munculnya linguistik sinkronis di Eropa yang dipelopori F. de Saussure pada akhir abad ke-19/awal abad ke-20, di Amerika Serikat muncul corak penelitian bahasa yang juga bersifat sinkronis, tetapi dengan gaya yang berbeda.
Linguistik sinkronis yang muncul di Amerika
Serikat ini dipelopori oleh Franz Boas, yang kemudian dikenal dengan nama linguistik deskriptif. Padamulanya Boas belajar fisika dan geografi, kemudian menekuni antropologi.
Menurut Boas, budaya suatu masyarakat
bukan sekadar hal-hal yang bersifat material dan ilmu-ilmu mengenai manusia (human sciences) sangatlah berbeda dengan ilmu-ilmu fisik (physical sciences) baik dalam hal objek yang dikaji maupun metodenya. Menurut Boas, di antara berbagai aspek budaya yang dikaji dan dipahami dalam antropologi, bahasa merupakan aspek budaya sangat penting.
Hal ini bukan hanya karena bahasa merupakan
kunci untuk mengkaji dan memahami aspek- aspek budaya yang lain, tetapi juga karena pada umumnya orang tidak menyadari bagaimana prinsip-prinsip dalam bahasa mereka, sementara terhadap aspek-aspek budaya yang lain tidak demikian. Boas melakukan penelitian dan memimpin proyek penelitian mengenai bahasa-bahasa Indian Amerika. Hasil penelitian Boas dan kawan- kawannya dibukukan dalam Handbook of American Indian Languages yang terbit pada 1911.
Meskipun Boas dan Saussure sama-sama
mengkaji bahasa secara sinkronis, corak pengkajian mereka tidaklah sama. Hal itu terutama dipengaruhi oleh situasi kebahasaan yang mereka hadapi. Di Eropa Saussure menghadapi bahasa-bahasa yang sudah lama dikaji, bahasa-bahasa yang sudah dikenal. Saussure membawa kebaruan dalam pengkajian bahasa dengan menawarkan cara baru dalam memandang bahasa.
Ia mengilustrasikan teorinya dengan bahasa
ibunya (bahasa Prancis) atau bahasa-bahasa Eropa lainnya yang sudah memiliki informasi kebahasaannya dari hasil pengkajian sebelumnya. Jadi, teori Saussure mengenai bunyi bahasa sebagai sebuah sistem fonem, misalnya, memang merupakan hal baru, tetapi begitu teori itu bisa diterima, orang tidak perlu menghabiskan waktu yang banyak untuk, misalnya, mengidentifikasikan fonem dalam bahasa mereka (bahasa Eropa) karena hal itu sudah relatif jelas. Informasi mengenai bunyi- bunyi dalam bahasa Eropa sudah ada dari hasil pengkajian sebelumnya. Di Amerika Boas menghadapi situasi kebahasaan yang berbeda dengan yang dihadapi Saussure di Eropa. Bahasa-bahasa yang dihadapi Boas dan kawan-kawannya adalah bahasa-bahasa Indian Amerika yang belum pernah dikaji sebelumnya sehingga belum ada informasi apa pun mengenai bahasa-bahasa tersebut, termasuk informasi mengenai aspek kesejarahannya. Memang, situasi kebahasaan seperti itu bisa menguntungkan karena mereka tidak perlu merisaukan aspek kesejarahan dari bahasa yang mereka kaji.
Bagaimana ceritanya bahasa-bahasa Indian
Amerika itu sampai pada keadaan yang sekarang bukan merupakan persoalan mendesak yang perlu segera dipecahkan oleh Boas dkk. Yangperlu segera ditangani oleh Boas dkk. adalah bagaimana cara mendeskripsikan bahasa-bahasa Indian Amerika yang begitu beragam dan dalam banyak hal sangat berbeda dengan bahasa-bahasa di Eropa.
Darikeadaan seperti inilah model analisis
bahasa yang dipelopori oleh Boas ini disebut linguistik deskriptif. Kaum deskriptivis (pengembang linguistik deskriptif) lebih cenderung memandang teori linguistik sebagai alat/cara untuk mendeskripsikan bahasa daripada memandang bahasa individu sebagai sumber data untuk membangun teori umum mengenai bahasa.
Memang, para kaum deskriptivis pun kemudian
menyusun teori umum mengenai bahasa, tetapi teori yang mereka kemukakan selalu didukung oleh hasil penelitian intensif dan empiris dari berbagai bahasa. Salah satu karakteristik aliran linguistik deskriptif yang dipelopori Boas ini adalah prinsip relativisme yang memandang bahwa semua bahasa adalah sama, tidak ada tipe bahasa yang ideal.
Meskipun terdapat bahasa dari suku tertentu yang
oleh sebagian orang dianggap sebagai bahasa yang eksotis, aneh, tidak rasional, tetapi tidak ada dasar ilmiah yang dapat digunakan untuk memberi penilaian seperti itu. Bahasa-bahasa Eropa yang mungkin dianggap lebih teratur dan rasional, bagi masyarakat lain (yang bahasanya dianggap aneh dan tidak teratur), bisa juga terkesan sebagai bahasa yang aneh dan tak beraturan.
