Anda di halaman 1dari 66

PELATIHAN SURVEILANS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)

BAGI PETUGAS SURVEILANS DI PUSKESMAS

MPI 9 : KOMUNIKASI RISIKO


DESKRIPSI SINGKAT
Sebuah wabah penyakit menular dapat terjadi kapan saja dan tidak dapat diprediksi kapan waktu
yang tepat akan menyerang dan menyebar ke suatu wilayah, tapi dipastikan wabah dapat menyebabkan
kerugian yang cukup besar. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah memberikan informasi
kepada masyarakat untuk menghindari penyebaran penularan, menjelaskan risiko (penyebaran penularan)
dan langkah-langkah apa yang perlu diambil, sehingga rantai penularan penyakit dapat di putus.

Petugas kesehatan selalu berhadapan dengan pasien atau masyarakat , untuk itu perlu mempunyai
kemampuan berkomunikasi yang baik untuk menyampaikan informasi-informasi kesehatan. Petugas Kesehatan
dalam berkomunikasi dan melakukan advokasi dapat mempengaruhi pemangku kebijakan, pengelola program
dan lintas sektor di dalam mengambil suatu keputusan

Mata pelatihan ini akan membahas tentang komunikasi risiko dan sasaran komunikasi, perilaku dan sosial
budaya yang mempengaruhi, strategi komunikasi risiko, Teknik komunikasi dalam penyebarluasan informasi.
TUJUAN PEMBELAJARAN
 HASIL BELAJAR
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan komunikasi risiko sesuai pedoman
yang ada

 INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat:
1. Menjelaskan komunikasi risiko
2. Menjelaskan sasaran komunilasi, perilaku dan sosial budaya yang mempengaruhi
3. Melakukan strategi komunikasi
4. Melakukan teknik komunikasi dalam penyebarluasan informasi
MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK
Materi pokok dan sub materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
A. Komunikasi Risiko
1. Pengertian
2. Tujuan
3. Ruang Lingkup
4. Pelaksanaan
5. Prinsip Komunikasi Efektif

B. Sasaran Komunikasi, Perilaku dan Sosial Budaya Yang Mempengaruhi


1. Sasaran komunikasi
2. Perilaku
3. Sosial Budaya
C. Strategi Komunikasi Risiko
1. Komunikasi Dalam Keadaan Krisis Kepada Masyarakat
2. Komunikasi Dalam Keadaan Krisis Kepada Pengambil Keputusan
3. Komunikasi Dengan Media

D. Teknik Komunikasi Dalam Penyebarluasan Informasi


METODE
A. Curah pendapat
B. Ceramah Tanya Jawab
C. Role Play

MEDIA DAN ALAT BANTU


1. Bahan tayang. 7. Pointer
2. Modul Papan 8. Flipchart
3. Panduan role play (IHHB 9.4) 9. Kertas Plano
4. Skenario role play. 10. Sticky notes
5. Laptop. 11. Spidol
6. LCD
LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

Sesi 1: Pengkondisian Peserta (5 menit)

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:

1. Pelatih/Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Apabila belum pernah menyampaikan
sesi di kelas, dimulai dengan perkenalan.
Perkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap dan instansi tempat bekerja.
2. Pelatih/Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana di kelas.
3. Pelatih/Fasilitator menyampaikan materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, materi
pokok/sub materi pokok dengan menggunakan bahan tayang.
Sesi 2: Penyampaian Materi (125 menit)

Langkah pembelajaran:

1. Pelatih/ Fasilitator melakukan apersepsi.


2. Pelatih/ Fasilitator melakukan curah pendapat dengan meminta peserta menjelaskan apa yang mereka
ketahui tentang komunikasi risiko
3. Pelatih/ Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi sesuai urutan materi pokok dan sub materi
pokok dengan menggunakan bahan tayang.
Materi Pokok 1. Komunikasi Risiko

Sub Materi Pokok :


a. Pengertian
b. Tujuan
c. Ruang lingkup
d. Pelaksanaan
e. Prinsip komunikasi risiko efektif

Materi Pokok 2. Sasaran komunikasi, perilaku dan sosial budaya

Sub Materi Pokok :


a. Sasaran komunikasi
b. Perilaku
c. Sosial budaya
Materi Pokok 3. Strategi Komunikasi Risiko

