebagian besar DAK Fisik • Dialokasikan untuk mencapai target kinerja dan dianggarkan • Pengejaran
reguler untuk kegiatan rutin secara tahunan ketertinggalan layanan
(pemenuhan SPM), yang • Pengalihan pendanaan/ belanja K/L menjadi DAK bagi di kawasan tertinggal
idealnya dipenuhi melalui DAU. daerah karena DAK lebih
• Belum terintegrasi/kurang yang telah berkinerja baik dalam mengelola APBD fokus
• Keselarasan output-
bersinergi dengan belanja • Tidak ada kewajiban dana pendamping 10%
lainnya, seperti DAK Non Fisik, Penggunaan
outcome
dan daerahantara pusat
Hibah Daerah, Dekon/TP, atau DAK difokuskan pada penugasan untuk mencapai prioritas
pendanaan lain dari pinjaman nasional
/Hibah LN. yang menjadi urusan daerah dan kebijakan pemerintah lainnya,
sedangkan DAK Reguler dilebur dalam formulasi DAU agar dapat
mem boosting pencapaian pembangunan di daerah.

32
DESAIN KEBIJAKAN DANA ALOKASI KHUSUS
Perbandingan Pengaturan
• Memfokuskan DAK sebagai penugasan pemerintah namun disesuaikan dengan kebutuhan Daerah via mekanisme usulan
• Menambahkan hibah sebagai bagian DAK (sebelumnya belanja Pusat)

UU 33/2004 UU HKPD
❑ Jenis DAK (Pasal 131 ayat (3):
❑ Jenis DAK
▪ DAK Fisik
▪ DAK Fisik
▪ DAK Non
❑ Dasar Alokasi (Pasal 40 & 41)
▪ Fisik
▪ Berdasarkan kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria
Hibah (Pasal 131 ayat (5) dan (6)):
❑ Pengalokasian
teknis Daerah
▪ Ada kewajiban 10% untuk dana pendamping o Dialokasikan untuk mencapai target kinerja yang
❑ Penggunaan (Pasal 39) ditetapkan oleh Pemerintah dan dianggarkan secara
Specific Grant (ditentukan penggunaannya untuk tahunan
mendanai o Tidak ada kewajiban dana pendamping 10%
kegiatan khusus yang merupakan urusan Daerah) o Pengalihan Belanja K/L yang menjadi urusan
daerah ke DAK jika daerah berkinerja
❑ Penggunaan (Pasal 131 ayat (1) dan (2))
o Sesuai dengan penugasan Pemerintah (specific grant)

33
PENGATUR DAN OTSU DA KEISTIMEWA
AN A S N AN

TUJUAN

• Pengejaran ketertinggalan di
DESAIN PERUBAHAN daerah khusus

Pengalokasian
• Peningkatan efisiensi
KONDISI SAAT belanja
INI ▪ Berdasarkan Undang-Undang
• Capaian outcome belum optimal Organik • pada daerah-daerah khusus
(IPM Papua dan Papua Barat selalu Akuntabilitas pengelolaan
Perbaikan Tata Kelola Otsus dan
berada di bottom three sejak 2002) yang
Dana Keistimewaan DIY lebih baik karena prinsip
sehingga perlu diakselerasi
▪ Pengelolaan Dana Otsus dan
• Belum ada norma perbaikan pengelolaan yang berbasis
Dana Keistimewaan DIY pencapaian kinerja
Tata
mengacu pada RPJMN,
Kelola Dana Otonomi Khusus dan
RPJMD,
• Dais secara komprehensif ▪ dan target kinerja
Perencanaan belum terintegrasi
Dais dapat diserahkan kepada
• antara RPJMN dan RPJMD. Kab/Kota di wilayah DIY
Belum memiliki target kinerja untuk 34
DESAIN KEBIJAKAN DANA OTONOMI KHUSUS
Perbandingan
Pengaturan
Menambahkan pengaturan dengan memasukkan target kinerja dalam pengelolaan Dana Otsus untuk mewujudkan
pelayanan
yang lebih baik dan tercapainya kesejahteraan masyarakat
UU UU HKPD
Pasal 132

