Anda di halaman 1dari 28

PENYELIDIKAN EPIDEMIOLOGI

Komunikasi Risiko dan Advokasi Dalam


Penanggulangan KLB

Kelompok 7
Olivia Maryani P23133015046
Putri Handayani P23133015049
Reztu Andayani P23133015053
Syifa Nazila P23133015060
Komunikasi Risiko

Komunikasi risiko adalah


pertukaran informasi dan
pandangan mengenai
risiko dan faktor–faktor
yang berkaitan dengan
risiko di antara pengkaji
risiko, manajer risiko,
konsumen dan berbabagai
pihak lain yang
berkepentingan
Hasil kajian (berbasis data) selalu ada (-) atau
risiko.
Hasil (risiko) tersebut harus dikomunikasikan ke
konsumen/masyarkakat,manajer risiko dan yang
berkepentingan. Jika sudah diterima, berarti
advokasi akan berjalan dengan sendirinya,
strateginya dengan komunikasi.

Advokasi (merayu) dilakukan untuk mencapai


tujuan dan advokasi dilakukan kepada orang
yang bisa mengambil keputusan.
Yang mengkaji risiko adalah ahli surveilans, Apa
yang terjadi disitu, kemudian hasil data yang
diolah diberikan ke manajer risiko (pimpinan)
dan diinformasikan ke masyarakat, bisa lintas
sektor yang berkepentingan

Manajer Risiko
Tujuan pokok komunikasi risiko adalah memberikan informasi yang relevan dan akurat
dalam istilah yang jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu dalam rangka :
(FAO, Food & Nutrition paper, No.70).

1. Meningkatkan kesadaran dan pemahaman tentang berbagai persoalan spesifik yang

harus dipertimbangkan oleh semua peserta selama proses analisis risiko.

2. Meningkatkan konsistensi dan keterbukaan dalam pengambilan keputusan

manajemen risiko dan implementasinya.

3. Memberikan landasan yang aman untuk memahami keputusan manajemen risiko

yang diusulkan atau diimplementasikan.

4. Meningkatkan keseluruhan keefektifan dan efisiensi proses analisis risiko.

5. Turut memberikan kontribusi pada pengembangan dan penyampaian program

informasi dan pendidikan yang efektif jika kedua hal tersebut terpilih sebagai pilihan

manajemen risiko.
Komunikasi risiko pada dasarnya merupakan bagian dari rangkaian
proses meminimalkan risiko, yang terdiri dari 3 (tiga) komponen,
yaitu

* Analisis risiko adalah suatu proses penentuan faktor-faktor dan


tingkat risiko berdasarkan data-data ilmiah.

* Manajemen risiko adalah proses penyusunan dan penerapan


kebijakan dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai
pihak untuk melindungi masyarakat dari risiko, dalam hal ini risiko
terhadap kesehatan.

* Komunikasi risiko adalah pertukaran informasi dan opini secara


timbal balik dalam pelaksanaan manajemen risiko
Komunikasi risiko merupakan komunikasi dua arah,
interaktif dan proses jangka panjang, secara bersama
masyarakat dan komunikator melalui dialog. Untuk itu
komunikator harus mengembangkan kemampuan mendengar
(listening skills), ia harus mampu memahami minat
masyarakat dan merespon opini, emosi dan reaksi mereka.

Komunkasi risiko merupakan bagian integral dan


berlanjut dalam praktek analisis risiko dan idealnya
semua stakeholders harus terlibat sejak awal
sehingga mereka memahami setiap tahap dari risk
assessment.
Terdapat 6 prinsip agar komunikasi risiko berhasil, yaitu:
1. Mengenali Audiens
2. Melibatkan Pakar Ilmiah
3. Menciptakan Keahlian Dalam Berkomunikasi
4. Menjadi Sumber Informasi Yang Dapat Dipercaya
5. Tanggung Jawab Bersama
6. Menjamin Keterbukaan
Komunikasi dua-arah yang efektif antara manajer risiko, masyarakat dan pihak-

pihak yang berkepentingan merupakan bagian yang esensial dalam manajemen

risiko maupun kunci untuk mencapai keterbukaan. Dan terdapat juga beberapa

factor-faktor yang mempengaruhi komunikasi risiko, diantaranya :

1. Latar belakang budaya.

2. Ikatan kelompok atau group

3. Harapan

4. Pendidikan

5. Situasi
Dalam komunikasi risiko terdapat 3 (tiga) strategi
komunikasi risiko, yaitu:

1. Strategi advokasi untuk sasaran tersier


2. Strategi bina suasana untuk sasaran sekunder
3. Strategi gerakan pemberdayaan untuk sasaran
primer
Strategi Komunikasi
Risiko (Sasaran)
* Primer : Gerakan seluruh masyarakat dari
individu maupun kelompok dalam penyelidikan
penyakit
* Sekunder : Orang-orang yang berpengaruh
didaerah tersebut, seperti tokoh agama, lintas
sektor, lintas program, tokoh masyarakat, ahli
profesi.
* Tersier :
Sasarannya para petinggi yang dapat
memberikan dana (Gubernur, Bupati, DPR, DPRD)
Melalui penerapan ke tiga strategi komunikasi tersebut, maka
diharapkan dapat :

1. Memberdayakan individu, keluarga, kelompok-kelompok


dalam masyarakat, baik melalui pendekatan individu dan keluarga
maupun melalui pengorganisasian dan pengerakan masyarakat
dalam pengendalian penyakit.

2. Membangun suasana / lingkungan yang kondusif bagi terciptanya


budaya perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat dalam
Pengendalian penyakit.

3. Mendapat dukungan dari para pengambil keputusan, penentu


kebijakan dan stakeholders lain, dalam bentuk kebijakan
pengendalian penyakit, sumberdaya integrasi promosi kesehatan,
terjalinnya kemitraan sinergis pusat – daerah – swasta – LSM, serta
berbagai investasi dalam pengendalian penyakit.
Apa Yang Dimaksud Dengan Advokasi

- Menurut Johns Hopkins (1990) dalam Tawi,


advokasi
adalah usaha untuk mempengaruhi kebijakan publik
melalui bermacam-macam bentuk komunikasi persuasif.

- Menurut Socorro Reyes, Local Legislative Advocacy Manual,


Philippines: The Center for Legislative Development,
(1997), advokasi adalah aksi strategis yang ditujukan untuk
menciptakan kebijakan publik yang bermanfaat bagi
masyarakat atau mencegah munculnya kebijakan yang
diperkirakan merugikan masyarakat.
Advokasi merupakan aksi yang strategis dan terpadu, oleh perorangan atau
kelompok masyarakat untuk memasukkan suatu masalah ke dalam agenda
kebijakan, dan mengontrol para pengambil keputusan untuk mengupayakan
solusi bagi masalah tersebut sekaligus membangun basis dukungan bagi
penegakan dan penerapan kebijakan publik yang dibuat untuk mengatasi
masalah tersebut. (Manual Advokasi Kebijakan Strategis, IDEA, Juli 2003)

Pada intinya, advokasi adalah suatu cara untuk mencapai tujuan tertentu.
Lebih rinci, advokasi merupakan suatu usaha yang sistimatik dan teroganisir
untuk mempengaruhi dan mendesakkan terjadinya perubahan kebijakan
publik secara bertahap maju, melalui semua saluran advokasi yang ada.
Advokasi kesehatan adalah upaya secara sistimatis untuk mempengaruhi
pimpinan, pembuat/penentu kebijakan, keputusan dan penyandang dana
dan pimpinan media massa agar proaktif dan mendukung berbagai
kegiatan promosi penanggulangan pengendalian penyakit sesuai dengan
bidang dan keahlian masing-masing.

Orang yang paling sering menjadi target dari usaha-usaha


advokasi adalah berbagai pembuat keputusan, pembuat
kebijakan, pemuka pendapat, pemimpin agama, orang yang
mengontrol akses terhadap sumber-sumber penting seperti media
(gatekeepers), dan orang-orang yang berpengaruh.
Yang berhak melakukan strategi advokasi adalah
yang mengerti atau yang mengkaji risiko
tersebut. Dalam lingkup kecil yang sederhana
yaitu RT, RW,

Merayu atau melakukan advokasi menggunakan


data yang ada.
Kelompok-kelompok lain seperti masyarakat sipil, persekutuan,
organisasi non pemerintah (LSM), sektor swasta dan media juga menjadi
target dan mitra untuk usaha-usaha advokasi. Dengan kata lain, proses
mempengaruhi atau mengubah perilaku orang sebagai serangkaian tahap
yang dimulai dengan:
1. Membangkitkan kesadaran orang tentang perilaku yang diinginkan.

2. Menyediakan mereka dengan pengetahuan dan informasi yang perlu

3. Mencoba mereka dengan pengetahuan dan informasi yang perlu

4. Berharap untuk mencapai perubahan yang diinginkan dalam praktek atau


perilaku. Untuk mencapai hasil-hasil di atas digunakan berbagai alat dan
saluran informasi, pendidikan dan komunikasi.
Sementara itu ada pendapat populer bahwa advokasi adalah
melakukan kampanye pada media massa atau melakukan upaya
komunikasi, informasi dan edukasi. Tujuan dari strategi advokasi
sendiri adalah untuk mempengaruhi pimpinan/pengambil
keputusan dan penyandang dana dalam penyelengaraan
pengendalian penyakit untuk memperoleh komitmen dan
dukungan politik, penerimaan sosial, dukungan sistim, dan
dukungan pendanaan.
Adapun unsur-unsur dari advokasi sebagai berikut, ada 8 (delapan) unsur inti dari advokasi,
yaitu :

1. Penetapan tujuan advokasi (merumuskan tujuan yang jelas).

2. Pemanfaatan data dan riset untuk advokasi. Mendefinisikan isu-isu secara jelas dengan
berbasis data.

3. Identifikasi khalayak sasaran. Mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan


(stake holders).

4. Merencanakan implementasi (dengan membangun koalisi).

5. Pengembangan dan penyampaian pesan advokasi (pesan-pesan inti).

6. Membuat presentasi yang persuasif. Memilih pendekatan dan alat- alat secara tepat.

7. Penggalangan dana untuk advokasi.

8. Evaluasi upaya advokasi. Indikator spesifik untuk memonitoring dan evaluasi


Dalam advokasi peran komunikasi sangat penting, sehingga
komunikasi dalam rangka advokasi kesehatan memerlukan kiat
khusus agar komunikasi efektif. Kiat-kiatnya antara lain sebagai
berikut :

1. Jelas ( clear ) 6. Meyakinkan ( Convince )


2. Benar ( correct ) 7. Konstekstual ( contextual )
3. Konkret ( concrete ) 8. Berani ( courage )
4. Lengkap ( complete ) 9. Hati –hati ( coutious )
5. Ringkas ( concise ) 10. Sopan ( courteous )
Ada sekurang-kurangnya 5 (lima)
Persyaratan untuk melakukan
pendekatan utama untuk
advokasi yaitu :
melakukan advokasi :

1. Credible (dapat dipercaya)


1. Melibatkan para pemimpin
2. Feasible (dapat dikerjakan
yang berpengaruh dan pembuat
keputusan ini dengan mudah)

2. Bekerja sama dengan media 3. Relevant (bersangkut


masa paut/sesuai)
3. Membangun kemitraan, 4. Urgent (mendesak)
jaringan dan koalisi High Priority ( prioritas tinggi)
4. Memobilisasi public

5. Membangun kapasitas
Adanya kebijakan/keputusan dan tersedianya dana
untuk mendukung penyelenggaraan promosi
penanggulangan pengendalian penyakit merupakan
luaran dari advokasi. Dan sasaran dari advokasi sendiri
adalah kepada :

1. Pembuat dan penentu kebijaksanaan (policy


makers)

2. Pembuat keputusan (decision makers) pada


tiap-tiap tingkat administrasi

3. Key person / tokoh masyarakat


Dalam melakukan advokasi, Pelaksanaan advokasi, dapat
dukungan yang diharapakan antara dilakukan dalam bentuk
lain : seperti berikut :
1. Untuk Pemda: Dukungan Politis
dan pendanaan, pesan tidak terlalu 1. Pertemuan resmi, seperti :
teknis, orientasi pada SDM. rapat, presentasi,
2. Untuk Dinkes : Komitmen koordinasi, lokakarya,
Operasional agar kinerja Surveilans orientasi.
baik. 2. Pertemuan tidak resmi,
3. Untuk Camat dan Kepala Desa :
seperti sarasehan, dialog,
Dukungan pergerakan masyarakat.
4. Untuk Kader : Dukungan
lobby, acara minum teh /
pergerakan masyarakat agar mau kopi, negosiasi.
melapor. 3. Demonstrasi/ studi banding,
5. Untuk Pimpinan Rumah Sakit / kampanye.
Puskesmas : Dukungan dalam
upaya penemuan kasus. 4. Wawancara di media massa
6. Organisasi terkait : Dukungan seperti ; obrolan, menulis
penemuan kasus. artikel di koran.
Bina suasana adalah upaya penggalangan kemitraan antara
berbagai kelompok masyarakat untuk menciptakan suasana
yang mendukung penyelenggaraan promosi penanggulangan
pengendalian penyakit

Tujuan adanya kegiatan bina suasan ini agar terciptanya


suasana yang mendukung kegiatan penyelenggaraan
promosi penanggulangan pengendalian penyakit.
Gerakan masyarakat adalah upaya proaktif untuk menumbuhkan
kesadaran dan kemauan individu dan masyarakat agar mau dan
mampu mempraktekkan (melaksanakan) upaya pengendalian
penyakit.

Tujuan dilakukannya gerakan masyarakat ini untuk menumbuh


kembangkan seluruh potensi masyarakat secara optimal untuk
mendukung dan membudayakan perilaku yang mendukung upaya
pengendalian penyakit. Hal ini dilaksakan karena adanya upaya
dari masyarakat baik individu maupun kelompok dalam
Pengendalian Penyakit
Sasaran dalam gerakan masyarakat adalah seluruh
anggota masyarakat, baik individu maupun kelompok. Dan
kegiatan yang bisa di lakukan antara lain dengan :

1. Penyebarluasan informasi melalui : tatap muka


maupun melalui media, baik media massa, cetak
maupun elektrinik.

2. Berbagai lomba : poster, mengarang, pidato tentang


pengendalian penyakit.

3. Forum pertemuan di masyarakat

4. Kunjungan rumah, konseling, pelayanan pengobatan


Dalam situasi krisis, darurat / situasi KLB, setidaknya terdapat lima hal
yang harus diperhatikan untuk dilakukan. Lima hal tersebut disarikan
dari pengalaman WHO dalam mengatasi komunikasi dalam berbagai situasi
krisis.

1. Kepercayaan.

2. Pemberitahuan Pertama.

3. Transparansi

4. Pendapat dan Sikap Masyarakat

5. Perencanaan
Media massa, cetak maupun elektronik, merupakan saluran yang sangat
efektif dalam penyebar-luasan informasi, selain juga saluran utama yang
menyuarakan pendapat dan situasi publik. Jadi dalam komunikasi risiko,
komunikasi dengan media massa mutlak dilakukan. Pada dasarnya komunikasi
dengan media massa akan lebih efektif jika hubungan dengan media massa sudah
terjalin baik.

Dalam situasi krisis, darurat / situasi KLB, sering seorang petugas atau juru
bicara harus berbicara dengan media atau dengan publik sesegera mungkin.
Betapapun krisis situasinya, seorang juru bicara tetap harus mempersiapkan diri.
Kejelasan informasi dan citra organisasi akan sangat dipengaruhi oleh
penampilan juru bicara.

Anda mungkin juga menyukai