Sub Materi Pokok


a. Komunikasi dalam keadaan krisis kepada masyarakat
b. Komunikasi dalam keadaan krisis kepada Pengambil Keputusan
c. Komunikasi dengan media

Materi Pokok 4. Teknik komunikasi dalam penyebarluasan informasi

Pelatih/ Fasilitator menyampaikan materi dengan metode curah pendapat, ceramah


tanya jawab, role play dan mengajak peserta untuk berpartisipasi serta berinteraksi
dalam proses pembelajaran.

4. Pelatih/ Fasilitator meminta peserta untuk bermain peran/role play sesuai panduan
role play (90 menit =2 JPL).
Sesi 3: Evaluasi dan Kesimpulan (5 menit)

Langkah proses pembelajaran sebagai berikut:

a. Pelatih/Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan peserta terhadap materi yang
disampaikan dan pencapaian tujuan pembelajaran
b. Pelatih/ Fasilitator merangkum poin-poin tentang materi yang disampaikan
c. Pelatih/ Fasilitator memberikan apresiasi dan motivasi kepada peserta
d. Pelatih/ Fasilitator membuat kesimpulan bersama-sama peserta
e. Pelatih/ Fasilitator menutup materi dengan mengucapkan terima kasih dan mengucapkan salam
URAIAN MATERI

Materi Pokok 1: Komunikasi Risiko

A. Pengertian

Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian proses yang bertujuan
meminimalkan risiko

 Memberikan informasi kpd masy.ttg resiko


 Memberikan informasi kpd masy.ttg kebijakan2 yg diambil pemerintah
 Memberikan informasi kpd masy.ttg hal2 yang dpt dilakukan atau tidak boleh dilakukan untuk
melindungi mereka selama kegawatan/wabah/KLB.
Gambar 1 : Proses Komunikasi Risiko

Komunikasi risiko adalah proses pertukaran informasi secara terus-menerus, baik langsung dan tidak
langsung dengan pemberitaan yang benar dan bertanggung jawab yang terbuka dan interaktif atau
berulang di antara individu, kelompok atau lembaga.
PROSES KOMUNIKASI RISIKO
Bahaya akibat
risiko dpt di
kurangi/
dihilangkan

MASYARAKAT
SASARAN
MEDIA

KOMUNIKASI RISIKO

15
Masyarakat

16
PENYEBARAN INFORMASI
MEDIA DI PESAWAT TERBANG
Komunikasi yang baik dan benar dengan berbagai pihak seperti tokoh agama, tokoh masyarakat,
dan masyarakat sangat penting sehingga tidak ada/menimbulkan prasangka bahwa masyarakat
akan selalu dirugikan atau diberi beban oleh suatu peraturan atau kebijakan. Komunikasi risiko juga harus
bersifat mendidik dan melindungi masyarakat, serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya
pencegahan dan kemungkinan bahaya yang akan terjadi seperti bahaya kejadian luar biasa (KLB).
B. Tujuan

Tujuan komunikasi risiko yaitu :


1. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam mensiapsiagaan masyarakat dalam
penanggulangan KLB atau wabah
2. Sebagai landasan umum pengambilan keputusan dan penetapan kegiatan kesiapsiagaan
3. Prosedur penyelenggaraan kegiatan komunikasi risiko
4. Upaya menggalang kemitraan dalam menghadapi KLB atau wabah
5. Mengembangkan pesan-pesan KLB atau wabah
C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup Komunikasi Risko dalam penanggulangan KLB dan atau wabah :
1. Persiapan Komunikasi Risiko
2. Pelaksanaan Komunikasi Risiko

Yang dibagi atas tahap sebelum, saat dan setelah KLB dan atau wabah.
Kegiatan inti komunikasi risiko adalah penyebaran informasi:
3. Langsung kepada masyarakat
4. Melalui media massa.
Pelaksanaan komunikasi risiko terbagi menjadi 2 tim yaitu:

1. Tim Komunikasi Risiko (TKR)


a. Menggerakkan masyarakat agar berperan serta aktif dalam menyampaikan informasi baik
secara langsung (penyuluhan, rapat desa, dll) maupun tidak langsung (media cetak dan elektronik)
b. Menggalang kemitraan dengan berbagai unsur yang ada di masyarakat
2. Tim Sentra Media (TSM)
Bertugas dalam pengumpulan informasi dan penyebaran informasi kepada masyarakat dalam
dan luar negeri melalui media massa
Sasaran wilayah utama komunikasi risiko adalah masyarakat dan pihak- pihak terkait yang berisiko
terjangkit KLB dan wabah, yang meliputi:

1. Masyarakat di dalam wilayah penanggulangan


2. Masyarakat di sekitar wilayah (desa, kabupaten, kota yang berbatasan langsung dengan lokasi
penanggulangan episenter pandemi)
3. Masyarakat di luar dua wilayah di atas, yang masih dalam wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia dan atau masyarakat di luar negeri
Gambar 2 : Wilayah Komunikasi Risiko

Wilayah KLB dan


Wabah

Wilayah Sekitar

Diluar Wilayah
PELAKU DAN TEMPAT DI LAKUKAN KOMUNIKASI RISIKO
Rumah
Sakit

Bandara
Oleh KKP Terminal

Karantina Rumah

Diluar daerah
Karantina ,
monitoring Terminal
bandara dan Terminal
pelabuhan

Transmisi antar manusia


Polisi/TNI

PLBD
Oleh KKP Karantina
Pelabuhan
Oleh KKP
FASE Tidak ada kasus pada manusia hanya pada unggas

Menginformasi kepada masyarakat terkait PHBS berhubungan dengan hewan,


melalui saluran komunikasi yang sdh ada

Meningkatkan intensitas informasi kepada masyarakat terkait PHBS berhubungan


dengan hewan, melalui saluran komunikasi yang sdh ada

Meningkatkan hubungan dengan lintas sektor dan lintas program


FASE Ada penularan dari unggas ke manusia
- Menguatkan tim Komunikasi Risiko
- Diseminasi penanggulangan dan pencegahan penularan
- Menguatkan jejaring pelaporan antar lintas sektor
- Memberikan informasi tentang kewaspadaan dan sistem rujukan

- Mendorong masyarakat untuk melakukan pelaporan dini


- Meningkatkan pertemuan dengan tokoh masyarakat sebagai agent kesehatan
- Melakukan advokasi
- Meningkatkan intensitas penyebaran iformasi melalui sosial media dan media konvensional
dalam bentuk berita atau iklan

- Juru bicara aktif memberikan informasi untuk menghilangkan kepanikan namun tetap waspada
- Mengeluarkan informasi secara berkala agar masyarakat terus waspada terkait : penutupan
fasilitas, pembatasan movilitas, penundaan kegiatan, menginformasikan karantina
- Menyiagakan pos komunikasi 24 jam
FASE Ada penularan luas antar manusia yang berkelanjutan
- Mengeluarkan informasi secara berkala agar masyarakat terus waspada
terkait : penutupan fasilitas, pembatasan movilitas, penundaan kegiatan,
menginformasikan karantina
- Menyiagakan pos komunikasi 24 jam

- Menteri Kesehatan dan Menteri terkait menginfokan tentang


kesiapsiagaan ttg RS, kesiapan obat, kesiapan lainnya

- Menkes menyatakan negara dalam keadaan wabah dan


bertanggung jawab
FASE Pasca KLB/Wabah
- Mengeluarkan informasi bahwa kondisi sudah
terkendali
- Mengapresiasi semua pihak, khususnya masyarakat atas
kepatuhan dan kepercayaan kpd pemerintah

- Menkes menyatakan sudah terkendali


Prinsip Kemitraan
Penanggulangan KLB/Wabah tidak dapat ditanggulangi oleh sektor kesehatan saja tetapi harus
dilakukan secara kemitraan dengan sektor-sektor lain.
Beberapa sektor-sektor lain seperti :
• Pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten/kota)
• LSM dan Ormas
• Dunia usaha
• Lembaga internasional
• Individu ,dll