OTSUS
Dana Otsus dialokasikan 2,25% dari DAU Nasional (sesuai Pasal 34
UU ❑ Tambahan Pengaturan
2/2021, Papua/Pabar berlaku s.d. 20thn); sedangkan utk Aceh Tahun ke-1 dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang mengacu pada
s.d. ke-15 sebesar 2% dan mulai thn ke-16 s.d. ke-20 sebesar 1% DAU (UU RPJMN dan RPJMD, serta target kinerja
❑ 11/2006)
Pasal 34 ayat (3) huruf f: Dana Tambahan Infrastruktur untuk Papua ❑ Pengalokasian dan Penggunaan tetap sesuai dengan
❑ dan peraturan perundang-undangan mengenai Otsus
Papua
✓ Barat
Pasal 34 ayat (3) huruf e, UU 2/2021: Dana Otsus Papua dan Papua
Penggunaan:
Barat diutamakan pendidika dan kesehatan pembangunan
untuk dan pelaksanaa
pemeliharaan n pelayana; publik ,
,
kesejahteraan OAP dannpenguatan lembaga
n adat; ; peningkatan
✓ Dana Otsus Aceh diutamakan untuk pembangunan pemeliharaan
dan
infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan
kemiskinan,
✓ serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan;
Pasal 34 ayat (3)
pembangunan huruf f, UUperhubungan,
infrastruktu 2/2021: DTI Papua
energidanlistrik
Papua air
Baratbersih,
untuk
telekomunikasi, rdan sanitasi ,
lingkungan

35
DESAIN KEBIJAKAN DANA KEISTIMEWAAN DIY
Perbandingan Pengaturan
Menambahkan pengaturan dengan memasukkan target kinerja dalam pengelolaan Dana Keisitimewaan untuk mewujudkan
pelayanan yang lebih baik dan tercapainya kesejahteraan masyarakat

UU KEISTIMEWAAN UU HKPD
DIY UU 13/2012 Pasal 133
Pengalokasian: ❑ Tambahan Pengaturan
❑ Dana Keistimewaan dialokasikan dengan kebutuhan DIY dan ▪ dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang mengacu
sesuai pada RPJMN dan RPJMD, serta target kinerja
kemampuan
❑ Alokasi Danakeuangan NegaraDIY terpusat di
Keistimewaan
Provinsi ❑ Peruntukan penggunaan tetap mengacu UU 13/2012 tentang
Penggunaan : Keistimewaan
DIY
Untuk penyelenggaraan Keistimewaan DIY (5 Urusan
Keistimewaan) ▪ Tetap
➢ Tata cara pengisian jabatan, kedudukan, tugas, dan wewenang
dialokasikan
Gubernur dan Wakil Gubernur;
kepada
➢ Kelembagaan;
Pemerintah
➢ Kebudayaan;
Provinsi DIY
➢ Pertanahan;
▪ Dana Keistimewaan dapat diserahkan kepada Kab/Kota
➢ Tata Ruang.
untuk mendanai urusan keistimewaan yang dilaksanakan
oleh Kab/Kota
▪ Penggunaan sesuai dengan UU Keistimewaan
(penyelenggaraan 5 urusan keistimewaan DIY)
36
PENGATURAN DANA DESA

TUJUAN

DESAIN PERUBAHAN • mendorong kinerja desa


dalam upaya mencapai output
KONDISI Dasar Pengalokasian dan outcome Dana Desa
EKSISTING
menambahkan komponen • Fokus penggunaan Dana Desa
• Jumlah penduduk miskin di perdesaan (13,10%) masih indikator
tinggi dibandingkan dengan perkotaan (7,89%) – (BPS dapat sejalan dengan
Mar 2021)
kinerja desa dalam pengalokasian prioritas pembangunan
• Rasio ketimpangan pedesaan masih cukup tinggi Penggunaan nasional
(0,315) – (BPS Mar 2021) Pemerintah dapat menentukan • Peningkatan efektivitas
• UU No.6 tahun 2014 belum mengakomodir alokasi fokus penggunaan dana desa
kinerja dalam perhitungan pengalokasian dana desa penggunaan Dana Desa setiap
• UU No.6 tahun 2014 belum mengatur earmark tahunnya sesuai dengan prioritas
penggunaan dana desa sehingga berpotensi tidak nasional
sinkron dengan kebijakan dana yang lain dan tidak
fokus

37
DESAIN KEBIJAKAN DANA DESA
Perbandingan Pengaturan
Menambahkan pengaturan dengan memasukkan kinerja desa sebagai dasar pengalokasian Dana Desa serta memungkinkan
Pemerintah untuk turut menentukan fokus penggunaan Dana Desa secara tahunan agar fokus penggunaan Dana Desa dapat
sejalan dengan prioritas pembangunan nasional

UU 6/2014 Tentang DESA UU


HKPD
❑ Sumber Pendapatan Desa: (Pasal 72)
✓ Pendapatan Asli Desa Pengalokasian (Pasal 134)
✓ alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(dihitung berdasarkan jumlah Desa dan dialokasikan dengan ❑ Dana Desa dialokasikan dengan mempertimbangkan
memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, pemerataan dan keadilan yang dihitung berdasarkan kinerja
dan tingkat kesulitan desa, jumlah desa, jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas
geografis) wilayah, dan tingkat kesulitan geografis.
✓ Bagian dari hasil PDRD Kab/Kota (Minimal 10% PDRD Kab/Kota)
✓ ADD (Minimal 10% DAU + DBH) Penggunaan (Pasal 134)
✓ Bantuan Keuangan APBD Prov/Kab/Kota
✓ Hibah dan Sumbangan Pihak Ketiga ❑ Pemerintah dapat menentukan fokus penggunaan Dana
✓ Lain-lain Pendapatan Sah Desa
setiap tahunnya sesuai dengan prioritas nasional yang ditetapkan
Penggunaan
dalam
nasional peraturan
dan alokasi perundang-undangan
Transfer ke Daerah mengenai perencanaan
❑ Belanja Desa diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan
yang
disepakati dalam Musyawarah Desa dan sesuai dengan prioritas Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah

38
DESAIN KEBIJAKAN INSENTIF FISKAL DAERAH
Perbandingan
Pengaturan
Pemberian Insentif Fiskal bagi daerah berkinerja merupakan tambahan pengaturan baru mengingat
tidak
diatur dalam UU 33/2004, melainkan dalam UU APBN melalui skema DID
UU APBN 2021 UU
HKPD
❑ UU 33/2004 tidak mengatur pemberian insentif fiskal
❑ Dasar Pemberian (Pasal 135)
kepada daerah berkinerja
❑ Pemberian insentif fiskal melalui DID diatur setiap tahunnya Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal kepada
dalam UU Daerah atas pencapaian kinerja berdasarkan kriteria
tertentu.
❑ APBN
Insentif kepada daerah yang berkinerja baik dalam
❑ Kriteria Pemberian (Pasal 135)
pengelolaan keuangan Daerah, pelayanan umum
Kriteria tertentu berupa perbaikan dan/atau
pemerintahan, pelayanan dasar publik, kesejahteraan
pencapaian
kinerja Pemerintahan Daerah antara lain pengelolaan
masyarakat
keuangan Daerah, pelayanan umum pemerintahan,
pelayanan dasar

39
DAMPAK UU HKPD
UU HKPD diharapkan mampu memperkuat kapasitas pemda dalam melaksanakan desentralisasi fiskal. Penurunan pada level
Provinsi
dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan beban layanan publik yang mayoritas dilakukan eksekusinya oleh
Kabupaten/Kota.

Dana Alokasi Umum Dana Bagi Hasil Pajak Daerah & Retribusi Daerah

Daerah Naik Daerah Naik Daerah Naik (94%)


•(39,48%)
Provinsi: 16 Daerah •(57,56%)
Provinsi: 9 Daerah • Provinsi: 1 Daerah
• Kab/Kota: 198 Daerah • Kab/Kota: 303 Daerah • Kab/Kota: 508 Daerah

Daerah Daerah Turun Daerah Turun


•Turun
Provinsi: 0 Daerah •(42,44%)
Provinsi: 25 Daerah •(6%)
Provinsi: 33 Daerah
• Kab/Kota: 0 Daerah • Kab/Kota: 205 Daerah • Kab/Kota: 0 Daerah

• Total penurunan Prov : Rp1,45T


Indeks Theil • Total kenaikan Kab/Kota:
0,16118 • Total penurunan Prov : Rp16,5 T
Rp4,10T • Total kenaikan Kab/Kota: Rp30,01
Kab/kota penghasil naik T
Rp2,81T
Notes: Kab/kota lainnya naik Rp1,29T
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK 40
Simulasi dilakukan berdasarkan data tahun 2020, kecuali DBH menggunakan data 2021
PENGUATAN KEBIJAKAN TKD

SUBSTANSI
S Penguatan pengaturan mekanisme pengalokasian dan penganggaran yang
BARU dimandatkan
oleh UU Pemda (dalam UU 33/2004 belum diamanatkan)
TKD untuk Daerah Persiapan TKD untuk Daerah Baru

Pasal 136 : Pasal 137 :


▪ Alokasi TKD daerah persiapan dihitung secara treatment pengalokasian TKD sesuai dengan
proporsional dengan alokasi TKD yang diterima daerah periode
induk berdasarkan jumlah penduduk, luas wilayah, penetapan status sebagai daerah baru.
target ▪ Dialokasikan secara mandiri pada tahun anggaran
layanan, dan/atau lokasi; berikutnya sejak pembentukan Daerah diundangkan;

Bagian dana TKD daerah persiapan dianggarkan dalam ▪ Daerah baru yang diundangkan setelah 30 Juni tahun
APBD daerah induk; berkenaan, dana TKD untuk daerah baru
▪ diperhitungkan
Diberikan dalam jangka waktu sesuai dengan secara proporsional dari dana TKD yang dialokasikan
ketentuan untuk Daerah induk
peraturan perundangan. ▪
Pembentukan Daerah yang diundangkan setelah
penetapan APBN tahun berikutnya, pembagian
TKD
41
DESAIN KEBIJAKAN PENYALURAN TKD
Perbandingan Pengaturan
Mengatur penyaluran TKD secara keseluruhan melalui mekanisme cash pooling (pengelolaan kas secara terpadu) yang akan
memperhatikan kinerja pelaksanaan kegiatan di daerah, sekaligus upaya pengendalian belanja daerah dan kas daerah

UU 33/2004 UU
HKPD
❑ Penyaluran TKD tidak diatur spesifik dalam UU 33/2004.
Pasal 138
❑ Hanya penyaluran DAU saja yang spesifik diatur dalam
UU
tersebut, yaitu disalurkan secara bulanan sebesar 1/12 dari Tambahan pengaturan penyaluran TKD sesuai dengan
alokasi DAU daerah yang bersangkutan (Pasal 36) tata kelola keuangan negara yang baik.
❑ Penyaluran TKD dilakukan melalui
pemindahbukuan
dari kas negara ke kas daerah;
❑ Penyaluran dilakukan dengan mempertimbangkan
kemampuan keuangan negara, kinerja pelaksanaan
kegiatan di daerah, dan kebijakan pengendalian
belanja daerah dan kas daerah.

42
PERBANDINGAN JENIS PAJAK
DAERAH
DALAM UU 28/2009 DAN RUU HKPD
RUU HKPD
No UU 28 TAHUN 2009
Jenis Pajak Perubahan dan Tujuan Perubahan
1 Pajak Kendaraan Bermotor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) Exclude alat berat, tarif turun untuk mengakomodasi opsen PKB
dan untuk memenuhi amanat Keputusan MK No. 15/PUU-XV/2017
2 Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) Ditambah opsen kepada Kab/kota, namun BBNKB II dst dihapus.
Bertujuan untuk meminimalisir kengganan pemilik kendaraan bekas
untuk membalik nama kendaraannya sekaligus untuk memperkuat
data kepemilikan kendaraan bermotor yang pada akhirnya akan
meningkatkan penerimaan PKB.

3 Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Tidak ada perubahan
4 Pajak Air Permukaan Pajak Air Permukaan Tidak ada perubahan
5 Pajak Rokok Pajak Rokok Tidak ada perubahan
6 Pajak Hotel Menggabungkan beberapa jenis pajak, yaitu:
• Jasa Penginapan dan Penyewaan Ruangan di Hotel
7 Pajak Restoran
• Makanan dan/atau Minuman di Restoran
8 Pajak Hiburan • Jasa Hiburan dan Kesenian, termasuk Jasa Penyediaan Sarana
Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) Prasarana Olahraga dan rekreasi
9 Pajak Parkir
[Pajak atas Konsumsi] • Jasa Parkir
10 Pajak Penerangan Jalan • Tenaga Listrik,
menjadi 1 (satu) jenis pajak untuk simplifikasi administrasi
perpajakan bagi WP dan fiscus serat memudahkan pengawasan
oleh fiskus.

11 Pajak Reklame Pajak Reklame Tidak ada perubahan


12 Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) tarif turun untuk mengakomodasi opsen MBLB sebagai bentuk
reward kepada provinsi dalam menetapkan harga patokan MBLB
dan pengawasan atas pengambilan MBLB agar tidak merusak
lingkungan.

59
PERBANDINGAN JENIS PAJAK
DAERAH
DALAM UU 28/2009 DAN RUU HKPD
RUU HKPD
No UU 28 TAHUN 2009
Jenis Pajak Perubahan dan Tujuan Perubahan
13 Pajak Air Tanah Pajak Air Tanah Adanya earmarking penggunaan dari sebagian hasil penerimaan
PAT untuk menjaga kelestarian dan ketersediaan air tanah.
14 Pajak Sarang Burung Walet Pajak Sarang Burung Walet Tidak ada perubahan
15 PBB-P2 PBB-P2 Mengubah tarif PBB dari 0,3 menjadi 0,5 dan memperkenalkan
assessment ratio NJOP 20% s.d. 100% agar fiskus dapat meng-
adjust NJOP PBB sesuai perkembangan ekonomi dan infrastruktur
di suatu daerah dengan tetap memperhatikan kemampuan
membayar wajib pajak.

16 BPHTB BPHTB • Mengubah NPOPTKP dari paling rendah 60 juta menjadi 80 juta
untuk menyesuaikan dengan perkembangan harga rumah per
unit.
• NPOPTKP hanya diberikan untuk perolehan hak pertama Wajib
Pajak di wilayah Daerah tempat terutangnya BPHTB untuk
memenuhi rasa keadilan dan melindungi masyarakat dalam hal
kepemilikan tanah dan./atau bangunan dengan tidak
memberikan insentif fiskal pada setiap perolehan hak oleh wajib
pajak yang memiliki kemampuan keuangan.

60
PERBANDINGAN JENIS PAJAK
DAERAH
DALAM UU 28/2009 DAN RUU HKPD

RUU HKPD
No UU 28 TAHUN 2009
Jenis Pajak Perubahan dan Tujuan Perubahan
17 Pajak Alat Berat Jenis pajak baru untuk memenuhi amanat Putusan MK Nomor
15/PUU-XV/2017
18 Opsen • Opsen PKB dan Opsen BBNKB bertujuan untuk shifting skema
bagi hasil menjadi opsen agar terwujud kepastian penerimaan,
ketepatan waktu dan jumlah penerimaan PKB dan BBNKB
bagian kab/kota oleh provinsi dengan cara men-split pembayaran
PKB dan BBNKB oleh WP ke masing-masing RKUD provinsi dan
kab/kota melalui bank system.
• Opsen MBLB, untuk memberikan tambahan penerimaan pajak
provinsi dalam menjalankan kewenangannya menetapkan harga
patokan MBLB dan pelaksanaan pengawasan atas
penambangan MBLB di wilayahnya.

16 Jenis Pajak 14 Jenis Pajak

61
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (1)

No Jenis Pajak Perubahan Objek dalam RUU HKPD


1 Pajak Kendaraan Bermotor • Tidak termasuk Alat Berat, untuk mengakomodasi Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017 (Alat berat akan dipungut
(PKB) – Pasal 7 dengan jenis pajak daerah lain (Pajak Alat Berat) dalam RUU HKPD
• tidak termasuk kendaraan berbasis energi terbarukan
2 Bea Balik Nama Kendaraan • Hanya untuk penyerahan kepemilikan pertama
Bermotor (BBNKB) – Pasal • Tdak termasuk Alat Berat mengakomodasi Putusan MK Nomor 15/PUU-XV/2017
12 • tidak termasuk kendaraan berbasis energi terbarukan
3 Pajak Alat Berat – Pasal 17 Merupakan jenis pajak daerah baru dalam RUU HKPD untuk mengakomodasi pengenaan pajak properti atas alat berat,
menggantikan PKB Alat Berat.
4 Pajak Bahan Bakar • Pada prinsipnya sama dengan UU 28/2009, yaitu atas konsumsi Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (BBKB)
Kendaraan Bermotor – • Hanya perubahan redaksional dari sebelumnya “BBKB yang disediakan atau dianggap digunakan untuk kendaraan
Pasal 23 bermotor” menjadi “Penyerahan BBKB oleh penyedia BBKB kepada konsumen atau pengguna Kendaraan Bermotor”
• Hal ini tidak mengubah implementasi objek PBBKB yang telah berjalan selama ini, hanya ditujukan untuk
menyeragamkan redaksi objek pajak daerah yang lebih menekankan aspek aktivitas/perbuatan hukum (taatbestand).
5 Pajak Air Permukaan – • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
Pasal 28 • Penambahan pengecualian objek:
✓ “kegiatan mengambil dan memanfaatkan air laut”, sebelumnya dalam UU 28 Tahun 2009 pengambilan air laut juga
dikecualikan namun diatur dalam ketentuan umum (definisi Air Permukaan tidak termasuk air laut). Hal ini
dilakukan agar menyeragamkan seluruh pengecualian objek diatur dalam batang tubuh, sementara ketentuan
umum cukup mengatur definisi yang bersifat umum.
✓ Untuk keperluan keagamaan. Penambahan pengecualian ini agar atas pengambilan air permukaan
untuk
keperluan keagamaan tidak dikenakan Pajak Air Permukaan.
6 Pajak Rokok – Pasal 33 • Penambahan frasa “bentuk rokok lainnya yang dikenakan cukai rokok”
• Penambahan ini diatur untuk menampung perkembangan bentuk rokok lain yang dikenakan cukai rokok mengikuti
perkembangan jaman
• Pada prinsipnya Pajak Rokok merupakan opsen (pungutan tambahan) atas cukai rokok, sehingga bentuk rokok yang
.
dikenakan Pajak Rokok akan mengikuti perkembangan objek cukai rokok. 62
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (2)