Jadi, tidak ada bahasa yang maju dan bahasa yang primitif. Sungguh, sangat tidak tepat, misalnya, apabila menilai suatu bahasa hanya karena bahasa itu tidak mudah ditulis dengan alfabet Latin.
Bunyi-bunyiyang dipakai dalam bahasa atau
bunyi-bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat ucap manusia jauh lebih banyak dan kompleks daripada jumlah abjad dalam sistem alfabet Latin. Jadi, kalau suatu bahasa tidak mudah ditulis dengan alfabet Latin, yang kurang atau salah bukan bahasanya, melainkan sistem alfabet Latin yang digunakan untuk menuliskannya, yang hanya menyediakan 26 abjad.
Untuk menulis bahasa Inggris saja, alfabet
Latin tidak mencukupi untuk menuliskan bunyi-bunyi dalam bahasa Inggris sehingga harus dimodifikasi. Demikian pula, jika dalam suatu bahasa tidak ada penanda tenses dalam sistem verbanya atau tidak ada penanda tunggal dan jamak dalam sistem nominanya, bahasa itu tidak dapat serta merta dikatakan sebagai bahasa yang tidak teratur atau tidak rasional. Menurut Boas, dalam suatu bahasa ada yang disebut kategori wajib dan kategori opsional.
Penanda tenses pada verba dan penanda
jumlah pada nomina merupakan kategori wajib pada bahasa-bahasa Eropa, tetapi menjadi kategori opsional pada bahasa-bahasa yang lain. Sebaliknya, dalam bahasa Kwakiutl, ada penanda pada verba yang menunjukkan apakah penutur melihat sendiri peristiwa yang dia laporkan, ataukah ia hanya diberi tahu orang lain, ataukah ia hanya membayangkan peristiwa itu.
Penanda seperti ini dalam bahasa-bahasa
Eropa tidak muncul atau menjadi kategori opsional. Jadi, apa yang menjadi kategori wajib dalam suatu bahasa belum tentu menjadi kategori wajib pada bahasa lain, demikian pula sebaliknya, apa yang menjadi kategori opsional dalam suatu bahasa bisa jadi menjadi kategori wajib pada bahasa lain. Selain Boas, tokoh linguistik deskriptif lain yang menonjol adalah Leonard Bloomfield dengan salah satu karya monumentalnya Language yang terbit pertama kali pada 1933.
Sebenarnya apa yang dikemukakan
Bloomfield mengenai deskripsi bahasa sudah dikemukakan oleh Boas, namun Bloomfield mengemukakannya dengan lebih eksplisit dan lebih terinci. Hal baru yang dikemukakan oleh Bloomfield ialah penjelasan filosofis mengenai status linguistik sebagai ilmu.
Seperti diketahui pada dasawarsa 1920-an dan
1930-an aliran filsafat yang dominan adalah filsafat Positivisme Logis (Logical Positivism) Rudolf Carnap. Menurut aliran filsafat ini, benar tidaknya suatu teori harus dapat dikembalikan pada pengalaman nyata yang teramati.
Menurut Bloomfield linguistik adalah cabang
psikologi, khususnya psikologi positivistis yang dikenal dengan nama behaviourisme. Bloomfield menjelaskan peristiwa berbahasa dengan menggunakan kosep hubungan antara stimulus dan respon sebagaimana dalam psikologi behaviourisme.
Bloomfield menjelaskan hal ini dengan
ilustrasi cerita antara Jill dan Jack. Suatu saat Jill sedang berjalan-jalan bersama di suatu taman bersama Jack. Saat itu Jill merasa lapar, ia melihat buah apel di pohon. Lalu, Jill berkata kepada Jack, “Tolong Jack, petikkan saya buah apel itu”. Tanpa berpikir panjang, Jack lalu memanjat pohon apel, memetik buahnya, dan memberikannya kepada Jill. Jill mendapatkan buah apel itu dan memakannya untuk mengatasi rasa laparnya.
Peristiwa ini dapat dijelaskan dengan bagan
berikut. ◦S r ........ s R
◦S : stimulus praktis (rasa lapar
Jill) ◦r : respon linguistik (ucapan Jill) ◦s : stimulus linguistik (ucapan Jill ◦ didengar Jack) ◦ R : respon praktis (Jack memetik apel) Bahasa memungkinkan orang mendapatkan respon praktis tanpa harus melakukannya sendiri.
Seperti dikemukakan di muka, kaum
deskriptivis lebih cenderung memandang teori linguistik sebagai alat/cara untuk mendeskripsikan bahasa daripada memandang bahasa individu sebagai sumber data untuk membangun teori umum mengenai bahasa. Dapat dikatakan bahwa menurut kaum deskriptivis teori yang benar mengenai bahasa adalah tidak ada teori mengenai bahasa.
Ketika kaum deskriptivis membicarakan
mengenai teori linguistik umum, mereka lebih cenderung hanya membicarakan soal teknik analisis, tanpa membuat presupposisi mengenai objek yang dianalisisnya. Salahsatu slogan kaum deskriptivis dalam mengkaji bahasa adalah “Accept everything a native speaker says in his language and nothing he says about it”.