29
D. Pelaksanaan

1. Fungsi Operasional 2. Mitra


a. Penggerakan masyarakat a. Tenaga Kesehatan di desa (Bidan Desa)
b. Penyuluhan kesehatan b. Kader
c. Menyampaikan informasi c. Tokoh Masyarakat
d. Mobilisasi sosial d. Tokoh Agama
e. Advokasi e. Tokoh Adat
f. Organisasi masyarakat (PKK, Karang
Taruna, dll)
g. LSM
h. Lintas program dan lintas sektor
i. Dunia swasta
3. Logistik
a. Mobil atau motor Penyuluhan
b. Media informasi :
1) Cetak :
• Leaflet
• Brosur
• Poster
• Baliho
• Standing banner
• Spanduk
• Stiker, dll
2) Elektronik
• Pesan di Radio
• Pesan di Televisi, dll
3) Sosial Media
Materi Pokok 2. Sasaran Komunikasi, Perilaku dan Sosial Budaya

A. Sasaran Komunikasi
Pengelompokan sasaran ini dalam konteks posisi dan peran kelompok

Sasaran primer
Adalah individu, kelompok atau masyarakat yang diharapkan akan berubah perilakunya (semua
anggota masyarakat yang berisiko tertular.)

Sasaran sekunder
adalah individu, kelompok atau organisasi yang mempengaruhi perubahan perilaku sasaran
primer (Misalnya kader, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, petugas pemerintah, organisasi
profesi, organisasi kepemudaan, organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat dsb).
Sasaran tersier
adalah individu, kelompok atau organisasi yang memiliki kewenangan untuk membuat
kebijakan dan keputusan (misalnya pejabat eksekutif, legislatif, penyandang dana, pimpinan
media massa, dsb)

Pemahaman mengenai sasaran komunikasi sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahan
dalam penetapan tujuan suatu kegiatan komunikasi, penyusunan isi pesan, pemilihan metode, alat dan
bahan, dan hal-hal lain yang diperlukan dalam persiapan kegiatan.
B. Perilaku
Perilaku adalah respon individu terhadap rangsangan (dari luar atau dalam dirinya) atau suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan tujuan (disadari atau tidak)

Perilaku merupakan kumpulan berbagai faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa
interaksi tersebut amat kompleks sehingga kadang-kadang kita tidak sempat memikirkan penyebab
seseorang menerapkan perilaku tertentu. Oleh Karena itu sangat penting untuk dapat menelaah alasan
dibalik perilaku seseorang/individu, sebelum ia mampu mengubah perilaku tersebut.

Faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat pada perubahan perilaku;


a. Kesiapan individu untuk merubah perilaku
b. Adanya dorongan dalam lingkungan individu yang membuatnya merubah perilaku.
c. Perilaku itu sendiri.
Ketiga faktor diatas dipengaruhi oleh kepribadian dan lingkungan individu,

Kesiapan individu dipengaruhi oleh


a. persepsi tentang kerentanan terhadap penyakit,
b. potensi ancaman,
c. motivasi untuk memperkecil kerentanan terhadap penyakit,
d. adanya kepercayaan bahwa perubahan perilaku akan memberikan keuntungan.
Perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh
a. karakteristik individu,
b. penilaian individu terhadap perubahan yang di tawarkan ,
c. interaksi dengan petugas kesehatan yang merekomendasikan perubahan perilaku,
d. pengalaman mencoba merubah perilaku yang serupa.

C. Sosial Budaya
Sosial budaya adalah keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta keseluruhan
struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain yang menjadi ciri khas suatu masyarakat. Perubahan
perilaku harus mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
SENSITIFITAS BUDAYA

• Pertimbangkan adat istiadat dan bahasa lokal / kearifan lokal


• Pertimbangkan budaya yg sesuai untuk mengatasi masalah kesehatan
• Pertimbangkan kelompok2 di masyarakat: Ibu2, anak2, usia lanjut, orang cacat, pekerja,
keluarga pasien, orang miskin, tokoh2 kunci di masy.
Misalnya penyebaran informasi kesehatan melalui media
tradisional
38
Media massa

39
Materi Pokok 3. Strategi Komunikasi Risiko

Gambar 3. Strategi Komunikasi Risiko


1. Kepercayaan.
Kepercayaan merupakan elemen yang sangat penting dalam komunikasi. Masyarakat akan mau mengikuti
anjuran petugas apabila mereka mempunyai kepercayaan terhadap petugas begitu juga sebaliknya.
Kepercayaan tidak diperoleh secara instant, namun perlu dibangun secara terus-menerus.

2. Pemberitahuan Pertama.
Jika telah dideteksi terjadinya kasus, maka petugas kesehatan ( Juru Bicara yang ditunjuk) perlu
memberitahu secepatnya keadaan yang sebenarnya kepada masyarakat, meskipun penjelasan lebih rinci
belum diperoleh Masyarakat

3. Transparansi.
Petugas atau Juru Bicara harus memberikan informasi sejujur mungkin dan tidak ragu menjelaskan
mengenai keadaan yang sedang terjadi, Petugas juga harus menjelaskan hal-hal yang dapat dilakukan oleh
masyarakat untuk membantu mengendalikan keadaan.
4. Pendapat dan Sikap Masyarakat.
Pada situasi krisis sangat penting untuk mengetahui apa yang menjadi pendapat dan concern
masyarakat, perlu ditanyakan dan ditelusuri apa kata masyarakat, termasuk sikap, kepercayaan,
kebiasaan dan perilaku yang lain. Hal ini tentunya akan menjadi pertimbangan yang berguna dalam
menyusun pesan kunci maupun strategi komunikasi.

5. Perencanaan.
Sekrisis apapun situasinya, perencanaan merupakan hal yang harus dilakukan. Perlu disusun rencana
komunikasi krisis mencakup penetapan juru bicara, penetapan waktu pemberitahuan pertama,
pesan kunci, hubungan dengan pihak lain, dsb.

Perencanaan ini juga akan menempatkan kegiatan komunikasi sebagai bagian integral dari manajemen
risiko dan kegiatan pengendalian penyakit secara keseluruhan
TIP BERKOMUNIKASI DENGAN MEDIA / PRES
• Terus menerus mengembangkan materi atau bahan untuk media massa.

• Menggunakan berbagai media yang ada untuk menyampaikan pesan kepada publik.

• Membangun dan memelihara kontak dengan media massa.

• Memposisikan organisasi sbgi sumber info handal

• Berhubungan dngn bagian lain utk memperoleh info mutakhir.


• Perhatikan tenggat waktu penayangan berita.

• Jangan pernah berbohong. Bicara benar, atau diam.

• Jangan membuka pertengkaran yang tak perlu.


43
Prinsip Penyebar-luasan Informasi
1. Siapkan rencana kontinjensi
2. Siapkan Pesan2 kunci (key messages) untuk disampaikan secara terus menerus
3. Siapkan berita perkembangan kasus (press release) secara rutin (harian)
4. Tunjuk juru bicara
5. Gunakan saluran dan sarana yang tepat; manfaatkan mekanisme yang sudah ada dengan kreatif
6. Sediakan hotline untuk masyarakat
7. Tunjuk konsultan/tenaga ahli komunikasi untuk membantu
8. Pastikan kegiatan komunikai risiko merupakan bagian integral dari kegiatan Tim Pengendalian
9. Perkuat hubungan dg media massa dan pihak terkait lain sejak sebelum terjadi wabah
10. Lakukan monitoring dan evaluasi
A. Komunikasi Dalam Keadaan Krisis Kepada Masyarakat

1. Mempersiapkan diri yaitu harus tahu dengan jelas apa tujuan kita, target masyarakat kita, skill yang
dibutuhkan, dan konsep dasar mobilisasi
2. Membina hubungan dengan masyarakat dan tokoh masyarakat ;
3. Menjumpai/silaturrahmi dengan tokoh-tokoh masyarakat/ masyarakat baik dirumahnya ataupun
ditempat-tempat keramaian masyarakat seperti di pos jaga, pasar, warung, surau, dsb.
4. Berupaya hidup dan tinggal bersama di dalam desa sehingga lebih menyatu dan memahami keseharian
masyarakat
5. Mengetahui kebiasaan atau tradisi mayarakat tersebut sehingga tidak terjadi benturan
6. Hadir dalam kegiatan kemasyarakatan yang bersifat umum dan keagamaan
7. Bangun pola hubungan kemitraan,
8. Tunjukkan sikap ramah, sopan santun dan berakhlak yang baik dalam keseharian bersama masyarakat
(membangun citra yang positif)
9. Upayakan dan tanamkan pemahaman pada diri kita sebagai fasilitator bahwa program penanganan bencana
pada dasarnya merupakan program milik masyarakat dan kebutuhan masyarakat , maka
masyarakat harus dilibatkan secara total dari tahap perencanaan program hingga implementasi dan
pengembangannya

B. Komunikasi Dalam Keadaan Krisis Kepada Pengambil Keputusan

1. Paparkan kondisi potret desa/wilayah mereka berdasarkan data dan fakta dan actual,terutama
tentang bencana yang sedang terjadi, kondisi kerentanan dan resiko bahaya yang dapat terjadi
2. Jelaskan dampak dari KLB atau wabah jika terjadi,
3. Tanamkan pemahaman bahwa KLB atau wabah dapat dikurangi dampak risikonya/mitigasi
risiko
4. Jelaskan kepada mereka bahwa merekalah yang lebih tahu dengan baik tentang desa mereka
5. Tunjukkan kesunguhan kita, kejelasan visi dan misi kita dan pengalaman kita dalam upaya bersama
membantu masyarakat untuk mengurangi risiko dampak KLB dan atau wabah

C. Komunikasi Dengan Media

Media massa, cetak maupun elektronik, merupakan saluran yang sangat efektif dalam penyebar-luasan
informasi, Jadi dalam komunikasi resiko, komunikasi dengan media massa mutlak dilakukan. Pada dasarnya
komunikasi dengan media massa akan lebih efektif jika hubungan dengan media massa sudah terjalin baik.

Yang perlu disiapkan dalam komunikasi dengan media adalah:


1. Penyiapan Media Center
2. Surveilans Komunikasi
3. Jumpa Pers
4. Fact sheet, latar belakang, data-data lain, dan sebagainya
Materi Pokok 4. Strategi Komunikasi Risiko Dalam Penyebarluasan Informasi

Jenis komunikasi yang didasarkan pada situasi kekuatiran masyarakat dan tingkat bahaya yang
sesungguhnya (Peter Sandman, Amerika). Formulanya adalah ”Risk = Hazard + Outrage”.

1. Situasi I : dimana bahaya tinggi, namun masyarakat tidak terlalu peduli;


2. Situasi II : bahaya sedang dan perhatian masyarakat juga sedang;
3. Situasi III : bahaya rendah, namun menimbulkan kepanikan atau kemarahan di masyarakat;
4. Situasi IV : bahaya tinggi dan masyarakat sangat kuatir

Pemahaman terhadap situasi ini diperlukan sebagai pertimbangan dalam mengambil bentuk komunikasi
yang paling sesuai.
B
A
H
KOMUNIKASI
A PENDIDIKAN
KRISIS
Y KESEHATAN
A

/
BINA SUASANA
H
A
PENENANGAN
Z
A
R
D KEKUATIRAN
Bentuk komunikasi yang disarankan untuk setiap situasi

1. Pendidikan Kesehatan: Bahaya Tinggi, Kekuatiran Rendah (masa bodoh)

Audiens : Apatis, Ini adalah situasi umum yang terjadi pada hampir setiap masyarakat, setiap waktu
dan setiap masalah.

Tugas : Mengembangkan dan menyebar-luaskan informasi yang singkat, padat dan mengena. Untuk
masalah yang serius, ini dapat berarti memprovokasi audiens.
Media : Media massa, secara monolog

Tantangan : Ketidak-pedulian audiens, besarnya jumlah audiens, keengganan media massa, penyusunan
informasi yang menarik, dan implikasi dari provokasi.
Dukungan :
Tidak perlu mendengarkan, atau memikirkan keinginan dan keberatan audiens.
Biasanya mereka tidak ambil pusing
2. Bina Suasana : Bahaya Sedang, Kekuatiran Sedang (waspada/perhatian)

Audiens : Peduli, perhatian, namun tidak panik atau marah. Audiens ideal, jarang terjadi.

Tugas : Membahas masalah secara terbuka dan rasional, menjelaskan kebijakan dan program, menjawab
pertanyaan dan keingin-tahuan audiens.

Media : Dialog interaktif, didukung dengan media massa khusus (website, newsletter, dsb).

Tantangan : Tidak ada, kecuali mungkin inefisiensi pada dialog personal, serta perlunya mempersiapkan materi
teknis lengkap (karena audiens inilah satu-satunya yang ingin mendengarkannya)

Ini adalah suasana terbaik untuk berkomunikasi. Menciptakan suasana seperti ini merupakan
Dukungan :
tujuan dari bina suasana.
3. Penenangan Massa : Bahaya Rendah, Kekuatiran Tinggi (panik/marah)

Audiens : Sekelompok orang yang marah atau panik. Kelompok ini biasanya kecil, namun sering
diikuti oleh orang-orang yang mengamati apa yang akan terjadi selanjutnya.

Tugas : Meredam kemarahan dan kepanikan dengan mendengarkan, menunjukkan pengertian,


meminta maaf, membagi pengalaman dan penguasaan keadaan, dsb.
Kemarahan biasanya akan berakhir setelah kelompok ini merasa ’menang’.

Media : Komunikasi langsung. Beri kesempatan audiens untuk lebih banyak berbicara.

Tantangan : Kemarahan audiens terhadap petugas, kemarahan petugas terhadap audiens, dan keharusan
petugas untuk berkonsentrasi pada tugas menurunkan kepanikan daripada menjelaskan
substansi teknis.

Dukungan : Setidaknya audiens menunjukkan kepedulian terhadap masalah kesehatan yang dihadapi.
4. Komunikasi Krisis : Bahaya Tinggi, Kekuatiran Tinggi

Audiens : Publik luas yang sangat kuatir. Dalam situasi seperti ini, biasanya bukan kemarahan yang
muncul, namun kepanikan, ketidak-berdayaan dan kebingungan. Sikap yang muncul
selanjutnya dapat berupa pengingkaran, teror atau depresi.

Tugas : Membantu audiens untuk mengatasi rasa takut dan kebingungan. Strategi komunikasi
mencakup menghindari jaminan yang berlebihan, menjelaskan dilema yang ada,
bersikap manusiawi dan empatik, serta memberikan tips tentang hal-hal yang harus
dilakukan.

Media : Media massa, secara monolog. Jika memungkinkan, komunikasi langsung dengan masyarakat.
Dalam situasi ini sesungguhnya tidak ada ’audiens’ atau ’publik’, karena setiap orang terlibat
langsung.

Tantangan : Stres akibat krisis itu sendiri. Komunikasi krisis berbeda dengan kegiatan komunikasi atau
kehumasan rutin. Jubir yang terlatih untuk komunikasi rutin harus melakukan adaptasi untuk
komunikasi krisis.

Dukungan : Kemarahan masyarakat tidak tertuju pada petugas, setidaknya hingga krisis berakhir.
TERIMA KASIH

54
Penugasan Kelompok

Gunakan Media Massa yang sesuai (terkini) untuk mengkomunikasikan hal-hal sebagai berikut

Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3


Lakukan kegiatan guna Jika terjadi peningkatan Sebagai petugas (tim)
merangkul partisipasi dan kasus atau ada informasi surveilans di puskesmas
komitmen jejaring dan tentang timbulnya apa kegiatan yang harus
jaringan dalam pelaporan penyakit PD3I di dilakukan pada :
SKDR yang benar dan tepat masyarakat, apa yang 1. Kegiatan rutin
waktu dapat masyarakat surveilans
lakukan? Bagaimana 2. Pada saat terjadi
menenangkan peningkatan kasus
Masyarakat..? berpotensi KLB.
Aturan Jubir

SK Menkes No. 342 tahun 2007 ttg Pejabat yang berwenang memberikan informasi
kpd pers dan atau publik :
• Menkes  kebijakan
• Pejabat Es 1 dan Es2  teknis
• Pejabat Es 3 atas seijin Es 2  teknis
PENUGASAN:

BERMAIN PERAN /
ROLE PLAY
(90mnt)

9/22/2022 57

Anda mungkin juga menyukai