No Jenis Pajak Perubahan Objek dalam RUU HKPD


7 PBB-P2 – • Penambahan perluasan objek permukaan bumi hasil kegiatan reklamasi atau pengurukan
Pasal 38 • Tidak termasuk wilayah laut kabupaten/kota
• Mengubah objek pajak tidak dikenakan PBB-P2 menjadi pengecualian objek dan ditambahkan pengaturan:
✓ Untuk pengecualian objek yang digunakan oleh Pemerintah dan Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan, ditambahkan
kriteria dengan frasa “yang dicatat sebagai Barang Milik Negara (BMN) atau Barang Milik Daerah (BMD)”. Hal ini untuk
mempertegas bahwa tanah dan bangunan kantor pemerintahan yang dikecualikan dari PBB-P2 hanya jika dicatat sebagai
BMN
(oleh Pusat) atau BMD (oleh Daerah)
✓ Penambahan pengecualian yaitu Bumi/Bangunan untuk jalur kereta api, Mass Rapid Transit, Light Rail Transit, atau yang sejenis
✓ Penambahan pengecualian Bumi/Bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh Pemerintah Pusat (antara lain PBB Sektor
Lainnya/perikanan)
8 BPHTB – • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
Pasal 44 • Penambahan pengecualian objek:
✓ Selaras dengan pengecualian PBB-P2, yaitu untuk kantor Pemerintah, Pemerintahan Daerah, penyelenggara negara dan lembaga
negara lainnya yang dicatat sebagai BMN atau BMD
✓ Perolehan tanah/bangunan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sesuai ketentuan perundangan.

9 Pajak Barang • Pajak daerah ini merupakan unifikasi (integrasi) dari 5 jenis pajak daerah berbasis konsumsi dalam UU 28 Tahun 2009, yaitu Pajak
dan Jasa Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Parkir, Pajak dan Penerangan Jalan, menjadi satu jenis pajak dengan nomenklatur PBJT.
Tertentu • Pada dasarnya objek mengikuti objek kelima jenis pajak daerah dalam UU 28 Tahun 2009, dengan penambahan/perluasan:
(PBJT) – ✓ Pada objek PBJT makanan/minuman ditambahkan kriteria restoran, untuk memberikan batasan yang tegas dengan pengenaan PPN
Pasal 50 s.d. atas makanan dan minuman
55 ✓ Pada objek PBJT Perhotelan ditambahkan objek penyewaan ruang rapat/pertemuan di hotel, serta objek tempat tinggal pribadi yang
difungsikan sebagai hotel
✓ Pada objek PBJT Parkir ditambahkan objek valet parkir
✓ Pada objek PBJT Kesenian dan Hiburan ditambahkan objek rekreasi berbasis wahana (waterboom, snowpark, dsb) dan objek
olahraga permainan

63
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
PERBANDINGAN OBJEK PDRD (3)

No Jenis Pajak Perubahan Objek dalam RUU HKPD


10 Pajak Reklame • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
– Pasal 60 • Penambahan pengecualian objek yaitu reklame yang diselenggarakan dalam rangka kegiatan politik, sosial, dan
keagamaan yang tidak disertai dengan iklan komersial. Pengaturan ini memungkinkan reklame-reklame partai politik dalam
masa kontestasi politik dikecualikan dari pengenaan Pajak Reklame.
11 Pajak Air Tanah • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009
– Pasal 65 • Penambahan pengecualian objek yaitu untuk keperluan keagamaan, perikanan dan peternakan rakyat. Penambahan
pengecualian ini agar atas pengambilan air tanah untuk keperluan keagamaan tidak dikenakan Pajak Air Tanah, selaras
dengan pengecualian Pajak Air Permukaan
12 Pajak Mineral • Objek sama dengan UU 28 Tahun 2009 ditambah sulfur dan MBLB ikutan
Bukan Logam • Pada pengaturan pengecualian MBLB ditambahkan frasa:
dan Batuan ✓ “tidak diperjualbelikan/ dipindahtangankan untuk MBLB keperluan rumah tangga. Pengaturan ini agar MBLB keperluan
(Pajak MBLB) – rumah tangga yang dikecualikan dari pengenaan pajak hanya yang tidak diperjualbelikan/dipindahtangankan.
Pasal 71 ✓ “tidak dimanfaatkan dan/atau tidak dijual” untuk MBLB ikutan hasil pertambangan. Pengaturan ini agar MBLB ikutan
hasil pertambangan yang dikecualikan dari pengenaan pajak hanya jika MBLB ikutan tersebut tidak dimanfaatkan atau
tidak dijual oleh penambang.
13 Pajak Sarang Sama dengan UU 28 Tahun 2009
Burung Walet –
Pasal 76
14 Opsen – Pasal • Merupakan jenis pajak daerah baru yang terdiri dari Opsen PKB, Opsen BBNKB, dan Opsen Pajak MBLB
81 • Objek Opsen sama dengan objek pajak daerah ayng ditumpanginya (objek PKB, objek BBNKB dan objek Pajak MBLB)
• Opsen PKB dan Opsen BBNKB merupakan penerimaan Kab/kota yang dimaksudkan sebagai pengganti (shifting) bagi hasil
PKB dan BBNKB
• Opsen Pajak MBLB merupakan penerimaan provinsi yang dimaksudkan sebagai sumber pendanaan baru provinsi dalam
melaksanakan pendelegasian kewenangan Pusat di bidang pertambangan MBLB

64
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Persandingan tarif pajak daerah (1)
No Jenis Pajak UU 28/2009 RUU HKPD Latar Belakang/ Alasan Perubahan
1 PKB
a. Kendaraan berbahan bakar fosil
(termasuk kendaraan hybrid)
• Kend pribadi Kepemilikan I 1% - 2% Maks. 1,2%
Tarif turun untuk mengakomodir bagi hasil PKB ke kab/kota yang
• Kend pribadi Kepemilikan II dst 2% - 10% progresif maks. 6% langsung di-split dalam bentuk opsen PKB sebesar 66% dari PKB
• Angkutan umum, Ambulans, pemadam, 0,5% - 1% maks. 0,5% terutang, sehingga beban WP secara total tidak berubah signifikan
dibandingkan pengaturan dalam UU 28/2009
sosial keagamaan, Pempus, Pemda
• TNI/POLRI 0,5% - 1% maks. 0,5% Sama dengan UU 28/2009, dikecualikan hanya untuk yang
khusus digunakan dalam pertahanan keamanan
• Angkutan karyawan, angkutan sekolah Diperlakukan maks. 0,5% Pengaturan baru, untuk memberikan fasilitas perpajakan dan
sama dengan mendorong penggunaan kendaraan karyawan dan sekolah di samping
kend pribadi penggunaan kendaraan umum
• Provinsi yang tidak terbagi menjadi 1% - 2% Maks. 2% Peningkatan tarif sebagai instrumen pengendalian kemacetan,
kab/kota: Kepemilikan I (kend pribadi) kerusakan jalan, dan pencemaran lingkungan di ibukota negara
• Provinsi yang tidak terbagi menjadi progresif maks. 10%
kab/kota: Kepemilikan II (kend pribadi)
b. Kendaraan listrik berbasis energi Tidak • Pengaturan baru untuk mendukung green policy dalam pemungutan
terbarukan dibedakan pajak daerah
• Kendaraan Pribadi dengan - • Mengakselerasi program kendaraan bermotor berbasis energi
kendaraan terbarukan dan mendorong pertumbuhan industri kendaraan berbasis
• Angkutan umum, Ambulans, pemadam, berbahan - energi terbarukan di Indonesia
sosial keagamaan, Pempus, Pemda, bakar fosil
angkutan karyawan, angkutan sekolah

65
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Persandingan tarif pajak daerah (2)
No Jenis Pajak UU PDRD RUU HKPD Latar Belakang/ Alasan Perubahan
2 BBNKB
• Penyerahan I maks. 20% Maks. 12% Tarif turun karena adanya penambahan opsen BBNKB
ke kab/kota. Hal ini agar tidak terjadi penambahan beban
WP.
• Penyerahan II dst maks. 1% - Penjualan kendaraan bekas tidak dikenakan BBNKB
untuk mendorong kepatuhan balik nama kendaraan bekas,
yang diharapkan dapat mendorong kepatuhan pembayaran
PKB
Provinsi yang tidak Diperlakukan sama Maks. 20%
terbagi menjadi kab/kota dengan kend pribadi
(kend pribadi) daerah lain
3 PAB 0,1%-0,2% (PKB alat Maksimum 0,2% Sama seperti tarif maksimum PKB alat berat dalam UU
berat) 28/2009, namun tanpa batas bawah tarif untuk memberikan
keleluasaan bagi Pemda dalam hal dibutuhkan insentif
fiskal bagi pengusaha alat berat
4 PBBKB Maksimum 10% Maksimum 10% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
5 PAP Maksimum 10% Maksimum 10% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
6 PBJT • Pajak Hotel, Pajak • Maks 10% (hotel, restoran, parkir, listrik, • Penyederhanaan tarif pajak-pajak daerah berbasis
Restoran, PPJ maks kesenian dan hiburan, sarpras konsumsi
10%, kecuali PPJ olahraga, rekreasi) • Penyederhanaan administrasi pengusaha
untuk industry dan • Maks. 3% untuk konsumsi Tenaga Listrik • Mendorong pertumbuhan industri hiburan keluarga melalui
pertambangan migas dari sumber lain oleh indsutri penurunan tarif, misalnya permainan ketangkasan yang
maks 3%. pertambangan minyak bumi dan gas alam dalam UU 28/2009 dapat dikenakan pajak s.d. 75%
• Pajak Parkir maks • Maks. 1,5% untuk konsumsi Tenaga Listrik • Tarif 40% - 75% untuk jasa tertentu telah
30% yang dihasilkan sendiri memperhatikan tarif rata-rata Perda existing
• Pajak Hiburan maks • 40% - 75% khusus jasa hiburan diskotik,
75% kelab malam, karaoke, bar, mandi uap/spa
7 Pajak Reklame Maksimum 25% Maksimum 25% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009

66
PENGUATAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH
Persandingan tarif pajak daerah (3)
No Jenis Pajak UU PDRD RUU HKPD Latar Belakang/ Alasan Perubahan
8 Pajak MBLB 25% Maksimum 20% Tarif turun untuk mengakomodir opsen MBLB. Opsen MBLB dimaksudkan untuk memberikan
sumber pendanaan bagi provinsi terkait kewenangan pengendalian izin MBLB di provinsi.
9 PAT Maksimum Maksimum 20% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
20%
10 Pajak Maks 10% Maks 10% Secara umum tidak berubah dari UU 28/2009
Sarang
Burung
Walet
11 PBB-P2 Maks 0,3% Maks 0,5%, • Tarif maksimum naik, namun diberikan diskresi bagi Pemda untuk melakukan set-up Nilai
namun NJOP Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu sebesar 20% s.d. 100% dari NJOP
pada range • PBB-P2 pada bangunan yang digunakan untuk tujuan komersil, seperti bangunan tempat
20%-100% usaha, termasuk menara telekomunikasi, kos-kosan, dsb dapat menggunakan NJOP yang
(NJKP) dihitung berdasarkan individual appraisal (misal dengan pendekatan pendapatan).
• Kenaikan tarif dan penilaian individual dimaksudkan untuk memberikan kompensasi atas
penghapusan Retribusi Pengendalian Menara Telekomunikasi, dan Retribusi Perizinan
Tertentu yang dihapuskan.
12 BPHTB Maks 5% Maks 5% - Terjadi kenaikan nilai tidak kena pajak dari 60juta menjadi 80juta
13 Pajak Maks 10% Maks 10% -
Rokok
14 Opsen
a. PKB - 66% • Tarif Opsen merupakan tarif tetap (fix) bukan tarif maksimal.
• Tarif Opsen dikalikan dengan pajak terutang underlying, misalnya: Opsen PKB= 66% x
b. BBNKB - 66%
PKB terutang, dst.
c. MBLB - 25% • Tarif Opsen PKB, BBNKB, dan MBLB ditetapkan dengan memperhatikan agar beban WP
tidak berubah secara signifikan
67
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai