Anda di halaman 1dari 11

BERBAGAI AUDIENS

UNTUK PESAN
RISIKO 3
4 PENDEKATAN STUDI
KASUS

Hasdiyanto Hafied. \ E033222007


BERBAGAI AUDIENS UNTUK PESAN
RISIKO
Bab ini mengidentifikasi perlunya melibatkan banyak khalayak atau masyarakat dalam
pengembangan dan penyampaian pesan risiko. Kita mulai dengan diskusi mengenai
penekanan pada komunikasi risiko yang berorientasi pada pengirim dan perlunya
pendekatan yang berpusat pada audiens.

Kemudian konsep berbagai khalayak dilengkapi dengan penerapan praktis bagi para
pemangku kepentingan, serta mereka yang menyusun dan menerima pesan-pesan
risiko.

Dimasukkannya budaya sebagai variabel bukanlah hal baru dalam penelitian


komunikasi risiko dan krisis. Namun, sebagian besar sarjana mendefinisikan
budaya dari perspektif berorientasi pengirim. Artinya, kelompok budaya
dipandang sebagai kita-mereka.

Meskipun definisi ini lebih berpusat pada khalayak, penelitian terdahulu


mengenai komunikasi risiko dan krisis hanya memberikan sedikit wawasan
mengenai proses tersebutBagaimanamasyarakat multikultural memahami pesan
risiko dan krisis.
Audiens Universal dan Khusus
Pemahaman tentang jenis khalayak berguna ketika mempertimbangkan bagaimana beragamnya masyarakat
memandang pesan-pesan risiko.
Berbeda dengan khalayak universal, tertentu khalayak dapat dikonstruksi secara berbeda-beda. Awalnya,
pembicara mungkin menganggap khalayak tertentu, pada kenyataannya, adalah khalayak universal.

Identifikasi pemangku kepentingan


Audiens yang menerima pesan-pesan risiko dan krisis terdiri dari para pemangku kepentingan, yang
didefinisikan sebagai “setiap orang atau sekelompok orang yang hidupnya dapat terkena dampak oleh suatu
risiko tertentu.” Istilah pemangku kepentingan mencerminkan sudut pandang elit organisasi atau komunitas
yang menganggap individu dan kelompok elit sebagai penerima pesan risiko dan/ atau krisis.

Konstruksi Pesan
Komunikator risiko harus menyusun pesan mereka dengan mempertimbangkan komposisi audiens. Dalam
konteks interaksi argumen, konstruksi ini membantu komunikator risiko menjadi lebih persuasif karena
banyaknya argumen yang diterima secara berbeda-beda oleh berbagai publik yang menerima pesan. Demikian
pula, banyak publik dalam khalayak tertentu memerlukan penyiapan pesan sesuai dengan bagaimana publik
tersebut dikondisikan untuk menerimanya.
Bidang Etnosentrisitas
Meskipun komunikator risiko telah berupaya untuk mematuhi peringatan mereka, perhatian banyak
khalayak terhadap pesan risiko didasarkan pada bidang etnosentrisitas yang mempengaruhi
persepsi mereka tentang apa yang berkaitan atau tidak dengan keadaan mereka dan patut mendapat
perhatian mereka. Lingkup etnosentrisitas paling tepat digambarkan sebagai lingkaran konsentris
yang terdiri dari keluarga, komunitas, wilayah, negara bagian, bangsa, dan dunia yang berasal dari
individu sebagai pusatnya

Dimensi Budaya yang mempengaruhi penerimaan


Konsep budaya menarik minat komunikator risiko karena berbagai alasan. Kelompok budaya
mungkin mempunyai pandangan berbeda tentang apa yang dimaksud dengan situasi risiko atau
krisis; mereka juga mungkin memberikan respons yang berbeda terhadap pesan-pesan risiko dan
situasi krisis. Budaya perlu dipertimbangkan dalam teori dan praktik komunikasi risiko. Saat ini,
budaya dianggap sebagai kumpulan variabel statis yang berkaitan dengan nilai-nilai kelompok
tertentu: cara mereka berpikir, dan apa yang mereka lakukan

Dampak Budaya Terhadap Komunikasi


Asumsi di balik model komunikasi risiko dan krisis tradisional adalah bahwa satu orang yang menyampaikan satu
pesan akan lebih efektif dalam memberikan informasi kepada masyarakat umum tentang bagaimana merespons
situasi krisis
Sistem Kode
Sistem kode, atau variasi bahasa, menghadirkan tantangan besar bagi
komunikasi efektif yang melibatkan banyak audiens. Gaya verbal pembicara
juga mempengaruhi bagaimana pesan dirasakan beberapa sarjana telah
mencatat ciri-ciri bahasa tertentu dari berbagai kelompok budaya.
Berbagai perspektif mengenai gaya bahasa dan sistem kode yang berbeda ini
memberikan saran khusus bagi juru bicara pada saat menghadapi risiko dan
krisis. Karena budaya individu memiliki elemen spesifik yang terkait dengan
bahasa, penggunaan satu pesan krisis yang disampaikan lintas budaya tidak
efektif dalam membangun kesepakatan dan memotivasi individu untuk
merespons situasi dengan tepat.
Hubungan dan Niat yang Dirasakan
Cara individu memandang hubungan mereka dengan anggota budaya lain dan
maksud yang ditunjukkan oleh komunikator dapat mempengaruhi cara pesan
diterima. Dengan jarak kekuasaan, individu mempersepsikan pesan secara berbeda
sesuai dengan tempat mereka dalam hierarki sosial, hubungan mereka dengan figur
otoritas, dan niat orang yang mengirimkan pesan.
Pandangan Dunia
Komunikasi antar budaya semakin rumit karena beragamnya cara orang
memandang dan bertindak di dunia sekitar mereka. Persepsi tentang hakikat
kehidupan, tujuan hidup, dan hubungan manusia dengan kosmos berkontribusi
terhadap pandangan dunia individu. Tujuan hidup melibatkan bagaimana orang
harus mengarahkan upaya mereka saat mereka menjalani hidup. Mungkin
terdapat banyak tujuan berbeda yang teridentifikasi sesuai dengan jumlah individu
yang dapat menyebutkannya, mulai dari upaya untuk mengendalikan kekayaan
materi sebanyak mungkin hingga melakukan segala kemungkinan untuk mengelola
risiko.
Penerapan Argumen yang Berinteraksi
Pertimbangan budaya dapat diterapkan pada prinsip interaksi argumen dalam
komunikasi risiko dalam beberapa cara. Dalam kasuskonvergensi antara
komunikator risiko dan khalayak tertentu, keduanya berbagi proses sehingga
naskah dikembangkan dengan mengintegrasikan pengetahuan dari kedua
belah pihak, pesan tercipta, dan saluran atau cara yang tepat untuk
menyampaikan pesan diidentifikasi.

Gudykunst dan Ting-Toomey (1988) mengembangkan model untuk


memahami pengaruh variabilitas budaya pada komunikasi dalam lingkungan
interpersonal. Dalam model tersebut, bahasa, ekologi, sejarah, dan
komunikasi mempengaruhi variabel sosial budaya yang mempengaruhi
proses kognitif sosial, faktor situasional, dimensi komunikasi, dan kebiasaan
berperilaku.
Manfaat Pendekatan Berpusat pada Budaya
mengubah struktur sosial di sekitar situasi krisis dan risiko dengan melibatkan
kelompok yang kurang terwakili dalam proses pengembangan pesan dan
mengkomunikasikannya kepada anggota kelompok budaya masing-masing.
Meskipun demikian, kebutuhan untuk memikirkan kembali model tradisional
komunikasi risiko dan krisis tampaknya sudah jelas.

Secara historis, para pakar pada umumnya dan pakar risiko dan krisis pada
khususnya telah mengabaikan multikulturalisme dalam negeri ketika
mengembangkan pesan-pesan, dengan menggunakan asumsi-asumsi berikut:
pesan-pesan yang disusun dengan baik menarik khalayak luas dan homogen;
kelompok budaya lebih mirip daripada berbeda; pesan-pesan krisis dapat dibangun
mengikuti pola yang sudah ada; dan cara terbaik untuk mengkomunikasikan suatu
risiko atau krisis adalah dengan menggunakan satu juru bicara.
PENDEKATAN STUDI KASUS
Dalam konteks komunikasi risiko yang kompleks, satu metodologi penelitian sangat tepat, karena
kemampuannya untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan, atau menjelaskan dinamika situasi.
Pendekatan studi kasus dalam penelitian ilmu-ilmu sosial merupakan metode yang tepat untuk
mengidentifikasi interaksi antara individu, pesan, dan konteks.

Justifikasi Pendekatan Studi Kasus


Studi kasus telah sering digunakan oleh para sarjana dan praktisi di bidang kesehatan masyarakat,
pertanian, pendidikan, psikologi, dan ilmu-ilmu sosial sebagai pendekatan metodologis yang sah
dalam penelitian (Rogers, 2003; Tuschman & Anderson, 1997). Selain itu, mereka menyediakan
metode untuk menyelidiki peristiwa kontemporer yang melibatkan risiko dalam konteks kehidupan
nyata; dan mereka berkontribusi pada peningkatan pengetahuan tentang fenomena sosial yang
kompleks.

Legitimasi sebagai Pendekatan Metodologis


Pendekatan studi kasus telah digunakan untuk mempelajari berbagai situasi yang melibatkan fenomena
individu, kelompok, organisasi, sosial, politik, dan terkait
Berbagai Sumber Informasi
Salah satu alasan yang mendukung legitimasi pendekatan studi kasus adalah penggunaan berbagai
sumber informasi untuk menetapkan klaim mengenai situasi tertentu. Berbagai sumber dapat
mencakup materi tekstual, situs web dan sumber daya online, wawancara, laporan media, dan
pengamatan pribadi.

Perlunya Kerangka Teoritis


Selain kebutuhan akan berbagai sumber data untuk memahami kompleksitas situasi risiko atau
krisis, alasan lain peneliti menggunakan pendekatan studi kasus berasal dari cara penggunaan
proposisi teoritis untuk memandu pengumpulan dan analisis data. Peneliti studi kasus dapat
menetapkan parameter apa saja yang akan dimasukkan dalam analisis. Dengan demikian,
pengenalan kerangka teoritis memberikan hamparan data yang dapat digunakan peneliti sebagai
cara untuk mengeksplorasi, mendeskripsikan, atau menjelaskan apa yang terjadi.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai