Komunikasi risiko bencana dapat diartikan sebagai proses yang dinamis dan interaktif
dengan melibatkan pertukaran antar kelompok. Tidak jauh berbeda, Walaski (2011)
mendefinisikan komunikasi risiko sebagai proses yang dapat membantu suatu organisasi
dalam mendefinisikan permasalahan dan pelibatan dan aksi sebelum peristiwa darurat
terjadi. Hal terpenting dalam komunikasi risiko ialah cara komunikasi efektif atau
pengkomunikasian yang efektif dalam keadaan yang mengkhawatirkan. Menurut Covello dan
Sandman (2001) pelibatan masyarakat dalam hal risiko dan komunikasi dapat ditengarai
sebagai perbedaan penting dari komunikasi risiko, sehingga dalam penyampaian pesan dan
informasi perlu memperhatikan berbagai konteks manajemen bencana yang mencakup
tahapan:
1. Pencegahan (prevention)
2. Mitigasi (mitigation)
3. Kesiapsiagaan (preaparedness)
4. Peringatan dini (early warning)
5. Tanggap darurat (response)
6. Bantuan darurat (relief)
7. Pemulihan (recovery)
8. Rehabilitasi (rehabilitation)
9. Rekonstruksi (reconstruction)
Salah satu bagian penting yang juga ada dalam komunikasi risiko ialah komunikasi
publik yang terbuka dan jujur tentang risiko sehingga anggota masyarakat dapat membuat
pilihan yang sudah ditentukan. Melalui komunikasi risiko yang terbuka untuk publik ini
menjadi salah satu pemenuhan hak masyarakat untuk tahu. Berbagi risiko sudah menjadi
perspektif pokok dalam ekonomi beberapa waktu terakhir. Hal ini lantaran, penyebaran risiko
pada kumpulan risiko yang lebih besar dapat mengurangi tingkat risiko yang dihadapi setiap
individu. Sehingga dengan adanya komunikasi yang efektif dapat membantu masyarakat
umum memahami dan menerima sebagian tanggung jawab keputusan untuk risiko. Sesuai
dengan penjelasan Reynold dan W. Seeger (2005) komunikasi risiko yang efektif dapat
memfasilitasi pengambilan keputusan, pembagian risiko dan dialog lebih lanjut tentang risiko
dalam hal ini bencana.
Referensi