Anda di halaman 1dari 36

Secara umum komunikasi resiko terbagi atas dua

jenis, yaitu:
1. komunikasi untuk persiapan jauh sebelum bencana
terjadi dan komunikasi pada saat bencana terjadi.
Sebelum persiapan terjadi komunikasi yang bisa
dilakukan adalah pendidikan bencana (disaster
education).
2. Sementara itu komunikasi yang terjadi pada saat atau
segera sebelum bencana terjadi adalah melalui sistem
peringatan dini (early warning sistem).
Aceh, NU
Nias, NU
Nias, NU
Yogya, Bakornas
KECELAKAAN
INDUSTRI

BBC Photo
KECELAKAAN
TRANSPORTASI

8
9
10
Keinginan menolong sesama sangat besar

11
Kadang cara pertolongan salah & membahayakan
Tidak tahu korban dibawa kemana

12
Menurut laporan FAO/WHO (1998),
sasaran dari komunikasi risiko diantaranya adalah:
Memperbaiki efektivitas dan efisiensi proses analisis
risiko
Mempromosikan konsistensi dan transparansi dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusan
manajemen risiko 
Mempromosikan kepedulian dan pemahaman isu-isu
spesifik dari proses analisis risik0
Memperkuat hubungan kerja serta saling
menghormati antara asesor risiko dengan pihak
manajemen
Saling tukar menukar informasi antara pihak-pihak
yang tertarik dengan analisis risiko danmanajemen 
Meningkatkan kepercayaan dan keyakinan publik
terhadap analisis risiko dan manajemen
• Komunikasi risiko merupakan suatu disiplin ilmu terapan
yang mulai berkembang sejak awal tahun 1970 an.  
• Disiplin ini mengkombinasikan kerangka teoritis
psikologi, sosiologi, organisasi, pendidikan dan
komunikasi. 
• Komunikasi risiko pada awalnya banyak digunakan
berkenaan dengan risiko/bahaya lingkungan, namun
kemudian berkembang ke bidang kesehatan. 
• Kegagalan komunikasi risiko pada waktu lalu, seringkali
mengakibatkan terjadinya akselerasi kekhawatiran publik
menjadi sengketa yang berlarut-larut antara masyarakat,
industri, pemerintah bahkan para akademisi atau ahli.
Menurut Covello (1986)
komunikasi risiko adalah
• kegiatan menyampaikan informasi diantara pihak-pihak yang terlibat tentang
a) tingkat resiko kesehatan atau lingkungan
b) pemaknaan kesehatan dan lingkungan
c) keputusan, kegiatan atau kebijakan yang ditujukan untuk mengelola dan
mengontrol resiko kesehatan atau lingkungan.  
Sementara itu National Research Council (1989) dalam Lundgren dan Andrea
Mc Makin (2004,15 menyatakan bahwa risk communication can be defined as
the interactive process of exchange of information and opinion among
individuals, group, and institution concerning a risk or potential risk to human
health or the environment. 
Senada dengan pendapat di atas Powell dan William Leiss (2001) mengatakan
bahwa komunikasi risiko adalah proses pertukaran tentang bagaimana
sebaiknya menilai dan mengelola risiko diantara akademisi, pejabat
pemerintah, industri dan masyarakat
Apakah yang disebut risiko?
• Risiko bagi kebanyakan orang sering diartikan sebagai suatu
kejadian yang tidak atau kurang menyenangkan, misalnya
cedera atau kehilangan atau bencana.
• Oleh karena itu, risiko cenderung dianggap sebagai sesuatu
yang harus dihindarkan.
• Banyak ahli mendefinisikan risiko sebagai probabilitas dari
suatu kejadian yang tidak direncanakan.
• Estimasi probabilitas dan konsekuensi dari kejadian-kejadian
tersebut sejak lama telah dimanfaatkan oleh ilmu penaksiran
risiko (risk assessment).
• Risiko sering pula dihubungkan dengan ketidak-pastian yang
dalam banyak kasus melibatkan konflik persepsi dan sudut
pandang.
• Persepsi publik tentang risiko terkadang memainkan peranan
penting, sebagaimana hasil penelitian para pakar tentang
adanya zat yang membahayakan kesehatan dalam produk
makanan tertentu misalnya.
• Risiko juga didefinisikan sebagai ketidak-pastian hasil
(outcome), baik berupa oportunitas atau ancaman  , dari
suatu tindakan dan kejadian.
• Risiko merupakan kombinasi dari kemungkinan dan
pengaruh/impak, termasuk persepsi kepentingan.
• Risiko tertentu dapat bersifat lebih signifikan pada konteks
yang lain atau jika dipandang dari perspektif yang berbeda.
• Eliminasi semua risiko merupakan hal yang mustahil,
sehingga kesulitannya adalah menentukan risiko mana
yang sebenarnya masih dapat diterima.
• Identifikasi dan pengenalan tentang risiko seharusnya juga
mengandung arti bagaimana cara mengatasinya, atau
bagaimana agar lebih siap menghadapi jika insiden /
bencana terjadi.
Mengapa komunikasi yang baik menjadi penting
dalam menghadapi risiko?

Berdasarkan asumsi proses komunikasi dua arah, komunikasi


dengan publik dapat membantu penanganan risiko secara
lebih efektif, yaitu:
• Membantu untuk mencegah berkembangnya krisis
• Membantu pengambilan keputusan yang lebih baik dalam
menangani risiko
• Membantu untuk menjamin kelancaran implementasi
kebijakan penanganan risiko
• Membantu untuk memberdayakan dan meyakinkan publik
• Membantu untuk membangun kepercayaan publik
Mengapa mengkomunikasikan tentang risiko menjadi
semakin penting?

Mengkomunikasikan risiko kepada publik menjadi isu yang


semakin penting, terutama bagi pihak pemerintah.
Beberapa alasan yang melatar-belakangi kepentingan ini
diantaranya adalah:
• Sifat risiko cenderung menjadi semakin kompleks dan
semakin tidak pasti.
• Kecepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
telah mengarah pada kekhawatiran baru mengenai
manufactured risiko yang seringkali sukar dibuktikan.
• Sejalan dengan keadaan dunia yang semakin
interconnected dan interdependent, maka probabilitas
seseorang terpapar risiko yang dahulunya tidak mungkin,
menjadi semakin tinggi.
• Perilaku publik terhadap risiko maupun pemerintah telah
berubah. Rasa skeptis yang semakin tinggi terhadap
institusi, kekhawatiran terhadap risiko yang semakin
meningkat, serta akses terhadap informasi yang semakin
luas, telah menempatkan pemerintah pada posisi yang
semakin menjadi sorotan publik. Hal ini
mengimplikasikan bahwa pemerintah harus bekerja lebih
keras dan beroperasi secara lebih transparan untuk
menjaga kepercayaan publik berkaitan dengan informasi
yang disebarkan.
• Berbagai kasus mutakhir, misalnya mengenai
terkontaminasinya susu formula oleh zat yang berbahaya,
memberikan gambaran bahwa pengkomunikasian risiko
kepada publik harus lebih didasarkan pada bukti, lebih
terbuka dan dilakukan secara partisipatif.
Prinsip-prinsip panduan komunikasi risiko
• Sandman (1993) mengemukakan bahwa perkataan “awas!” dan
“jangan khawatir” merupakan dua frasa yang sering digunakan
untuk:
(a) mengingatkan orang lain akan adanya potensi bahaya, dan
(b) memberitahu orang lain bahwa tidak perlu terlalu khawatir
terhadap potensi bahaya tersebut.

Komunikasi risiko seperti di atas pada dasarnya merupakan proses


komunikasi satu arah yang mengasumsikan:
(a)orang yang mengingatkan/memberitahu memiliki pengetahuan
lebih mengenai risiko dimaksud dibandingkan dengan orang
yang diingatkan/diberitahu,
(b)orang yang mengingatkan/ memberitahu sangat
memperhatikan/khawatir terhadap kepentingan orang yang
diingatkan/diberitahu, dan
(c)peringatan/pemberitahuan lebih didasarkan kepada informasi
aktual, tidak hanya sekedar nilai atau preferensi.
• Hasil-hasil penelitian dalam tiga dekade terakhir menunjukkan bahwa
besaran ketakutan atau kekhawatiran yang dirasakan publik
bergantung pada persepsi karakteristik risiko dari setiap bahaya
tertentu.
• Beberapa jenis bahaya tertentu memang kurang dapat ditoleransi
seperti yang lainnya dan seringkali tidak ada hubungannya dengan
probabilitas statistik.
• Secara umum, karakteristik risiko sebagai determinan penting bagi
publik untuk menetapkan risiko dari suatu bahaya seringkali
berkaitan erat, antara lain dengan kemauan,
pengendalian/pengawasan, fairness, familiaritas dan dampak terhadap
generasi yang akan datang (Fischhoff et al., 2002).
• Paling tidak ada tiga faktor yang secara konsisten muncul sebagai
determinan penting untuk menghindarkan kontroversi, yaitu
mengenal persepsi publik, membuka kesempatan partisipasi publik
secara dini dan berarti, serta meraih kepercayaan publik.
• Strategi baru komunikasi risiko mengandung suatu gerakan yang
mendorong keterlibatan stakeholders serta partisipasi publik dalam
isu-isu pemerintah dan kebijakan, termasuk validasi persepsi publik
mengenai risiko (Chartier and Gabler, 2001).
Menurut laporan FAO/WHO (1998), tujuan dari
komunikasi risiko diantaranya adalah:

• Memperbaiki efektivitas dan efisiensi proses analisis risiko


• Mempromosikan konsistensi dan transparansi dalam
mengimplementasikan keputusan-keputusan manajemen
risiko
• Mempromosikan kepedulian dan pemahaman isu-isu
spesifik dari proses analisis risiko
• Memperkuat hubungan kerja serta saling menghormati
antara asesor risiko dengan pihak manajemen
• Saling tukar menukar informasi antara pihak-pihak yang
tertarik dengan analisis risiko dan manajemen
• Meningkatkan kepercayaan dan keyakinan publik
terhadap analisis risiko dan manajemen
• Laporan tersebut juga mempertimbangkan komunikasi
risiko sebagai bagian integral dari pengembangan
teknologi, bukan hanya sekedar transfer pengetahuan satu
arah dari ilmuwan kepada pengguna.
• Komunikasi risiko juga merupakan salah satu dari tiga
komponen dalam proses analisis risiko.
• Penaksiran  risiko (risk assessment) adalah proses yang
digunakan untuk mengestimasi dan mengkarakterisasi
risiko secara kuantitatif atau kualitatif.
• Manajemen risiko (risk management) diarahkan sebagai
alat untuk menimbang dan menseleksi berbagai opsi serta
melaksanakan pengendalian/pengawasan agar dapat
menjamin suatu tingkat proteksi yang tepat.
• Komunikasi risiko sebagai bagian integral dari analisis
risiko merupakan suatu alat yang diperlukan dan kritikal
untuk mendefinisikan isu-isu, serta mengembangkan,
memahami dan memutuskan keputusan pengelolaan
risiko terbaik.
Hadden (2001) memberikan
argumentasi bahwa publik
• (a) berhak mengetahui risiko yang dihadapi serta
kebijakan apa yang ada untuk mengatur risiko
tersebut, dan
• (b) berhak berpartisipasi dalam pengkajian risiko
serta pengambilan keputusan manajemen.
Elemen esensial dari komunikasi risiko adalah fasilitasi
proses identifikasi risiko serta pembebanan alternatif
keputusan oleh manajer risiko dan publik. Dengan
demikian, komunikasi risiko yang tepat adalah
komunikasi risiko interaktif.
Elemen-elemen dari komunikasi
risiko efektif

• Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa


komunikasi risiko berkenaan dengan informasi yang
berhubungan dengan risiko kesehatan dan
lingkungan berserta kebijakan dan kegiatan untuk
mengontrol risiko tersebut.  Informasi tentang risiko
bisa berasal dari berbagai hal, diantaranya makanan,
pola hidup, dan teknonogi baru.  Dalam hal
pengenalan teknologi baru yang ditengarai membawa
risiko bagi kesehatan dan lingkungan, FAO/WHO
dalam laporannya menguraikan aspek-aspek esensial
atau prinsip-prinsip dari komunikasi risiko yang tepat
diantaranya adalah:
• Mengetahui target audiens. Audiens harus dianalisis
sehubungan dengan upaya untuk memahami pengetahuan
dan pendapat/opini audiens berkenaan dengan teknologi
baru. Mendengarkan berbagai pihak yang terkait
merupakan salah satu elemen kritikal dari aspek ini.
• Melibatkan pakar atau ilmuwan. Keputusan-keputusan
kebijakan teknologi harus berlandaskan pertimbangan
ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, ahli-ahli ilmu
pengetahuan harus dilibatkan untuk menguraikan
pengetahuan saat ini (aktual) mengenai teknologi baru
secara jelas dan ringkas.
• Melibatkan keahlian tertentu di bidang komunikasi.
Keberhasilan komunikasi risiko memerlukan keahlian
dalam meneruskan informasi dengan jelas agar mudah
dipahami publik. Dalam kaitan ini, publik juga harus
menunjukkan upaya yang seimbang untuk lebih
memahami ilmu pengetahuan.
• Memanfaatkan sumber informasi yang kredibel. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kredibilitas sumber diantaranya adalah
persepsi menyangkut kompetensi dan rasa kepercayaan. Pesan-
pesan yang konsisten dapat membantu terbangunnya
kredibilitas.
• Melakukan “sharing” tanggung jawab. Ilmuwan, lembaga
regulator dan industri harus berbagi tangung jawab dalam
mengembangkan serta mengelola teknologi yang efektif dan
aman. Pihak-pihak ini juga semakin menuntut agar konsumen
turut bertanggung jawab secara lebih aktif berupaya mencari
informasi mengenai pengembangan teknologi dan pembuatan
kebijakan.
• Membedakan antara “science” dan “value-judgment”.
Komunikasi risiko harus fokus berdasarkan kenyataan-
kenyataan, bukan nilai-nilai. Namun demikian, pendekatan
terhadap komunikasi risiko ini hampir tidak mungkin, karena
mustahil suatu ilmu pengetahuan bebas dari bias dan value-
judgment. Oleh karena itu, ilmuwan harus berupaya
semaksimal mungkin untuk menghapuskan value-judgmentnya
dari komunikasi risiko.
• Menjamin transparansi. Dalam batas-batas tertentu
menyangkut kerahasiaan suatu teknologi, ilmuwan tetap
harus membantu publik untuk memahami proses
pengembangan teknologi dan pengkajian risiko.
• Menempatkan atau memposisikan risiko dalam perspektif.
Risiko dan manfaat serta probabilitasnya masing-masing
harus diperbandingkan satu sama lain. Namun demikian,
memperbandingkan risiko ini harus dilakukan secara hati-
hati, karena pilihan risiko-risiko  yang hendak
diperbandingkan tersebut mungkin saja merefleksikan
bias.
• Sementara itu, menurut Leiss dan Krewski (1994),
 dalam komunikasi risiko, setidaknya ada lima pihak
yang saling terkait, yaitu para ahli, industri/pabrik,
media massa, masyarakat dan pemerintah . 
• Oleh karena itu  dapat  diperkirakan kekacauan
situasi akibat informasi risiko yang mungkin saling
bertentangan sesuai dengan pemaknaan atau persepsi
serta kepentingan masing-masing pihak tentang
bahaya dan dampak yang ditimbulkannya. 
• Mereka menawarkan sebuah model proses
komunikasi risiko yang secara implisit
menggambarkan pertukaran informasi tentang risiko
dalam bahasa teknis maupun dalam bahasa non
teknis/sehari-hari diantara pihak yang berbahasa
sama. Dalam model tersebut  dapat dijelaskan  peran-
peran dari pihak yang terlibat sbb :
1. Ruang ahli yang berada pada ranah risiko teknis, yaitu
• Para ahli, yang menggunakan kemampuan ilmiahnya
berdasarkan uji laboratorium memiliki  kredibilitas dalam
mengeluarkan pernyataan tentang kadar bahaya dari
sebuah isu risiko.
• Pabrik/industri,  yang biasanya menjadi penyebab dari
adanya komunikasi risiko.  Pihak industri selalu
dipersalahkan oleh banyak pihak karena limbah pabriknya
yang dianggap dapat mencemari lingkungan yang
berbahaya bagi kesehatan atau dianggap menggunakan
bahan-bahan produksi yang berbahaya bagi kesehatan.
2. Ruang publik yang berada pada ranah penerima risiko
• Media massa adalah pihak yang  selalu menjadi media
penyampai informasi risiko.  Informasi yang
disampaikannya dapat bersumber dari pemerintah, para
ahli, industri, pemerhati dan masyarakat.
• Masyarakat adalah pihak yang  menjadi korban dari
limbah ataupun hasil produksi dari industri yang
membahayakan kesehatan dan lingkungannya. 
Masyarakat yang merasa dirugikan akibat bahaya yang
dirasakannya seringkali tidak  mendapat dukungan dari
pemerintah maupun dari para ahli.  Masyarakat seringkali
masih mengaitkan kondisi buruk yang dialaminya akibat
dari tercemarnya lingkungan ataupun makanan yang
dikonsumsinya.
3. Ruang Publik dan Ruang Ahli
• Pemerintah diposisikan di dalam gambar berada
ditengah-tengah ruang publik yang terdiri dari
masyarakat dan media massa dan ruang ahli yang
terdiri dari para ahli dan industri.  Posisi ini
seharusnya menyiratkan ketidak berpihakan 
pemerintah dalam menanggapi masalah komunikasi
risiko.  Namun pada kenyataannya seringkali
pemerintah dan para ahli dicurigai oleh masyarakat
berada di belakang industri karena alasan-alasan
stabilitas keamanan ekonomi dan politik.
BENCANA

KESIAP-SIAGAAN
• Evaluasi risiko wilayah tt thd bencana
• Adopsi standar & peraturan
• Mengorganisir komunikasi, informasi & sistem peringatan
• Menjamin koordinasi & mekanisme respons
• Adopsi sistem yg menjamin dukungan sumber daya & finansial
• Mengembangkan program pendidikan publik
• Koordinasi informasi dengan media massa
• Mengorganisir latihan simulasi bencana
Fase persiapan dalam manajemen bencana
“Apa saja ni’mat yg kamu peroleh adalah dari ALLAH,
dan apa saja bencana yg menimpamu, maka dari
(kesalahan) dirimu sendiri. ….”
(Q.S. AnNisaa’: 79)

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai